Search This Blog

TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA

(KODE : PASCSARJ-0550) : TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 merupakan landasan perubahan sistem pemerintahan daerah termasuk perimbangan Keuangan Negara. Perubahan itu mengarah pada pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Arifin et al. 2003). Diberlakukannya kedua undang-undang di atas, untuk menghilangkan ketimpangan, ketidakharmonisan, dan kurang kreatifnya daerah akibat diberlakukannya UU No 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah dan telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pembentukan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdayaguna dan berhasil guna serta mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan dari aset-aset yang ada.
Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tak berwujud (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang berwujud atau disebut dengan aktiva tetap adalah barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap antara lain terdiri dari tanah, jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi dan jaringan, gedung, mesin dan peralatan, kendaraan, mebel dan perlengkapan serta buku-buku perpustakaan. Salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa.
Rumah sakit jiwa adalah suatu institusi pelayanan kesehatan jiwa yang kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan rumah sakit jiwa menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian serta mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Agar rumah sakit jiwa mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit jiwa harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan serta sarana dan prasarana yang memadai.
Rumah Sakit Jiwa Daerah merupakan rumah sakit jiwa terbesar di propinsi ini yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas medis dan fasilitas penunjang. Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik.
Rumah sakit jiwa sebagai penyedia pelayanan kesehatan sangat perlu melakukan inovasi-inovasi bam guna meningkatkan pelayanannya, bukan hanya pelayanan yang dilakukan oleh dokter, perawat dan pegawai yang harus maksimal, namun ketersediaan alat-alat medis maupun non medis sangat mempengaruhi kemajuan rumah sakit, dimana dalam memberikan pelayanannya harus bisa mengikuti perkembangan teknologi agar bias bersaing dengan rumah sakit lain sebagai kompetitornya. Rumah sakit jiwa yang memiliki SDM dan fasilitas yang memadai akan semakin banyak dipilih oleh masyarakat.
Kemajuan rumah sakit tidak terlepas dari arti penting aset yang dimiliki dan pengelolaannya, yang juga turut mempengaruhi perkembangan rumah sakit tersebut. Aset ini menjadi penting karena nilainya yang material, sehingga mekanisme yang baik dalam manajemen sangat diperlukan. Oleh karena itulah aset sangat penting bagi rumah sakit karena dalam operasionalnya tidak terlepas dari alat-alat medis tersebut.
Ketersediaan aset tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis di masa depan untuk rumah sakit sebagai sebuah entitas. Adanya peralatan sebagai aset tetap mempengaruhi performa rumah sakit dalam menjalankan kegiatannya untuk melayani setiap pasien. Sebagai sumber daya utama rumah sakit untuk melakukan aktivitasnya, maka pengelolaan dan sistem yang berlaku terhadap aset yang ada, harus diperhatikan.
Pengelolaan (manajemen) aset Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat, sehingga dibutuhkan adanya analisis optimalisasi dalam penilaian aset Rumah Sakit, yaitu: inventarisasi, identifikasi, legal audit, dan penilaian yang dilaksanakan dengan baik dan akurat. Sekarang ini, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) merupakan suatu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja sehingga transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah (Siregar, 2004).
Fenomena yang ada di Rumah Sakit Jiwa daerah adalah belum berjalannya sistem manajemen aset sesuai dengan standar. Beberapa alat tidak berfungsi maksimal karena kurangnya pemeliharaan dan biaya operasional untuk pemeliharaan tidak diprioritaskan, jajaran management Rumah Sakit Jiwa Daerah seharusnya melakukan kerjasama dengan pihak luar, untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan baik untuk peralatan maupun peningkatan SDM.
Aset-aset yang dimiliki pada kenyataannya membuat biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar, sementara kondisinya yang “idle” (tidak digunakan) menyebabkan inefisiensi bagi pengelola. Program pengelolaan aset terpadu, meliputi restrukturisasi aset dan implementasi teknologi (sistem) informasi manajemen aset merupakan langkah strategis untuk ikut mendorong peningkatan pemanfaatannya (Siregar, 2002).
Manajemen aset merupakan proses pengelolaan aset (kekayaan) baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial, dan nilai tukar, mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen planning, organizing, leading dan controlling. bertujuan mendapat keuntungan dan mengurangi biaya (cost) secara efisien dan efektif (Hariyono, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, belum maksimalnya manajemen aset yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan memilih judul: “Pengaruh Manajemen Aset terhadap Optimalisasi Aset Rumah Sakit Jiwa Daerah”.

TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0549) : TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru merupakan salah satu sumber daya manusia yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas guru. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), menyebutkan bahwa Education Development Index (EDI) Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Angka ini menempatkan Indonesia berada di urutan ke-65 dari 128 negara (Kompas, 22 Januari 2010).
Tahun 2011 mengalami penurunan Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia (Kompas, 2 Maret 2011). Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan dari kinerja pendidikan termasuk di dalamnya adalah kualitas guru. Melihat pentingnya kedudukan, fungsi dan peranan guru dalam menentukan keberhasilan lembaga kependidikan, maka perhatian terhadap guru tidak boleh diabaikan termasuk salah satunya adalah masalah kepuasan kerja guru.
Garrett (dalam Ouyang dan Paprock, 2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja guru jarang dikaji, padahal kepuasan kerja guru merupakan salah satu faktor penentu dalam kualitas guru. Kepuasan kerja guru tidak hanya memberikan kontribusi dalam motivasi dan perbaikan guru, dan pengembangan peserta didik. Gejala yang dapat membuat rusaknya kondisi organisasi sekolah adalah rendahnya kepuasan kerja guru dengan gejala seperti malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran dan indisipliner guru (Yunus, 2004).
Dalam dunia pendidikan, kepuasan kerja guru dapat memberikan implikasi yang kuat terhadap pembelajaran siswa. Secara khusus dapat mempengaruhi kualitas pelajaran yang diberikan kepada siswa. Guru yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik kepada siswanya. Hal ini tentunya akan mengganggu suasana lingkungan sekolah, dan menyebabkan turunnya kualitas pendidikan (Baker, 1997).
Faktor pendorong timbulnya kepuasan kerja seseorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan pada saat melakukan pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan dapat tidaknya seseorang menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya (Rita, 2002).
Etos kerja penting dimiliki seorang guru, karena dengan etos kerja yang tinggi seorang guru akan memberikan sikap dan penilaian yang positif pada profesinya. Wardiman (dalam Republika, 7 Juli 1997) mengemukakan bahwa guru mempunyai arti yang sangat penting dalam menciptakan pendidikan yang baik. Karena itu jangan sampai guru meninggalkan tugasnya untuk mencari penghasilan tambahan di tempat lain atau guru lebih suka pekerjaan sambilannya daripada pekerjaan pokoknya.
Scott (1990) menyatakan bahwa jika "etos", hubungannya dengan kepuasan kerja dapat diidentifikasi, maka para manajer dapat mampu menemukan cara-cara terbaik untuk mempengaruhi iklim organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja sambil tetap mempertahankan etos kerja.
Pada bulan Juli, penulis melakukan wawancara dengan beberapa kepala sekolah dan guru-guru yang berada di UPTD. Kepala sekolah menyatakan kadang mereka merasa kecewa dengan perilaku teman-teman guru yang sering terlambat bahkan tidak hadir melaksanakan tugasnya. Ada guru yang tidak betah berada di sekolah, dengan berbagai alasan meninggalkan sekolah sebelum waktunya. Tugas-tugas administrasi kelas tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Di lain pihak, ada guru yang mengeluh merasa tertekan karena tuntutan kepala sekolah yang terlalu banyak. Ada guru yang tidak puas dengan kepala sekolah yang memberlakukan aturan secara sepihak. Ada pula guru yang kecewa karena kepala sekolah tidak berada di sekolah dengan alasan urusan ke kantor UPTD. Antar sesama guru terjadi kecemburuan karena adanya perbedaan perlakuan kepala sekolah terhadap masing-masing guru.
Berbagai persoalan yang dikemukakan berdasarkan hasil wawancara tersebut menjadi alasan bagi penulis memilih UPTD X sebagai lokus penelitian. Penulis melihat bahwa timbulnya ketidakpuasan kerja di kalangan kepala sekolah dan guru, ada kaitannya dengan perbedaan tipe kepribadian masing-masing guru, serta etos kerja guru yang masih rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil pra-penelitian yang dilakukan terhadap 30 guru sekolah dasar UPTD X.
Dari 30 orang guru sekolah dasar UPTD X yang menjadi responden, 19 orang guru (63,33%) memiliki kepribadian tipe A, sebanyak 16 orang guru (53,3%) memiliki etos kerja rendah, dan sebanyak 15 orang guru (50%) merasa kurang puas dengan pekerjaannya.
Menarik untuk disimak bahwa berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan, ternyata kepribadian tipe A, kepribadian tipe B tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja guru. Padahal menurut Rita (2002), salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh orang tersebut pada saat melakukan pekerjaannya. Jika penelitian ini diterapkan pada sampel yang lebih besar yaitu keseluruhan jumlah guru sekolah dasar UPTD X maka muncul pertanyaan adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dengan kepuasan kerja?
Berdasarkan hasil pra-penelitian di atas, penulis hendak melanjutkan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar yaitu terhadap seluruh guru sekolah dasar UPTD X, untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dan etos kerja dengan kepuasan kerja guru-guru sekolah dasar UPTD X.

TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN

(KODE : PASCSARJ-0548) : TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia mempunyai peranan penting bagi sekolah karena dengan memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan sekolah dalam upaya mencapai tujuan. Sumber daya yang ada tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik, untuk mengelolanya dibutuhkan sumber daya manusia. Adanya sumber daya manusia yang kreatif menyebabkan sekolah dinamis. Dalam kegiatannya sekolah seharusnya mempunyai sistem penilaian kinerja yang efektif.
Dalam kultur masyarakat Indonesia sampai saat ini pekerjaan guru masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti kepala sekolah dan pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas keseharian performance guru di hadapan siswa. Program kunjungan kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali bekerja seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi.
Seiring perkembangan zaman, profesi guru yang dulunya dihormati dan menempati posisi yang terpandang di masyarakat lambat laun mengalami pergeseran. Adapun faktor yang menyebabkannya adalah moralitas guru yang tidak terjaga, kurangnya kemampuan profesi guru, dan tingkat ekonomi yang tergolong masih rendah. Tingkat kesejahteraan guru yang masih kurang terjamin memaksa guru untuk mencari kerja sambilan, sehingga melemahkan konsentrasinya pada peningkatan kualitas dan kapasitas dirinya. Tanpa disadari profesi guru masih menjadi sesuatu yang dimarjinalisasi kan. Pada satu sisi masyarakat menganggap guru seperti malaikat yang siap menolong untuk merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang buta huruf hingga dapat membaca. Masalah guru dan dunia pendidikan merupakan masalah yang tidak pernah habis-habisnya menjadi wacana terutama menyangkut keprofesian nya itu.
Masalah yang ditemukan dalam pemberian imbalan terhadap guru berupa tunjangan profesi guru yang membuat guru lebih materialistis seperti: ingin mendapatkan tunjangan profesi guru tanpa melihat prestasi yang diperoleh, mementingkan pribadi sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mengakibatkan tidak fokus atau memperhatikan masalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Guru merasa masih kurangnya imbalan berupa tunjangan baik tunjangan fungsional guru maupun dalam bentuk pemberian tunjangan profesi dan masih kurangnya pemerataan dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. 
Salah satu fenomena yang terjadi masih ada guru berkisar 58% yang mengurus berkas pengusulan penerima tunjangan profesi guru ke Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten X jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru berkisar 42%, sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar terganggu diakibatkan guru yang selalu izin dalam mengurus hal-hal dimaksud. Hal ini juga menjadi hambatan bagi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang menghambat murid untuk mendapatkan ilmu yang diperoleh dari sekolah, kendala inilah yang menyebabkan terjadinya masalah dalam lingkungan sekolah.
Menurut Mahsun, (2006) "Kinerja guru merupakan suatu hasil yang dicapai oleh guru tersebut dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu serta gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi sekolah yang tertuang dalam strategic planning suatu sekolah".
Guru sebagai unsur utama dalam mencapai tujuan sekolah serta mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kinerja yang maksimal dari guru dapat diperoleh jika sekolah mampu mengarahkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Guru yang dapat bekerja secara optimal akan dapat dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dan juga menyamakan persepsi terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan beban tugas masing-masing dan diharapkan tidak lagi menemui permasalahan.
Kinerja guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten X belum seperti yang diharapkan. Masih terkendala dalam melaksanakan tugas, dan guru belum bekerja secara optimal. Ada banyak contoh perilaku guru yang mempunyai kinerja yang baik tetapi berdasarkan sumber data yang ada, di Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten X ada beberapa perilaku guru yang harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal misalnya : dari segi kemampuan guru dalam melakukan perencanaan program pembelajaran yang belum optimal. 
Banyaknya guru yang tidak menjalankan kewajibannya berupa tidak menyiapkan pembelajaran dengan baik, tidak kreatif dalam membuat rencana pembelajaran yang baru, melakukan pelanggaran terhadap waktu mengajar membuktikan kinerja guru belum optimal. Padahal dengan persiapan pembelajaran guru yang baik maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pengaruh lingkungan kerja yang buruk tidak bisa dihilangkan dengan pemberian imbalan (Gie, 2009). Tetapi apabila kondisi fisik demikian buruknya sehingga mustahil menyelenggarakan pekerjaan yang berdaya guna, para guru hanya akan menanggapi bonus atau perangsang yang lain apabila mereka diyakinkan bahwa manajemen akan segera mengambil tindakan guna memperbaiki kondisi kerja. Dan apabila janji akan perbaikan tersebut ternyata tidak jadi dilaksanakan setiap akan kehilangan daya efektifnya.
Lingkungan kerja sebagai kondisi, situasi dan keadaan kerja yang menimbulkan tenaga kerja memiliki semangat dan moral/kegairahan kerja yang tinggi, dalam rangka meningkatkan kinerja guru sesuai dengan yang diharapkan". Simamora (2006) mengemukakan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat dimana pekerja melakukan kegiatannya dan segala sesuatu yang membantunya di dalam pekerjaan. Menurut Gie, (2009) ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja. 
Flippo (2005) menjelaskan tentang masalah-masalah tingginya tingkat absensi dan tingginya tingkat keterlambatan jam kerja. Jika tingkat absensinya tinggi kemungkinan kinerja guru juga rendah dan target yang diharapkan sulit tercapai, tingginya tingkat ketidakhadiran mencapai diatas 10% dari total jumlah guru, mengakibatkan banyak kegiatan menjadi terhambat dan berpengaruh terhadap kinerja guru secara keseluruhan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dalam penerapan disiplin, masih ditemukannya guru yang kurang menggunakan waktu secara baik. Hal ini dilihat dari masih adanya guru hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk mengajar adalah pukul 08.00 WIB pagi tetapi hadir pukul 09.00 WIB pagi. Apel pagi yang tidak diikuti dan sebagian guru tidak melapor apabila tidak masuk kerja.
Tunjangan profesi yang diberikan kepada guru adalah penghargaan atas kinerja dan produktifitas yang menguntungkan. Pemerintah yang telah memberikan tunjangan profesi kepada guru harus memperhatikan lebih lanjut dampaknya terhadap para guru. Pemerintah atau aparat terkait harus memperhatikan gurunya secara utuh, loyalitas guru sampai sejauh mana prestasi kerja yang dicapai. Dengan demikian pemberian tunjangan profesi guru adalah sistem yang paling efektif sebagai pendorong semangat kerja. Mulyasa (2008) menyatakan pemberian tunjangan profesi kepada guru akan memberikan motivasi bagi para guru untuk melaksanakan tugasnya dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Guru akan selalu berusaha untuk menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas.
Faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan suatu negara, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan, Faiz (2008). Ketentuan mengenai anggaran pendidikan telah diamanatkan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 31 ayat (4) yang berbunyi Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan terhadap pengalokasian anggaran pendidikan tersebut telah ditegaskan kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi "Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD" Dalam hal ini ketentuan tersebut berarti lebih menggariskan bahwa anggaran 20% harus benar-benar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan lainnya.
Sehubungan dengan penghasilan guru, pasal 13 ayat 1 butir a menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas profesionalnya guru berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Lebih lanjut di jelaskan pada pasal 14 ayat 2 bahwa gaji pokok sebagaimana dimaksud pada ayat 1 guru yang di angkat pemerintah paling sedikit dua kali gaji pokok.
Pengamatan pada aspek sikap terhadap pekerjaan misalnya masih ditemukannya pemikiran dalam diri guru bahwa pekerjaan itu bukanlah yang harus dikerjakan, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan, ditemukannya egoisme guru dalam mengerjakan pekerjaan, kurangnya penghargaan terhadap guru yang bekerja dengan baik, rendahnya pemahaman guru terhadap tugas-tugas yang diemban (pengetahuan tentang peraturan, sistem kerja dan prosedur kerja) dan masih rendahnya inisiatif guru dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan. Di Dinas Pendidikan Kabupaten X. Pelaksanaan administrasi masih banyak terkendala. Jadi untuk mengatasi masalah yang terjadi guru harus berupaya bekerja secara maksimal.
Guru dituntut mempunyai kinerja yang lebih baik lagi dalam mengembangkan target dalam pencapaian bagi sekolah. Guru harus dituntut untuk lebih bekerja secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan sekolah. Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN".

TESIS ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA

(KODE : PASCSARJ-0547) : TESIS ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR HIJAU KOTA (PROGRAM STUDI : PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH)

tesis pwd

BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam rangka penyesuaian terhadap fungsinya untuk mencapai tingkat efisiensi pelayanan.
Bagi Pemerintah Kota X, penataan ruang merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan kota yang bersifat strategis. Upaya penataan ruang dilakukan dalam bentuk penyusunan rencana garis besar kota dan rencana induk kota, wilayah pusat pertumbuhan industri, kawasan industri, perdagangan, permukiman, konservasi dan lain sebagainya (Bappeda Kota X, 2001).
Penyusunan rencana tata ruang Kota X sendiri pada hakekatnya merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kota. Oleh karenanya RTRW Kota X adalah kebijakan yang menetapkan lokasi dan kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang diprioritaskan pengembangannya pada waktu perencanaan. Rencana detail tata ruang Kota X dipergunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk acuan untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan.
Rencana tata ruang yang disusun tidak hanya sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan kota, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya berbagai sasaran pembangunan kota, dengan mewujudkan mekanisme prosedur yang tepat dan efektif, terutama dalam penggunaan lahan, baik untuk kepentingan pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Selain hal tersebut di atas pendekatan operasional penataan ruang Kota X juga dimaksudkan untuk menghasilkan rencana tata ruang yang mempunyai day a antisipasi tinggi terhadap perkembangan sehingga tidak kalah cepat dengan kebutuhan pembangunan kota serta realistis, operasional dan mampu berfungsi sebagai instrument koordinasi bagi program-program pembangunan dari berbagai sumber pendanaan. Oleh karena Kota X juga diinginkan menjadi pusat kegiatan ekonomi regional dan internasional, penataan ruang Kota X juga diarahkan kepada pola pembangunan perkotaan yang mempunyai kesesuaian tinggi dengan sistem sosial budaya, sosial ekonomi, sosial ekologisnya.
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mutlak diperlukan, sebagai arahan umum pembangunan yang akan dilaksanakan guna mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat kota. Pembangunan yang dilakukan seharusnya tidak mengurangi areal produktif untuk pertanian dan kawasan konservasi alam.
Berkembangnya konsep-konsep pembangunan yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan telah mewarnai perencanaan-perencanaan wilayah saat ini. Salah satu konsep dasar yang berkembang sejak tahun 1980an adalah Eco-city yang menunjukkan hubungan dari rangkaian isu perencanaan perkotaan dan pembangunan ekonomi melalui keadilan sosial dengan mengedepankan demokrasi lokal dalam konteks keberlanjutan.
Dimensi pembangunan yang berkelanjutan merupakan salah satu sasaran dari konsep dasar Eco-city yang dikembangkan oleh para perencana, akademisi, pemerintah daerah dan kelompok komunitas untuk perencanaan pengembangan wilayah. Dalam konteks ini, maka harus terjadi keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan dan tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu wilayah, dengan tujuan bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak mengurangi pilihan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian perencanaan kawasan perkotaan harus diawali dengan perencanaan penataan ruang yang mendukung perkembangan kota yang berkelanjutan. Penentuan struktur ruang dan pola ruang yang tepat menjadi syarat mutlak bagi perkembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan perencanaan penataan ruang yang berkelanjutan tersebut, maka dapat dibuat suatu perencanaan infrastruktur yang mantap guna mendukung kehidupan perekonomian, sosial dan lingkungan di wilayah kota. Infrastruktur seringkali diidentikkan dengan sarana dan prasarana dalam bentuk fisik atau yang biasa digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial berupa bangunan, jalan, saluran air, rumah sakit, pasar, terminal, sekolah atau yang mengarah pada bangunan infrastruktur (Grey Infrastructure). Saat ini telah berkembang konsep mengenai infrastruktur yang lebih luas lagi, yang sangat mempengaruhi keberlanjutan dan perkembangan suatu komunitas yaitu infrastruktur hijau (Green Infrastructure) seperti taman, hutan kota, kawasan konservasi, sarana rekreasi, jalur hijau dan sebagainya yang berhubungan dengan alam atau lingkungan. Kedua infrastruktur tersebut harus dikembangkan dan direncanakan secara seimbang dengan memperhatikan aspek keberlanjutan untuk mencapai kemajuan suatu wilayah untuk pertumbuhan yang gemilang (Smart Growth).
Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan budidaya, perumahan, perindustrian dan kegiatan lainnya. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, terutama dikarenakan perekonomian Indonesia masih sangat tergantung kepada pemanfaatan sumberdaya alamnya (Purwoko, 2009).
Meningkatnya penduduk yang bermukim di perkotaan itu menimbulkan dampak terhadap desakan kebutuhan lahan untuk permukiman dan infrastruktur perkotaan. Salah satu tantangan yang ada adalah masih terbatasnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
Kota akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik yang melatarbelakanginya. Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagai fenomena tersendiri yang tidak bisa dihentikan (Sijmon dalam Sari 2008). Perubahan yang terjadi dikarenakan adanya kegiatan pembangunan yang selalu berjalan di setiap bagian kota, terutama di pusat kota. Perkembangan kota dari masa ke masa sangat berpengaruh terhadap penataan kota.
Aktivitas masyarakat juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan suatu kota. Menurut Rapoport (Sari, 2008), aktivitas rutin masyarakat memiliki nilai sosial budaya yang mendasari, dan nilai sosial budaya tersebut melandasi bagaimana masing-masing individu berperilaku, sehingga aktivitas yang terbentuk mempunyai ciri khas. Selanjutnya aktivitas yang terjadi memunculkan bentuk kawasan yang terlihat dari penggunaan ruangnya, karena apapun aktivitas yang dilakukan terkait dengan ruang dan waktu. Hal ini memperlihatkan bahwa pola struktur ruang dapat diidentifikasi melalui pendekatan yang bersifat non fisik dalam hal ini aktivitas masyarakatnya, yang secara langsung terkait juga dengan penggunaan ruang (space use).
Saat ini, kota X hanya memiliki RTH sebesar 3 persen dari 30 persen (20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007. Menurut Simanjuntak dan Hutabarat, (2011) Kota X diprediksi hanya mempunyai 795 hektar ruang terbuka hijau dari total 26.510 hektar luas Kota X atau sekitar 3 persen saja, dimana kondisi yang ada RTH Publik yang dimiliki sebagai asset Pemerintah Kota X untuk RTH Taman adalah 0,08% (Dinas Pertamanan Kota X, 2010). Sehingga perlu inovasi dalam pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluran serta bantaran sungai.
Pemerintah Kota X masih belum memaksimalkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena masih banyak bangunan perumahan maupun hotel yang dibangun dekat sungai dan kurangnya taman kota, selain itu penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak tegasnya regulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH, adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat untuk membangun, pola pembangunan yang cenderung horizontal, dan hilangnya budaya menanam pohon dari masyarakat perkotaan. Apabila penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki, diharapkan RTH akan semakin tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaan akan semakin terjamin.
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat terungkap struktur ruang terhadap infrastruktur hijau di Kota X yang dilihat dari penataan ruang di Kota X. Pengetahuan mengenai pola ruang kota ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pemandu awal dalam langkah penataan kembali infrastruktur hijau Kota X sebagai antisipasi perencanaan dan pembangunan di Kota X pada masa yang akan datang agar dapat berkembang dengan optimal.

TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI ANALISIS SWOT DI SMP

(KODE : PASCSARJ-0546) : TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI ANALISIS SWOT DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan banyaknya jumlah sekolah menengah pertama baik negeri maupun swasta di kota X, maka persaingan antar sekolah semakin tinggi dari tahun ke tahun. Bagi sekolah yang mampu bersaing akan memperoleh jumlah siswa sesuai dengan daya tampung-nya, tetapi bagi sekolah yang tidak mampu bersaing tidak mungkin akan dapat memenuhi daya tampung-nya. Jumlah lulusan Sekolah Dasar di kota X yang setiap tahunnya rata-rata 3000 anak, terlalu kecil untuk diperebutkan oleh 24 Sekolah Menengah Pertama. Selain itu, para orang tua juga mempunyai kriteria memilih sekolah yang bermutu untuk menyekolahkan anaknya.
Mereka cenderung menilai mutu sebuah sekolah dari prosentase kelulusan setiap tahun dan rata-rata nilai yang dicapai oleh sekolah tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari data-data yang diterbitkan dari kantor Depdiknas kota X. Bahkan menjadi berita-berita yang dimuat di koran atau media masa lain yang berasal dari data kantor Depdiknas. Oleh karena itu setiap sekolah menyusun beberapa strategi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah, agar dapat meluluskan murid dengan prosentase kelulusan tinggi dan nilai rata-rata yang tinggi pula. Untuk memperbaiki mutu maka sekolah memerlukan strategi yang tepat yang tertuang dalam rencana strategi (Renstra).
SMPN X merupakan salah satu sekolah negeri dari 10 SMP Negeri yang ada di kota X. SMPN X termasuk sekolah yang ternama karena setiap tahun ranking kelulusan selalu naik, bahkan cenderung 100% di beberapa tahun terakhir ini. SMPN X merupakan peralihan fungsi dari SKKP (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama) sejak tahun 1995, di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu. Siswa-siswi yang bersekolah di SMPN tidak hanya berasal dari dalam kota X saja, tetapi juga berasal dari luar kota X, antara lain dari Kabupaten Semarang. Hal ini bisa dilihat dari data pendaftaran murid baru di SMPN X. Bisa diambil kesimpulan bahwa keberadaan SMPN X memang tidak hanya dikenal di kota X saja, tapi juga sampai di wilayah kabupaten lain.
Banyak orang yang ingin menyekolahkan anaknya di SMPN X. Perbandingan antara siswa yang diterima dan siswa yang mendaftar cukup tinggi. Hal tersebut bisa dilihat dari persentase siswa yang mendaftar di SMPN X yang selalu lebih dari 100% dibanding dengan siswa yang diterima setiap tahunnya. Berbeda lagi jika dibandingkan dengan SMPN 1, SMPN 2, dan SMPN 3 yang memang sudah mempunyai nama baik dalam hal mutu lulusannya di mata masyarakat kota X.
Namun demikian jumlah pendaftar di sekolah-sekolah tersebut justru tidak sebanyak di SMPN, karena calon pendaftar sudah memprediksi sendiri nilai minimal pada jurnal penerimaan siswa baru. Batas nilai minimal yang cukup tinggi membuat para calon pendaftar yang memiliki nilai mendekati batas nilai minimal tidak berani mendaftarkan diri. Hal ini menjadikan pendaftaran calon siswa di ketiga SMPN tersebut tidak begitu banyak.
Mutu pendidikan sebuah sekolah tertuju pada mutu lulusan. Sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu didukung oleh faktor-faktor penunjang yang bermutu. Yaitu administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional, sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, sumber belajar yang memadai, biaya yang mencukupi, manajemen dan strategi yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Keberhasilan sekolah biasanya dilihat dari hasil Ujian Nasional yang diperoleh. Jika sekolah sukses meluluskan siswanya 100% dengan nilai rata-rata Ujian Nasional bagus, maka dikatakan bahwa sekolah tersebut bermutu.
Berdasarkan data kelulusan, terlihat bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Dilihat dari kelulusan tahun pelajaran 2005/2006 yang masih 97,06%, meningkat ke tahun 2009/2010 yang sudah menjadi 100% kelulusannya, disusul lagi pada tahun pelajaran 2010/2011 yang juga 100%. Dengan kondisi yang demikian maka SMPN X semakin melejit namanya sebagai sekolah yang berpredikat baik di mata masyarakat. Oleh karena itu SMPN harus mempertahankan capaian tersebut bahkan terus berupaya meningkatkan kualitas/mutu layanan pendidikannya.
Sallis (2008) mengungkapkan sekolah seharusnya menerapkan pendekatan Total Quality Management (TQM) untuk meningkatkan kualitas layanannya. Dengan pendekatan TQM sekolah secara berkelanjutan melakukan upaya perbaikan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini diarahkan untuk menganalisis peluang SMPN menerapkan strategi peningkatan kualitas melalui pendekatan SWOT, singkatan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities and Treats (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalahnya sebagai berikut : 
1. Apa Strategi yang digunakan untuk meningkatkan mutu di SMPN X?
2. Apa saja yang menjadi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang muncul dalam meningkatkan mutu di SMPN X?
3. Apa strategi yang telah digunakan untuk peningkatan mutu di SMPN X berdasarkan analisis SWOT?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : 
1. Untuk menganalisis strategi yang digunakan dalam meningkatkan mutu di SMPN X;
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman untuk meningkatkan mutu SMPN X;
3. Untuk menemukan strategi yang telah digunakan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMP Negeri 9 X berdasarkan analisis SWOT.

TESIS STRATEGI PEMASARAN SMK PASCA PEMBUBARAN RSBI

(KODE : PASCSARJ-0545) : TESIS STRATEGI PEMASARAN SMK PASCA PEMBUBARAN RSBI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan seperti halnya sekolah menginginkan diminati oleh masyarakat. Disisi lain masyarakat membutuhkan informasi tentang sekolah mana yang memenuhi standar mutu yang sesuai diharapkan. Hal ini dibutuhkan oleh masyarakat dalam rangka mereka memilih sekolah untuk putra-putrinya. Marketing pendidikan menurut Clarke III et al. (2006) dan Nicolestu (2009) sebagai bidang yang harus digarap secara serius dan menjadi lahan yang diperhitungkan. Marketing pendidikan adalah salah satu hal penting dari manajemen sekolah.
Selama ini orang melihat, membicarakan dan mengelola dunia pendidikan dari sudut pandang sosial. Sekolah sebagai lembaga sosial dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, demi kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat keuangan pemerintah tidak mampu membiayai pendidikan secara memadai muncul berbagai masalah. Apalagi dengan masuknya lembaga pendidikan luar negeri di masa globalisasi membuat kompetisi dalam dunia pendidikan yang semakin tinggi. Semua ini menuntut agar lembaga pendidikan dikelola secara profesional dalam menghadapi persaingan.
Sudah saatnya sekolah menerapkan konsep bisnis dan pemasaran, sehingga memiliki competitive advantage (Dumiyati : 2008).Sebuah lembaga pendidikan harus berusaha mencapai keunggulan memberikan layanan prima dengan superior customer service dan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Masih banyak para pakar pendidikan yang kontra manakala konsep bisnis dan pemasaran diterapkan ke dalam dunia pendidikan. Sebenarnya tidak usah takut konsep tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan, sebab konsep ini tidak semata-mata bertujuan mengejar laba yang bersifat komersial. Pada prinsipnya konsep bisnis berarti penekanan pada efisiensi dan kreativitas untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kualitas.
Menurut (Oktavian : 2005) pendidikan merupakan proses yang sirkuler akan menempatkan pengelolaan pemasaran sekolah kepada langkah berkelanjutan yang saling mendukung. Diharapkan sekolah tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan siswa baru dalam proses pendaftaran siswa baru dengan diketahuinya kondisi pasar pendidikannya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pembatalan atas UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal yang dipersoalkan mengenai rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).Pasal 50 ayat (3)tentang sistem pendidikan nasional dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Dalam UU Sisdiknas tidak dijelaskan mengenai bentuk pendidikan bertaraf internasional, sehingga akhirnya MK memutuskan Pasal 50 ayat 3 ini dibatalkan. MK juga berpendapat pasal tersebut, mengakibatkan pembedaan perlakuan terhadap akses pendidikan dan mengakibatkan komersialisasi pendidikan yang menguntungkan golongan tertentu.
Penelitian ini diadakan di SMKN X dikarenakan sekolah itu sebelumnya berstatus RSBI sehingga perubahan status menjadi sekolah reguler memerlukan strategi pemasaran yang baru agar tetap menjadi sekolah favorit di kota X. SMK ini mempunyai jumlah siswa yang cukup banyak yaitu lebih dari 1500 siswa. SMK ini juga merupakan SMK Negeri terbaik di kota X sampai sebelum RSBI dibubarkan di tahun 2012. 
Bertitik tolak dari hal tersebut maka dapat diketahui bahwa pendaftar di SMKN X diatas quota yang dibutuhkan. Berarti SMKN X dapat berkembang dengan baik di tengah persaingan SMK baik negeri maupun swasta. Hal ini menunjukkan SMKN X memiliki strategi yang baik. Strategi yang akan diterapkan di analisis dengan diagram ishikawa. Diagram ishikawa ini terkait dengan akar permasalahan yang dihadapi suatu sekolah. Masalah yang dihadapi terkait faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam berupa hambatan dan faktor dari luar berupa kendala. Hambatan dan kendala oleh tim promosi sekolah akan melahirkan sebuah strategi pemasaran. Setelah adanya strategi maka akan direalisasikan dalam program pemasaran yang akan dilakukan. Disamping program sekolah juga melakukan upaya-upaya dalam melibatkan sumber daya sekolah yang terkait DU/DI, komite sekolah, guru, siswa dan tenaga kependidikan.
Strategi adalah suatu kesatuan rencana yang dan terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya. Strategi dirancang untuk memastikan tujuan organisasi dapat dicapai dengan tepat. Jain dalam Handoko (2002) menyatakan bahwa secara esensial ada tiga faktor yang dikenal dengan 3 the strategic 3c's yang perlu diperhatikan dalam membuat strategi pemasaran yaitu : consumer, competition and company. Strategi pemasaran yang diadakan oleh suatu sekolah harus dapat membedakan dirinya sendiri secara efektif dari kompetitornya dan mengalokasikan kekuatannya yang khusus untuk memberikan nilai yang baik kepada konsumen.
Buchari (2008) mengemukakan pemasaran jasa pendidikan adalah kegiatan lembaga pendidikan memberi layanan atau menyampaikan jasa pendidikan kepada peserta didik dengan cara yang memuaskan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan menganalisis, merencanakan, mengimplementasikan dan mengontrol program yang telah diformulasikan sehingga memuaskan peserta didik.
Dengan diindikasi adanya masalah tersebut penelitian ini diadakan guna mengetahui masalah pemasaran SMKN X pasca pembubaran RSBI. Analisis ini berguna untuk mengetahui hambatan-hambatan, kendala-kendala yang dialami SMKN X, serta untuk mencari solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Tujuan lain dari analisis ini untuk mengetahui strategi pemasaran sekolah, program kegiatan sekolah yang akan dilakukan, dan upaya sekolah dalam pemberdayaan sumber sekolah yang ada. Untuk itulah penelitian diadakan dengan judul : STRATEGI PEMASARAN SMKN X (PASCA PEMBUBARAN RSBI).

B. Fokus Masalah
Penelitian ini diadakan guna mengetahui masalah pemasaran yang di alami SMKN X pasca pembubaran RSBI. Analisis ini berguna untuk mengetahui hambatan-hambatan, kendala-kendala yang dialami SMKN X, serta untuk mencari solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Tujuan yang utama dari analisis ini untuk mengetahui strategi pemasaran sekolah yang dipilih pasca pembubaran RSBI. Tujuan lainnya untuk mengetahui program kegiatan sekolah dan upaya sekolah dalam pemberdayaan sumber daya sekolah yang ada yang terdiri dari DU/DI, komite sekolah, guru, siswa dan tenaga kependidikan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Hambatan apa saja dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
3. Strategi apa yang dilakukan dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
4. Program kegiatan apa saja yang dilakukan (akan) dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
5. Upaya apa saja yang dilakukan sekolah dalam melibatkan DU/DI, komite sekolah, guru, siswa dan tenaga kependidikan dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah : 
1. Mengetahui hambatan dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pemasaran jasa pendidikan di SMKN X pasca pembubaran RSBI?
3. Mengetahui strategi yang dilakukan dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
4. Mengetahui program kegiatan yang dilakukan (akan) dalam pemasaran jasa pendidikan SMKN X pasca pembubaran RSBI?
5. Mengetahui upaya sekolah dalam melibatkan DU/DI, komite sekolah, guru, siswa dan tenaga kependidikan dalam pemasaran jasa pendidikan pasca SMKN X?

E. Manfaat Penelitian 
1. Manfaat Teoritis
a. Dengan melakukan penelitian, penulis dapat memperdalam dan menerapkan teori pemasaran jasa pendidikan yang diperoleh selama kuliah dan menerapkan teori yang diperoleh selama kuliah.
b. Melatih agar mampu berpikir secara ilmiah dalam menganalisa suatu masalah dengan dasar mengolah data yang diperoleh yang berkait masalah strategi pemasaran sekolah dengan menggunakan diagram ishikawa.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk kepala sekolah, guru, bagian humas dan semua sumber daya sekolah di SMKN X serta sekolah sejenis dengan masalah yang berhubungan dengan analisis strategi pemasaran jasa pendidikan sekolah yang berdasarkan konsep bauran pemasaran jasa pendidikan yang terdiri dari variabel produk, harga, lokasi, promosi, orang/people, fasilitas fisik dan sistem.

TESIS PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN TERHADAP KINERJA GURU RA

(KODE : PASCSARJ-0544) : TESIS PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN TERHADAP KINERJA GURU RA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan perlu dimulai sejak dini, terlebih untuk mengejar ketertinggalan memasuki era globalisasi, terutama masalah kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan usia dini dapat dibangun pilar-pilar sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain. Pendidikan Taman Kanak-Kanak membantu membentuk generasi muda yang handal. Taman Kanak-Kanak merupakan bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini yang diperlukan oleh siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk kehidupan selanjutnya.
Lembaga pendidikan dan atau pengasuhan anak-anak usia dini banyak didirikan oleh masyarakat, misalnya oleh organisasi atau yayasan, seperti organisasi 'Aisyiyah yang mendirikan Bustanul Athfal, Raudhatul Athfal yang didirikan oleh organisasi Muslimat NU, TK Kemala Bhayangkari yang diselenggarakan oleh organisasi Bhayangkari, dan sebagainya. Berdirinya lembaga pendidikan dan atau pengasuhan anak-anak usia dini tersebut terjadi bukan saja di negara-negara yang sudah maju, melainkan juga di beberapa negara yang belum semaju negara adidaya, termasuk Indonesia. Kondisi demikian menjadikan banyak anak-anak usia dini yang menghabiskan sebagian waktunya untuk beraktivitas di lembaga pendidikan anak-anak usia dini. Papalia dan Olds (1998 : 212) mengatakan bahwa “Today more young children than ever spend part of the day in preschool, day care, or kindergarten” artinya dewasa ini anak-anak usia dini makin lebih banyak saja yang menghabiskan sebagian harinya di lembaga pendidikan prasekolah, tempat pengasuhan anak atau taman kanak-kanak.
Masyarakat Indonesia, terutama melalui yayasan-yayasan pendidikan swasta dan organisasi, berusaha membantu mengatasi minimnya lembaga pendidikan anak usia dini dengan mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-Kanak di seluruh pelosok tanah air. 
Keberhasilan tujuan pendidikan di suatu sekolah tergantung pada sumber daya manusia yang ada di sekolah tersebut yaitu kepala sekolah, guru, siswa, pegawai atau tata usaha dan tenaga kependidikan lainnya. Selain itu, harus didukung pula oleh ketersediaan sarana prasarana serta fasilitas belajar yang memadai.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (Usman, 2008). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa guru mempunyai kedudukan dan peranan yang krusial dalam penyelenggaraan pendidikan. Kelancaran dan keberhasilan pendidikan tidak lepas dari peranan guru.
"Teacher Is The Heart Of Quality Education." Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa guru merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan akan terlihat dari kinerja dan kompetensi guru sebagai pendidik yang melaksanakan proses pembelajaran. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, dengan tugas profesionalnya, guru berfungsi membantu peserta didik untuk belajar dan berkembang : membantu perkembangan intelektual, personal dan sosial warga masyarakat yang memasuki sekolah (Mariyana, 2004 : 8).
Kedudukan dan peranan guru yang demikian strategis berimplikasi pada tuntutan kinerja guru yang optimal. Kinerja guru ini merupakan salah satu prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Setiap guru harus mampu mencapai kinerja yang baik, khususnya dalam mentransfer ilmu pengetahuan, ketrampilan, maupun budi pekerti agar dapat diserap dan dikuasai oleh para siswa dengan baik. Kinerja guru yang optimal akan memberikan iklim yang kondusif agar proses maupun mutu hasil pendidikan dapat mencapai hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan.
Guru adalah suatu jabatan, termasuk dalam jabatan profesi. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan, keahlian, ketrampilan, kejuruan tertentu yang dilakukan oleh orang terdidik dan terlatih. Terdidik berarti memerlukan tingkat pendidikan tertentu. Terlatih berarti terampil dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh atau dapat menerangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dengan baik.
Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam pendidikan, sebab tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi harus juga mendidik, membimbing, melatih, mengarahkan, dan mengevaluasi peserta didiknya dengan benar. Guru harus bisa mengembangkan potensi yang ada pada peserta didiknya dan pada pendidikan anak usia dini pengembangan tersebut meliputi : kognitif, bahasa, moral agama, sosial emosional, motorik halus, seni, dan motorik kasar.
Guru memiliki peran penting dan strategis, bertanggung jawab dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional. Usman (2008 : 7) menyatakan bahwa tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, sedangkan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan hidup. Senada dengan itu, Suyanto dan Djihad (2000 : 27) menyatakan bahwa guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap kualitas pendidikan. Kehadiran dan profesionalisme seorang guru sangat berpengaruh dan menentukan dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.
Hasil wawancara dengan 14 kepala RA/BA di Kecamatan X juga mengungkap adanya beberapa permasalahan lain yang dijumpai menyangkut kompetensi guru RA/BA di Kecamatan X. Permasalahan tersebut yaitu guru yang bekerja dengan menggunakan selera atau semaunya sendiri (disampaikan oleh semua kepala RA/BA), guru tidak menguasai landasan pendidikan (disampaikan oleh 8 orang kepala RA/BA), guru tidak mempersiapkan bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa sehingga peserta didik cenderung kurang tertarik untuk belajar sungguh-sungguh atau menjadi malas, (disampaikan oleh 11 orang kepala RA/BA), guru mempunyai motivasi kerja rendah (disampaikan oleh 6 orang kepala RA/BA), kurang memiliki inisiatif dan kurang kreativitas dalam mengadakan dan menulis bahan ajar (disampaikan oleh 11 orang kepala RA/BA).
Dari berbagai data di atas, dapat dikatakan bahwa ada permasalahan yang kompleks dalam hubungannya dengan kinerja guru RA/BA di Kecamatan X. Oleh sebab itu, perlu dikaji variabel-variabel yang memberikan pengaruh terhadap kinerja guru.
Undang-Undang No. 14 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan bahwa peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu. Syarat tersebut di antaranya adalah harus memiliki kompetensi yang memadai sehingga menghasilkan kinerja yang baik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 39 menyatakan : (1) tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI pasal 28 ayat 1 menyatakan : (1) pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa kompetensi merupakan aspek penting yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh setiap guru. Kompetensi yang dimiliki guru dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh tersebut dapat dikaitkan dengan kedudukan guru sebagai seorang tenaga profesional, yang tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. Kompetensi di sini khususnya adalah kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian mengingat tugas guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik.  
Kompetensi profesional jelas harus dimiliki dalam kapasitas guru sebagai seorang pekerja profesional. Sementara, kompetensi kepribadian terkait dengan tugas guru sebagai seorang pendidik yang tentu harus menunjukkan kepribadian yang baik agar dapat menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya. Kompetensi kepribadian ini sangat penting bagi guru RA/BA mengingat siswa RA/BA adalah anak-anak yang masih dalam usia sangat belia dan sangat membutuhkan arahan-arahan yang baik dan tepat guna membentuk kepribadian yang mulia.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 
a. Guru RA/BA di Kecamatan X kurang memahami tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
b. Guru RA/BA di Kecamatan X memiliki motivasi kerja rendah, kurang memiliki inisiatif dan kreativitas dalam mengadakan dan menulis bahan ajar.
2. Batasan Masalah
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru, sehingga perlu dibuat pembatasan masalah agar kajian penelitian dapat lebih fokus dan sistematis. Kajian penelitian ini dibatasi pada variabel kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian. Variabel-variabel tersebut akan dikaji pengaruhnya terhadap kinerja guru, baik secara parsial maupun simultan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 
1. Apakah kompetensi profesional berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?
2. Apakah kompetensi kepribadian berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?
3. Apakah kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru RA/BA?

D. Tujuan Penelitian
1. mengetahui pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja guru RA/BA;
2. mengetahui pengaruh kompetensi kepribadian terhadap kinerja guru RA/BA;
3. mengetahui pengaruh kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian secara bersama-sama terhadap kinerja guru RA/BA.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama dengan mengetahui hubungan antara kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian terhadap kinerja guru.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk dapat meningkatkan kompetensi dan kinerja dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di RA/BA pada khususnya dan Taman Kanak-Kanak pada umumnya.
b. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru.
c. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan masukan dalam rangka meningkatkan manajemen penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, terutama untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi guru RA/BA pada khususnya dan guru TK pada umumnya.
d. Bagi para praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk membuka wawasan bahwa kinerja guru dapat dipengaruhi oleh kompetensi kepribadian dan kompetensi kepribadian profesional. Pendidikan nasional akan tercapai jika didukung oleh kualitas kinerja yang baik dari para tenaga kependidikan dan pendidik (guru). Dengan demikian dapat menentukan model pembinaan, pelatihan, pendampingan dan program pengembangan mutu guru.

TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP

(KODE : PASCSARJ-0543) : TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa banyak perubahan bagi kehidupan manusia. Perubahan juga telah mengakibatkan bangsa Indonesia memasuki persaingan global. Agar mampu bersaing, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan diri mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dipersiapkan secara matang, terencana, terarah, berkelanjutan, efektif dan efisien sejalan dengan proses pembangunan di berbagai bidang.
Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu urgensi peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan dijadikan salah satu kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses yang integral dengan proses peningkatan sumber daya manusia (Umaedi, 1999).
Pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia berdaya saing global. Konsekuensinya, semua komponen pendidikan yang meliputi siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan segenap lapisan masyarakat harus bahu membahu bekerja keras untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang terampil, berbudi pekerti, sehat jasmani rokhani, kreatif dan inovatif serta proaktif (Indradjati Sidi, 1999 : 30).
Menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama-sama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan bidang pendidikan, seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta berbagai pelatihan dan penataran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dalam kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Umaedi (1999 : 2) ada dua faktor yang dapat menjelaskan hal itu. Pertama, karena strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya banyak faktor yang diproyeksikan tingkat makro tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro dalam hal ini di tingkat sekolah.
Komponen yang sangat menentukan dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui proses pendidikan adalah guru. Guru memegang peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut peranan guru sulit digantikan dengan yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru di sekolah tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang sangat cepat. 
Hal ini menurut Mohammad Fakry Gaffar (Dedi Supriyadi, 1998 : xv) disebabkan karena ada dimensi-dimensi pendidikan khususnya proses pembelajaran yang diperankan oleh guru tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sementara itu Soeyadi (1990 : 31) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kehadiran guru di hadapan murid tidak dapat digantikan semuanya oleh berbagai media pendidikan. Dengan demikian guru di hadapan murid sangat dinantikan kehadiran dan keberadaannya, karena kehadiran guru di kelas sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Demikian juga keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan guru dalam melaksanakan melalui kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas. Peran tersebut menempatkan guru sebagai pemegang kendali dalam menciptakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Memperhatikan peran strategis dalam proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja guru, meskipun ada faktor-faktor lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru pun perlu ditingkatkan. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas pendidikan itu diduga kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru.
Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kinerja guru sebagai pendidik. Mengingat pentingnya peranan kinerja guru, maka sekolah perlu meningkatkan kinerja guru agar tercapai tujuan pengajaran, visi dan misi sekolah. Dalam kenyataannya kinerja guru SMP menurut laporan Dinas P&K Kabupaten X masih harus ditingkatkan.
Aspek-aspek yang memerlukan peningkatan itu antara lain kemampuan membuat perencanaan pengajaran yang baik, keterampilan menggunakan media pengajaran, keterampilan mengkombinasikan beragam model dan metode pembelajaran, kemampuan mengaktifkan siswa dalam belajar. 
Dari nilai rata-rata Ujian Akhir Nasional SMP/MTs menunjukkan bahwa Kabupaten ini belum mencapai hasil yang memuaskan, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kinerja guru sudah banyak dilakukan, misalnya dengan mengadakan lokakarya, seminar, penataran, peningkatan kesejahteraan (kenaikan tunjangan fungsional guru) dan peningkatan kualifikasi pendidikan melalui program penyetaraan dan sebagainya.
Sejalan dengan itu, di Kabupaten X masih terdapat sekitar 45% guru TK sampai dengan SMA yang belum menempuh jenjang pendidikan S1. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten X memberi kesempatan kepada mereka untuk menempuh jenjang pendidikan Sl. Kebijakan tersebut ditempuh dengan sharing dana dari APBD dan biaya pribadi.
Meningkatkan kinerja guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam hal ini terdapat sejumlah aspek yang terkait baik yang melekat pada diri guru seperti moral, kemampuan, pengalaman, dan motivasi; maupun yang berada di luar guru seperti profesionalisme guru, kesejahteraan, iklim kerja, kepemimpinan kepala sekolah, gaji, kurikulum, sarana dan prasarana.
Tanpa memperkecil arti keseluruhan aspek tersebut, profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja mengajar guru. Aspek tersebut perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kinerja guru.
Profesionalisme guru atau guru profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Undang-Undang Guru dan Dosen, 2006 : 41). Untuk menjadikan guru profesional diperlukan pendidikan formal dari setiap jenjang pendidikan.
Dalam konteks sumber daya manusia Indonesia, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis sebagai lembaga yang menyiapkan sumber daya manusia berkualitas. Menyadari hal itu, pemerintah telah mencanangkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) pada jenjang pendidikan dasar sejak tahun 1999.
Kebijakan tersebut merupakan bentuk penguatan atas komitmen sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahan 2003 pasal 51, bahwa : "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."
Pelaksanaan proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah memerlukan guru yang secara individual maupun secara kolaboratif berkemampuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Guru yang berkinerja seperti itu memerlukan suasana kerja yang harmonis dan kondusif yang dicipta dan dikembangkan oleh kepala sekolah.
Penciptaan iklim kerja sekolah merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab kepala sekolah di samping peranannya sebagai pendidik, pemimpin, supervisor, inovator dan motivator. Kepala sekolah diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai dasar filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan kinerja guru dalam berbagai aspek.

B. Identifikasi Masalah
Latar belakang masalah di atas menunjukkan bahwa peningkatan kinerja mengajar guru tidak terlepas dari profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Untuk memahami arti keterkaitan itulah penelitian ini dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 
1. Perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil.
2. Kinerja guru, khususnya kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kabupaten X masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
3. Banyak faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja guru. Di antara faktor-faktor tersebut adalah profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah.
4. Profesionalisme guru secara umum belum memadai dibanding dengan tuntutan profesinya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas dan intensitas program-program peningkatan profesionalisme yang telah mereka tempuh.
5. Belum semua guru SMP Negeri di Kabupaten X berijasah S-l. Dengan demikian akan mempengaruhi kinerja guru pada umumnya dan khususnya kinerja guru SMP di Kabupaten X.
6. Prestasi siswa SMP Negeri di Kabupaten X belum seperti yang diharapkan.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, selanjutnya dapat penulis rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
2. Bagaimana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
3. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan manfaat utama yaitu : 
1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya, dan yang menyangkut kinerja guru pada khususnya.
2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain bagi guru, sekolah, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten X.
a. Bagi Guru
Para guru diharapkan dapat memperoleh umpan balik bagi upaya meningkatkan kemampuan profesionalisme dan kualitas kinerjanya.
b. Bagi sekolah khususnya kepala sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada kepala sekolah sehingga dapat dijadikan salah satu rujukan bagi upaya pembinaan profesi guru dan peningkatan kinerja guru sejalan dengan peningkatan kualitas kepemimpinannya.
c. Bagi pemerintah
Bagi pemerintah khususnya pengelola pendidikan dari tingkat kecamatan sampai tingkat pusat, dapat memperoleh manfaat berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesionalisme guru, kinerja guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.

TESIS EVALUASI PROGRAM PROMOSI SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN ANIMO SISWA BARU DENGAN MODEL EVALUASI CIPP

(KODE : PASCSARJ-0542) : TESIS EVALUASI PROGRAM PROMOSI SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN ANIMO SISWA BARU DENGAN MODEL EVALUASI CIPP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan adalah salah satu jenjang pendidikan menengah atas yang memfokuskan tamatannya siap untuk bekerja di industri sehingga kurikulumnya dirancang berbeda dengan kurikulum di sekolah umum. Pada Sekolah Kejuruan porsi pembelajaran praktek lebih banyak dibandingkan dengan pelajaran teori. Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah yang mencanangkan kuota SMK : SMA adalah 70 : 30 pada tahun 2015 membuat banyak sekolah-sekolah kejuruan berdiri bahkan di dalam pondok pesantren juga banyak dibuka SMK Kecil sesuai dengan kebutuhan dan budaya lokal setempat.
Saat ini, dunia pendidikan harus diperlakukan dan dikelola secara baik dan profesional, karena dengan semakin ketatnya persaingan, lembaga pendidikan akan ditinggalkan konsumen atau masyarakat jika dikelola seadanya. Setiap lembaga pendidikan mengetahui bahwa proses pembelajaran di sekolah tidak akan pernah statis, akan tetapi senantiasa dinamis mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang pesat. Untuk itu, sekolah dituntut lebih meningkatkan kualitas pendidikan dari segala sisi.
Dengan persaingan yang semakin ketat, mau tidak mau setiap sekolah harus melakukan pengelolaan yang baik agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik, karena jika tidak demikian maka konsumen atau masyarakat akan berusaha mencari lembaga pendidikan lain yang lebih menguntungkan dan menjanjikan. Disamping itu, sekolah juga dituntut untuk dapat memposisikan diri dengan melakukan strategi yang jitu demi mempertahankan eksistensinya, karena betapa pun unggul dan bagusnya suatu sekolah apabila tidak dipromosikan secara maksimal akan berdampak pada minimnya jumlah siswa dan tidak dikenalnya sekolah tersebut di kalangan masyarakat.
Animo siswa baru untuk mendaftar di SMKN X selama 3 tahun terakhir mengalami penurunan hampir di semua Program Studi Keahlian, sedangkan yang paling memprihatinkan adalah di Program Studi Keahlian Teknik Bangunan karena dari kuota yang disediakan belum juga terpenuhi oleh pendaftar kecuali pada Kompetensi Keahlian Teknik Gambar Bangunan, hal tersebut membuat Program Studi Keahlian Teknik Bangunan tidak bisa menyeleksi siswa yang terbaik akibatnya setelah proses belajar mengajar berjalan banyak siswa yang menghadapi masalah dalam belajar dengan beberapa alasan yang berbeda dan sering berujung keluar dari sekolah.
Manajemen sekolah SMKN X sudah membuat kebijakan strategis melalui unit Humas yang dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) tentang program promosi sekolah ke SMP sasaran. Promosi dengan anggaran yang tidak sedikit yang dilakukan dengan beberapa strategi promosi seperti pencetakan brosur, spanduk atau pamflet, promosi melalui media elektronik seperti radio dan televisi, mendatangkan guru BP/BK SMP sasaran ke SMKN X dan juga presentasi langsung ke sekolah SMP sasaran diharapkan bisa menaikkan animo siswa baru untuk mendaftar di SMKN X.
Dengan program promosi sekolah yang sudah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan setiap tahun idealnya jumlah siswa yang mendaftar di SMKN X mengalami peningkatan yang signifikan. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya, animo atau jumlah pendaftar di PPDB SMKN X mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Hal tersebut di atas mengindikasikan adanya masalah terhadap program promosi sekolah yang sudah dilaksanakan, untuk itu perlu dilakukan evaluasi program yang mendalam. Penelitian ini dilakukan dengan metode model evaluasi program CIPP (Context, Input, Process and Product). Mengapa penulis memilih metode CIPP ini dengan alasan bisa mengulas dan mengurai problem atau masalah program promosi sekolah di SMKN X secara mendetail berdasarkan komponen-komponen yang ada sehingga akan bisa diketahui peluang ataupun hambatan-hambatan yang ada kemudian bisa dicarikan solusi yang tepat untuk dijadikan rumusan dalam menentukan kebijakan strategis berikutnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah konteks pelaksanaan program promosi sekolah dalam meningkatkan animo siswa baru di SMKN X.
2. Bagaimanakah input yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan program promosi sekolah untuk meningkatkan animo siswa baru di SMKN X.
3. Bagaimanakah proses pelaksanaan program promosi sekolah dalam upaya peningkatan animo siswa baru di SMKN X.
4. Bagaimanakah Output (produk) peningkatan animo siswa baru melalui program promosi di SMKN X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
1. Konteks pelaksanaan program promosi sekolah dalam meningkatkan animo siswa baru di SMKN X.
2. Input yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan program promosi sekolah untuk meningkatkan animo siswa baru di SMKN X.
3. Proses pelaksanaan program promosi sekolah dalam upaya peningkatan animo siswa baru di SMKN X.
4. Produk (output) peningkatan animo siswa baru melalui program promosi di SMKN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini ada dua macam yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Bentuk atau wujud dari hasil evaluasi adalah menghasilkan sebuah rekomendasi dari evaluator yang diberikan untuk pengambil kebijakan (decision maker).
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memperoleh rumusan tentang program promosi sekolah berdasarkan kaidah Context, Input, Process dan Product (CIPP) sehingga program promosi sekolah yang dilaksanakan khususnya SMK bisa berjalan dengan baik sesuai rencana.
2. Manfaat Praktis
a. Rumusan promosi sekolah dengan kaidah CIPP yang operasional menguntungkan bagi Manajemen Sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah, Komite Sekolah dan Wakil Kepala sekolah terkait serta guru/karyawan lebih mudah dalam mengkaji dan mengevaluasi program promosi sekolah yang sudah direncanakan setiap tahunnya dan yang sudah dilakukan agar animo siswa baru yang mendaftar di SMKN X terus meningkat khususnya pada kompetensi keahlian yang sarat dengan prestasi tetapi animonya masih minim seperti yang terjadi pada Program Studi Keahlian Teknik Bangunan.
b. Kepala Sekolah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan strategi program promosi sekolah agar target yang direncanakan bisa tercapai.
c. Guru, sebagai pelecut atau motivasi agar semua staf guru atau tenaga kependidikan lebih peduli untuk turut serta menyukseskan program promosi sekolah dalam rangka mencari bibit atau calon siswa terbaik, dan termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya agar bisa memberikan pelayanan prima terhadap siswa yaitu dalam proses belajar mengajar.
d. Siswa maupun masyarakat, siswa dan masyarakat akan lebih tahu profil SMKN X secara lengkap khususnya Program Studi Keahlian Teknik Bangunan yang selama ini masih dianggap sebagai pilihan kedua.

TESIS IKLAN LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT-KAJIAN SEMIOTIK

(KODE : PASCSARJ-0541) : TESIS IKLAN LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT-KAJIAN SEMIOTIK (PROGRAM STUDI : LINGUISTIK)

tesis linguistik

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat keberadaan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan barang dan jasa menjadi sangat diperhitungkan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya tampilan iklan yang terdapat pada media, baik media elektronik maupun media cetak, yang dibuat dengan bentuk dan tampilan yang sangat kreatif, atraktif, dan tentunya persuasif.
Dalam iklan, bahasa tidak hanya ditempatkan sebagai alat penyampai pesan dalam bentuk sederhana, tetapi telah diberdayakan untuk menyampaikan pesan komersial yang efektif untuk membangkitkan emosi khalayak sasaran dalam membuat keputusan dan memilih kebutuhan konsumsi mereka. Bahasa dalam kondisi yang demikian telah ditempatkan sebagai unsur yang menentukan sebagai akibat perkembangan referen iklan, khalayak sasaran, dan persaingan pasar yang semakin ketat sehingga masing-masing pelaku pasar berusaha untuk menguasai segmen pasar dengan berbagai strategi komersialnya.
Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan tantangan dan kemudahan untuk menghasilkan iklan-iklan yang lebih kreatif, inovatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dengan bahasa yang persuasif salah satu tujuan wacana iklan diharapkan dapat tercapai, yaitu membujuk dan mengajak masyarakat untuk melakukan sesuatu (memiliki, membeli, melakukan, dan sebagainya). Persuasif adalah tujuan utama dari pembuat iklan untuk menstimulus keinginan (membeli, memiliki, melakukan) dari masyarakat. Kepersuasifan tersebut sangat menonjol dalam iklan komersial karena iklan komersial bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi. Dalam hal ini, pembuat iklan tidak sedikit menggunakan unsur verbal dan nonverbal yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah linguistik. Sesungguhnya, ada maksud-maksud tertentu di balik semua itu yang ingin disampaikan oleh produsen dan pembuat iklan.
Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua. Pertama, iklan komersial dan yang kedua adalah iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). ILM tidak seperti iklan barang dan jasa yang bersifat komersial, melainkan lebih menyajikan pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam keselarasan dan kehidupan umum. Suatu ILM biasanya diproduksi oleh pemerintah atau suatu organisasi untuk memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat misalnya di bidang kesehatan. Pemerintah yang merupakan produsen iklan tersebut berusaha memberikan informasi mengenai kesehatan serta mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.
Wacana iklan, baik komersial maupun nonkomersial merupakan objek kajian yang menarik karena melibatkan unsur-unsur bahasa di dalamnya, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal, yang tentunya dapat dikaji dengan menggunakan teori linguistik. Khusus dalam penelitian ini, iklan yang dipilih adalah Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat (ILKM).
Kehadiran ILKM dimaksudkan sebagai citra tandingan terhadap keberadaan iklan komersial. Karena selama ini iklan komersial sering dituduh menggalakkan konsumerisme. Iklan komersial merangsang konsumen untuk berkonsumsi tinggi, dan menyuburkan sifat boros.
Sebagai sebuah citra tandingan, ILKM pada dasarnya merupakan alat untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Media semacam ini sering dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyebarluaskan program-programnya. Misalnya ILKM yang dibuat untuk menyukseskan program imunisasi nasional, pemberantasan nyamuk demam berdarah, virus flu burung, menjaga lingkungan hidup, membuang sampah pada tempatnya, budaya mencuci tangan, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya.
Jika dilihat dari wujudnya, ILKM mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat tanda-tanda komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Di samping itu, gabungan antara tanda, baik tanda verbal maupun nonverbal, dan pesan yang ada pada ILKM diharapkan mampu mempersuasi khalayak sasaran yang dituju. Tampilan ILKM pun juga terkadang tidak kalah menariknya dengan iklan komersial lainnya. Pemerintah atau organisasi-organisasi tertentu sebagai produsen ILKM berusaha untuk mengemas ILKM tersebut menjadi lebih menarik, atraktif dan komunikatif dengan memanfaatkan tanda-tanda verbal dan nonverbal sehingga mampu menarik perhatian masyarakat untuk sekadar melihat ILKM tersebut. Tidak seperti iklan komersial lainnya, tujuan ILKM bukan untuk memperoleh keuntungan berupa materi, melainkan ILKM mengemban tujuan mulia yaitu untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai masalah yang mereka hadapi atau memberi imbauan dan peringatan untuk kehidupan yang lebih baik.
Pemerintah berusaha meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyampaikan iklan melalui media, baik media cetak maupun elektronik. Pada penelitian ini ILKM yang dikaji meliputi Iklan Anti Narkoba serta HIV AIDS. Adapun alasan dari pemilihan kedua jenis ILKM itu adalah karena (1) kedua ILKM tersebut saling berhubungan satu sama lain, seseorang yang menderita HIV AIDS sebagian besar awalnya adalah seorang pengguna narkoba, (2) jika dilihat dari sasaran yang dituju kedua ILKM sama-sama memiliki sasaran yang sama, yaitu umumnya kedua iklan tersebut lebih ditujukan kepada masyarakat remaja sehingga ragam bahasa serta tampilan iklannya pun nantinya akan disesuaikan dengan dunia remaja, dan (3) narkoba serta HIV AIDS merupakan masalah yang tidak henti-hentinya untuk diperbincangkan dan upaya pemerintah untuk memberantas Narkoba serta menekan penyebaran HIV AIDS dari tahun-ke tahun semakin gencar dilaksanakan. Berdasarkan data BNN tahun 2010 dilaporkan bahwa 1,5 persen penduduk Indonesia terjerumus narkoba, sementara penderita Aids di Indonesia mencapai 130.000 orang pada tahun 2010. Hal ini membuat pemerintah berupaya keras agar jumlah tersebut tidak meningkat lebih jauh, salah satunya adalah dengan cara memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat agar terhindar dari narkoba dan HIV/Aids melalui media iklan. Hal tersebut membuat populasi ILKM khususnya mengenai narkoba dan HIV/Aids lebih banyak dan mudah didapat jika dibandingkan dengan ILKM lainnya.
Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, penelitian ini berusaha mengkaji penggunaan bahasa pada ILKM, baik pada tanda verbal maupun nonverbal, serta makna dan ideologi yang melatarbelakanginya dengan pemanfaatan teori semiotik oleh Barthes (1977), yang merumuskan tanda dalam dua tingkatan makna, yaitu konotasi dan denotasi serta berakhir pada suatu ideologi yang merupakan analisis tertinggi dari pengungkapan makna pada tanda tersebut.