Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH LAYANAN KONSULTASI DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR DI TK

(KODE : PG-PAUD-0083) : SKRIPSI PENGARUH LAYANAN KONSULTASI DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR DI TK

skripsi pg paud
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan Taman Kanak-Kanak adalah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Untuk mencapai semua itu diperlukan suatu perhatian khusus, terutama pendidikan sejak dini, yaitu sebuah pendidikan Taman Kanak-kanak yang dapat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku agar anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya sesuai dengan tahap perkembangannya.
Di lingkungan tertentu, perkembangan anak usia taman kanak-kanak ini dirasakan tidak merata. Ada anak yang telah memenuhi karakteristik tahap-tahap perkembangan anak yaitu memiliki karakter yang menonjol, yakni sifat ekspresif dan eksploratif. Dari segi kognitif, mereka cenderung berpikir logis dan mudah menyerap sesuatu hal yang baru seperti teknologi dan penguasaan bahasa asing, namun masih ditemukan sejumlah permasalahan pada anak tertentu. Kesulitan belajar pada anak TK selalu ditemukan pada bidang tertentu. Anak-anak dengan inteligensi rata-rata bisa mengalami kesulitan belajar dalam bidang yang berbeda-beda. Otak dibagi ke dalam berbagai bagian yang mengendalikan tingkah laku yang berbeda. Beberapa bagian otak mengontrol kemampuan untuk berbicara, kemampuan untuk memahami kata yang diucapkan atau untuk mengenali apa arti kata-kata dan angka (Zulkifli, 2005 : 53).
Identifikasi kesulitan belajar sejak dini dapat dilakukan sebelum memasuki sekolah dasar yaitu pada tingkat pra sekolah dengan melihat tanda-tanda awal dari kesulitan belajar seperti perkembangan motorik, persepsi, bahasa atau atensi. Jenis kesulitan belajar di TK secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu gangguan perkembangan wicara dan berbahasa dan gangguan kemampuan akademik, yang meliputi membaca, menulis, berhitung. Anak dengan gangguan perkembangan wicara dan bahasa dapat mengalami kesulitan untuk memproduksi suara huruf/kata tertentu, menggunakan bahasa verbal dalam berkomunikasi, dan memahami bahasa verbal yang dikemukakan orang lain.
Dalam kegiatan belajar yang berlangsung, tidak sedikit siswa akan mengalami hambatan dalam proses belajarnya, hambatan-hambatan itulah yang dimaksud dengan kendala yang menghambat proses tercapainya tujuan belajar. Kendala yang dialami siswa bermacam-macam antara individu yang satu dengan yang lain berbeda, baik macam maupun bobotnya.
Keberhasilan proses belajar sebagian dipengaruhi oleh peran orang tua. Dalam keluarga anak mulai mengadakan interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama dengan orang tuanya, yaitu ayah dan ibu. Melalui interaksi anak dengan orang tua, akan terbentuklah gambaran-gambaran tertentu mengenai anaknya. Dengan adanya gambaran-gambaran tertentu tersebut sebagai hasil persepsinya, maka akan terbentuklah sikap-sikap tertentu pada masing-masing pihak. Bagi orang tua anak sebagai objek sikap, sebaliknya bagi anak orang tua juga sebagai objek sikap. Pada anak akan terbentuk sikap tertentu terhadap orang tuanya, sebaliknya pada orang tua akan terbentuk sikap tertentu pada anaknya.
Untuk menjembatani permasalahan kesulitan belajar yang dialami anak TK adalah diberikannya kegiatan konseling di TK yang tujuannya untuk membantu proses perubahan (transisi) dari kanak-kanak sebagai makhluk individu yang menonjol keunikannya menjadi makhluk sosial. Oleh karena itu ditujukan untuk mencapai perkembangan penyesuaian pribadi dan sosial yang optimal dan memadai. Mengingat usia anak, maka diperlukan kolaborasi/kerjasama dengan orangtua. Hal ini amat diperlukan agar diperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah, tujuan dari konsultasi, perencanaan intervensinya.
Berkaitan dengan hal tersebut orang tua harus selalu memonitor segala perkembangan proses belajar anaknya. Orang tua selalu berhubungan dengan guru pembimbing di sekolah tempat anak menuntut ilmu. Apabila dijumpai anak mengalami hambatan dalam belajarnya, orang tua harus berkonsultasi kepada gurunya agar dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan anaknya mengalami kesulitan belajar dan dapat diketahui pemecahan masalah atas hambatan yang dialami. Layanan konsultasi antara orang tua dan guru pembimbing akan menjadi salah satu pemecahan atas permasalahan di atas. Dalam layanan konsultasi akan membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul “PENGARUH LAYANAN KONSULTASI DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR DI TK”.

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0082) : SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA DINI

contoh skripsi pgpaud
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan transformasi nilai dari pendidik kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendidikan juga sebagai upaya dalam rangka membangun, membina, dan mengembangkan kualitas manusia yang dilakukan terstruktur dan terprogram serta berkelanjutan. Oleh karena itu, pendidikan sebagai proses belajar harus dimulai sejak dini.
Dalam Islam dijelaskan bahwa usia anak-anak merupakan usia yang paling mudah untuk menerima atau merespon sesuatu baik melalui ungkapan, ucapan, panca indera, dan bahkan pengalaman, sehingga pada usia tersebut dianjurkan agar anak dilatih dengan ucapan-ucapan baik, terutama pada kehidupan awal anak (balita).
Pada umur tersebut pertumbuhan kecerdasan anak masih terkait kepada panca inderanya dan belum tumbuh pemikiran logis atau maknawi (abstrak), atau dapat dikatakan bahwa anak masih berpikir inderawi.
Usia dini merupakan masa emas (golden age) bagi anak- anak, karena pada usia ini anak-anak mempunyai kebebasan untuk berkembang dan tumbuh, baik secara fisik atau emosional dengan fasilitas dan media belajar yang representatif. Pada masa kanak-kanak ini juga merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter.
Rasulullah saw bersabda : 
Abdan menceritakan kepada kami memberikan kabar kepada kami Abdullah memberikan kabar kepada kami Yunus dari Az-zuhri berkata : memberikan kabar kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwasannya Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Anak yang baru lahir ke dunia oleh Allah telah dibekali fitrah. Fitrah yang berupa potensi atau kemampuan dari semua hal. Tinggal bagaimana dia mengembangkan potensinya. Jika anak berada di lingkungan yang baik maka niscaya kelak ia tumbuh menjadi anak yang mempunyai karakter dan kejiwaan yang baik. Pertumbuhan kejiwaan seorang anak merupakan tanggung jawab utama orang tua. Seorang anak akan tumbuh menjadi apa, itu tergantung didikan dari orang tuanya. Menjadi baik, jahat, menjadi orang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi itu pun merupakan tanggung jawab dan didikan dari orang tua sebagaimana hadis diatas. Perkembangan dan pertumbuhan anak juga tidak terlepas dari pengaruh lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat yang ikut mewarnai kehidupan anak.
Usia dini merupakan masa terpenting bagi anak, karena pada usia ini anak mulai tumbuh dan berkembang secara optimal, juga merupakan masa pembentukan kepribadian anak sehingga memiliki kepribadian yang utama.
Oleh karena itu penting diterapkan pendidikan agama sejak dini. Keberhasilan pada usia dini adalah faktor penentu keberhasilan anak di masa mendatang.
Perkembangan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya yang didapat sejak kecil, dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama, (sesuai dengan ajaran agama) maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Dengan memperkenalkan pendidikan agama sejak dini berarti telah membuat pribadi yang kuat berlandaskan agama dalam hal mendidik anak.
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam mendidik anak agar berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Tetapi karena keterbatasan ataupun kesibukan orang tua, maka orang tua menyerahkan pendidikan anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Untuk menyelamatkan fitrah Islami anak, orang tua perlu menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah yang Islami sehingga mampu membentuk kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam. Pentingnya penanaman nilai- nilai agama sejak usia dini diantaranya agar tercipta manusia yang berakhlak mulia.
Pendidikan agama Islam diberikan kepada anak sejak dini melalui pengenalan-pengenalan terlebih dahulu mengenai ciptaan Allah yang meliputi alam seisinya. Kemudian dikenalkan sholat yang dimulai dengan wudhu'. Anak-anak diberi kesempatan untuk mempraktekkan wudhu'. Apabila memulai mengerjakan sesuatu dibiasakan dengan basmalah. Anak-anak dilatih membaca do'a sehari-hari seperti do'a makan, do'a mau tidur, do'a berangkat ke sekolah. Dengan mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang bernuansa Islami akan menjadikan anak berperilaku sesuai ajaran agama Islam.
Pelaksanaan pembelajaran agama Islam melalui cara-cara seperti itu tidak akan berhasil sepenuhnya tanpa kerjasama dengan orang tua peserta didik dalam hal membiasakan kegiatan-kegiatan yang diajarkan di sekolah untuk diterapkan juga di rumah. Selain itu, guru juga harus selalu mengulang-ulang materi yang diajarkan supaya anak terbiasa melakukannya dalam kegiatan sehari-hari.
Disinilah pentingnya mendidik anak sejak dini terutama dalam menanamkan pendidikan agama Islam. Karena pada usia ini merupakan masa-masa terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga perlu untuk ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini agar dapat membentuk kepribadian anak yang Islami. Selain itu merupakan masa penentu keberhasilan anak di masa mendatang.
Dengan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang mengangkat judul PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA DINI DI PGIT X. Dengan alasan bahwa lembaga tersebut merupakan lembaga pendidikan prasekolah yang memprioritaskan pembelajaran pendidikan agama Islam pada anak usia dini.

SKRIPSI PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI DI TK

(KODE : PG-PAUD-0081) : SKRIPSI PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI DI TK

contoh skripsi paud
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan terpenting dan pertama yang harus diberikan oleh seorang pendidik adalah menanamkan keyakinan pada anak, yang mana ini diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak. Pembentukan kepribadian tersebut berlangsung secara berangsur-angsur dan berkembang sehingga menjadi proses menuju kesempurnaan.
Dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan agar berjalan secara efektif, maka perlu menerapkan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan tujuan, situasi dan kondisi yang ada guna meningkatkan pembelajaran dengan baik. Hal ini dikarenakan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar ditentukan oleh adanya metode pembelajaran yang merupakan suatu bagian yang sangat urgen dalam sistem pembelajaran. Yang dimaksud dengan metode disini adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran, metode sangat diperlukan oleh guru guna kepentingan proses pengajarannya.
Masa kanak-kanak merupakan sebuah periode penaburan benih, pendirian serta pondasi yang dapat disebut sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter dari seorang manusia. Agar manusia kelak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdiri tegar dalam meniti kehidupan.
Sebagaimana hadits Nabi : 
“Dari Abi Hurairoh sesungguhnya dia berkata bahwa rasulullah SA W. Bersabda : Tidaklah ada seorang anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, kedua orang tualah yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Muslim)."
Pendidikan terhadap anak dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok sebagai pembentukan manusia menjadi insan kamil (manusia sempurna) atau yang memiliki kepribadian utama. Maka dari itu, hendaklah pendidikan menyentuh aspek yang bersinggungan langsung dengan ilmu umum agar mereka dapat hidup dan berkembang sesuai dengan cita-cita pendidikan itu sendiri. Dalam sebuah cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa dan gaya bahasa. Unsur-unsur dalam cerita tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Untuk itulah tumbuh kepentingan dalam mengambil manfaat dari adanya sebuah cerita.
Metode cerita tampaknya memang merupakan metode yang sederhana namun dapat menarik interest seseorang lebih-lebih jika diterapkan untuk pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, proses pendidikan pada anak dapat dilakukan oleh orang tua dan para pendidik melalui suri tauladan dengan contoh-contoh perilaku maupun dengan cerita-cerita yang dapat mendukung sikap dan nilai-nilai yang baik.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai fakta di lingkungan sebagai stimulan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Pada usia dini tersebut anak masih mempunyai pola pikir sederhana, mereka belajar apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar kemudian mereka cenderung mencontoh dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Pengalaman tersebut nantinya akan terekam kuat dalam otak mereka. Jika lingkungan di sekitarnya baik, maka besar kemungkinan anak tersebut akan baik, begitu juga sebaliknya.
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari usia dua sampai enam tahun. Orang tua menyebutnya sebagai usia problematis/usia sulit karena memelihara/mendidik mereka sulit; disebut sebagai usia main karena sebagian besar hidup anak waktunya dihabiskan untuk main. Masa ini dikatakan usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas satu SD. Manusia akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah adanya interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial, sosialisasi tidak mungkin berlangsung.
Perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian sesudah tahun pertama ditandai oleh beberapa proses-proses yang sangat fundamental. Tingkah laku sosial interaktif seperti tingkah laku kooperatif, altruistis dan agresif banyak dipengaruhi oleh latar belakang struktural yang disebut ‘‘role taking” (pengambilan peran) dan egosentrisme. Dalam buku ‘‘Denken over jezelf en ander” (berfikir tentang diri dan orang lain) (Gerris, Jansen, dan Badal, 1980) diterangkan bahwa perkembangan sosial dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kognisi sosial, artinya pengertian akan tingkah laku orang lain : kecakapan dalam bergaul dengan orang lain seperti sikap altruistis dan kooperatif : dan nilai-nilai sosial, artinya ‘‘berfikir dan bertindak dalam kenyataan sosial, berlangsung atas dasar pemilikan nilai-nilai”.
Dalam filsafat perkembangan dan pertumbuhan, disamping memperhatikan individualitas anak juga harus memperhatikan masyarakat dimana ia tumbuh dan dewasa. Lingkungan sosial inilah yang memberi fasilitas dan area-bermain pada anak untuk pelaksanaan realisasi diri. Oleh karena itu, anak tidak mungkin bisa berkembang sendiri tanpa bantuan dari lingkungan sosialnya (orangtua, lembaga pendidikan, dll). Setiap tingkah laku anak merupakan tingkah laku sosial, karena mempunyai relasi kaitan dengan orang lain baik dengan teman sebaya ataupun dengan orang dewasa.
Usia dini merupakan masa peka yang sangat penting bagi pendidikan. Untuk itu, saat yang paling baik memberikan pendidikan anak adalah pada usia dini. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dilakukan pada saat usia dini yang dapat dilakukan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat. Masa ini merupakan masa ekspresi kreativitas, seperti bermain boneka, suka mendengarkan atau bercerita, permainan drama, menyanyi, menggambar dan lain sebagainya.
Bagi anak usia TK mendengarkan cerita yang menarik yang dekat dengan lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian, keramahan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam kehidupan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral dan keagamaan.
Proses pembelajaran akan berhasil apabila didukung oleh berbagai faktor dan aspek tertentu, diantaranya adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang terarah dalam proses belajar mengajar sehingga pengajaran menjadi lebih berkesan dan terarah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode yang tepat dapat memudahkan pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kondisi riil yang terjadi di obyek penelitian yaitu dalam penyampaian cerita masih memiliki banyak kendala. Hal itu disebabkan kurangnya minat dari anak dalam mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru dan kemampuan guru yang relatif rendah dalam menyampaikan cerita yang menarik
Dari uraian dan pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat judul ‘‘PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI DI TK”.

SKRIPSI MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL JAWA PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0080) : SKRIPSI MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL JAWA PADA ANAK USIA DINI

contoh skripsi paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat korupsi suatu negara dapat diukur dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Data tahun 2009 menunjukan bahwa Indonesia berada pada papan bawah dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2,8. Skala IPK mulai dari 1 sampai 10, semakin besar nilai IPK suatu negara maka semakin bersih negara tersebut dari tindakan korupsi. Dari data yang diperoleh dari Transparency International Corruption Perception Index 2009 tersebut, IPK Indonesia sama dengan negara lainnya pada urutan 111 seperti Algeria, Djibouti, Egypt, Kiribati, Mali, Sao Tome and Principe, Solomon Islands dan Togo. Angka ini menyimpulkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang belum lepas dari persoalan korupsi.
Berdasarkan data-data tentang tingkat korupsi di Indonesia, persoalan korupsi menjadi permasalahan besar yang harus diselesaikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan Anti Korupsi pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan karakter. Pendidikan anti korupsi berfokus pada pengembangan tata nilai & moralitas pada individu. Kemendikbud telah menetapkan bahwa pendidikan karakter dianggap sangat penting dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah. Dalam buku panduan tentang Pendidikan Karakter di SMP, Kemendiknas (2010), disebutkan bahwa karakter merupakan salah satu faktor terpenting bagi kesuksesan seseorang. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai pada anak. Menurut Handoyo (2009) nilai-nilai yang dapat disemaikan kepada generasi muda, terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah diantaranya adalah kejujuran, tanggung jawab, keberanian, keadilan, keterbukaan, kedisiplinan, kesederhanaan, kerja keras, dan kepedulian.
Menurut laporan KPK tahun 2007 dalam pengembangan modul pendidikan, telah dibuat 3 modul untuk siswa SMP dan telah siap untuk dipublikasikan pada tahun 2008. Selain itu juga, untuk pendidikan pengembangan karakter anti korupsi bagi SD, telah dibuat modul pendidikan untuk siswa kelas 4, 5, dan 6. Khusus untuk pendidikan pengembangan siswa Taman Kanak-kanak (TK) telah dibuat buku dongeng anti korupsi yang berisi pesan moral yang memadukan cerita sederhana dengan tokoh dan karakter hewan-hewan lucu. Implementasi kegiatan pendidikan dengan pendekatan dongeng akan dilaksanakan pada tahun 2008.
Pendidikan anti korupsi memiliki banyak nilai yang harus dikembangkan untuk dapat membangun karakter anti korupsi kepada anak. Ada salah satu nilai yang paling penting untuk membangun karakter anti korupsi. Nilai tersebut adalah nilai kejujuran. Pendidikan anti korupsi adalah pendidikan yang berkaitan dengan cara-cara untuk menanamkan kejujuran pada diri peserta didik melalui serangkaian cara dan strategi yang bersifat edukatif (Deal dan Peterson, 1999) dalam Hamdani (2010). 
Sebagaimana pernyataan yang ditulis oleh Hamdani (2010) bahwa moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa modern dan beradab. Yang didasarkan atas nilai-nilai kejujuran. Kejujuran pada gilirannya akan menumbuhkan kepercayaan (trust), dan kepercayaannya merupakan salah satu unsur modal sosial. Tugas pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada setiap komponen di dalamnya, baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya. Handoyo, dkk (2010) melakukan penelitian tentang penanaman nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan anti korupsi di SMA 06 kota Semarang. Adanya penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan anti korupsi, kejujuran merupakan nilai yang paling penting untuk diajarkan kepada anak.
Membangun karakter bukanlah merupakan produk instan yang dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Penanaman pondasi karakter anti korupsi khususnya karakter kejujuran harus ditanamkan sejak usia dini. Salah satu cara untuk menanamkan karakter kejujuran pada anak adalah melalui pendidikan di sekolah. Menurut Schweinhart (1994) dalam Megawangi (2004) pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap. Dalam membangun karakter kejujuran pada anak, terlebih dahulu harus dikenalkan konsep atau pemahaman kepada anak usia dini tentang karakter kejujuran.
Model pendidikan untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan masa perkembangan mereka yang masih didominasi oleh permainan sebagai media transfer pengetahuan. Salah satu metode yang sesuai digunakan dalam implementasi pendidikan membangun pemahaman karakter kejujuran adalah melalui bermain. Bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada dengan sendirinya (inherent), dan sudah didapat secara alami. Permainan yang bisa digunakan adalah permainan tradisional anak yang sudah cukup lama berkembang di negeri ini, bahkan permainan-permainan tersebut sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa. Namun demikian seiring dengan perkembangan jaman permainan tradisional ini semakin lama semakin dilupakan oleh anak-anak terutama di perkotaan karena sudah semakin banyaknya permainan modern yang berasal dari luar negeri.
Kajian tentang permainan tradisional anak di Indonesia umumnya belum sangat berkembang, tapi terlihat perhatian yang cukup besar dari kalangan ilmuwan terhadap fenomena budaya ini, kecuali dari kalangan tertentu. Namun demikian perhatian yang cukup serius telah diberikan oleh pemerintah melalui Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Beberapa studi telah dilakukan oleh para ahli, bahkan beberapa berusaha mengetahui proses-proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dampaknya terhadap berbagai jenis permainan tradisional di Jawa. Salah satu faktor yang ditemukan menjadi penyebab semakin surutnya permainan anak-anak tradisional dari tengah kehidupan anak-anak di Jawa adalah masuknya pesawat televisi ke daerah pedesaan. Dengan berbagai tayangan acara yang menarik dan tidak membutuhkan tenaga untuk menikmatinya, tontonan dari pesawat televisi secara langsung menjadi hal yang lebih disukai oleh anak-anak ketimbang berbagai permainan anak-anak yang memang tidak semuanya menarik dan menyenangkan untuk dimainkan.
Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangan kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004).
Misbach (2006) mengatakan dalam artikelnya bahwa permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom). Permainan tradisional bisa dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Walaupun permainan-permainan ini dibeda-bedakan dalam 3 kategori, namun tidak berarti sifat yang ada pada satu macam permainan tidak terdapat dalam permainan jenis lainnya. Ada percampuran-percampuran diantara unsur-unsur permainan tersebut. Yang mendasar, semua jenis permainan ini kental dengan nilai-nilai kerjasama; kebersamaan; kedisiplinan; kejujuran; yang merupakan nilai-nilai pandangan hidup (world-view) dari berbagai suku bangsa di Indonesia, yang mendasari filosofi terbentuknya permainan tradisional ini.
Menurut Purwaningsih (2006) permainan tradisional mengandung unsur-unsur nilai budaya. Menurut Dharmamulya (2008), unsur-unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai kebebasan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai kepemimpinan, rasa tanggung jawab, nilai kebersamaan dan saling membantu, nilai kepatuhan, melatih cakap dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) menunjukkan bahwa pelatihan permainan tradisional edukatif potensi lokal mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan orang tua anak usia dini dalam kegiatan bermain anak. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa permainan tradisional edukatif menanamkan sikap hidup dan keterampilan seperti nilai kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan, kejujuran, dan musyawarah mufakat karena ada aturan yang harus dipenuhi oleh anak sebagai pemain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011) ini menunjukkan bahwa permainan tradisional adalah sangat penting untuk diajarkan kepada anak usia dini di lingkungan rumah melalui orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh Badu (2011), menunjukkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai sikap hidup dan keterampilan. Salah satu dari nilai itu adalah nilai kejujuran.
Kajian permainan tradisional telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1982 melalui penelitian dalam bentuk inventarisasi permainan tradisional. Dalam penelitian tersebut belum sepenuhnya dijelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional. Mengingat jangka waktu inventarisasi penelitian telah dilakukan oleh Kementerian dan Kebudayaan pada tahun 1982 sudah mencapai rentang waktu 15 tahun maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam permainan tradisional etnis Sunda. Dalam penelitian ini banyak sekali nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional yaitu jiwa kepemimpinan, kerjasama, lapang dada, menegakkan keadilan, taat aturan, jujur, usaha keras, tidak sombong, cerdik, dan motivator untuk menang. Salah satu contoh misalnya permainan tradisional congkak atau dakon mengandung nilai disiplin diri, kejujuran diri, kerja sama, menghargai kawan dan lawan, kecepatan dan ketepatan, melatih kesabaran, tanggung jawab.
Penelitian yang dilakukan oleh Siagawati dkk (2007), mengungkap nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional Gobak Sodor. Nilai-nilai dalam permainan Gobak Sodor adalah sebagai berikut ; yang pertama yaitu aspek jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan. Yang kedua, aspek psikologis yang meliputi nilai kejujuran, sportivitas, kepemimpinan, pengaturan strategi, kegembiraan, spiritualisme, perjuangan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyusun skripsi dengan judul “MEMBANGUN PEMAHAMAN KARAKTER KEJUJURAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL PADA ANAK USIA DINI”.

SKRIPSI MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0079) : SKRIPSI MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

contoh skripsi paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia, pada dasarnya adalah untuk mengembangkan kemampuan dan potensi manusia sehingga bisa hidup layak, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan juga bertujuan mendewasakan anak, kedewasaan tersebut mencakup pendewasaan intelektual, sosial dan moral tidak semata-mata kedewasaan dalam arti fisik. Pendidikan adalah proses sosialisasi untuk mencapai kompetensi pribadi dan sosial sebagai dasar untuk mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.
Anak diciptakan Allah dengan dibekali kekuatan pendorong alamiah yang dapat diarahkan ke arah baik atau ke arah yang buruk. Menurut Sayid Sabiq kewajiban orang tualah agar memanfaatkan kekuatan-kekuatan alamiah itu dengan menyalurkannya ke saluran yang baik, yaitu dengan mendidik anak -anak asuhannya sejak usia dini, dengan membiasakan diri dengan kelakuan dan adat istiadat yang baik. Agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang berguna bagi dirinya dan bagi pergaulan hidup sekelilingnya. Begitu juga mengenai agama yang dianut oleh anak, orang tua sangat mempengaruhi agama apa yang akan dianut oleh anak kelak.
Sebagaimana diterangkan dalam al-Quran surat Ar-Rum ayat 30 yang berbunyi : 
Artinya : “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. tidak ada perubahan bagi fitrah Allah; itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Disamping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadits Nabi yang berbunyi : 
Artinya : “Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah saw. bersabda tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak tersebut beragama yahudi, nasrani, ataupun majusi” (HR. Muslim)
Jelas bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama dan kemudian tergantung pada pendidikan yang diberikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama pula. Tetapi sebaliknya, jika tidak dipupuk dan dibina, anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.
Menurut M. Arifin yang mengutip pendapatnya Crow & Crow mengatakan bahwa, pendidikan pertama anak diterima dalam lingkungan rumah. Keadaan ekonomi serta tingkat kehidupan rumah, kestabilan emosi orang tua dan keluarga serta cita-cita dan ambisi yang tampak dari tingkah laku anggota keluarga yang lebih tua umurnya, kesemuanya itu mempengaruhi tingkah laku serta sikap anak secara langsung ataupun tidak langsung. Anak yang terlalu dimanjakan, terlalu dilindungi atau diterlantarkan atau orang tuanya bersikap keras yang mengganggu perasaan, dapat menjadikan anaknya perusak, penakut, dan sakit saraf.
Anak merupakan makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangan ke arah abdi Allah yang shaleh. Dalam hal ini, sebagai mana menurut Allport yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata, bahwa manusia merupakan organisme yang pada waktu lahir adalah makhluk biologis, lalu berubah atau berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti dari pada tujuan-tujuan dan aspirasi masa depan.
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Maka dari itu anak sebagai harta yang perlu dibina dan dipupuk sejak dini, ia membutuhkan pendidikan untuk menyiapkan diri menatap masa depan sehingga menjadi manusia dewasa yang berkualitas. Kini dunia juga bergantung kepada sistem dan dasar pendidikannya. Apabila pendidikannya benar maka wajah dunia akan menjadi indah berseri dan sebalikya apabila pendidikannya salah dunia akan dibelenggu oleh kegarangan hidup yang bisa mengubah watak manusia menjadi hewan yang buas yang selalu ingin menerkam kawan dan lawan.
Sekolah juga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dipercaya masyarakat dan negara untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Karena itu, sekolah dituntut harus mampu menghasilkan out put yang berkualitas yaitu SDM yang pandai, trampil dan berbudi pekerti luhur.
Pakar pendidikan mengingatkan, mendidik anak agar cerdas, kreatif, dan terampil harus dimulai sejak usia dini. Mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara, anak yang cerdas perlu diawali di taman anak (sekarang Taman Kanak-kanak atau Masa Wiraga), dimana diberikan pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan daya cipta dan pikir, bahasa, perilaku, dan ketrampilan, jasmani serta moral, emosi, sosial, dan disiplin.
Menurut Dr. Soemarti Patmonodewo dalam Pendidikan Anak Prasekolah halaman 56 mengatakan bahwa pendidikan TK memperhatikan beberapa prinsip pendidikan, antara lain : (1) TK merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah, untuk itu TK perlu menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan menyenangkan; (2) Masing-masing anak perlu mendapat perhatian yang bersifat individual, sesuai dengan kebutuhan anak TK; (3) Perkembangannya adalah hasil proses kematangan dan proses belajar : (4) Kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari; (5) sifat kegiatan di TK merupakan pengembangan kemampuan yang telah diperoleh di rumah; (6) Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak didik.
Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini : 
a. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
b. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
c. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
e. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal I disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal atau informal. Dalam hal ini, TK (Taman Kanak-kanak) merupakan salah satu jalur pendidikan formal yang diselenggarakan untuk anak usia dini yang di mulai pada umur 4 sampai 6 tahun dalam rangka mengembangkan potensi mereka dengan sistem bermain sambil belajar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang pendidikan anak usia dini, maka manajemen kurikulum yang jelas dan sistematis tentunya harus sangat diperhatikan dalam pendidikan usia dini, karena harus selalu memperhatikan tingkat perkembangan dan psikologi anak didik. Karena setiap anak adalah unik, dalam arti pola dan saat pertumbuhan dan perkembangan, baik kepribadian, gay a pembelajaran dan latar belakang keluarga. Kurikulum dan interaksi orang dewasa anak seharusnya disesuaikan dengan masing-masing individu.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah hasil dari interaksi antara pemikiran anak dan pengalamannya dengan materi-materi, ide-ide dan orang di sekitarnya. Pendidikan dapat menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak guna mengidentifikasi tentang kecapaian tingkah laku, aktivitas dan materi-materi yang diperlukan untuk suatu kelompok usia, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk memahami pola perkembangan anak, kekuatan, minat, dan pengalaman serta guna merancang lingkungan pembelajaran yang sesuai. Walaupun gaya pembelajaran ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tradisi, nilai sosial-budaya, harapan orang tua dan strategi guna mencapai perkembangan yang optimal yang harus disesuaikan dengan usia dari masing-masing individu.
Di kalangan para pendidik sudah ada kesepahaman bahwa anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja dalam praktik pendidikan sehari-hari tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa peran orang tua dan masyarakat pada umumnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Walaupun dalam peraturan pemerintah terlihat perbedaan yang jelas antara TK dan SD, dalam kenyataan di lapangan kedua jenjang pendidikan tersebut tidak banyak membedakan materi maupun metodologi pembelajarannya. Di banyak tempat, sistem pembelajaran di Taman Kanak-Kanak tidak banyak berbeda dengan di Sekolah Dasar. Jika praktik pendidikan seperti ini di teruskan, di khawatirkan akan terjadi dampak-dampak negative pada perkembangan anak kemudian hari. Oleh karena itu, dalam pendidikan usia dini harus selalu memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak, yakni : kurikulum yang digunakan.
Salah satu tugas sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah melaksanakan semua kegiatan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku, karena kurikulum di sini merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi, berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan sebagian besar ditentukan dari manajemen kurikulum suatu lembaga pendidikan.
Adanya manajemen kurikulum, dalam hal ini khususnya muatan lokal, yang diselenggarakan secara efektif dan efisien, diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan suatu daerah. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen yang baik dari suatu lembaga pendidikan. “Studi tentang manajemen kurikulum adalah bagian integral dari kurikulum. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak didik untuk kehidupan di masyarakat, maka sekolah sangat dipengaruhi lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita tarik simpulan bahwasannya pembelajaran di Taman Kanak-Kanak sangat besar pengaruhnya dalam meneruskan di jenjang pendidikan. Karena pembelajaran di Taman Kanak-Kanak itu seperti menanam pohon di waktu masa kecil. Hal ini menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.

SKRIPSI IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH

(KODE : PG-PAUD-0078) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH

contoh skripsi paud

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut teori Bloom, pada intinya pendidikan memiliki tujuan dalam tiga ranah, yaitu : ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (ketrampilan). Dari ketiga ranah tersebut, maka dapat dipahami bahwa dalam proses pendidikan tidak hanya semata-mata berarti menyampaikan ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada peserta didik, melainkan lebih dari hal itu. Dalam pendidikan juga diusahakan pembentukan watak bagi peserta didik agar menjadi lebih baik, serta diberikan bekal berupa ketrampilan yang dibutuhkan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Karena begitu pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan manusia, maka ia harus berlangsung terus menerus dari seseorang itu masih dalam kandungan hingga seseorang meninggal. Salah satu fase yang penting dalam proses pendidikan adalah pada masa anak-anak. Dengan kata lain masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak. Oleh karena itu pendidikan hendaknya diberikan pada anak-anak sejak usia pra sekolah, yang dapat dilakukan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Orang tua harus mampu memberikan dukungan kepada anaknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anaknya. Jika ditemukan anak-anak terhenti kreativitasnya, maka lebih disebabkan karena ketidakwaspadaan orang tua terhadap perkembangan psikologi anak.
Pendidikan anak-anak selain diberikan di lingkungan keluarga, juga harus diberikan pendidikan formal. Salah satu pendidikan formal untuk anak-anak pra sekolah adalah Taman Kanak-Kanak (TK).
Perlu diketahui, bahwa pada pendidikan Taman Kanak-Kanak TK memiliki karakteristik-karakteristik tujuan yang akan dicapai, yaitu : pengembangan kreatifitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan sikap dan nilai dari para peserta didik.
Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas pada pendidikan Taman kanak-Kanak (TK) dibutuhkan pemilihan metode yang tepat, sesuai karakteristik dari peserta didik maupun karakteristik tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) tersebut. Sistem pengorganisasian pada pendidikan TK perlu disusun berdasarkan pendekatan yang lebih meningkatkan kreatifitas pada anak, dengan menggunakan sumber belajar yang dapat digunakan untuk merealisasikan kegiatan-kegiatan yang kreatif.
Sesuai dengan usia siswa di Taman Kanak-Kanak (TK), maka metode-metode yang dapat digunakan dalam menyajikan materi pelajaran antara lain : Bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita, demonstrasi, proyek, pemberian tugas.
Dari beberapa pilihan metode yang dapat diterapkan di taman Kanak-Kanak (TK) di atas, salah satu metode yang tepat bila diterapkan pada anak TK adalah metode bermain. Bermain adalah dunia kerja anak usia prasekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi usia. Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Dari alasan ini, maka metode bermain tidak dapat ditinggalkan pada proses pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK).
Permainan merupakan prasyarat untuk keahlian anak selanjutnya, suatu praktek untuk kemudian hari. Permainan penting sekali untuk perkembangan kecerdasan. Dalam permainan anak-anak dapat bereksperimen tanpa gangguan, sehingga dengan demikian akan mampu membangun kemampuan yang kompleks.
Dengan bermain akan memberi pengaruh penting dalam penyesuaian pribadi dan sosial anak. Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa telah dibedakan antara bermain dengan belajar. Mereka hanya membolehkan anak-anak bermain sesudah selesai belajar. Pandangan itu berbeda dengan pandangan modern yang menyatukan bermain dengan belajar, yaitu belajar dalam bentuk permainan. Al-Ghazali menyatakan bahwa sesungguhnya melarang anak-anak bermain dan memaksanya belajar terus-menerus dapat mematikan hatinya dan menghilangkan kecerdasannya serta menyukarkan hidupnya.
Pendidikan agama harus diberikan kepada anak-anak sedini mungkin, karena agama adalah bekal bagi mereka di kemudian hari dalam menghadapi masalah-masalah hidup mereka kelak. Secara umum dasar-dasar ajaran Islam meliputi aqidah, ibadah, dan akhlak. Dasar-dasar ini terpadu, tidak dapat terpisahkan antara yang satu dengan yang lain, pemilahannya hanya terjadi dalam tataran keilmuan. Begitu pula dalam kehidupan agama pun anak membutuhkan pendidikan yang memberi kesan indah, gembira, senang dalam jiwa mereka. Kesan yang indah dan menggembirakan dalam pendidikan agama demikian itu akan membawa perasaan cinta pula kepada agama pada masa dewasa.
Dunia anak adalah dunia yang identik dengan permainan. Sehingga ketika menyadari hal tersebut, tentunya diharapkan dapat menjadikan permainan tidak hanya sekedar menjadi alat yang bersifat menghibur, melainkan dapat pula dijadikan sebagai alat mendidik (edukatif) yang paling tepat bagi anak-anak. Dengan menyesuaikan usia perkembangan anak, dapat dimasukkan nilai-nilai yang positif (nilai-nilai Islam dalam permainan).
Dari hal tersebut, anak-anak hendaknya diperkenalkan dengan berbagai jenis permainan, namun harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dari alat permainan tersebut. Karena tidak semua bentuk permainan memberi nilai positif bagi anak-anak. Orang tua dan guru tidak asal memilih, tetapi harus memperhatikan unsur edukatif yang terdapat dalam permainan tersebut.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian apakah dalam belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK) dengan menggunakan permainan edukatif dapat menanamkan nilai-nilai Islam bagi anak pra sekolah. Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu lembaga pendidikan anak pra sekolah yang dalam proses pembelajarannya juga memanfaatkan metode bermain sambil belajar dengan memanfaatkan permainan edukatif dalam setiap area belajarnya. Dengan dasar tersebut peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian yang dirumuskan dalam judul “IMPLEMENTASI PERMAINAN EDUKATIF DALAM UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI ISLAM PADA ANAK PRA SEKOLAH”.

SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL SEKOLAH ALAM DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0077) : SKRIPSI IMPLEMENTASI MODEL SEKOLAH ALAM DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

contoh skripsi pg paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan di segala hal termasuk perilaku, sikap dan perubahan intelektualnya. Pendidikan sebagai usaha untuk membantu mencapai kedewasaan pola pikir dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju dengan cepat, yang cenderung tak terkendali, bahkan hampir-hampir tak mampu dielakkan oleh dunia pendidikan, maka lembaga pendidikan dituntut untuk berbenah diri agar lebih berkualitas.
Seiring dengan perubahan dunia yang begitu mencekam dan telah di dominasi oleh sistem kapitalisme, menyebabkan dehumanisasi sebab meletakkan pendidikan sebagai komoditas untuk mengakumulasi kapital dan mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini, sistem pendidikan di era kekinian lebih banyak dibangun atas dekrit kebijakan yang mereproduksi ideologi penguasa kaum borjuis, bukan lahir dari “rahim” kesadaran pembangunan masyarakat baru secara “revolusioner” dan “visioner”. Melihat realitas pendidikan yang cenderung liberatif diperlukan dasar penanaman nilai yang kuat untuk membentengi moralitas peserta didik.
Tantangan globalisasi yang menggurita hingga dalam ranah kebijakan pendidikan menjadi semakin terasa, sehingga perlunya manusia dibentengi dengan nilai-nilai luhur agama, mengingat pengaruhnya yang besar terhadap manusia. Pengesampingan unsur jasmani dan rohani dapat menyeret manusia pada kelalaian, kealpaan, dan lupa yang disebabkan oleh kesibukan-kesibukan sehingga manusia butuh pendidikan. Dengan pendidikan (Islam) akan mengarahkan manusia kepada pembentukan insan kamil, yakni khalifah Allah yang pada hakekatnya ialah manusia shaleh, manusia yang dapat menjadi rahmat bagi semesta alam.
Pendidikan nilai menjadi sangat diperlukan untuk kemajuan pendidikan, karena sekarang pendidikan hanya difokuskan pada kognitif saja, seperti yang diungkapkan Djohar bahwa pendidikan moral hanya sebatas moral kognitif bukan moral learning. Apalagi di era globalisasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia dalam kemudahan. Ilmu yang telah digelar oleh Allah lewat ayat-ayatnya (qouliyah dan qouniyah) memang dipersiapkan oleh Allah sesuai dengan fitrah manusia artinya memenuhi dorongan asasi manusia yaitu keingintahuan (curiosity) terhadap segala sesuatu (realitas).
Perilaku kehidupan pada era informasi ini juga telah merambah kehidupan domestik dan personal. Maraknya kasus-kasus perceraian, penggunaan obat-obat terlarang, depresi, psikopat, skizofrenia dan bunuh diri yang di sebut oleh Frijof Capra sebagai “penyakit-penyakit peradaban”. Ternyata perkembangan sains dan teknologi yang spektakuler pada abad ke-20 tidak selalu berkorelasi positif dengan kesejahteraan umat manusia.
Persoalan krisis global semakin kompleks dan multidimensional salah satu masalah serius yakni kerusakan ekologi atau lingkungan hidup, telah menjadi isu global yang melibatkan cara pandang manusia modern terhadap alam. Alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus dinikmati semaksimal mungkin. Memang dominasi terhadap alam lah yang menyebabkan masalah bencana, lahan semakin sempit, kurangnya ruang bernafas, pengurasan jenis sumber alam, hancurnya keindahan alam.
Dominasi atas alam dan konsepsi materialistik tentang alam yang dianut manusia modern ini telah didukung dengan nafsu dan ketamakan yang semakin banyak menuntut lingkungan. Semua ini dalam pandangan filosofis akibat dari cara pandang yang dualistik-mekanistik dan materialistik. Cara pandang ini menyebabkan terjadinya dikotomik atau diversitas (pembedaan) seperti; subyek-obyek, manusia-alam, manusia-Tuhan, suci-sekuler, timur-barat.
Cara pandang dikotomik ini menyebabkan tidak harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam yang telah dihancurkan. Semua ini terkait dengan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh hancurnya harmoni antara Tuhan dan manusia. Anak terlahir putih bersih dan fitrahnya sangat tergantung kepada pendidikan, pengarahan dan bimbingan orang tua, apalagi usia kanak-kanak merupakan masa bagi seorang anak memiliki kemampuan sangat besar untuk menghafal, meniru dan masa cinta bersemi.
Bila anak dididik dengan akhlak, nilai-nilai, dan kebiasaan mulia akan sangat mudah sang anak diarahkan untuk dididik kepada kebaikan dan kemuliaan. Oleh karena itu para filosof Islam merasakan betapa pentingnya periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti dan membiasakan anak-anak pada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka sependapat bahwa pendidikan anak-anak sejak kecil harus mendapat perhatian penuh, pepatah lama mengatakan bahwa “belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, sedangkan belajar di waktu besar, ibarat mengukir di atas air”. Dengan melihat pada pepatah di atas, terlihat akan pentingnya pendidikan pada masa kanak-kanak atau yang sering di kenal dengan anak usia dini. Ini sesuai realita bahwa usia dini merupakan the golden age (masa emas) dimana anak mengalami kepekaan belajar yang luar biasa.
Perilaku keseharian anak didik khususnya di sekolah akan terkait erat dengan lingkungan yang ada, sangat ironi atau bahkan akan menjadi mustahil terwujud jika anak di tuntut berperilaku terpuji sementara lingkungan di sekolah terlalu banyak elemen yang tercela. Fase anak usia dini merupakan fase yang akan dialami setiap anak setelah masa menyusui. Pada fase ini merupakan fase eksplorasi bagi anak yang mengalami perkembangan berbicara, ingin selalu bergerak dan senantiasa ingin memiliki segala sesuatu dengan egois.
Sedangkan anak usia dini merupakan fase bagi anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa kepekaan merupakan masa terjadinya pematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama.
Dengan demikian anak harus dididik supaya mereka dapat hidup layak, berguna bagi persekutuan (masyarakat), menjaga diri segala kompleksitas fenomena yang ada di lingkungannya. Maka diperlukan partisipasi dan kerja sama dari berbagai pihak, untuk menanamkan nilai lingkungan hidup bagi anak usia dini, hal ini sesuai filosofi yang mendasarinya.
Karena proses pendidikan di taman kanak-kanak memfokuskan pada penerapan nilai-nilai, sebab anak merupakan sentral dari seluruh proses pendidikan. Kreativitas adalah berkaitan dengan imajinasi atau manifestasi kecerdikan dalam beberapa pencarian yang bernilai. Lebih lanjut dikatakan kreativitas tidak mengikat pada hasil akhir, tetapi lebih mengedepankan proses. Karena proses yang dilakukan beberapa orang dapat dianggap sebagai kreatif.
Pendidikan sendiri bervisi utama untuk mencerdaskan anak bangsa dan mengembangkan nalar kreatif dan nalar intelektual. Sebagai gambaran yang riil adalah lahirnya tipe mechanic student dimana anak didik sudah diposisikan pada orientasi pasar. Demikian halnya suatu wadah atau lembaga diharapkan mampu berperan dalam menginternalisasikan kecakapan berbasis bakat dan nilai-nilai lingkungan hidup berbasis alam sekitarnya, sehingga membentuk anak lebih menghargai terhadap alam. Sehingga diperlukan alternatif baru untuk merealisasikan visi guna menghadapi persaingan mondial menuju masa depan perbaikan bangsa.
Taman kanak-kanak (TK) atau Raudhotul Athfal (RA) merupakan lembaga formal yang sesuai untuk anak usia dini. Ini selaras dengan yang telah di cantumkan dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 ayat 1 yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang 0-6 tahun. Diantaranya menyebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini pada jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudhotul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat. Sementara itu kajian rumpun PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 4, anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, bermain, beristirahat, berkreasi dan belajar dalam suatu pendidikan. Termasuk pendidikan dengan model pembelajaran yang mengarah pada optimalisasi potensi sesuai dengan daya cipta anak untuk pertumbuhan dan perkembangan melalui bermain, sehingga suasana belajar terasa lebih menyenangkan dan tidak merasa dipenjara. Untuk membangun dan mengeksplorasi kecerdasan yang ada dibutuhkan pendekatan holistik untuk mengembangkan potensi anak mencapai hasil yang maksimal.
Salah satu bentuk sistem pendidikan saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah pendidikan sekolah alam. Sistem pendidikan sekolah ini berbeda dari sekolah formal umumnya. Sistem pendidikan dan pembelajaran di sekolah ini memadukan teori dan penerapannya, bahkan dalam metode mengajar banyak dan bermacam-macam, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penggunaannya, maka metode satu dan yang lainnya saling melengkapi.
Sekolah Alam yang menjadi alternatif dalam menerapkan pembelajaran berbasis penanaman nilai lingkungan (ekologi). Selain itu dari desain fisik sekolah yang ada memperlihatkan perbedaan nyata, sehingga menjadi sebuah ketertarikan sendiri untuk di observasi Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian bagaimana implementasi Model Sekolah Alam di PAUD.
Penilaian tersebut mempengaruhi penulis sehingga tertarik untuk menyajikan kajian tentang pendidikan berbasis pada nilai-nilai lingkungan hidup kepada anak didik yang diharapkan tertanam kesadaran berperilaku sesuai dengan kaidah moral, etika dan akhlak sesuai ajaran agama Islam yang mendekatkan diri pada Alam. Setidaknya dari apa yang telah ada menjadi sesuatu yang perlu dikaji konsep dan latar belakangnya, kenapa dan bagaimana penerapan dalam proses pembelajarannya dengan model sekolah alam sebagai pendidikan alternatif pendidikan untuk mewujudkan investasi masa depan genersi bangsa yang lebih unggul dan cakap.
Berpijak dari latar belakang tersebut, maka penulis mengadakan penelitian tentang masalah tersebut dengan judul “IMPLEMENTASI MODEL SEKOLAH ALAM DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI”.

SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN PADA PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN BAGI ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0076) : SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN PADA PENGEMBANGAN MORAL KEAGAMAAN BAGI ANAK USIA DINI

contoh skripsi pg paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan cukupnya pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani baik itu yang diberikan oleh orang tua atau keluarga dan lingkungan sekitarnya seperti masyarakat untuk mencapai perkembangan yang optimal. Pengasuhan anak secara benar harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak, yang merupakan kunci sukses dalam mengasuh dan mendidik anak.
Menurut ajaran Islam, persiapan mendidik anak dimulai sejak pemilihan jodoh, yaitu pemilihan istri atau suami. Dan pendidikan tidak dapat berawal dari pertengahan jalan. Pendidikan hendaknya bermuara dari kebeningan cinta, dan rasa kasih sayang, melalui tata cara yang dipolakan dengan penuh kehangatan, keamanan, serta berjuang pada pencapaian ridha Allah swt. Seorang anak akan tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh orang tua atau keluarga yang dekat dengan anak. Sehingga perkembangan fisik, mental maupun spiritual sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang tua. Dalam hadits Nabi disebutkan : 
Artinya : Dari Abi Hurairah RA sesungguhnya dia berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah ada seorang anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya lah yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani Atau Majusi" (HR, Muslim)
Kebutuhan anak berupa pemenuhan kebutuhan rohani, diantaranya adalah pendidikan, harus diprioritaskan mengingat betapa pentingnya pendidikan bagi seorang anak. Adapun pendidikan itu sendiri pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung sepanjang hayat. Sedangkan menurut Langeveld yang dikutip Sutari Imam Barnadib bahwa pendidikan adalah pemberian rangsangan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan. Anak mulai dapat dididik kalau sudah mengerti arti kewibawaan (gezag). Perlu kiranya ditambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan fitriyah yang ada dalam diri anak, sebaiknya disalurkan dengan pengarahan yang dapat menunjang perkembangan dan pembentukan pribadinya. Proses ini hendaknya berlangsung secara benar dan lancar antara orang tua dengan anak. Orang tua harus mengarahkan pada pembinaan adat/watak yang baik dalam diri sang anak dengan cara memupuk kebiasaan dalam rangka menumbuhkan rasa cinta kepada hal-hal yang baik serta kemauan untuk merealisasikannya atau mengikutinya.
Sebagaimana pendapat Mansur yang dikutip oleh Mursid bahwa pendidikan anak usia dini merupakan suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani dan rohani (moral dan spiritual) motorik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendidikan usia dini bertujuan untuk memberikan stimulasi dan bimbingan terhadap kelembutan fisik dan pertumbuhannya, sehingga meningkatkan kemampuan intelektual dan hubungan sosial sebagai persiapan untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya. Sesuai pendapat Harun Al Rasyid yang dikutip oleh Jamal Ma'mur Asmani, beliau mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan pada anak usia dini diakui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini akan datang hanya sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga pemberian stimulasi dini, salah satunya adalah pendidikan mutlak diperlukan. Secara umum Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak-anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta membentuk anak Indonesia yang berkualitas, dimana anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan optimal dalam memasuki pendidikan dasar, serta mengarungi kehidupan di masa dewasanya. Agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang sesuai dengan falsafah suatu bangsa. Anak perlu dibimbing agar dapat mengetahui fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat kelak. Usia dini merupakan saat yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, agama, etika, moral dan sosial yang berguna untuk kehidupan selanjutnya.
Di Indonesia, pendidikan anak usia dini atau biasa disebut PAUD telah mendapat perhatian dari masyarakat yang sudah mulai peduli dengan masa keemasan anak. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya diselenggarakan PAUD misalnya Playgroup dan TK oleh masyarakat. Tidak hanya oleh masyarakat perkotaan saja, akan tetapi di desa pun sekarang PAUD telah menjamur. Dan pemerintah pun menyambut baik respon masyarakat yang peduli akan pendidikan bagi seseorang terutama pendidikan bagi anak usia dini. Sehingga ada payung hukum yang sah yang mengayomi pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 pada BAB 1 pasal 1 ayat 12 disebutkan : “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang" sedangkan dalam pasal 1 ayat 14, dijelaskan pengertian pendidikan anak usia dini yang berbunyi : “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan bagi seseorang itu tidak terbatas oleh usia, ruang dan waktu. Nafas pendidikan harus senantiasa mengiringi perjalanan kehidupan manusia, atau dikenal dengan Long Life Education. Dan justru pada usia dini lah, pendidikan sangat berpengaruh terhadap karakter, kapabilitas dan akuntabilitas anak. Karena, pada usia dini anak mengalami masa pembentukan, konstruksi nalar, psikologis, dan sosial yang berpengaruh terhadap masa depannya.
Untuk menciptakan kepribadian yang sukses dunia-akhirat, pendidikan merupakan suatu keharusan yang tak terelakkan. Karena pada usia itulah anak baru mengenal dunianya, sehingga pendidikan usia dini sangat membekas dalam jiwa, menajamkan akal, dan membeningkan nurani. Pendidikan sejak dini akan menjadi fondasi kuat dalam fase perkembangan hidup berikutnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi bahwa pendidikan dilaksanakan sejak dalam buaian sampai ke liang lahat.
Jika pada fase input ini yang diterima oleh seorang anak positif dan konstruktif, maka ibarat pohon, akan terbangun akar yang kuat. Jadi, seberat dan setinggi apapun daun dan rantingnya, ia akan tetap kokoh, tak mudah goyah oleh terpaan angin yang kencang sekalipun. Fase input berarti masa dimana anak usia dini mengalami fase formasi, konstruksi nalar, psikologis dan sosial yang berpengaruh terhadap masa depannya. Maka dari itu pendidikan bagi anak usia dini harus menjadi perhatian kita bersama. Karena pendidikan anak usia dini akan mencetak generasi bangsa mempunyai eksistensi, kepercayaan diri dan orientasi masa depan. Tujuan hidupnya akan terbangun dengan baik, kuat dan kokoh dan telah dipersiapkan sejak dini.
Mengingat bahwa pendidikan bagi anak merupakan bagian integral dari pendidikan sekolah, orang tua, dan masyarakat maka peserta didik usia 0-6 tahun yang tidak terlayani di pos PAUD, tempat penitipan anak, kelompok bermain maupun taman kanak-kanak, berarti menjadi tanggung jawab pengasuhan keluarga. Maka dari itu orang tua menjadi sasaran tidak langsung dari program PAUD agar memperoleh model pengasuhan yang tepat. Artinya, PAUD tidak terbatas pada pengasuhan anak saja akan tetapi juga terkait pada pendidikan orang tua tentang pendidikan anak. Sehingga, mereka dapat memberikan pengasuhan yang tepat dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang menitikberatkan pada bagaimana metode yang tepat diberikan pada pendidikan anak usia dini agar berjalan secara efektif dan efisien, tidak hanya materi yang didapatkan oleh seorang anak ketika belajar, tetapi pengalaman dan penerapan dari apa yang telah diperoleh di bangku sekolah, itulah yang lebih penting untuk ditekankan. Tujuan pendidikan pun akan dapat terlaksana dengan baik manakala proses pendidikan dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan dan tanpa paksaan. Melainkan dengan adanya kesadaran diri dari peserta didik yang dilatih melalui proses pembiasaan.
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah cara atau metode yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Sebagai permulaan dan pangkal pendidikan anak usia dini, maka pembiasaan merupakan harus diterapkan pada anak. Sejak dilahirkan anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti dimandikan, ditidurkan pada waktu tertentu, diberi makan dsb. Anak-anak dapat taat dan menurut kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan yang baik, di dalam rumah tangga atau keluarga, sekolah, dan juga di tempat lain. Maka dari itu tepatlah kalau pembiasaan dijadikan sebagai metode dalam mendidik anak usia dini. anak bisa diarahkan dan dibimbing pada kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan yang baik, karena anak berada pada usia sensitif, mudah dipengaruhi oleh lingkungan serta suka meniru.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di playgroup yang menggunakan konsep sekolah alam yang baru satu-satunya di kota ini, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan tidak membuat anak jenuh dan bosan belajar di ruang kelas saja akan tetapi juga di luar kelas yang nyaman dan menyenangkan, langsung praktik dengan peralatan yang ada dan menggunakan alam sebagai alat observasi serta sekolahnya pun dilaksanakan seharian atau dikenal dengan Full Day School. Sehingga benar-benar menghindarkan anak dari pengaruh buruk globalisasi. Maka peneliti mengambil judul skripsi : “IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN DALAM PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK USIA DINI “.

SKRIPSI HUBUNGAN KELEKATAN ANAK PADA IBU DENGAN KEMANDIRIAN DI SEKOLAH

(KODE : PG-PAUD-0075) : SKRIPSI HUBUNGAN KELEKATAN ANAK PADA IBU DENGAN KEMANDIRIAN DI SEKOLAH

contoh skripsi pg paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah dari Sang Pencipta yang diamanahkan untuk dirawat, dibimbing dan dididik yang nantinya akan menjadi sumber daya manusia masa mendatang untuk melanjutkan perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan mereka seolah-olah tidak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar (Sujiono, 2009 : 6). Oleh karena itu, anak memiliki karakteristik yang unik dan khas, serta memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode perkembangan yang lain.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa yang masuk kategori anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Mengingat masa kanak-kanak merupakan proses pertumbuhan baik fisik maupun jiwa, maka untuk menghindari rentannya berbagai perilaku yang mengganggu pertumbuhan anak tersebut maka UU No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mengatakan anak pada dasarnya mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh keluarganya yaitu orang tuanya, dimana hak-hak itu meliputi : hak atas kesejahteraan, perlindungan, pengasuhan dan bimbingan.
Maka dari itu tanggungjawab orangtua lah atas kesejahteraan anaknya yang berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga nantinya anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orangtua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berguna bagi nusa bangsa, Negara dan agama.
Masa kanak-kanak ini memiliki beberapa tugas perkembangan untuk dapat melanjutkan tahapan perkembangan selanjutnya yaitu masa remaja. Salah satu tugas perkembangan anak untuk mencapai tahapan tersebut adalah menumbuhkan kemandirian. Mandiri atau sering juga disebut berdiri di atas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Hal ini diperkuat oleh Kartono (1995 : 243) kemandirian adalah kemampuan berdiri sendiri diatas kaki sendiri dengan kebenaran dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan dalam Desmita (2011 : 185) kemandirian adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Dalam proses tumbuh kembang anak, orang tua khususnya ibu berkewajiban dalam mengasuh, membimbing, dan mendidik yang tidak lepas dari berbagai halangan. Begitu banyak usaha yang dilakukan ibu untuk membekali diri dengan pengetahuan yang berkaitan dengan proses perkembangan anak. Bimbingan kepada anak untuk menjadi manusia yang mandiri dimulai dari lingkungan keluarga, yang berupa pemberian kesempatan untuk menyelesaikan tugas sederhana tanpa bantuan, kebebasan dalam mengambil keputusan dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhan. Seperti yang dikatakan oleh Ali & Asrori (2004 : 118) bahwa perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. Apabila lingkungan sekitar mendukung maka akan terbentuk individu menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengambil keputusan dan bertanggungjawab dalam melakukan berbagai tindakan yang telah dilakukan. Begitu juga sebaliknya individu akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah bergantung pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam menentukan sebuah keputusan dan tidak mampu memikul tanggung jawab diri sendiri.
Kemandirian akan berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui berbagai latihan secara terus menerus dan bertahap. Latihan-latihan tersebut dapat berupa tugas-tugas tanpa memerlukan bantuan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kemampuan anak. Kemandirian memberikan dampak yang positif bagi individu, jadi tidak ada salahnya jika diajarkan sedini mungkin yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kemampuan anak. Tentang hal tersebut Fatimah (2006 : 144) menyatakan latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak.
Peran orangtua khususnya ibu, sangat besar dalam proses pembentukan kemandirian. Ibu, merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak. Ibu sebagai sosok utama yang mempunyai keterlibatan langsung dalam perawatan, perkembangan anak dan pemberian nutrisi pada anak. Profesi sebagai ibu rumahtangga merupakan profesi yang mulia. Namun di jaman modern seperti sekarang ini, seorang ibu tidak hanya dituntut mengasuh anak dan di rumah, akan tetapi juga dituntut untuk ikut aktif mengembangkan karir sesuai dengan minat dan latar belakang pendidikan selain sebagai ibu rumah tangga. Rutinitas kedua orangtua khususnya ibu yang padat menyita seluruh waktu dan tenaga untuk kegiatan tersebut sehingga mengakibatkan pengasuhan anak digantikan oleh pengasuh/ baby sitter, neneknya, saudara dekat dan bahkan anak dititipkan di yayasan penitipan anak. Kesibukan ini mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis antara ibu dan anak. Sehingga kebutuhan hidupnya kurang tercukupi seperti kebutuhan akan kasih sayang, keamanan, perhatian dan kurang pengawasan. Anak merasa tidak diperhatikan dan dianggap sehingga anak mencari obyek lekat selain orang tuanya atau mencari kegiatan lain.
Kelekatan anak pada ibu dapat menimbulkan berbagai macam perilaku-perilaku tertentu. Anak akan merasa tidak nyaman dan takut ketika ditinggal oleh ibunya, ia membutuhkan sosok yang mampu melindungi dan membuatnya aman. Anak merasa nyaman ketika mendengar suara figure lekat (ibu), rabaan dan keberadaan sang ibu. Sementara itu Hurlock (1996 : 130) berpendapat bahwa anak lebih tergantung pada orang tua dalam hal perasaan aman dan kebahagiaan, maka hubungan yang buruk dengan orangtua akan berakibat sangat buruk. Apalagi kalau hubungan dengan ibu yang lebih buruk karena kepada ibulah sebagian besar anak sangat tergantung.
Di dalam lingkungan keluarga terutama di kota-kota besar makin banyak perawatan dan pengasuhan anak diserahkan pada baby sitter atau pembantu yang sudah dianggap mampu dalam membimbing anak, yang akibatnya tidak diberi bimbingan melainkan memberikan pelayanan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak-anaknya adalah tumbuh menjadi anak mandiri. Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil, dimulai dari hal-hal sederhana, misalnya memakai pakaian sendiri, makan tidak disuap, mengancingkan baju tanpa bantuan, mengikat tali sepatu sendiri, mengerjakan tugas sekolah tanpa bantuan ibu guru, pergi ke kamar mandi tanpa didampingi dan bermacam pekerjaan kecil sehari-hari lainnya. Namun, dalam praktiknya pembiasaan ini banyak mengalami hambatan. Masih banyaknya masalah yang dihadapi anak yang terdapat campur tangan ibu, hal ini tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Anak akan meminta bantuan kepada ibu apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain anak terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Tanpa disadari, sikap semacam itu sering dilakukan pada anak.
Sebagian dari kemandirian akan berkembang pada masa kanak-kanak awal, oleh karena itu kemandirian dapat dibentuk pertama kali pada lingkungan keluarga. Begitu pula, menurut Hurlock (2002 : 23) yang berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah pola asuh orangtua, jenis kelamin dan urutan posisi anak. Sedangkan menurut Mussen (1989 : 31) yang berpendapat bahwa menegakkan kemandirian sangat bergantung pada tiga hal : (a) sikap sosial pada umumnya terhadap kemandirian dalam kultur, (b) sikap orangtua dan kelekatan orangtua-anak, dan (c) interaksi teman sebaya dan dukungan mereka terhadap perilaku mandiri. Jadi, kemandirian dipengaruhi oleh lingkungan baik keluarga maupun teman sebaya.
Hasil studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa 50% dari 66 siswa menunjukkan rendahnya kemandirian. Hal ini ditunjukkan pada kegiatan sehari-hari di sekolah seperti : anak masuk ke kelas masih didampingi oleh ibu, memakai dan melepas sepatu dengan bantuan guru, menaruh tas di dalam rak dengan bantuan, mengerjakan tugas dengan bantuan guru, belum mampu merapikan kursi dan alat belajar sendiri, mengancingkan baju harus dengan bantuan, tidak mau membuang sampah pada tempatnya, makan disuap, dan takut pergi ke kamar mandi sendiri sehingga harus didampingi oleh guru. 
Kemandirian anak tidak selalu berasal dari anak tersebut, namun bisa juga berasal dari gaya hidup orangtua (ibu). Menurut Mussen (1989 : 99) kemandirian salah satunya bergantung pada pola asuh dan kelekatan anak pada orangtua (ibu). Kelekatan pada awal tahun pertama kehidupan memberikan suatu landasan penting bagi perkembangan psikologis anak, diantaranya yaitu kemandirian. kelekatan anak pada ibu tidak muncul secara tiba-tiba, akan tetapi ada faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya kelekatan salah satunya yaitu tergantung jenis pola kelekatan yang dimiliki. Ibu yang menerapkan pola kelekatan Aman (Secure Attachment), lebih sensitive dan responsive sehingga anak yakin ibu selalu ada di saat ia membutuhkan dan anak merasa nyaman. 
Ibu yang menerapkan pola kelekatan Menolak/Ambivalen (Resistant Attachment), anak merasa tidak pasti bahwa ibunya selalu ada dan responsive saat dibutuhkan, akibatnya anak mudah mengalami kecemasan untuk berpisah dengan ibu. Sedangkan, ibu yang menerapkan pola kelekatan Menghindar (Avoidant Attachment), anak tidak percaya diri karena pada saat berinteraksi tidak direspon oleh ibu sehingga anak kurang mampu untuk bersosialisasi. Persoalan ini kerap terjadi pada setiap tingkatan kelas yaitu kelas A dan B. Namun, di kelas B awal permasalahan ini sering terjadi karena masa ini adalah masa transisi yaitu perpindahan dari kelas A menuju kelas B. Maka, timbul adaptasi dari kebiasaan di kelas A yang harus dihilangkan di kelas B untuk menuju tingkatan pendewasaan diri yang lebih besar karena sudah melangkah ke tingkatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, persoalan kemandirian lebih banyak muncul pada siswa di kelas B.
Sungguh merupakan harapan bersama kemandirian dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat yang dimulai sejak dini. Berangkat dari fenomena tersebut maka layak untuk diteliti lebih lanjut mengenai kemandirian anak di sekolah dihubungkan dengan kualitas kelekatan anak bersama ibu di rumah. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti mengenai "HUBUNGAN KELEKATAN ANAK PADA IBU DENGAN KEMANDIRIAN DI SEKOLAH".

SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF KEPING PADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK

(KODE : PG-PAUD-0074) : SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF KEPING PADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK

contoh skripsi pg paud

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (wikipedia.com).
Berbagai fenomena permasalahan di TK maupun RA ditemui guru dalam memberikan pelayanan pendidikan di sekolah, khususnya dalam perkembangan motorik halus anak usia dini misalnya tulisan siswa yang kurang rapi sehingga sulit untuk dipahami, sehingga hal ini menimbulkan hambatan dalam proses belajar. Keterampilan motorik halus merupakan salah satu kemampuan yang penting bagi anak karena diperlukan anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan teman sebaya.
Bermain merupakan peristiwa hidup yang sangat digemari oleh anak-anak, melalui kegiatan bermain, banyak fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian yang dapat dikembangkan. Hal ini disebabkan karena di dalam aktivitas bermain banyak kejadian- kejadian yang melibatkan keaktifan kejiwaan dan kepribadian pesertanya. Dengan bermain anak dapat mengaktualisasikan seluruh aspek kehidupan yang ingin disampaikannya (Simatupang, 2005). Namun apabila dicermati secara seksama terjadi pergeseran makna bermain sebagai dampak kemajuan teknologi. Dengan berkembangnya zaman dan kemajuan dalam bidang teknologi maka kegiatan bermain yang dilakukan anak beralih dari kegiatan yang menggunakan aktivitas fisik secara aktif dan dilakukan secara individu atau berkelompok ke bentuk permainan yang menggunakan alat-alat elektronik yang cenderung dilakukan sendiri seperti play station, game online dsb. Kegiatan bermain yang menggunakan alat-alat elektronik berupa animasi elektronik menyebabkan anak-anak cenderung bergerak secara terbatas dan pasif, selain itu mereka lebih banyak melakukan aktivitas secara individu. Sehingga tidak ada komunikasi yang biasanya terjadi saat melakukan permainan secara berkelompok.
Sebagai individu yang aktif, anak memiliki kemampuan untuk membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara merefleksikan pengalamannya. Aktivitas yang paling tepat bagi anak usia dini untuk mengkonstruksi pengetahuannya adalah kegiatan bermain. Bahkan melalui bermain, seluruh potensi perkembangan anak bisa dikembangkan, baik aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, emosi, sosial, berimajinasi, beraktivitas, etika dan moral. Bermain dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang alami bagi proses perkembangan anak. Melalui bermain konstruktif memungkinkan anak untuk membangun suatu pengetahuan baru, mengembangkan keterikatan sosial, mengembangkan kecakapan untuk mengatasi kesulitan, mengembangkan rasa memiliki kemampuan dan dapat mengembangkan koqnitifnya. (Willy dkk, 2006)
Cara mendidik anak yang tepat adalah dengan cara bermain. Namun, yang dimaksud bukan sekedar bermain, tetapi bermain konstruktif. Untuk mendukung kegiatan bermain anak, orang tua dan guru berperan sebagai fasilitator yang harus menyediakan media permainan sesuai dengan karakteristik anak, situasi dan kondisi yang ada. Bermain konstruktif adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membangun atau membuat sesuatu. (Desmita, 2008 : 143)
Permainan konstruktif sangat diperlukan pada masa anak. Hal ini dikarenakan pada masa anak adalah masa dimana perkembangan sangat pesat pesatnya seperti perkembangan motorik halus anak. Untuk mengembangkan potensi kemampuan motorik halus anak diperlukan kerjasama antara berbagai pihak, dan yang paling penting pada saat masa anak-anak adalah orang tua dan guru, kemampuan motorik halus hanya bisa dikembangkan dengan latihan-latihan yang menuju ke arah mengembangkan kemampuan anak. Hal ini memerlukan rangsangan yang optimal agar perkembangan potensi kemampuan motorik halus anak bisa optimal.
Pengembangan motorik sangat memerlukan bantuan orang tua atau pembimbing untuk melatih dalam pertumbuhannya, sehingga potensi motorik anak bisa berkembang secara optimal. Gerak motorik baru bagi anak usia dini memerlukan pengulangan-pengulangan dan bantuan orang lain, pengulangan itu merupakan bagian dari belajar. Setiap pengulangan dalam keterampilan baru, memerlukan konsentrasi untuk melatih koneksitas dan koordinasi gerak dengan indera lainnya (Papalia, 2001 : 144)
Perkembangan potensi kemampuan motorik halus anak sangat berpengaruh terhadap hasil sebuah pengajaran di sekolah, tetapi siswa atau peserta didik pada awal-awal sekolah, belum menyadari tentang hal itu. Oleh karenanya sebagai agen perubahan guru hendaknya mampu menuntun, mengoptimalkan aspek ini sehingga tercapailah pengajaran yang diinginkan secara optimal, sehingga kelak anak itu sendirilah yang akan memetik buah dari kerja keras. Mengingat sangat pentingnya kemampuan motorik halus anak, maka kita harus bisa mengembangkan semua potensi yang ada pada anak itu secara optimal agar kemampuan lebih yang sudah dia miliki bisa dikembangkan.
Untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak, salah satunya adalah dengan menggunakan alternatif permainan konstruktif keping padu yang terbuat dari bahan kertas. Selain bahan yang sangat mudah didapatkan dan ramah lingkungan, kertas sangat aman untuk dijadikan media permainan anak pra sekolah. Oleh karena itu, alternatif permainan konstruksi keping padu dari kertas dapat dijadikan sebagai media pembelajaran anak pra sekolah yang dapat mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan motorik halus, sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menulis, menggambar, mewarnai, dan menciptakan suatu kerajinan tangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara kuantitatif deskriptif yang dilakukan oleh Deny Willy Dkk, yang berjudul "PENGEMBANGAN PIRANTI PERMAINAN ALTERNATIF BAGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI" diperoleh bahwa permainan keping padu (boneka lipat edukatif untuk anak usia dini) dapat meningkatkan keterampilan motorik halus siswa secara cukup signifikan. Namun dalam penelitian ini tidak dapat menunjukkan seberapa jauh pengaruh permainan keping padu terhadap peningkatan motorik halus siswa.
Selain itu, berdasarkan studi sekat lintang di tempat penitipan anak yang dilakukan oleh Lucy Permana Sari Dkk, yang berjudul "HUBUNGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF DAN PERKEMBANGAN MOTORIK PADA TAMAN PENITIPAN ANAK" menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna dalam skor keterampilan motorik pada kelompok yang mendapatkan stimulasi APE dan yang tidak mendapatkan stimulasi APE. Dengan menggunakan tes skrining Denver-II didapatkan skor keterampilan motorik (Mean ; SD) kelompok yang mendapatkan stimulasi APE sebesar 148,50 ; 23,28 sedangkan skor kelompok yang tidak mendapatkan stimulasi APE 104,98 ; 10,42 dengan p < 0.001. Dijumpai pula perbedaan yang sangat bermakna pada keempat dimensi kemampuan motorik yakni kecepatan, keakuratan, kestabilan, dan kekuatan kesemuanya dengan p < 0.001.
Dengan adanya penelitian EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF "KEPING PADU" TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK A ini, diharapkan mampu memberikan informasi baru mengenai pengaruh permainan konstruktif keping padu terhadap kemampuan motorik halus pada siswa.