Search This Blog

SKRIPSI PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(KODE ILMU-HKM-0050) : SKRIPSI PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pesatnya arus globalisasi, maraknya industrialisasi dan adanya perdagangan bebas membuat banyak perubahan terhadap kondisi umat manusia. Hal ini juga berakibat pada makin marak dan beragamnya tindak-tindak pidana yang terjadi. Tindak pidana tersebut tidak hanya menyentuh ranah publik tetapi juga ranah pribadi individu manusia. Adanya ketidakseimbangan ekonomi yang semakin lebar menjadi salah satu faktor utama penyebab berbagai macam tindak pidana. Salah satu pihak yang paling dirugikan akibat hal tersebut adalah perempuan. Apalagi budaya kita, yang cenderung patriarkis, sering menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah.
Perempuan, sering menjadi korban kekerasan karena seksualitasnya sebagai seorang perempuan. Banyak hasil penelitian dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi perempuan ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya. Perempuan, termasuk juga anak perempuan, sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, di ruang-ruang publik, tempat bekerja, bahkan dirumahnya sendiri. Dan hal itu akan semakin bertambah bila perempuan berada dalam status sosial dan ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tidak memadai, tidak memiliki akses terhadap informasi, atau karena perempuan itu masih berada di bawah umur.
Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat adanya peningkatan hampir dua kali lipat angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2004 dibandingkan tahun sebelumnya. Kalau tahun 2003 tercatat yang hanya 7.787 kasus, tahun lalu mencapai 14.020 kasus (Tempo Interaktif, 7 Maret 2005).
Berdasarkan lokasi terjadinya, kekerasan terhadap perempuan dominan terjadi di dalam ru i sebetulnya diharapkan dapat memberikan rasa aman. Data dari Komnas Perempuan, menunjukkan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 4.310 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam rumah. Jika diketahui sebagian dari kasus dalam kategori rumah tangga atau komunitas mencakup insiden kekerasan yang terjadi di dalam rumah, maka dapat dikatakan inilah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol secara kuantitatif untuk seluruh tahun 2004. Yang patut disesalkan adalah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan selama ini dianggap sebagai masalah yang wajar dan tidak dianggap sebagai tindak pidana kejahatan, karena terjadinya kekerasan itu sering dianggap sebagai kesalahan perempuan itu sendiri.
Akibat lain dari pesatnya arus globalisasi, industrialisasi dan perdagangan bebas adalah juga membawa serta terjadinya interaksi dan saling mempengaruhi antara hukum internasional, nasional dan lokal (hukum adat, kebiasaan). Tindak pidana kekerasan terhadap perempuan yang menjadi isu global telah diatur pula dalam instrumen-instrumen hukum internasional dan berbagai kebijakan-kebijakan internasional.
Hal ini dapat dilihat secara nyata dari ditetapkannya sejumlah instrumen-instrumen hukum internasional sehubungan dengan fenomena tindak kekerasan terhadap perempuan, antara lain:
a. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (1979)
b. Vienna Declaration and Programme of Action (1993)
c. Declaration on the Elimination of Violence Against Women (1993)
d. Beijing Declaration and Platform for Action (1995)
Konferensi Dunia tentang Wanita ke-4 di Beijing tahun 1995 menyepakati tentang 12 masalah kritis yang dihadapi dunia wanita, salah satunya adalah masalah tindak kekerasan terhadap wanita. Dalam hal ini ada kebulatan tekad yang disusun dalam bentuk Deklarasi Beijing, dengan salah satu pasal adalah untuk mencegah dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Di dalam Platform for Action yang disepakati pada Konferensi Beijing tersebut direkomendasikan bahwa program untuk menanggulangi kekerasan ini agar dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan strategis:
a. secara integratif melakukan tindakan nyata untuk mencegah dan menghilangkan tindak kekerasan terhadap wanita
b. dilakukan studi penyebab dan konsekuensi tindak kekerasan terhadap wanita serta effectiveness dari tindakan pencegahan yang dilakukan
c. menghilangkan perdagangan wanita (trafficking in women) dan penyiapan dukungan bagi korban kekerasan sebagai akibat pelacuran dan perdagangan wanita (Endang Sumiarni, 2005 : 3)
Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Sebagai Negara-Peserta, adalah merupakan kewajiban bagi Indonesia, seperti dalam perspektif hukum internasional, untuk mentaati segala ketentuan dan prosedur yang menjadi ketetapan dalam instrumen tersebut. Sebagai anggota aktif dari PBB, Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan serta melakukan tindakan yang ditetapkan dalam Deklarasi yang telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB.
Namun sangat disayangkan bahwa masih banyak ketentuan-ketentuan, prosedur maupun langkah-langkah yang ditetapkan dalam instrumen-instrumen hukum internasional yang diratifikasi oleh Indonesia tidak ditaati atau tidak dilaksanakan di Indonesia. Bahwa disisi lain Indonesia telah mempunyai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, namun sayangnya pemerintah sepertinya setengah hati dalam mewujudkan undang-undang ini.
Tahun 2004 merupakan tahun terobosan karena pada tanggal 22 September 2004 telah disahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT). Undang-undang ini berdiri diluar KUHP sebagai undang-undang pidana khusus.
Walaupun ada pihak yang kurang setuju dengan pengesahan undang-undang ini karena dianggap menyentuh ranah pribadi individu-individu mengingat hukum pidana sebagai hukum publik, dan bahwa apa yang terdapat dalam KUHP sudah cukup untuk menjerat para pelaku tindak pidana ini, namun tidak sedikit juga yang mendukung pengesahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ini sebagai suatu terobosan. Hal ini karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang khusus memberikan perlindungan kepada mereka yang menjadi korban kekerasan, terutama ketika kita menghadapi kasus-kasus seperti kekerasan domestik (domestic violence) atau kekerasan seksual.
Perbuatan-perbuatan yang termasuk sebagai kekerasan domestik secara khusus memang belum diatur dalam KUHP sehingga kejahatan tersebut juga belum banyak terungkap di pengadilan maupun dalam data statistik kriminal di kepolisian. Meskipun kejahatan ini terjadi di banyak tempat, kejahatan ini masih tersembunyi dalam kehidupan masyarakat dan terlindung dari intervensi dunia luar, karena nilai patriarki yang mewarnai sikap dan kultur kehidupan kebanyakan keluarga di Indonesia (Satjipto Raharjo, 1998).
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan dialami perempuan yang dirasa kurang mendapat perlindungan, dalam proses penyelesaiannya mau tidak mau harus menggunakan hukum positif yang berlaku untuk menuntut para pelaku tindak pidana ini, dalam hal ini KUHP.
Sedikitnya ada tiga masalah utama yang menonjol, yaitu:
1. banyaknya fakta kasus kekerasan dalam rumah tangga yang secara tidak adil dibiarkan berlangsung tanpa ada solusi penyelesaian.
2. bahwa perempuan menjadi korban terbanyak di antara korban kekerasan dalam rumah tangga lainnya.
3. bahwa hukum di Indonesia tidak secara tegas melarang kejahatan dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan masalah ini tidak tampak (Rita Selena Kolibonso, 1999)
Dalam banyak kasus, diketahui bahwa hukum pidana kita tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan bagi pembelaan terhadap perempuan korban kekerasan. Padahal disisi lain penegak hukum sangat terikat pada asas legalitas, sehingga undang-undang dibaca sebagaimana huruf-huruf itu berbunyi, dan sangat sulit memberikan interpretasi yang berbeda bahkan ketika harus berhadapan dengan kasus-kasus yang berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Tidak jarang, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terkena imbas dari sistem peradilan yang tidak netral, seperti misalnya terkait persoalan politik dan uang. Oleh karena itu diharapkan dapat muncul pemikiran-pemikiran baru dan terobosan-terobosan yang dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi para pencari keadilan khususnya dalam hal ini, perempuan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA."

B. Pembatasan Masalah
Guna memberikan gambaran yang terfokus mengenai obyek bahasan penelitian dalam penulisan hukum ini, dan untuk menghindari terjadinya perluasan dan kekaburan masalah yang diteliti sebagai akibat dari luasnya ruang lingkup penelitian, maka penulis hanya akan membatasi dan mengkaji tentang perlindungan hukum ini ditinjau dari aspek tindak pidana kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan saja.

C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, perumusan dari masalah-masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
2. Bagaimanakah perbandingan pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

D. Tujuan Penelitian
Menyadari bahwa setiap penelitian harus mempunyai tujuan tertentu, demikian pula penelitian ini yang mempunyai tujuan obyektif dan subyektif sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Untuk mengetahui perbandingan pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum pidana khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap wanita yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta terkhusus dalam hukum pidana dalam kaitannya terhadap pemberian perlindungan hukum terhadap wanita dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terutama yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah mengingat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih merupakan bahasan yang tergolong baru dalam penerapan hukum di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh b. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti
c. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait masalah yang diteliti

F. Metode Penelitian
Dalam mencari data mengenai suatu masalah, diperlukan suatu metode yang bersifat ilmiah yaitu metode penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi, 1989: 4)
Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. 1. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Senada dengan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:
a) Penelitian terhadap asas-asas hukum
b) Penelitian terhadap sistematik hukum
c) Perbandingan hukum
d) Sejarah hukum (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990: 15)
2. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto, 2001:13)
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang dalam hal ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti:
a) Hasil karya ilmiah para sarjana
b) Hasil-hasil penelitian
c. Bahan Hukum Tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan sebagainya.
3. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapar diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik atau catatan-catatan resmi, yaitu dokumen peraturan perundang-undangan yang dapat memuat tentang perlindungan hukum terhadap perempuan. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Selain sumber data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan pemerintah, data juga diperoleh dari makalah-makalah, buku-buku referensi dan artikel media massa yang mengulas tentang perlindungan hukum terhadap wanita.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Agar data yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisis data yang tepat.
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1993).
Berdasarkan judulnya, maka teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi, berupa teknik yang digunakan dengan cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder. Menurut Krippendorf, analisis isi yaitu serangkaian metode untuk menganalisa isi segala bentuk komunikasi dengan mereduksi seluruh isi komunikasi menjadi serangkaian kategori yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti.
Analisis isi dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ke dalam kategori yang telah ditentukan. Setelah itu, hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.

G. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum ditujukan untuk dapat lebih memberikan gambaran yang lebih jelas, komprehensif dan menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum yang akan disusun. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang hukum pidana pada umumnya, tentang tindak pidana, tinjauan tentang perbandingan hukum, tinjauan umum tentang kekerasan terhadap perempuan dan tinjauan umum tentang kekerasan dalam rumah tangga.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ketiga akan berisi tentang pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkap berdasarkan rumusan masalah, yaitu berupa pokok-pokok pengaturan perlindungan hukum terhadap wanita dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan kelemahan-kelemahan kedua undang-undang tersebut.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »