Search This Blog

TESIS EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG MELALUI INSEMINASI BUATAN DAN KAWIN ALAM

(KODE : PASCSARJ-0536) : TESIS EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG MELALUI INSEMINASI BUATAN DAN KAWIN ALAM (PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS)

tesis agribisnis

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai 1,08% per tahun, sementara laju pertumbuhan penduduk meningkat dengan kisaran antara 1,5-5% per tahun. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk maka permintaan terhadap daging akan terus meningkat (Dirjennak & Keswan, 2010). Bila tidak dilakukan upaya untuk meningkatkan populasi dan produksinya, maka populasi ternak potong lokal akan terkuras karena tingginya angka pemotongan ternak. Demikian halnya di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 tingkat pertumbuhan penduduk 1,57% per tahun dengan pertumbuhan konsumsi 17,82% dan tingkat konsumsi daging sapi sebesar 0,99 kg/kapita/tahun. Angka ini masih jauh dari rata-rata konsumsi nasional yaitu sebesar 1,84 kg/kapita/tahun. Siregar (2009) mengemukakan bahwa produksi sapi potong di Sumatera Utara berjalan sangat lambat rata-rata sebesar 0,24% per tahun, sedangkan kenaikan tingkat pemotongan mencapai 21,24%.
Untuk mengatasi masalah ini dalam j angka pendek dilakukan impor sapi potong dan jangka panjang meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong lokal. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktifitas sapi potong lokal adalah dengan melakukan program seleksi keunggulan sapi lokal yang dapat dikembangkan sesuai harapan yang diinginkan serta persilangan sapi potong lokal dengan sapi unggul impor berupa bibit hidup atau teknologi reproduksi, seperti inseminasi buatan atau teknologi lainnya sehingga diperoleh keturunan yang lebih baik dibanding induknya.
Dalam sistem budidaya ternak, baik ternak sapi maupun kerbau di Indonesia dikenal 2 cara perkawinan yaitu melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam (KA). Kawin alam merupakan salah satu pilihan dalam pengembangbiakan ternak karena akseptor pada sapi potong untuk IB ditargetkan berjumlah 2,5 juta ekor sehingga dari 4 juta betina produktif yang ada saat ini 1,5 juta ekor memakai teknologi kawin alam.
Banyak pertimbangan oleh para peternak yang menjadikan alasan kenapa kawin alam digunakan antara lain (1) secara alamiah ternak memiliki kebebasan hidup di alam bebas, sehingga dengan sikap alamiah ini perkembangbiakannya terjadi secara normal mendekati sempurna (2) secara alamiah ternak jantan mampu mengetahui ternak betinanya yang birahi, sehingga sedikit kemungkinan terjadinya keterlambatan perkawinan yang dapat merugikan dalam proses perbanyakan populasi (3) penanganan perkawinan secara kawin alam memerlukan biaya sangat murah karena manusia sebagai pelaku usaha budidaya tidak banyak lagi menangani proses perkawinan ini (4) metode kawin alam sangat efektif dan efisien digunakan pada pola usaha budidaya ternak baik secara semi intensif atau ekstensif dan tidak mungkin dilakukan metoda IB. KA dapat juga dilakukan di beberapa perusahaan yang melakukan budidaya dengan sistem penggembalaan (Dirjennak & Keswan, 2011).
Teknologi persilangan yang digunakan dengan harapan efisiensi tinggi adalah melalui teknologi inseminasi buatan (IB) yaitu dengan penggunaan semen beku dari sapi pejantan unggul import. Hal ini dilakukan agar peningkatan mutu genetik ternak diiringi dengan biaya murah, mudah dan cepat serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak. Di daerah-daerah pertanian intensif, IB semakin popular karena dengan jumlah sapi pejantan yang lebih sedikit dapat dikawinkan dengan jumlah betina yang lebih banyak dibanding kawin alam dan adanya pelayanan IB dari Dinas Peternakan setempat (Hadi & Ilham 2000; Hadi et al. 2002).
Perkembangbiakan sapi dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi inseminasi buatan serta telah dibuktikan keunggulan teknologi reproduksi ini. Keberhasilan inseminasi dipengaruhi berbagai faktor, yaitu: fertilitas pejantan, keahlian pengumpulan dan pengolahan semen, penyimpanan, peralatan, inseminator dan lainnya (Toelihere 1993).
Evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan IB adalah menghasilkan kebuntingan pada ternak sapi, yang dapat dilihat sebagai penunjuk keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan dari angka Non Return Rate; Conception Rate, Service per Conception (berapa kali inseminasi agar bunting). Laju pertambahan populasi ternak dari hasil inseminasi buatan dapat diukur dengan cara menghitung Calf Crop.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diperlukan suatu penelitian tentang pelaksanaan Inseminasi Buatan dan Kawin Alam dalam mengembangkan populasi ternak sapi potong.

SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-039) : SKRIPSI PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Muhammad Nasir, dkk, 2008).
Kemiskinan adalah suatu situasi dimana pendapatan tahunan individu di suatu kawasan tidak memenuhi standar pengeluaran minimum yang di butuhkan individu untuk dapat hidup layak di kawasan tersebut. Individu yang hidup dibawah standar pengeluaran minimum tersebut tergolong mi skin, ketika perekonomian berkembang di suatu kawasan, terdapat lebih banyak pendapatan untuk dibelanjakan, yang jika terdistribusi dengan baik diantara penduduk kawasan tersebut akan mengurangi kemiskinan. Dengan kata lain, secara teoritis pertumbuhan ekonomi memainkan peranan penting dalam mengatasi masalah penurunan kemiskinan.
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Menurut BPS (2011), dan BPS dan Word Bank, 2007 (dalam Basri & Munandar, 2009) seseorang masuk dalam kriteria miskin jika pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
Menurut Sharp, et. al. (1996) dalam Kuncoro, 2004 : 157) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Ketiga, kemiskinan, muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai macam program penanggulangan kemiskinan antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), P2SDT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL dan PESM (Kuncoro, 2004).
Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).
Menurut Boediono (1985) dalam Kuncoro (2004), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008).
Pertumbuhan ekonomi, yang diukur dengan berkembangnya produksi barang dan jasa atau Pendapatan Nasional sangat diperlukan, karena kedua faktor yang sangat menentukan yaitu tambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, sehingga masyarakat membutuhkan semakin banyak barang dan jasa, baik itu barang privat maupun barang publik (Irawan & Suparmoko, 2002).
Perekonomian saat ini sudah semakin pulih, yang di tunjukkan semakin membaiknya kondisi makro ekonomi nasional, namun masih banyak permasalahan mendasar tentang belum tertangani secara berarti. Masalah relatif tingginya angka kemiskinan merupakan masalah kritikal yang memerlukan perhatian khusus. Beberapa tahun terakhir, jumlah penduduk miskin menunjukkan peningkatan, yang dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan ekonomi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi kesenjangan yang signifikan antara desa dan kota, dimana tingkat kemiskinan di desa selalu lebih besar dari kemiskinan di kota relatif persistennya kemiskinan di pedesaan berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, atau bisa juga disebut gejala ketidakseimbangan antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia, jumlah uang yang beredar lebih besar dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global paling mendesak saat ini, terutama di negara-negara berkembang. Di Indonesia, jumlah orang miskin tidak banyak berkurang dalam tiga puluh tahun terakhir. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut, jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil yang diharapkan. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan dalam struktural dalam perekonomian.
Tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indonesia akan mempengaruhi tingkat kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi pada tingkat pengangguran. Tingkat kesempatan kerja merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja (Kuncoro, 2004 : 153). Nilai rasio "kesempatan kerja" tersebut dalam pengertian adanya "lowongan kerja", tetapi indikator ini dimaksudkan untuk merefleksikan tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja.
Hampir semua negara di dunia ini termasuk indonesia tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup menampung angkatan kerjanya.
Bukan hanya negara berkembang yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja, tetapi juga negara-negara maju. Kurangnya lapangan pekerjaan merupakan masalah yang harus di tangani dengan sungguh-sungguh alasannya, bekerja atau tidak bekerjanya seseorang berhubungan langsung dengan kesempatan orang mencari nafkah. Kesempatan kerja adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Semakin sedikitnya kesempatan kerja maka akan meningkatkan pengangguran. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja dalam bentuk persentase. (Indriamadia, 2011)
Pasca krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 sebesar 4.92%, ternyata kondisi ini belum mampu menciptakan lapangan kerja dan menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul sekitar 2,5 juta setiap, akibatnya jumlah pengangguran meningkat, sebesar 9,76 juta orang tahun 2001-2004. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan setelah pasca krisis, tercatat bahwa tahun 2002 penduduk miskin sebesar 38,4 juta jiwa dimana angka ini lebih besar jika dibandingkan sebelum krisis, yaitu sebesar 34,5 juta jiwa pada tahun 1996 (BPS, 2002).
Cutler dan Katz (1991) menganalisis tentang pengaruh dari variabel-variabel ekonomi makro seperti inflasi, pengangguran dan variable-variabel demografis terhadap kemiskinan. Dalam penelitiannya Cutler dan Katz (1991) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang relatif kurang signifikan, sedangkan pengangguran memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat kemiskinan. Tetapi Powers (1995) menemukan bahwa inflasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap consumption poverty rate.
Untuk itu mengacu dari latar belakang masalah yang telah di sampaikan diatas, peneliti akan menganalisis masalah kemiskinan ini dengan judul "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN TINGKAT KESEMPATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA".

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, DAN JUMLAH INDUSTRI TERHADAP PENYEDIAAN KESEMPATAN KERJA

(KODE : EKONPEMB-038) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, DAN JUMLAH INDUSTRI TERHADAP PENYEDIAAN KESEMPATAN KERJA

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator yang sangat penting dalam melakukan analisis pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara karena pertumbuhan ekonomi menunjukkan seberapa jauh aktivitas perekonomian menghasilkan dan bertambahnya pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat didukung oleh sumber daya yang potensial. Jumlah penduduk sebagai sumber daya manusia merupakan sumber daya potensial bagi suatu negara. Dalam GBHN tahun 1978 dinyatakan : "jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibina dan diarahkan sebagai tenaga kerja yang efektif merupakan pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang" (bab II, hal 45). Dari kutipan GBHN tersebut, jelas bahwa hal ini sangat penting dikemukakan, tidak saja keterbatasan dana, tetapi juga sebagai landasan yang kuat bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional.
Tingkat keberhasilan perekonomian suatu negara yang telah dicapai dapat diukur melalui konsep kesempatan kerja yang dapat diciptakan atau dihitung dari orang yang berhasil mendapat pekerjaan. Akan tetapi masalah penduduk dan lapangan pekerjaan selalu menjadi masalah yang rumit. Masalah ini langsung atau tidak langsung menyangkut pertanyaan, sampai sejauh mana proses pembangunan dinikmati oleh sebagian masyarakat dan sampai sejauhmana bangsa kita berpartisipasi sebagai pelaksana aktif dalam usaha kearah kemajuan.
Kebijakan-kebijakan yang sangat dibutuhkan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kestabilan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tidak disertai dengan perbaikan struktur perekonomian yang lebih kokoh dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dalam negeri dan tingkat inflasi yang sangat tinggi. Kondisi perekonomian dengan tingkat ekonomi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam output dan kesempatan kerja.
Hubungan antara MEC, investasi, dan tingkat bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun, dimana garis ini memperlihatkan jumlah investasi yang dilakukan pada setiap tingkat bunga yang berlaku.
Sementara itu, jumlah industri terus berkembang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah usaha industri pada tahun 2004 tercatat sebanyak 929 perusahaan, jumlah ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 919 perusahaan. Sebagian besar industri ini termasuk pada industri makanan, minuman, dan tembakau yang jumlahnya mencapai 384 perusahaan dan kemudian diikuti oleh golongan industri kimia, batu bara, karet, dan plastik sebanyak 174 perusahaan, dan sisanya 133 perusahaan diikuti oleh industri kayu dan perabot rumah tangga.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisa atau melihat perkembangan kesempatan kerja dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi, investasi, dan jumlah industri. Untuk maksud tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, DAN JUMLAH INDUSTRI TERHADAP PENYEDIAAN KESEMPATAN KERJA".

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL USAHA PETERNAK AYAM DI KECAMATAN X

(KODE : EKONPEMB-037) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL USAHA PETERNAK AYAM DI KECAMATAN X

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan makin meningkatnya jumlah pendapatan penduduk Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari hewan terutama daging. Salah satu jenis ternak yang menjadi sumber utama penghasil daging adalah ayam di mana pemeliharaan dan konsumsi sudah menyebar di seluruh Indonesia, di samping itu, beberapa kelebihan yang dimiliki ayam sebagai bahan konsumsi telah menyebabkan terdapatnya preferensi yang tinggi dari masyarakat terhadap daging ayam potong.
Kebutuhan ayam potong di Kabupaten X mencapai 250 ribu ekor per hari. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat yang sebagian besar muslim, harga yang relatif murah dengan akses yang mudah karena sudah merupakan barang publik dan merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani.
Perkembangan usaha daging ayam potong di Kabupaten X sendiri tidak selamanya berjalan lancar. Dewasa ini terdapat beberapa permasalahan yang menghambat usaha daging ayam potong. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan terhadap empat lokasi peternakan ayam di Kecamatan Y terungkap bahwa salah satu permasalahan yang paling banyak dikeluhkan oleh para peternak unggas adalah meningkatnya harga pakan di pasar yang tidak diikuti naiknya harga daging unggas itu sendiri. 
Menurut mereka kunci dari keberhasilan dalam beternak unggas tergantung dari harga pakan. Pemerintah sendiri tidak pernah melakukan kontrol terhadap perkembangan harga pakan yang ada di pasar. Berbeda pada masa orde baru hampir setiap satu pekan pemerintah menyampaikan kondisi harga pasar, jadi harga dapat relatif terkendali, sedangkan saat ini peternak hanya mengalami masa-masa menguntungkan (kenaikan harga) hanya pada saat menjelang hari raya. Pada saat itu trend harga daging ayam cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ini tentu saja tidak dapat menyelamatkan semua pengusaha ternak unggas. Sebagian peternak unggas bahkan harus gulung tikar sebelum menjelang hari raya.
Jumlah pengusaha ternak unggas di Kecamatan Y dalam 5 (lima) tahun terakhir mengalami kenaikan, namun demikian jumlah produksi secara keseluruhan mengalami fluktuasi. Disamping kenaikan harga pakan, kenaikan jumlah produksi ternak unggas disebabkan kestabilan kondisi perekonomian secara nasional pada tahun tersebut. 
Wabah flu burung menjadi momok baru bagi para pengusaha unggas. Selain berdampak pada jumlah produksi, kasus flu burung juga berdampak pada permintaan daging unggas yang terus menurun. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui pembakaran massal dan vaksinasi di beberapa lokasi yang teridentifikasi terkena virus flu burung tidak mampu menyelamatkan beberapa pengusaha ternak ayam yang sudah terlanjur merugi. Dampak dari kondisi tersebut beberapa pengusaha pada akhirnya harus gulung tikar karena merugi. 
Setiap peternak pada dasarnya selalu mengharapkan keberhasilan dalam usahanya, salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dengan cara pemanfaatan faktor-faktor produksi secara efisien. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada setiap usaha adalah syarat mutlak untuk memperoleh keuntungan.
Masyarakat sendiri berusaha meningkatkan usahanya dengan mencari tambahan modal, melakukan perawatan dan pengawasan terhadap perkembangan ternak serta berupaya memperluas kandang agar kapasitas produksi dapat ditambah. 
Dalam mengelola usaha peternakan ayam, tiap peternak harus memahami 3 (tiga) unsur penting dalam produksi, yaitu : breeding (pembibitan), feeding (makanan ternak/pakan), dan manajemen (pengelolaan usaha peternakan). Bagaimana peternak mampu mengkombinasikan penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien dalam hal ini bibit ayam , pakan, obat-obatan dan vitamin, serta tenaga kerja, merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam budidaya ayam ras pedaging agar bisa mencapai keuntungan yang maksimal dan tingkat efisiensi yang diharapkan (Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, 2008).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN USAHA PETERNAK AYAM DI KECAMATAN Y KABUPATEN X".

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

(KODE : EKONPEMB-036) : SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Perdagangan internasional mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu negara, tak terkecuali bagi Indonesia. Melalui perdagangan internasional dapat diraih banyak manfaat, baik manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung dari perdagangan internasional diantaranya adalah dengan adanya spesialisasi, suatu negara dapat mengekspor komoditi yang ia produksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah. Negara akan memperoleh keuntungan secara langsung melalui kenaikan pendapatan nasional dan pada akhirnya akan menaikkan laju output dan pertumbuhan ekonomi.
Manfaat tidak langsung dari perdagangan internasional diantaranya adalah (1) Perdagangan internasional membantu mempertukarkan barang-barang yang mempunyai pertumbuhan rendah dengan barang-barang luar negeri yang mempunyai kemampuan pertumbuhan yang tinggi, (2) Sebagai sarana pemasukan gagasan, kemampuan, dan keterampilan yang merupakan perangsang bagi peningkatan teknologi, dan (3) Perdagangan internasional memberikan dasar bagi pemasukan modal asing. Jika tidak ada perdagangan internasional, modal tidak akan mengalir dari negara maju ke negara sedang berkembang (Jhingan, 2003). Semua transaksi perdagangan internasional yang terjadi di suatu negara, terangkum dalam neraca perdagangan (trade balance) yang terdiri dari komponen ekspor dan impor barang dan jasa.
Dalam sebuah Negara, pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah capaian yang menjadi prioritas utama. Negara akan melakukan berbagai macam cara dan strategi ekonomi yang dapat menunjang tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan menjadi gambaran akan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bagi setiap warga Negara yang mendiami Negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dari kemajuan ekonomi suatu negara. Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya (Todaro, 2000 dan Smith, 2003).
Pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena yang penting bagi suatu bangsa, masalah pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan bangsa agar dapat pula meningkatkan pembangunan nasional yang dapat meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan nasional (Sukirno, 2003 : 9).
Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari modal atau tenaga kerja dan teknologi. Penyediaan sumber daya modal sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Sumber dana ini diwujudkan dalam bentuk penanaman modal (Investasi). Hal ini sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, maupun kesempatan kerja. Dana investasi dapat diperoleh dari pemerintah, masyarakat (swasta), pinjaman luar negeri serta investasi swasta asing (Sukirno, 2002 : 351).
Investasi merupakan faktor penting dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap proses pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka sangat diperlukan kegiatan-kegiatan proses produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi, yang akan terciptanya kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, sehingga pertumbuhan ekonomi akan tercipta (Tulus, 2001 : 40).
Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia memerlukan dua faktor penting, yaitu modal dan tenaga ahli. Tersedianya modal saja tidak cukup untuk meningkatkan perekonomian. Dengan kata lain diperlukan adanya tenaga kerja yang terdidik, ahli dan terampil dalam melakukan proses produksi. Tenaga kerja yang terdidik, ahli dan terampil ini memerlukan pendidikan. Perkembangan pendidikan merupakan suatu langkah yang harus dilaksanakan pada waktu usaha pembangunan dimulai. Selain itu masalah pengembangan pengusaha juga penting. Menurut Schumpeter bahwa golongan pengusaha sangat penting dalam menentukan sampai mana perkembangan ekonomi akan tercapai. Mereka adalah golongan peminjam atau mengumpulkan modal atau dana sendiri yang akan mengembangkan kegiatan proses produksinya (Sukirno, 2004 : 439).
Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian karena memiliki wewenang sebagai regulator (pengatur atau pengendali). Meskipun pemerintah sebagai regulator, pemerintah tidak dapat bertindak semena-mena, karena bila pemerintah tidak pandai menarik investor maka pertumbuhan ekonomi akan lambat dan lapangan kerja akan tidak bertambah melebihi pertambahan angkatan kerja. Selain itu pemerintah sebagai stimulator, dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan pemerintah baik dari sudut jenis kegiatan maupun lokasinya (Tarigan, 2005 : 32).
Kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah adalah kebijaksanaan yang harus dapat mengatasi masalah perekonomian secara keseluruhan. Di satu pihak dapat meningkatkan ekspor sebagai penghasil devisa guna membiayai impor serta pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri, dan di lain pihak dapat menekan laju inflasi. Penekanan laju inflasi diarahkan untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat, terutama golongan mayoritas yang banyak mengkonsumsi keperluan bahan pokok, tetapi di sisi lain juga merupakan alat yang ampuh untuk mempertahankan nilai tukar (kurs) yang kompetitif guna menunjang eksport serta dapat mengatasi masalah di bidang ketenagakerjaan. (Mubyarto : 2000).
Dari uraian yang telah disampaikan, dapat terlihat bahwa net ekspor, investasi, tenaga kerja dan kurs valuta asing merupakan indikasi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini dapat terwujud oleh peranan berbagai unsur pendukung yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengamati masalah pertumbuhan ekonomi dan mengkaji lebih dalam lagi tentang : "ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA".

SKRIPSI ANALISIS DAMPAK BANTUAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI IMPLEMENTASI BLT)

(KODE : EKONPEMB-035) : SKRIPSI ANALISIS DAMPAK BANTUAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN (STUDI IMPLEMENTASI BLT)

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang bam di Indonesia. Sejarah memberikan informasi bahwa kemiskinan di Indonesia sudah eksis ada jauh-jauh sebelum kemerdekaan. Penjajahan Bangsa Indonesia oleh bangsa-bangsa Eropa, khususnya Belanda sesungguhnya lebih banyak dilatarbelakangi kepentingan ekonomi dibandingkan dengan kepentingan politik, pertahanan dan keamanan. Keunggulan sumber daya alam yang dimiliki wilayah Nusantara menjadi sangat menarik minat bangsa-bangsa Eropa dan memang memiliki arti yang sangat besar dalam upaya pembangunan negara penjajah. Sedangkan kehadiran kekuatan politik dan pertahanan hanya sekedar alat untuk mengamankan kepentingan ekonomi. (Matias Siagian, 2012 : 161)
Semangat membangun negara penjajah dengan menghalalkan segala cara merupakan awal malapetaka bagi Bangsa Indonesia, yang juga dialami oleh bangsa-bangsa lainnya pada masa jajahan Bangsa Eropa. Secara politik dan hukum, Nusantara pun dijadikan sebagai bagian dari wilayah negara jajahan sehingga disebut Hindia Belanda. Hukum yang berlaku di Belanda pun diberlakukan didaerah jajahannya, terutama Nusantara. Hal tersebut dilakukan negara penjajah untuk mempermudah penguasaan sumber daya alam yang ada di wilayah jajahan untuk dapat dipergunakan dalam membangun negara-negara Eropa khususnya Belanda.
Sistem tanam paksa merupakan kebijakan ekonomi penjajah yang sangat menyengsarakan. Pola perekonomian subsisten yang berarti bahwa aktivitas ekonomi, khususnya di saat itu pertanian hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar yang diterapkan secara turun-temurun, yang pada umumnya rakyat Indonesia pun terusik secara mendasar. Hal ini disebabkan, rakyat Indonesia dipaksa mengembangkan komoditi yang amat dibutuhkan dan sangat mahal harganya di Eropa. Kebijakan ekonomi tersebut tentu menyengsarakan rakyat Indonesia, kemiskinan mewabah, bahkan rakyat juga mengalami kelaparan dan kematian.
Upaya mempermudah penguasaan wilayah Indonesia yang demikian luas yang ditempuh melalui pembangunan jalan juga menjadi malapetaka bagi rakyat Indonesia. Pembangunan jalan yang dilakukan melalui sistem Rodi juga sangat menyengsarakan setiap rakyat. Dengan hanya mengkonsumsi makanan yang minim, rakyat dipaksa bekerja ekstra keras, mulai pagi hingga malam hari hingga mengakibatkan banyak rakyat yang lagi-lagi sengsara dan mengalami kematian. (Matias Siagian, 2012 : 162)
Ketidakseimbangan jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah aparatur penjajah dijadikan dasar untuk melakukan pembeda-pembeda rakyat secara hukum. Penguasa-penguasa tradisional yang bertebaran di Indonesia pun dirangkul dan diberi kedudukan istimewa. Kebijakan penjajah ini mengakibatkan dualisme pada setiap masyarakat Indonesia, yang ditandai dengan perbedaan akses sehingga segelintir dari rakyat Indonesia berperilaku sebagai penjajah.
Kondisi dualisme yang diciptakan penjajah pun cenderung diwarisi hingga di era kemerdekaan. Akibatnya, segelintir dari masyarakat Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan, sedangkan mayoritas masyarakat Indonesia terbelenggu dalam ketradisionalannya. Demikianlah masyarakat Indonesia terbelah secara sosial, dengan jarak bagaikan langit dan bumi. Keadaan seperti ini mengakibatkan kemiskinan yang cenderung berupa kemiskinan massa yang tetap eksis hingga saat ini. (Matias Siagian, 2012 : 163)
Kemiskinan terutama sebagai akibat ketimpangan ekonomi yang terjadi diantara masyarakat Indonesia merupakan fakta yang sudah sangat tua. Disebut ketimpangan, karena Indonesia dengan sumber daya alam yang cukup kaya dari zaman ke zaman senantiasa dihiasi oleh dualisme ekonomi. Sangat mudah bagi kita untuk menemukan keadaan kehidupan yang demikian mewah di Indonesia, seperti perumahan yang super mewah, kendaraan yang super mewah maupun pusat perbelanjaan yang juga tergolong mewah. Sebaliknya, sangat mudah pula bagi kita untuk menemukan kondisi hidup yang sangat miskin, seperti pemukiman kumuh di perkotaan, pemukiman liar di perkotaan, rumah-rumah tidak layak huni di kota-kota maupun di desa-desa, pengemis dan gelandangan yang senantiasa menghiasi seluruh kota-kota maupun di setiap daerah Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini, istilah bunuh diri akibat tidak memiliki daya tahan atas himpitan ekonomi sudah mulai menggejala yang patut diwaspadai.
Sejak awal pembangunan, pemerintah Indonesia tentu sudah mengetahui fakta kemiskinan yang senantiasa eksis sejak dari zaman penjajahan. Berbagai kebijakan telah ditetapkan dan ditempuh, berbagai program pun telah pula ditetapkan dan dilaksanakan dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan itu. Bahkan pemerintah juga telah membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, namun masalah kemiskinan masih tetap saja eksis dan belum menunjukkan perbaikan total terhadap tingkat kemiskinan. (Matias Siagian, 2012 : 164)
Kemiskinan merupakan masalah kompleks tentang kesejahteraan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan lokasi lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. Esensi kemiskinan adalah menyangkut kondisi kekurangan dari sebuah tuntutan kehidupan yang paling minimum, khususnya dari aspek konsumsi dan pendapatan. (Andika dan Hastarini, 2011 : 2)
Seperti halnya krisis ekonomi pada tahun 1997/1998 juga telah memberikan pelajaran yang pahit bagi Bangsa Indonesia. Pada periode Tahun 1996-1999 Badan Pusat Statistik merilis jumlah penduduk miskin yang meningkat sebesar 13,96 jutajiwa akibat krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta jiwa pada tahun 1996 bertambah menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Sementara itu, persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode tahun yang sama. Dan walaupun saat ini jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia sedang mengalami penurunan secara perlahan, namun jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tetap tinggi yaitu masih terdapat 28,07 juta jiwa ataupun masih terdapat 11,37 persen yang diantaranya jumlah penduduk miskin di perkotaan yaitu terdapat 10,33 juta jiwa dan di desa sebesar 17,74 juta jiwa pada tahun 2013. (BPS 2008 : 41)
Masalah kemiskinan merupakan persoalan mendasar yang terus menjadi pusat perhatian pemerintah di seluruh negara. Seperti halnya kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami oleh masyarakat di kecamatan obyek penelitian yang sudah tidak asing lagi untuk dibahas, yang dimana hingga sampai saat ini masih memiliki 11.028 KK miskin yang diantaranya terdapat 8.222 KK Rumah Tangga Sasaran yang menerima salah satu program bantuan penanggulangan kemiskinan yaitu program Bantuan Langsung Tunai/BLSM.
Kemiskinan yang mereka alami seakan terus menjadi kemiskinan yang bersifat dari masa ke masa. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Medan Belawan tersebut merasa dihambat dan terbelenggu hidup sulit karena masih kurang terpenuhinya hak-hak dasar mereka seperti kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kondisi tempat tinggal, juga tidak tertinggal dampak yang mereka hadapi akibat dari kenaikan BBM yang bermula pada tahun 2008 hingga pada November 2014. Akibatnya tidak jarang anak-anak beserta keluarga mereka harus ikut terjebak untuk ikut memikul beban bekerja sebagaimana yang dialami oleh orang tua mereka masing-masing.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga dasar BBM tersebut mengakibatkan harga kebutuhan pokok terus meningkat dan bagi masyarakat kategori miskin tentu mengakibatkan daya beli mereka juga akan semakin menurun, karena mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Masyarakat tersebut tentu akan terkena dampak sosial yaitu semakin menurunnya taraf kesejahteraan kehidupannya dan menjadi semakin sulit dan miskin. (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008 : 1)
Untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah dengan kebijakannya membentuk suatu program pengentasan kemiskinan seperti Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang termasuk dalam klaster-1 bersama program bantuan beras untuk orang miskin (Raskin), program keluarga harapan (PKH), program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) atau yang sebelumnya dikenal dengan Askeskin untuk perawatan kesehatan gratis, program beasiswa untuk siswa miskin, serta program untuk kelompok rentan sosial lainnya. Dan program bantuan dan perlindungan sosial dengan sasaran rumah tangga miskin (program nasional pemberdayaan masyarakat PNPM) dengan sasaran pemberdayaan kelompok masyarakat dan program pemberdayaan usaha mikro dan kecil berupa bantuan permodalan dan bentuk kredit usaha rakyat. (Bimby Hidayat, 2008 : 7)
Dana tunai atau bantuan langsung tunai tak bersyarat yang dilakukan pemerintah pada tahun 2008 diperuntukkan bagi masyarakat miskin agar tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Dasar pemerintah dalam membuat kebijakan program BLT ini adalah untuk membantu masyarakat miskin yang akan merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Selain itu BLT diberlakukan sebagai kompensasi dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak kepada penduduk miskin. Tidak adanya lagi subsidi untuk BBM pada tahun 2008 dinilai pemerintah akan menambah jumlah APBN dan tidak akan terjadi defisit kas Negara. Maka dari itu BLT ini dicanangkan sebagai kompensasi bagi penduduk miskin.
Dalam pelaksanaannya cukup banyak kalangan masyarakat yang kurang setuju dengan program BLT/BLSM ini. Ada yang berpendapat bahwa Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Sasaran bersifat charity dan menimbulkan budaya malas, ketergantungan, dan meminta-minta belas kasihan pemerintah serta menumbuhkan budaya konsumtif sesaat, karena penggunaan uang tidak diarahkan oleh pemerintah (unconditional cash transfer). (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008 : 4)
Namun ada juga masyarakat yg membutuhkan dan setuju dengan adanya program BLT ini walaupun jumlah dana yang mereka terima tidak begitu besar namun beberapa pengamat ataupun kalangan menilai positif dengan adanya program bantuan ini karena tentu akan menambah pendapatan atau pemasukan keluarga, yang selanjutnya dapat menambah pemenuhan kebutuhan pokok yang mereka perlukan sehari-hari. Dan namun tidak jarang juga ada masyarakat yg kurang setuju dengan dijalankannya program BLT ini, karena mereka justru lebih memilih dan membutuhkan program penanggulangan kemiskinan yang lebih bermanfaat untuk menunjang kelangsungan hidup mereka lewat penciptaan lapangan usaha, dan program mendidik lainnya.
Dengan melihat adanya permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti sebuah fenomena yang terjadi di Kecamatan Medan Belawan, yang diberi judul “ANALISIS DAMPAK BANTUAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN (BLT) TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN”.

SKRIPSI PENGARUH INFLASI, KURS, INVESTASI DAN SUKU BUNGA SBI TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PT BRI

(KODE : EKONPEMB-034) : SKRIPSI PENGARUH INFLASI, KURS, INVESTASI DAN SUKU BUNGA SBI TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PT BRI

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditor berupa utang, pembiayaan bentuk lain atau dengan penerbitan surat-surat utang, maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau sering disebut dengan go public (Darmadji, 2001 : 40).
Untuk perusahaan yang sudah go public, tuntutan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan akan semakin kuat, karena pemilik menginginkan keuntungan yang semakin meningkat juga, sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya dividen yang akan dibagikan. Disamping itu, dengan pertumbuhan dan perkembangan yang bagus akan meningkatkan citra dari perusahaan, sehingga harga saham di pasar sekunder juga akan semakin meningkat (Anoraga, 2001 : 49).
Besarnya deviden dan earning yang diharapkan dari suatu perusahaan akan tergantung dari prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Karena prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan, maka analisis penilaian saham yang dilakukan oleh investor juga harus memperhitungkan beberapa variabel ekonomi makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Dalam melakukan analisis penilaian saham, investor bisa melakukan analisis fundamental secara "top-down" untuk menilai prospek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor.
Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro.
Faktor-faktor ekonomi makro secara empiris telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Tandelilin (1998), merangkum beberapa faktor ekonomi makro yang berpengaruh terhadap investasi di suatu negara, sebagai berikut : tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), laju pertumbuhan inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang (exchange rate). 
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun.
Tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Disamping itu tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito.
Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku.
Anggaran defisit akan mendorong konsumsi dan investasi pemerintah, sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Akan tetapi, anggaran defisit di sisi lain justru akan meningkatkan jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong inflasi.
Alasan peneliti mengambil variabel Inflasi, Kurs, Investasi, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai variabel penelitian adalah sebagai berikut : pertama, pembahan harga saham sebuah perusahaan tidak terlepas dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih per lembar saham dan kemampuan perusahaan membagikan dividen yang tidak terlepas dari kinerja operasi perusahaan. Kinerja operasi perusahaan sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah faktor-faktor makro ekonomi. Pengaruh faktor makro ekonomi seringkali dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Kedua, semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia menuju ke arah yang efisien dimana semua informasi yang relevan bisa dipakai sebagai masukan untuk menilai harga saham. Oleh karena itu peneliti memberikan judul : "ANALISIS PENGARUH INFLASI, KURS, INVESTASI, SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PT. BANK RAKYAT INDONESIA, (TBK) DI BURSA EFEK INDONESIA".

SKRIPSI ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI KECIL DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN X

(KODE : EKONPEMB-033) : SKRIPSI ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI KECIL DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN X

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Prioritas mempercepat pemulihan ekonomi serta memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan dan dilakukan melalui pembangunan di bidang ekonomi serta pembangunan dibidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, arah kebijakan pembangunan di bidang ekonomi sesuai dengan GBHN 1999-2004 adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang lebih kukuh bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dicapai dengan lebih memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan serta berbasis sumber daya alam serta sumber daya manusia yang produktif dan mandiri.
Di bidang ekonomi, sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan di bidang ekonomi tersebut maka pembangunan di bidang industri memegang peranan yang penting. Dengan arah dan sasaran itu, pembangunan industri berarti harus ditingkatkan dan dipercepat pertumbuhannya sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, yang pelaksanaannya juga harus semakin memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Industri kecil memiliki peranan yang besar dalam mendorong pembangunan di daerah khususnya pedesaan. Dalam hal ini bisa dilihat bahwa pembangunan di daerah tidak terlepas dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi daerah dan aspirasi daerah.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan jenis dan peluang kerja. Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi, yang akhirnya menuntut tiap-tiap daerah untuk mampu bersaing di dalam dan di luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi kepada propinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah melalui pengembangan ekonomi daerah berdasarkan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Untuk mendukung pembangunan tersebut sektor industri menjadi salah satu faktor pendukung. Dilihat dari karakteristik sosial ekonomi bangsa Indonesia saat ini industri kecil merupakan satu kekuatan dalam mewujudkan pembangunan. Apalagi sejak krisis ekonomi tahun 1997, peranan usaha besar menurun drastis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. 
Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan usaha kecil yang sebagian besar tetap bertahan. 
Ada lima keadaan yang memungkinkan industri kecil mampu bertahan dari persaingan yang datang dari industri berskala besar adalah sebagai berikut : Pertama, usaha industri kecil bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah (fragmented market), sehingga keberadaan skala ekonomi tidak terlalu penting yang menyebabkan skala ekonomi usaha besar tidak menonjol. Kedua, usaha industri kecil menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elastisitas pendapatan yang tinggi, sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, permintaan akan produk-produk usaha juga meningkat. Ketiga, usaha kecil memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi sehingga dapat menghasilkan variasi produk yang beraneka ragam. Keempat, usaha industri kecil tergabung dalam satu kluster (sentra industri), sehingga mampu memanfaatkan efisiensi kolektif, misalnya dalam hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tenaga kerja terampil, dan pemasaran bersama. Kelima, usaha industri kecil diuntungkan oleh kondisi geografis, yang membuat produk-produk industri kecil memperoleh proteksi alami karena pasar yang dilayani terjangkau oleh inovasi produk-produk skala besar. Oleh karena itu perkembangan industri kecil dan industri rumah tangga memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi.
Kenyataan ini memberi gambaran bahwa industri kecil dan rumah tangga pada hakekatnya masih bertahan dalam struktur ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu dengan berbagai tantangan seperti kekurangan modal, pemasaran, keahlian tenaga kerja tetapi masih tetap menunjukkan tingkat perkembangan yang baik.
Kondisi industri kecil yang ada di Indonesia saat ini terdapat sebanyak 42 juta usaha mikro dan kecil, 80 % diantaranya bergerak di bidang pertanian. Potensi industri sebanyak itu tentu saja memberikan kontribusi bagi product domestic bruto (PDB) yang tidak sedikit bagi daerah dan pusat serta penyerapan tenaga kerja yang berdampak bagi pendapatan masyarakat. Karena sektor industri kecil didominasi padat karya atau home industri.
Namun dalam perkembangannya, industri kecil masih belum menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal karena menghadapi berbagai kendala seperti masalah keterbatasan modal, teknik produksi, bahan baku, pemasaran, manajemen dan teknologi. Selain itu hambatan yang dihadapi industri kecil adalah keterbatasan mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jaringan kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis.
Perkembangan industri kecil termasuk industri rumah tangga yang bersifat informal merupakan bagian dari perkembangan industri dan ekonomi nasional secara keseluruhan. Industri kecil mempunyai peranan yang strategis dalam penyediaan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa yang bermutu dan salah satu yang diharapkan adalah pengembangan industri kecil yang dapat ditempuh dengan cara pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia.
Karena begitu besarnya peranan industri dalam pembangunan maka sektor industri perlu dikembangkan untuk mempercepat tujuan pembangunan ekonomi sebagai upaya untuk mendukung berkembangnya industri sebagai penggerak utama laju peningkatan pertumbuhan ekonomi dan upaya untuk meningkatkan nilai tambah yang ditujukan untuk memperluas kesempatan berusaha, menyediakan barang dan jasa yang bermutu, meningkatkan pendapatan masyarakat dan salah satu yang diharapkan adalah pengembangan industri kecil termasuk industri kecil pengolahan makanan di tengah-tengah masyarakat yang bisa ditempuh dengan cara pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Industri kecil dalam hal ini akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam.
Kenyataan ini memberi gambaran bahwa industri kecil dan rumah tangga pada hakekatnya masih bertahan dalam struktur ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu dengan berbagai tantangan seperti kekurangan modal, pemasaran, keahlian tenaga kerja tetapi masih tetap menunjukkan tingkat perkembangan yang baik.
Dari hal di atas terdapat beberapa alasan yang kuat menjadi dasar eksistensi industri kecil dan rumah tangga dalam perekonomian Indonesia yaitu (Saleh, 1986 : 11).
1. Sebagian besar populasi industri kecil dan kerajinan berlokasi di pedesaan, sehingga bila dikaitkan dengan kenyataan, tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan pertanian yang semakin sempit, industri kecil merupakan salah satu jalan keluar.
2. Beberapa jenis kegiatan industri kecil dan kerajinan banyak menggunakan bahan dari sumber lingkungan terdekat (di samping tingkat upah yang murah) memungkinkan biaya produksi dapat ditekan.
3. Harga jual relatif murah sehingga masyarakat kelas "bawah" atau berpendapatan rendah merupakan pangsa pasar potensial yang memberikan peluang bagi pengembangan industri kecil.
4. Tetap adanya permintaan terhadap beberapa jenis komoditi yang tidak diproduksi secara maksimal (misalnya batik tulis, anyam-anyaman, beberapa barang ukiran, dan lain sebagainya).
Dalam menghadapi perdagangan bebas, sektor industri perlu dipersiapkan secara khusus dalam menghadapi liberalisasi perdagangan agar bisa bersaing dengan negara luar. Untuk Indonesia masalah pembagian pendapatan yang merata adalah masalah yang tidak mudah untuk dituntaskan hanya mungkin dilakukan adalah memperkecil atau menurunkan tingkat ketimpangan dan kemiskinan itu sendiri akibat dari rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis terhadap usaha kecil di kecamatan ini dan ketersediaan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dilihat bagaimana peranan usaha, maka atas pemaparan tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang "ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI KECIL DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN X".

SKRIPSI PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

(KODE : EKONPEMB-032) : SKRIPSI PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH 

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, keadaan perekonomian di negara maju dan negara berkembang sedang teruji kematangannya. Hal ini disebabkan oleh krisis global yang sedang melanda seluruh kalangan negara di dunia, baik negara berkembang maupun negara maju. Seperti biasa, negara berkembang hanya dapat merasakan dampak dari negara maju. Krisis ekonomi yang mulanya hanya melanda negara super power yakni Amerika Serikat, akhirnya menjalar ke seluruh mesin perekonomian di setiap negara.
Setiap negara berlomba-lomba untuk menyelamatkan keadaan perekonomiannya dari bencana tersebut. Baik dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan perekonomian sampai dengan mengoptimalkan kembali kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu dan dapat membantu mempercepat pulihnya keadaan perekonomian.
Tidak hanya pemerintah pusat yang bekerja keras untuk menanggulangi permasalahan yang pelik tersebut, namun semua perangkat pemerintahan dari pusat sampai ke daerah berusaha memberikan kontribusi yang bermanfaat. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, "Pemerintahan Daerah dibentuk atas pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak, asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa", mencerminkan bahwa desentralisasi yang digambarkan melalui otonomi daerah memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk mengeksplorasi kawasannya masing-masing.
Otonomi daerah dipandang sebagai suatu proses yang memberikan kemampuan profesional kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemenuhan terhadap kebutuhan publik pada skala lokal dan regional. Terdapat beberapa pemindahan kekuasaan yang sangat drastis diantaranya, kewenangan diserahkan ke daerah, penerapan sistem sentralisasi yang kemudian digantikan dengan desentralisasi, dan pendekatan top-down yang berubah menjadi bottom-up. Ada beberapa komponen pembiayaan pembangunan Pemerintahan Kota Medan, diantaranya pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain sebagainya.
Pendapatan asli daerah sangat berperan besar dalam peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ada beberapa komponen dalam Pendapatan Asli Daerah, diantaranya adalah pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan Lain-lain. Pajak daerah salah satunya. Pajak daerah termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat mempengaruhi penerimaan daerah.
Jadi pajak dapat diartikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan di suatu negara, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk iuran tersebut. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk pencapaian kepentingan umum. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka penyederhanaan jenis pajak, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menetapkan jenis-jenis pajak yang dapat meningkatkan penerimaan daerah dari sumber pajak, mengingat penetapan pajak yang dapat dipungut daerah berdasarkan undang-undang ini didasarkan antara lain pada potensinya yang cukup besar. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk mengubah sistem perpajakan daerah yang berlangsung di Indonesia. Pajak memiliki dua fungsi yaitu pajak untuk meningkatkan kas negara dan pajak untuk meningkatkan kas daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : 
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Namun seiring berjalannya waktu terdapat berbagai penyesuaian terhadap undang-undang tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah, yang berisi tentang : 
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Parkir
Pajak Hotel dan Pajak Restoran memberikan kontribusi yang nyata terhadap nilai Pajak Daerah dimana Pajak daerah merupakan salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan jenis pendapatan yang berasal dari Retribusi, Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya. 
Pajak daerah adalah sumber pendapatan yang sangat menjanjikan bagi daerah di era otonomi daerah. Pemerintah daerah memegang peran terbesar dalam hal perpajakan, khususnya pajak daerah. Sumber pendapatan daerah dari pajak nasional memang tidak sepenuhnya dialokasikan ke daerah. Penentuan tarif pajak telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak diperbolehkan menentukan tarif pajak diatas nilai yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Daerah hanya diperbolehkan menentukan tarif maksimum pajak daerah agar seragam bagi semua daerah agar tidak memberatkan wajib pajak (WP) yang ada di daerah.
Dengan demikian, setiap daerah dapat berkompetisi untuk memungut wajib pajak sebanyak mungkin jika ada daerah yang mampu menekan tarif di bawah yang ditetapkan undang-undang.
Dengan ditetapkannya Pajak Hotel dan Pajak Restoran sebesar 10%, maka setiap hotel dan restoran akan memberikan 10% dari pendapatan atas jasa hotel dan pelayanan restoran kepada para konsumen yang menikmatinya. Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah salah satu sumber PAD yang sangat potensial di Kota Medan dan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dilihat dari komponen pajak daerah, karena Kota Medan merupakan pintu gerbang dalam menerima arus kunjungan wisatawan lokal dan wisatawan asing untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata. Dari kunjungan wisatawan inilah yang dapat memberikan kontribusi kepada daerah salah satunya berupa Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Berdasarkan keterangan dan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat penulisan skripsi dengan judul, "PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH".

SKRIPSI ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X

(KODE : EKONPEMB-031) : SKRIPSI ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X

skripsi ekonomi pembangunan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan juga merupakan masalah global yang juga dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Begitupun kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Di daerah obyek penelitian tingkat kemiskinan juga semakin meningkat. Hal ini dilihat dari bertambahnya angkatan kerja namun kesempatan kerja tidak tersedia sehingga menciptakan semakin banyaknya angka pengangguran yang selanjutnya menambah angka kemiskinan. Meskipun banyak sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus mengurangi angka kemiskinan, namun semuanya itu terkendala oleh faktor modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat ekonomi lemah yang berada di kecamatan ini.
Banyak penawaran kredit yang ditawarkan oleh bank-bank konvensional yang dimaksudkan untuk penanaman modal bagi masyarakat ekonomi lemah agar masyarakat ekonomi lemah dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Namun kesempatan ini tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi lemah karena sistem perbankan dan lembaga keuangan formal yang ada sekarang menetapkan syarat-syarat yang tidak memungkinkan dapat dipenuhi oleh masyarakat ekonomi lemah. 
Syarat-syarat tersebut antara lain seperti agunan, dan kemampuan memahami dalam penandatanganan akad kredit, yang sangat terbatas dimiliki oleh masyarakat ekonomi lemah selain itu bunga kredit yang ditawarkan cukup tinggi sehingga masyarakat ekonomi lemah sulit dalam mengembalikannya. Perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contracts). Kelemahan dari perjanjian baku ini ialah terkait dengan sifat (karakternya), yang ditentukan secara sepihak dan didalamnya ditentukan sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajibannya. Sistem seperti inilah yang pada akhirnya membuat masyarakat ekonomi lemah menjadi tidak dapat mengembangkan usahanya, Sebab, tanpa adanya penyaluran kredit masyarakat ekonomi lemah tidak akan pernah mendapatkan modal yang cukup untuk mengembangkan usaha kecil menengah (UKM) yang mereka miliki (Untung, 2005 : 34).
Usaha kecil mikro ini pada dasarnya adalah suatu alternatif jalan yang dapat menurunkan angka pengangguran serta menekan angka kemiskinan. Untuk itu pemerintah telah banyak melakukan berbagai upaya yang dapat membantu masyarakat ekonomi lemah melalui berbagai macam pemberian kredit yang disubsidi serta pendekatan pemberdayaan kepada masyarakat yang diupayakan melalui berbagai pembangunan sektoral maupun regional. Namun karena dilakukan secara parsial dan tidak berkelanjutan, efektivitasnya terutama untuk penanggulangan kemiskinan dipandang masih belum optimal. Untuk itu, perlu adanya alternatif kebijakan pemerintah yang bisa memberdayakan masyarakat ekonomi lemah secara efektif dengan menyediakan modal kredit yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi lemah secara baik. Banyak model yang dapat dijadikan alternatif dalam pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah dan dalam pembangunan nasional diantaranya yaitu bagaimana menciptakan lapangan kerja yang luas dalam rangka menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah menetapkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri menjadi solusi yang tepat. 
Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Diharapkan melalui Program PNPM Mandiri dapat terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba untuk mengetahui lebih jauh lagi seberapa besar pengaruh jumlah pendapatan, modal kerja, usia, dan jumlah tanggungan terhadap jumlah kredit yang diminta. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT PNPM MANDIRI DI KECAMATAN X".