Search This Blog

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RISIKO KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PROVINSI X

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RISIKO KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PROVINSI X

(KODE KES-MASY-0022) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RISIKO KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PROVINSI X




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya (Depkes, 2002).
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Jika status gizi ibu sebelum dan selama hamil normal maka kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Sehingga dapat disimpulkan kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. Menurut King (1995) seorang wanita dapat mengalami malnutrisi karena beberapa keadaan yang dimulai dari malnutrisi pada masa kanak-kanak hingga kehamilan diusia muda.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah keadaan bayi lahir dengan berat badan <2500 gram. Keadaan gizi ibu kurang baik sebelum hamil dan pada waktu hamil cenderung melahirkan BBLR, bahkan kemungkinan bayi meninggal dunia sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan Berat Badan (BB) normal (Supraptil, 1989). Bila BBLR tersebut dapat hidup, mereka tidak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal sebagai manusia yang berpotensi penuh sebagai sumber daya pembangunan yang tangguh dan berkualitas.
Dari penelitian Puffer (1983) diperoleh gambaran bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) dari BBLR adalah 5 sampai 9 kali lebih besar dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 2.500-2.999 gram. Selanjutnya AKB pada BBLR apabila dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 3.000-3.499 gram adalah 7-13 kali lebih besar. Untuk menanggulangi serta mengurangi kelahiran bayi dengan BBLR perlu langkah yang lebih dini. Salah satu caranya adalah mendeteksi secara dini wanita usia subur (WUS) dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) (Depkes, 2003).
Di negara-negara berkembang seperti Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, Nepal Srilangka dan Thailand, prevalensi wanita yang mengalami KEK adalah 15-47% yaitu dengan BMI <18.5. Adapun negara yang mengalami prevalensi tertinggi adalah Bangladesh yaitu 47%, sedangkan Indonesia menjadi urutan ke empat terbesar setelah India dengan prevalensi 35.5% dan yang paling rendah adalah Thailand dengan prevalensi 15-25%. Hal ini terjadi karena sebagian besar wanita yang mengalami kekurangan energi disebabkan kurangnya asupan makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan mereka (WHO, 1997)
Kekurangan gizi pada masa kehamilan dapat mengganggu pertumbuhan pada janin, misalnya yang terjadi pada saat perang dunia kedua, kekurangan gizi di Belanda berdampak pada status gizi ibu hamil yang mempengaruhi outcome kehamilan (Mangkokbir et al, 1975 dalam Semba, et al 2001). Sebuah penelitian di India yang menghubungkan pengukuran antropometri kehamilan dengan berat badan lahir, menemukan rata-rata ibu dengan pertambahan berat badan selama kehamilan kurang dari 10 kg terjadi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan berdampak pada kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (Kapur dan Kolega, 1971 dalam Semba, et al 2001).
Namun para wanita hamil di Colombia dengan sosial ekonomi rendah yang mempunyai resiko kekurangan gizi dengan asupan energi yang kurang energinya berhubungan signifikan dengan berat badan lahir bayi (National Academy Press, 1990)
Dari survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995 menunjukkan bahwa ibu hamil KEK mempunyai kecenderungan untuk melahirkan BBLR. Hasil penelitian Saraswati dan Sumarno di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan risiko untuk melahirkan BBLR walaupun risiko relatifnya cukup tinggi. Ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.
X adalah pusat pemerintahan Indonesia serta terdapatnya berbagai macam fasilitas yang dapat memudahkan semua orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan serta kebutuhan yang masyarakat inginkan baik pangan maupun non pangan. Namun di lain pihak dari hasil survei pada tahun 2002 didapatkan prevalensi KEK pada WUS di X sebesar 12.94% (Depkes, 2003) dan pada tahun XXXX X merupakan salah satu provinsi yang memiliki risiko KEK yang tinggi dan prevalensinya meningkat menjadi 16.6% pada tahun XXXX (Riskesdas, XXXX).
Berdasarkan hal tersebut maka sangat dibutuhkan suatu penelitian untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di propinsi X. Dalam hal ini penulis melakukan analisis data sekunder terhadap hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah
KEK merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang biasa dialami oleh ibu hamil, ibu hamil dengan keadaan KEK kemungkinan akan melahirkan bayi BBLR. Menurut Sumarno dan Saraswati (1998) dan Worthington, 2000) dampak dari BBLR adalah anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, kecerdasan menurun, imunitas yang rendah, meningkatnya morbiditas dan mortalitas serta adanya gangguan metabolik yang dapat meningkatkan risiko penyakit degeratif pada saat dewasa.
Penelitian yang dilakukan Hapni (2004) terhadap ibu hamil di Kepulauan Seribu menemukan sebanyak 17.1% ibu hamil dengan risiko KEK. Kemudian penelitian yang dilakukan di Sukabumi oleh Azma (2003) didapatkan 28.8% ibu hamil yang mengalami risiko KEK. Melihat tingginya angka risiko KEK dari hasil penelitian terdahulu. Kemungkinan ibu hamil di X memiliki prevalensi risiko KEK yang tinggi pula.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (XXXX) didapati angka nasional bahwa X merupakan salah satu propinsi yang memiliki prevalensi risiko KEK pada WUS termasuk ibu hamil yang melebihi angka nasional yaitu 16.6%. Analisis sekunder dari Laporan Riskesdas Indonesia tahun XXXX mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan KEK pada ibu hamil khususnya di X masih terbatas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai risiko KEK pada ibu hamil. Terjadinya kekurangan energi kronis pada ibu hamil dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor ibu hamil (umur, aktivitas fisik, konsumsi rokok dan penyakit infeksi), sosial ekonomi (pendidikan ibu dan suami, pekerjaan ibu dan suami, jumlah anggota keluarga dan pengeluaran bahan pangan), pemanfaatan pelayanan kesehatan, serta konsumsi energi ibu hamil. Hal tersebut mendorong penulis untuk menganalisis dari hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun XXXX mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil di X tahun XXXX.

1.3 Pertanyaan Penelitian
X merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang cukup besar serta mempunyai mobilitas kerja yang tinggi. Mudahnya semua akses atau pelayanan yang bisa didapatkan oleh semua orang membuat penulis tertarik untuk meneliti KEK di X. Adapun hal lainnya adalah berdasarkan laporan Riskesdas XXXX, didapatkan bahwa X merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka risiko KEK yang tinggi yaitu 16.6 % yang melebihi angka nasional (13.6%), namun pada data tersebut belum diketahuinya prevalensi risiko KEK pada ibu hamil di X

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di X tahun XXXX.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran prevalensi risiko KEK pada ibu hamil di X.
2. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (meliputi umur, aktivitas fisik, konsumsi rokok dan penyakit infeksi) pada ibu hamil di X.
3. Diketahuinya gambaran sosial ekonomi (pendidikan ibu dan suami, pekerjaan ibu dan suami, jumlah anggota keluarga dan pengeluaran pangan) pada ibu hamil di X.
4. Diketahuinya gambaran pelayanan kesehatan pada ibu hamil di X.
5. Diketahuinya gambaran konsumsi zat gizi pada ibu hamil di X.
6. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (meliputi umur, aktivitas fisik, konsumsi rokok dan penyakit infeksi) terhadap risiko KEK pada ibu hamil di X.
7. Diketahuinya hubungan antara sosial ekonomi (pendidikan ibu dan suami, pekerjaan ibu dan suami, jumlah anggota keluarga dan pengeluaran bahan pangan) terhadap risiko KEK pada ibu hamil di X.
8. Diketahuinya hubungan antara pemanfaatan pelayanan kesehatan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di X.
9. Diketahuinya hubungan antara konsumsi energi terhadap risiko KEK pada ibu hamil di X.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pengelola Program
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko KEK pada ibu hamil di X. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan penunjang untuk mengavaluasi program yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah.
1.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya.
1.5.3 Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi mahasiswa lain yang akan melaksanakan penelitian.

1.6 Ruang lingkup
Kejadian KEK pada ibu hamil semakin meningkat, sehingga dapat berisiko melahirkan bayi dengan BBLR. Maka perlu dilakukan strategi untuk mengatasi masalah tersebut, untuk itu diperlukan informasi dari penelitian yang akhirnya dapat menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mengakibatkan risiko KEK pada ibu hamil. Penelitian ini termasuk dalam salah satu bidang gizi kesehatan masyarakat khususnya berkaitan dengan status gizi ibu hamil dengan desain cross sectional. Status gizi yang dimaksud adalah berkaitan dengan risiko KEK yaitu dengan pengukuran LILA. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan memanfaatkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun XXXX yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan dengan unit sampel yang telah ditentukan dan terbatas pada variabel-variabel yang telah tersedia.
SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS X

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS X

(KODE KES-MASY-0021) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS X




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi "Indonesia Sehat 2010". Tujuan pembangunan kesehatan 2005-2009 diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sesuai dengan RPJMN tahun 2004 -2009, sasaran pembangunan kesehatan yang ingin dicapai pada akhir tahun 2009 diantaranya adalah menurunnya AKB dari 35 menjadi 26 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunnya AKI melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup ( Depkes RI, 2006 ).
Untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010, program perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Tujuan program perbaikan gizi masyarakat adalah meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita serta usia produktif (Depkes RI, 2006).
Suksesnya pembangunan kesehatan dan gizi yang dilaksanakan di Indonesia telah mampu menurunkan beberapa masalah kesehatan dan gizi yang dihadapi secara bermakna. Namun dengan adanya krisis pangan yang melanda seluruh dunia yang berakibat pada mahalnya harga pangan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang,sehingga mengakibatkan masyarakat kurang dapat memenuhi biaya pemeliharaan kesehatan serta berkurangnya ketersediaan pangan dalam keluarga. Akibat selanjutnya adalah penyakit infeksi dan kekurangan gizi menjadi meningkat.
Berdasarkan data UNICEF tahun 1997, banyak perempuan hamil (41 %) menderita KEK, yang meningkatkan kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Selama masa nifas produksi ASI akan terpengaruh dan ibu akan tidak mampu merawat bayi atau dirinya sendiri (Dirjen Kesmas, Depkes 1996). Bayi kemungkinan besar akan mengalami gizi buruk, yang akan memburuk bila kepadanya tidak diberikan zat gizi untuk meningkatkan immunitas, seperti yang terkandung dalam ASI (WHO, 2007).
Menurut hasil Susenas tahun 1998, dari 35 persen wanita usia subur yang KEP ada 14 persen, di antaranya adalah ibu hamil. Sementara data Surkenas 2001 menunjukkan adanya kenaikan ibu hamil kurang gizi menjadi 19,1 persen.
Data SDKI tahun 2002 angka kematian bayi adalah 43.5 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan dari data Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 27.6 % (Depkes RI, 2005). Berdasarkan hasil Survei Garam Yodium Rumah Tangga tahun 2003, prevalensi Ibu hamil KEK di Jawa Barat adalah 14,30 %. Angka ini masih diatas prevalensi ibu hamil KEK di DKI Jakarta sekitar 13,91 % (BPS, 2003). Sedangkan berdasarkan hasil Pemetaan Masalah Ibu Hamil KEK dan Anemia di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2002 bekerja sama dengan Puslitbang Gizi Bogor, prevalensi Ibu hamil KEK di Kota X adalah 25,6 %.
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Berbagai penelitian semakin menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan resiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa.
KEK dan stunting pada wanita di negara berkembang merupakan hasil komulatif dari keadaan kurang gizi sejak masa janin, bayi, dan kanak-kanaknya, dan yang berlanjut hingga masa dewasa.
Ibu kurang gizi juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko keguguran, kematian perinatal (kematian janin usia gestasi 22 minggu sampai usia 1 minggu pasca lahir) dan neonatal (bayi usia 0-28 hari). Penyebab utama kematian neonatal tersebut adalah infeksi, asfiksia dan BBLR. Bayi yang lahir dengan BBLR sering kali mengalami kesulitan untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhannya (inadequate catch up growth). Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dikaitkan dengan risiko kematian dan kesakitan yang lebih tinggi. BBLR juga dikaitkan dengan gangguan kognitif pada masa kanak-kanak, tetapi ada penelitian yang menunjukkan bahwa pengaruh negative terhadap fungsi kognitif tersebut tidak menetap sampai masa dewasa (Achadi E.L, 2007).
BBLR adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-15 poin (BPN & WHO, 2007). Berbagai sumber menunjukkan bahwa proporsi BBLR berkisar 2-17 % selama 1990-2000 (Depkes, 2005). BBLR memiliki risiko kematian 17 kali lebih tinggi sebelum usia satu tahun dibandingkan dengan bayi berat lahir normal (Suprapti Samil, 1989). Data rumah sakit memperlihatkan angka 11 % di Jakarta atau 13 % sebagai rata-rata nasional. (WHO,2007).
Secara umum, kurang gizi pada ibu dikaitkan dengan kemiskinan, ketidakadilan gender, serta hambatan terhadap akses berbagai kesempatan dan pendidikan. Kurang gizi juga banyak dikaitkan dengan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang adekuat, tingginya fertilitas dan beban kerja yang tinggi (Achadi, E.L, 2007).
Secara spesifik, penyebab KEK adalah akibat dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi. Yang sering terjadi adalah adanya ketidaktersediaan pangan secara musiman atau secara kronis di tingkat rumah tangga, distribusi di dalam rumah tangga yang tidak proporsional dan beratnya beban kerja ibu hamil. Selain itu, beberapa hal penting yang berkaitan dengan status gizi seorang ibu adalah kehamilan pada ibu berusia muda (kurang dari 20 tahun), kehamilan dengan jarak yang pendek dengan kehamilan sebelumnya (kurang dari 2 tahun), kehamilan yang terlalu sering, serta kehamilan pada usia terlalu tua (lebih dari 35 tahun) (Achadi, E.L, 2007).

1.2. Perumusan Masalah
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa kehamilan atau risiko melahirkan BBLR. Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan resiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia yaitu sekitar 307 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) dan ibu hamil yang mengalami risiko KEK sekitar 27.6 % (Susenas, 1999) serta dampak buruk yang ditimbulkan akibat terjadinya kurang gizi pada ibu hamil, maka hal ini merupakan masalah gizi yang perlu kiranya mendapat perhatian yang serius .
Berdasarkan hasil Survei Garam Yodium Rumah Tangga tahun 2003, prevalensi Ibu hamil KEK di Jawa Barat adalah 14,30 %. Angka ini masih diatas prevalensi ibu hamil KEK di DKI Jakarta sekitar 13,91 % (BPS, 2003). Sedangkan berdasarkan hasil Pemetaan Masalah Ibu Hamil KEK dan Anemia di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2002 bekerja sama dengan Puslitbang Gizi Bogor, prevalensi Ibu hamil KEK di Kota X adalah 25,6 %.
Praktikum Kesehatan Masyarakat yang dilakukan FKM khususnya Jurusan Gizi tahun XXXX mengadakan pengumpulan data gizi dan kesehatan di wilayah Kecamatan X. Kecamatan X merupakan kecamatan rawan gizi. Puskesmas X merupakan salah satu puskesmas dari empat puskesmas yang ada di Kecamatan X Jawa Barat. Wilayah kerja Puskesmas X meliputi 4 kelurahan. Puskesmas X merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang besar, yang kemungkinan merupakan daerah yang ikut menyumbangkan prevalensi KEK pada ibu hamil di Kota X. Selain itu tidak terdapatnya data mengenai prevalensi ibu hamil KEK di wilayah Puskesmas X dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya memacu penulis untuk mengadakan penelitian guna mengetahui prevalensi ibu hamil risiko KEK dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK pada ibu hamil.

1.3. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan penulis untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK pada ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Jawa Barat Tahun XXXX, antara lain :
1. Bagaimanakah gambaran ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Jawa Barat Tahun XXXX ?
2. Bagaimanakah gambaran sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pengeluaran pangan keluarga), konsumsi makanan (energi dan kontribusi protein,karbohidrat dan lemak terhadap total energi), kesehatan (paritas, jarak kehamilan, frekuensi pemeriksaan kehamilan dan pengetahuan) dan demografi ( usia dan jumlah anggota keluarga ) ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX ?
3. Bagaimanakah hubungan faktor-faktor sosial-ekonomi, konsumsi makanan, kesehatan dan demografi dengan kejadian KEK pada ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX ?

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor -faktor yang berhubungan dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Jawa Barat Tahun XXXX.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Diketahui gambaran ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
2. Diketahui gambaran sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pengeluaran pangan keluarga) ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
3. Diketahui gambaran konsumsi makanan (energi dan kontribusi protein,karbohidrat dan lemak terhadap total energi) ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
4. Diketahui gambaran kesehatan (paritas, jarak kehamilan, frekuensi pemeriksaan kehamilan dan pengetahuan) ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
5. Diketahui gambaran demografi (usia dan jumlah anggota keluarga) pada ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
6. Diketahui hubungan pendidikan ibu dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
7. Diketahui hubungan pekerjaan ibu dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
8. Diketahui hubungan pengeluaran pangan keluarga dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
9. Diketahui hubungan konsumsi energi dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
10. Diketahui hubungan kontribusi protein, lemak dan karbohidrat terhadap total energi dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
11. Diketahui hubungan paritas dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
12. Diketahui hubungan jarak kehamilan dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
13. Diketahui hubungan frekuensi pemeriksaan kehamilan dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
14. Diketahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
15. Diketahui hubungan usia ibu hamil dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.
16. Diketahui hubungan jumlah anggota keluarga dengan ibu hamil risiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X Tahun XXXX.

1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru bagi masyarakat terutama para ibu hamil agar mempunyai gambaran tentang pentingnya memelihara kesehatan dan gizi yang memadai pada saat hamil agar terhindar dari masalah KEK yang akan berdampak buruk pada ibu maupun pada janin.
1.5.2. Bagi Pemerintah
Dengan di ketahuinya prevalensi ibu hamil berisiko KEK di wilayah Puskesmas X Kecamatan X maka pemerintah dapat menggunakan data yang ada untuk skrining yaitu menyaring ibu hamil yang akan mendapat intervensi.
1.5.3. Bagi Penulis
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis suatu masalah. Selain itu, penulis juga mendapatkan wacana baru tentang gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko Kurang Energi Kronis pada ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK pada ibu hamil di wilayah Puskesmas X Kecamatan X. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari hasil kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat tahun XXXX yang dilakukan di wilayah Puskesmas X Kecamatan X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik. Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional digunakan untuk memperkirakan kebutuhan kesehatan atau sikap dan perilaku kesehatan dalam masyarakat, dimana hasil penelitiannya dapat digunakan dalam perencanaan kesehatan. Pengambilan data sekunder pada penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei XXXX. Data yang digunakan adalah data ibu hamil yang didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri.
SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEADAAN KURANG ENERGI KRONIS PD IBU HAMIL DI KABUPATEN X

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEADAAN KURANG ENERGI KRONIS PD IBU HAMIL DI KABUPATEN X

(KODE KES-MASY-0020) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEADAAN KURANG ENERGI KRONIS PD IBU HAMIL DI KABUPATEN X




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Alasan Pemilihan Judul
Berbagai hasil kajian di Indonesia telah mengakui pentingnya peran seorang ibu dalam membentuk sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pengaruh ibu terhadap kehidupan seorang anak telah dimulai selama hamil, selama masa bayi, dan berlanjut terus sampai anak memasuki usia sekolah. Pada waktu hamil gizi sangat penting untuk pertumbuhan janin yang dikandung. Gizi ibu hamil yang baik diperlukan agar pertumbuhan janin berjalan pesat dan tidak mengalami hambatan. Menurut Depkes RI (1996) yang dikutip oleh Zulhaida Lubis yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan keadaan kurang gizi yang kronis, mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian saat persalinan, perdarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan.
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat (Sjahmien Moehji, 2003: 14). Jika masukan zat gizi untuk ibu hamil dari makanan tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi defisiensi zat gizi. Kekurangan zat gizi dan rendahnya derajat kesehatan ibu hamil masih sangat rawan, hal ini ditandai masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh perdarahan karena anemia gizi dan kekurangan energi kronik (KEK) selama masa kehamilan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yang berlangsung di Jakarta 17-19 Mei 2004 menyebutkan bahwa salah satu masalah gizi di Indonesia adalah bahwa masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) dan balita merupakan akibat masalah gizi kronis (Kesejahteraan Ibu Yang Terlupakan, 20 Desember 2004) .
Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (< 2500 gr) perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi akan menghadapi risiko kematian. Terjadinya BBLR biasanya disebabkan karena lahir premature atau kurang supply gizi waktu dalam kandungan.
Hasil penelitian Ewin Saraswati, dkk di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas 23,5 cm belum merupakan risiko untuk melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai Lingkar Lengan Atas (LILA) lebih dari 23 cm. Dari penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai risiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (Zulhaida Lubis, 2003: 6).
Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor karena pada masa kehamilan banyak terjadi perubahan pada tubuhnya yaitu adanya peningkatan metabolisme energi dan juga berbagai zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah jumlah makanan, beban kerja, pelayanan kesehatan, status kesehatan, absorbsi makanan, paritas dan jarak kelahiran, konsumsi kafein, konsumsi tablet besi (Soetjiningsih, 1995: 103). Apabila dalam masa kehamilan tingkat status gizinya rendah, maka akan mengakibatkan kehamilan yang berisiko, untuk mengurangi risiko tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya status gizi buruk terutama KEK.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada bulan September XXXX diperoleh data dimana kejadian status gizi buruk khususnya yang menderita KEK pada ibu hamil sejumlah 452 dari 4.802 ibu atau 9,41%. Yang berarti kejadian ibu hamil KEK di Kabupaten X mengalami peningkatan dari 5,9% (2003) menjadi 9,41% pada tahun XXXX (Dinkes X). Dengan adanya hal tersebut maka mendorong peneliti untuk menggali faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.

1.2. Permasalahan
1.2.1. Umum
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2. Khusus
1.2.2.1. Apakah jumlah energi yang dikonsumsi berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.2. Apakah paritas berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.3 Apakah jarak kelahiran berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.4. Apakah usia ibu berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.5. Apakah penyakit infeksi berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.6. Apakah beban kerja berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.7. Apakah pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.8. Apakah pendapatan keluarga berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.2.2.9. Apakah pantangan terhadap makanan pada ibu hamil berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara jarak kelahiran dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan antara usia ibu dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara penyakit infeksi dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX.
1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.3.2.7 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan ibu hamil dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.3.2.8 Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?
1.3.2.9 Untuk mengetahui hubungan antara pantangan terhadap makanan pada ibu hamil dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten X tahun XXXX?

1.4. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
** tabel sengaja tidak ditampilkan **

1.5. Kegunaan Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Bagi penulis:
1.5.1.1 Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang kesehatan ibu dan anak
1.5.1.2 Penulis mampu menerapkan teori yang didapat selama kuliah khususnya mata kuliah penilaian status gizi.
1.5.2 Bagi lembaga pendidikan:
Menambah bahan untuk kepustakaan dan menambah informasi mengenai status gizi ibu hamil.
1.5.3 Bagi masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang dapat memberikan motivasi masyarakat untuk dapat lebih berperan dalam bidang kesehatan khususnya bidang gizi kesehatan masyarakat.
1.5.4 Bagi pemerintah:
1.5.4.1 Memberi masukan kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijaksanaan program-program kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1.5.4.2 Memberikan informasi mengenai kesehatan penduduk khususnya status gizi ibu hamil.
SKRIPSI PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

SKRIPSI PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(KODE ILMU-HKM-0050) : SKRIPSI PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pesatnya arus globalisasi, maraknya industrialisasi dan adanya perdagangan bebas membuat banyak perubahan terhadap kondisi umat manusia. Hal ini juga berakibat pada makin marak dan beragamnya tindak-tindak pidana yang terjadi. Tindak pidana tersebut tidak hanya menyentuh ranah publik tetapi juga ranah pribadi individu manusia. Adanya ketidakseimbangan ekonomi yang semakin lebar menjadi salah satu faktor utama penyebab berbagai macam tindak pidana. Salah satu pihak yang paling dirugikan akibat hal tersebut adalah perempuan. Apalagi budaya kita, yang cenderung patriarkis, sering menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah.
Perempuan, sering menjadi korban kekerasan karena seksualitasnya sebagai seorang perempuan. Banyak hasil penelitian dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi perempuan ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya. Perempuan, termasuk juga anak perempuan, sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, di ruang-ruang publik, tempat bekerja, bahkan dirumahnya sendiri. Dan hal itu akan semakin bertambah bila perempuan berada dalam status sosial dan ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tidak memadai, tidak memiliki akses terhadap informasi, atau karena perempuan itu masih berada di bawah umur.
Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat adanya peningkatan hampir dua kali lipat angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2004 dibandingkan tahun sebelumnya. Kalau tahun 2003 tercatat yang hanya 7.787 kasus, tahun lalu mencapai 14.020 kasus (Tempo Interaktif, 7 Maret 2005).
Berdasarkan lokasi terjadinya, kekerasan terhadap perempuan dominan terjadi di dalam ru i sebetulnya diharapkan dapat memberikan rasa aman. Data dari Komnas Perempuan, menunjukkan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 4.310 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam rumah. Jika diketahui sebagian dari kasus dalam kategori rumah tangga atau komunitas mencakup insiden kekerasan yang terjadi di dalam rumah, maka dapat dikatakan inilah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol secara kuantitatif untuk seluruh tahun 2004. Yang patut disesalkan adalah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan selama ini dianggap sebagai masalah yang wajar dan tidak dianggap sebagai tindak pidana kejahatan, karena terjadinya kekerasan itu sering dianggap sebagai kesalahan perempuan itu sendiri.
Akibat lain dari pesatnya arus globalisasi, industrialisasi dan perdagangan bebas adalah juga membawa serta terjadinya interaksi dan saling mempengaruhi antara hukum internasional, nasional dan lokal (hukum adat, kebiasaan). Tindak pidana kekerasan terhadap perempuan yang menjadi isu global telah diatur pula dalam instrumen-instrumen hukum internasional dan berbagai kebijakan-kebijakan internasional.
Hal ini dapat dilihat secara nyata dari ditetapkannya sejumlah instrumen-instrumen hukum internasional sehubungan dengan fenomena tindak kekerasan terhadap perempuan, antara lain:
a. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (1979)
b. Vienna Declaration and Programme of Action (1993)
c. Declaration on the Elimination of Violence Against Women (1993)
d. Beijing Declaration and Platform for Action (1995)
Konferensi Dunia tentang Wanita ke-4 di Beijing tahun 1995 menyepakati tentang 12 masalah kritis yang dihadapi dunia wanita, salah satunya adalah masalah tindak kekerasan terhadap wanita. Dalam hal ini ada kebulatan tekad yang disusun dalam bentuk Deklarasi Beijing, dengan salah satu pasal adalah untuk mencegah dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Di dalam Platform for Action yang disepakati pada Konferensi Beijing tersebut direkomendasikan bahwa program untuk menanggulangi kekerasan ini agar dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan strategis:
a. secara integratif melakukan tindakan nyata untuk mencegah dan menghilangkan tindak kekerasan terhadap wanita
b. dilakukan studi penyebab dan konsekuensi tindak kekerasan terhadap wanita serta effectiveness dari tindakan pencegahan yang dilakukan
c. menghilangkan perdagangan wanita (trafficking in women) dan penyiapan dukungan bagi korban kekerasan sebagai akibat pelacuran dan perdagangan wanita (Endang Sumiarni, 2005 : 3)
Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Sebagai Negara-Peserta, adalah merupakan kewajiban bagi Indonesia, seperti dalam perspektif hukum internasional, untuk mentaati segala ketentuan dan prosedur yang menjadi ketetapan dalam instrumen tersebut. Sebagai anggota aktif dari PBB, Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan serta melakukan tindakan yang ditetapkan dalam Deklarasi yang telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB.
Namun sangat disayangkan bahwa masih banyak ketentuan-ketentuan, prosedur maupun langkah-langkah yang ditetapkan dalam instrumen-instrumen hukum internasional yang diratifikasi oleh Indonesia tidak ditaati atau tidak dilaksanakan di Indonesia. Bahwa disisi lain Indonesia telah mempunyai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, namun sayangnya pemerintah sepertinya setengah hati dalam mewujudkan undang-undang ini.
Tahun 2004 merupakan tahun terobosan karena pada tanggal 22 September 2004 telah disahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT). Undang-undang ini berdiri diluar KUHP sebagai undang-undang pidana khusus.
Walaupun ada pihak yang kurang setuju dengan pengesahan undang-undang ini karena dianggap menyentuh ranah pribadi individu-individu mengingat hukum pidana sebagai hukum publik, dan bahwa apa yang terdapat dalam KUHP sudah cukup untuk menjerat para pelaku tindak pidana ini, namun tidak sedikit juga yang mendukung pengesahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ini sebagai suatu terobosan. Hal ini karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang khusus memberikan perlindungan kepada mereka yang menjadi korban kekerasan, terutama ketika kita menghadapi kasus-kasus seperti kekerasan domestik (domestic violence) atau kekerasan seksual.
Perbuatan-perbuatan yang termasuk sebagai kekerasan domestik secara khusus memang belum diatur dalam KUHP sehingga kejahatan tersebut juga belum banyak terungkap di pengadilan maupun dalam data statistik kriminal di kepolisian. Meskipun kejahatan ini terjadi di banyak tempat, kejahatan ini masih tersembunyi dalam kehidupan masyarakat dan terlindung dari intervensi dunia luar, karena nilai patriarki yang mewarnai sikap dan kultur kehidupan kebanyakan keluarga di Indonesia (Satjipto Raharjo, 1998).
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan dialami perempuan yang dirasa kurang mendapat perlindungan, dalam proses penyelesaiannya mau tidak mau harus menggunakan hukum positif yang berlaku untuk menuntut para pelaku tindak pidana ini, dalam hal ini KUHP.
Sedikitnya ada tiga masalah utama yang menonjol, yaitu:
1. banyaknya fakta kasus kekerasan dalam rumah tangga yang secara tidak adil dibiarkan berlangsung tanpa ada solusi penyelesaian.
2. bahwa perempuan menjadi korban terbanyak di antara korban kekerasan dalam rumah tangga lainnya.
3. bahwa hukum di Indonesia tidak secara tegas melarang kejahatan dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan masalah ini tidak tampak (Rita Selena Kolibonso, 1999)
Dalam banyak kasus, diketahui bahwa hukum pidana kita tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan bagi pembelaan terhadap perempuan korban kekerasan. Padahal disisi lain penegak hukum sangat terikat pada asas legalitas, sehingga undang-undang dibaca sebagaimana huruf-huruf itu berbunyi, dan sangat sulit memberikan interpretasi yang berbeda bahkan ketika harus berhadapan dengan kasus-kasus yang berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Tidak jarang, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan terkena imbas dari sistem peradilan yang tidak netral, seperti misalnya terkait persoalan politik dan uang. Oleh karena itu diharapkan dapat muncul pemikiran-pemikiran baru dan terobosan-terobosan yang dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi para pencari keadilan khususnya dalam hal ini, perempuan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: "PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA."

B. Pembatasan Masalah
Guna memberikan gambaran yang terfokus mengenai obyek bahasan penelitian dalam penulisan hukum ini, dan untuk menghindari terjadinya perluasan dan kekaburan masalah yang diteliti sebagai akibat dari luasnya ruang lingkup penelitian, maka penulis hanya akan membatasi dan mengkaji tentang perlindungan hukum ini ditinjau dari aspek tindak pidana kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan saja.

C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, perumusan dari masalah-masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
2. Bagaimanakah perbandingan pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

D. Tujuan Penelitian
Menyadari bahwa setiap penelitian harus mempunyai tujuan tertentu, demikian pula penelitian ini yang mempunyai tujuan obyektif dan subyektif sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Untuk mengetahui perbandingan pengaturan perlindungan wanita dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum pidana khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap wanita yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta terkhusus dalam hukum pidana dalam kaitannya terhadap pemberian perlindungan hukum terhadap wanita dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terutama yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah mengingat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih merupakan bahasan yang tergolong baru dalam penerapan hukum di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh b. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti
c. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait masalah yang diteliti

F. Metode Penelitian
Dalam mencari data mengenai suatu masalah, diperlukan suatu metode yang bersifat ilmiah yaitu metode penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi, 1989: 4)
Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. 1. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Senada dengan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:
a) Penelitian terhadap asas-asas hukum
b) Penelitian terhadap sistematik hukum
c) Perbandingan hukum
d) Sejarah hukum (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990: 15)
2. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto, 2001:13)
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang dalam hal ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti:
a) Hasil karya ilmiah para sarjana
b) Hasil-hasil penelitian
c. Bahan Hukum Tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan sebagainya.
3. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapar diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik atau catatan-catatan resmi, yaitu dokumen peraturan perundang-undangan yang dapat memuat tentang perlindungan hukum terhadap perempuan. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Selain sumber data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan pemerintah, data juga diperoleh dari makalah-makalah, buku-buku referensi dan artikel media massa yang mengulas tentang perlindungan hukum terhadap wanita.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Agar data yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisis data yang tepat.
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1993).
Berdasarkan judulnya, maka teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi, berupa teknik yang digunakan dengan cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder. Menurut Krippendorf, analisis isi yaitu serangkaian metode untuk menganalisa isi segala bentuk komunikasi dengan mereduksi seluruh isi komunikasi menjadi serangkaian kategori yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti.
Analisis isi dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ke dalam kategori yang telah ditentukan. Setelah itu, hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.

G. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum ditujukan untuk dapat lebih memberikan gambaran yang lebih jelas, komprehensif dan menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum yang akan disusun. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang hukum pidana pada umumnya, tentang tindak pidana, tinjauan tentang perbandingan hukum, tinjauan umum tentang kekerasan terhadap perempuan dan tinjauan umum tentang kekerasan dalam rumah tangga.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ketiga akan berisi tentang pokok-pokok permasalahan yang ingin diungkap berdasarkan rumusan masalah, yaitu berupa pokok-pokok pengaturan perlindungan hukum terhadap wanita dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan kelemahan-kelemahan kedua undang-undang tersebut.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.
SKRIPSI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (KAJIAN PERKEMBANGAN BENTUK DAN JENIS PEMIDANAAN DI PENGADILAN NEGERI X)

SKRIPSI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (KAJIAN PERKEMBANGAN BENTUK DAN JENIS PEMIDANAAN DI PENGADILAN NEGERI X)

(KODE ILMU-HKM-0049) : SKRIPSI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (KAJIAN PERKEMBANGAN BENTUK DAN JENIS PEMIDANAAN DI PENGADILAN NEGERI X)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Negara kita adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis Hal tersebut dapat tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Namun belakangan ini dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami krisis moral. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran. Dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.
Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian. Dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media-media massa dan media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Dengan berkembangnya tindak pidana pencurian maka berkembang pula bentuk-bentuk lain dari pencurian. Salah satunya yang sering dilakukan adalah tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Dari catatan mulai tahun XXXX sampai dengan tahun XXXX di Pengadilan Negeri Kabupaten X tindak pidana pencurian dan pencurian dengan kekerasan mengalami peningkatan. Pada tahun XXXX tindak pidana pencurian sejumlah 25 kasus sedangkan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebanyak 4 kasus. Pada tahun 2001 tindak pidana pencurian sebanyak 16 kasus dan tindak pidana pencurian dengan kekeasan sebanyak 3 kasus. Pada tahun 2002 tindak pidana pencurian sebanyak 22 kasus dan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sejumlah 7 kasus. Pada tahun 2003 ada 17 kasus untuk tindak pidana pencurian dan 6 kasus untuk tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Pada tahun 2004 ada 47 kasus untuk tindak pidana pencurian dan 8 kasus untuk tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Pada tahun XXXX ada 33 kasus untuk tindak pidana pencurian dan 5 kasus untuk tindak pidana pencurian dengan keekrasan (Sumber: Pengadilan Negeri Kabupaten X).
Meningkatnya kejahatan di wilayah hukum Kabupaten X khususnya tindak pidana pencurian dengan kekerasan disebabkan oleh beberapa hal. Sebab-sebab yang melatarbelakangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah dari faktor ekonomi,rendahnya tingkat pendidikan,meningkatnya pengangguran, kurangnya kesadaran hukum, mengendurnya ikatan keluarga dan sosial masyarakat .
Tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP buku II bab XXII pasal 362 sampai dengan pasal 367. Untuk pasal 362 memberi pengertian tentang pencurian, pada pasal 363 mengatur tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan, pasal 364 mengatur tentang pencurian ringan, pasal 365 mengatur tentang pencurian dengan kekerasan, pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga.
Adapun yang menjadi alasan bagi penulis untuk memilih judul: TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Kajian Perkembangan Bentuk dan Jenis Pemidanaan di Pengadilan Negeri Kabupaten X) adalah:
a. Jumlah tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Kabupaten X semakin meningkat dari kualitas maupun kuantitasnya.
b. Penulis ingin mengetahui faktor-faktor apa yang melatarbelakangi penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Dengan keadaan ekonomi pada masyarakat sekarang ini maka cenderung terjadinya kejahatan. Banyaknya pengangguran menjadi salah satu faktor terjadinya tindak pidana pencurian. Kebutuhan masyarakat semakin komplek namun lapangan pekerjaan sangat sulit. Pencurian diatur dalam pasal 362 KUHP.
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling sedikit enam puluh rupiah.
Banyaknya jenis-jenis tindak pidana pencurian adalah salah satu bukti tindak pidana pencurian meningkat dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun dalam penelitian ini, peneliti membatasi dan membahas pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan diatur dalam pasal 365 KUHP. Yang berbunyi:
Ayat 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, kepada orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
Ayat 2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
Ke 1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kerata api atau trem yang sedang berjalan. Ke 2. Jika kejahatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.
Ke 3. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
Ke 4. Jika perbuatan menimbulkan akibat luka berat pada seseorang.
Ayat 3. Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika perbuatan itu menimbulkan akibat matinya seseorang. Ayat 4. Hukuman mati atau penjara atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu mengakibatkan luka atau matinya seseorang dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. Dan lagi pula disertai salah satu hal yang tersebut dan di dalam no 1 dan ayat 2.
Dari perumusan pasal di atas maka dapat diketahui adanya unsur atau syarat yang menjadi sifat dilarangnya perbuatan yang terdapat dalam pasal ini yaitu, perbuatan mencuri itu sendiri kemudian dilengkapi dengan unsur didahului, disertai, dan diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menjadi pemberatan.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Agar masalah yang ingin peneliti bahas tidak meluas sehingga dapat mengakibatkan kekaburan dan ketidakjelasan pembahasan masalah, maka penyusun akan membatasi masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah tersebut mengenai :
1. Perkembangan kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut sesuai dengan Pasal 365 KUHP.
2. Mengamati penerapan pidana dan jenis-jenis tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabupaten X.

1.3 Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah intensitas tindak pidana pencurian dengan kekerasan selama lima tahun terakhir di mulai dari tahun XXXX sampai dengan XXXX, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan kuantitas tindak pidana pencurian dengan kekerasan meningkat di wilayah hukum Kabupaten X ?
2. Bagaimana penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabupaten X ?

1.4 Tujuan Penelitian
Sudah dapat diketahui bahwa setiap usaha maupun kegiatan apapun mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Karena tujuan akan memberikan manfaat dan penyelesaian dari penelitian yang akan dilaksanakan.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian dengan judul TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Kajian Perkembangan Bentuk dan Jenis Pemidanaan di Pengadilan Negeri Kabupaten X) adalah:
1. Mengkaji dan memahami secara jelas mengenai intensitas tindak pidana pencurian dengan kekerasan selama lima tahun terakhir yang dimulai dari tahun XXXX sampai tahun XXXX yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten X.
2. Mengkaji secara konkrit mengenai hal-hal yang menyebabkan kuantitas tindak pidana pencurian dengan kekerasan meningkat di wilayah hukum Kabupaten X.
3. Mengetahui tentang penerapan jenis pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Pengadilan Negeri Kabupaten X.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian yang berjudul TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Kajian Perkembangan Bentuk dan Jenis Pemidanaan di Pengadilan Negeri Kabupaten X) adalah:
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya hukum pidana yang ada di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberi gambaran secara jelas tentang hal-hal yang mempengaruhi kuantitas tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Pengadilan Negeri Kabupaten X pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga dapat memberikan masukan bagi aparat hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya demi tegaknya negara hukum yang diharapkan bersama.
b. Dapat memberikan masukan pada mereka yang tertarik meneliti masalah ini lebih lanjut. 1.6 Sistematikan Skripsi
Skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan skripsi, isi skripsi dan bagian akhir skripsi. Bagian pendahuluan skripsi terdiri dari: halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, halaman abstrak, kata pengantar, halaman daftar isi, daftar tabel serta daftar lampiran.
Pada bagian isi skripsi terdiri dari lima bab yaitu bab satu adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, Identifikasi dan Pembatasan Masalah, Perumusan masalah, Tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika skripsi. Pada bab dua berisi landasan teori. Bab ini mengemukakan tentang pengertian dan unsur-unsur pencurian, pengertian tindak pidana pencurian dengan kekerasan beserta unsur-unsurnya, faktor-faktor yang menjadi penyebab meningkatnya tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dan jenis-jenis tindak pidana pencurian. Pada bab tiga berisi tentang dasar penelitian, fokus penelitian, sumber data penelitian, teknik penelitian dan teknik pengumpulan data, metode analisis data dan prosedur penelitian. Pada bab empat berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Pada bab lima berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran. Pada bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan dalam skripsi ini.
SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)

SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)

(KODE ILMU-HKM-0048) : SKRIPSI PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memiliki rumusan sistem pembuktian tersendiri. Adapun rumusan sistem pembuktian tersebut adalah untuk mendukung tujuan dari pada hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil.
Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum, meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan, dan apakah orang yang didakwakan ini dapat dipersalahkan.
Untuk mendukung implementasi rumusan sistem pembuktian tersebut harus berpedoman pada asas-asas yang berlaku dalam proses peradilan pidana, seperti asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), asas persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan asas pemeriksaan akusator. Sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah, maka di dalam Pasal 66 KUHAP ditegaskan bahwa tersangka atau terdakwa sebagai subjek dalam setiap tingkatan pemeriksaan tidak dibebani dengan kewajiban pembuktian. Hal tersebut merupakan bentuk perlindungan hak asasi terdakwa sebagai konsekuensi dari dianutnya asas pemeriksaan akusator dalam KUHAP.
Sebagai subjek dalam pemeriksaan, maka tersangka atau terdakwa diberikan kebebasan untuk melakukan pembelaan diri terhadap dakwaan yang ditujukan kepada dirinya. Pasal 52 KUHAP menyebutkan bahwa "dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau Hakim". Dengan kata lain terdakwa mempunyai hak untuk ingkar, yakni berhak untuk mengingkari setiap keterangan ataupun kesaksian yang memberatkan dirinya serta berhak untuk mengingkari terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya karena dilindungi oleh asas praduga tak bersalah.
Ditinjau dari perspektif sistem peradilan pidana, maka perihal pembuktian merupakan hal yang sangat penting bagi setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam hal menilai terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Bagi penuntut umum, maka pembuktian merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka mendukung tugasnya sebagai pihak yang memiliki beban untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Berbeda halnya dengan advokat dalam kapasitasnya sebagai penasihat hukum, maka pembuktian merupakan faktor yang penting dalam rangka melakukan pembelaan yang optimal terhadap terdakwa selaku kliennya. Dalam kapasitasnya sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pada tingkatan pengadilan maka perihal pembuktian merupakan faktor yang juga sangat menentukan bagi hakim dalam mendukung pembentukan faktor keyakinan hakim.
Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang pada pokoknya menjelaskan bahwa hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim yang terbentuk didasarkan pada alat bukti yang sah tersebut. Apabila ditinjau dari perspektif yuridis, maka dalam hal pembuktian tersebut harus berisi ketentuan tentang jenis alat bukti dan ketentuan tentang tata cara pembuktian yang dilakukan secara benar dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dengan melanggar hak asasi terdakwa. (www.MMS Consulting - Advocates & Counselors at Law -.htm)
Dalam praktek pembuktian perkara pidana di persidangan dikenal alat adanya alat bukti yang disebut dengan istilah saksi mahkota. Pada dasarnya, istilah saksi mahkota tidak disebutkan secara tegas dalam KUHAP. Penggunaan alat bukti saksi mahkota hanya dapat dilihat dalam perkara pidana yang berbentuk penyertaan, dan terhadap perkara pidana tersebut telah dilakukan pemisahan (splitsing) sejak proses pemeriksaan pendahuluan di tingkat penyidikan.
Selain itu, munculnya dan digunakannya saksi mahkota dalam perkara pidana yang dilakukan pemisahan tersebut didasarkan pada alasan karena kurangnya alat bukti yang akan diajukan oleh penuntut umum. Dalam perkembangannya, ternyata muncul berbagai pendapat, baik yang berasal dari praktisi maupun akademisi, mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana.
Sebagian pihak berpendapat bahwa penggunaan saksi mahkota diperbolehkan karena bertujuan untuk tercapainya rasa keadilan publik. Namun sebagian berpendapat, bahwa penggunaan saksi mahkota tidak dibolehkan karena bertentangan dengan hak asasi dan rasa keadilan terdakwa. Bahkan perbedaan persepsi tentang penggunaan saksi mahkota ini juga muncul dalam berbagai yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. (www. MMS Consulting - Advocates & Counselors at Law.htm)
Saksi mahkota dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 1986 K/Pid/1989, adalah teman terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama yang diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum dimana dalam hal ini perkaranya dipisah dikarenakan kurangnya alat bukti. Di dalam Putusan ini memang membenarkan adanya pengajuan saksi mahkota yang mana keterangannya dipergunakan sebagai alat bukti bersama dengan keterangan saksi yang lain.
Di dalam Putusan Mahkamah Agung RI yang lain No. 1174 K/Pid/1994 dan No. 1592 K/Pid/1994 tidak membenarkan adanya penggunaan saksi mahkota. Menurut putusan ini saksi mahkota juga pelaku, yang diajukan sebagai terdakwa dalam dakwaan yang sama oleh terdakwa yang diberikan kesaksian. Sebagaimana ketentuan untuk menjadi seorang saksi adalah ia harus melihat, mendengar ataupun mengalami sendiri karena apabila diketahui bahwa keterangannya adalah palsu, maka ia dapat dikenakan dengan pidana atas kesaksiannya tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut adalah bertentangan dengan hak terdakwa, karena sebenarnya saksi mahkota sendiri adalah juga terdakwa. Disini saksi mahkota mengalami tekanan psikis bagaikan makan buah simalakama, karena secara implisit membuktikan perbuatan yang ia lakukan dengan kesaksian yang benar karena adanya ancaman pidana dalam posisinya sebagai terdakwa tidak dapat mengingkari atau membela diri (karena terikat sumpah ketika menjadi saksi). Hal inilah yang membuat hak-hak saksi mahkota serasa percuma karena tidak dapat digunakan.
Berdasarkan uraian di atas tidak jarang dalam proses Pengadilan menggunakan saksi mahkota dalam mengungkap fakta hukum dan fakta peristiwa karena keterbatasan alat bukti. Tidak semua perkara pidana boleh menggunakan saksi mahkota, hanya perkara tertentu saja dalam hal terdapat sifat penyertaannya. Disini, hakim berhak untuk mempertimbangkan mengenai kesaksian yang diberikan oleh saksi mahkota, karena ia juga telah terikat sumpah. Dalam penetapan putusan oleh majelis hakim, berhak untuk mempertimbangkan atau tidak terhadap keterangan saksi mahkota tersebut.
Disinilah yang menjadi pertanyaan, ketika saksi keterangannya diindahkan oleh majelis hakim, maka bagaimanakah kekuatan pembuktiannya.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang membahas permasalahan tentang penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Hal tersebut penulis sajikan dalam bentuk penelitian Penulisan Hukum yang berjudul "PENGGUNAAN SAKSI MAHKOTA (KROON GETUIGE) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI PENGADILAN NEGERI X)"

B. Rumusan Masalah
Guna memberikan arah dan panduan yang mengerucut mengenai bahasan yang di kaji dalam suatu penelitian, perumusan masalah sebagai sebuah konsepsi permasalahan yang akan dicari jawabannya perlu ditentukan terlebih dahulu. Adapun permasalahan dalam penelitian ini antara lain:
- Bagaimanakah penggunaan saksi mahkota (kroon getuige) dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan di persidangan Pengadilan Negeri X?
- Bagaimanakah kekuatan saksi mahkota (kroon getuige) sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan saksi mahkota oleh hakim Pengadilan Negeri X dalam memeriksa dan memutus perkara pencurian dengan kekerasan.
b. Untuk mengetahui kekuatan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum serta pemahaman aspek yuridis pada teoritik dan praktik dalam lapangan hukum khususnya terhadap penerapan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana.
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi masukan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya, dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana yang berkaitan dengan pembuktian.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah literatur, referensi dan bahan-bahan informasi ilmiah serta pengetahuan bidang hukum yang telah ada sebelumnya, khususnya untuk memberikan suatu deskripsi yang jelas mengenai penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Bagaimanakah kekuatan saksi mahkota dalam pembuktian perkara pidana di persidangan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti penulis yaitu bagaimana penggunaan saksi mahkota dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan khususnya di Pengadilan Negeri X dan bagaimana kekuatan pembuktiannya.
b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotese, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi, 1989: 4)
Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotes
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Hal ini sesuai dengan pandangan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ( Soerjono Soekanto 2001:13-14 ).
2. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amirudin dan Z. Asikin. 2004:25). Dari pengertian tersebut dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek yang diteliti pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Jadi dari pengertian tersebut penulis berusaha untuk melukiskan keadaan dari suatu objek yang dijadikan permasalahan.
Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang penggunaan saksi mahkota dan kekuatan pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
3. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pemah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
Soerjono Soekanto dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam hal ini penulis menggunakan bahan hukum primer, meliputi:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
3) Putusan MA No. 1986 K/Pid/1989 dan Putusan MA No. 1174 K/Pid/1994 dan No. 1592 K/Pid/1994
4) Putusan Hakim Pengadilan Negeri X No. 53/Pid.B/2002/PN.Pwt, tanggal putusan 20 Mei 2002
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum. Bahan hukum sekunder ini meliputi : jurnal, literatur, buku, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapar diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik atau catatan-catatan resmi, yaitu dokumen Putusan Hakim Pengadilan Negeri X No.53/Pid.B/2002/PN.Pwt, tanggal putusan 20 Mei 2002 dan peraturan perundang-undangan yang memuat tentang penggunaan saksi mahkota dan pembuktian.
Selain sumber data yang berupa undang-undang negara maupun peraturan pemerintah, data juga diperoleh dari makalah-makalah, buku-buku referensi dan artikel media massa yang mengulas tentang penggunaan saksi mahkota dan kekuatan pembuktiaannya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data ini yang diambil oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (Library Research). Teknik pengumpulan data ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian.
Sehubungan dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Faktor terpenting dalam penelitian untuk menentukan kualitas hasil penelitian yaitu dengan analisis data. Data yang telah kita peroleh setelah melewati mekanisme pengolahan data, kemudian ditentukan jenis analisisnya, agar nantinya data yang terkumpul tersebut lebih dapat dipertanggungj awabkan.
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, yang dalam hal ini analisis dilakukan secara logis, sistematis dan yuridis normatif dalam kaitannya dengan masalah yang diteliti. Adapun yang dimaksud dengan logis adalah pemahaman data dengan menggunakan prinsip logika baik itu deduktif maupun induktif, sistematis adalah dalam pemahaman suatu data yang ada tidak secara berdiri sendiri namun dalam hal ini harus saling terkait, dan yang dimaksud dengan yuridis normatif adalah memahami data dari segi aspek hukum dengan menggunakan interpretasi yang ada, asas-asas yang ada, perbandingan hukumnya, sinkronisasinya dan juga interpretasi dari teori hukum yang ada.
Sebagaimana hal tersebut dengan memperhatikan penafsiran hukum yang dilakukan serta asas-asas hukum yang berlaku pada ilmu hukum, yaitu undang-undang tidak berlaku surut; undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum; undang-undang belakangan membatalkan yang berlaku terdahulu; undang-undang sebagai sarana semaksimal mungkin mencapai kesejahteraan spiritual dan material masyarakat maupun individu.

F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang pengertian pembuktian dan alat bukti yang sah menurut KUHAP, tinjauan umum tentang saksi mahkota dan pengertian tentang pencurian dengan kekerasan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya : Pertama, penggunaan saksi mahkota (kroon getuige) dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian dengan kekerasan di persidangan Pengadilan Negeri X. Kedua, bagaimanakah kekuatan saksi mahkota (kroon getuige) sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pencurian dengan kekerasan di persidangan
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

(KODE ILMU-HKM-0047) : SKRIPSI IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN


BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan belaka.Pernyataan para pendiri Negara Republik Indonesia pada waktu itu sekaligus meletakan rambu-rambu pengendali terhadap siapa saja yang diberi kepercayaan untuk menyelengarakan pemerintahan di republic Indonesia.Tujuan atau Fungsi hokum pada umumnya sebagai pengayom, melindungi, yaitu dengan jalan menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan.
Mewujudkan tata kehidupan bermasyarakat memanglah tidak mudah semua itu tergantung pada setiap individu yang ada pada lingkup masyarakat dalam menjalani kehidupanya sehari-hari.Mampu atau tidak memperjuangkan hal tersebut terutama dalam hal kualitas perilaku dan pengendalian diri dari setiap individu tidak dapat di kontrol lagi pada akhirnya dapat terjadi kejahatan sehungga timbul ketidaknyamanan dan ketidakadilan terhadap yang berada di lingkungan sekitar.
Kejahatan menurut hukum pidana dapat dinyatakan sebagai perilaku yang merugikan terhadap kehidupan sosial (social injury), atau perilaku yang bertentangan dengan ikatan-ikatan sosial (anti sosial), ataupun perilaku yang tidak disesuai dengan pedoman hidup bermasyarakat (non-conformist). Konsekuensi dari proses interaksi sosial yang menyangkut terhadap perilaku kejahatan akan mendapatkan reaksi sosial. Reaksi-reaksi sosial terhadap kejahatan dalam masyarakat mempunyai berbagai wujud, yakni sebagian kejahatan ada yang dihukum sesuai dengan rumusan-rumusan hukum tentang kejahatan, dan sebagian lain ada pula yang diberikan reaksi sosial tanpa dihukum. Wujud reaksi sosial berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi sosial, baik yang formal oleh pejabat yang berwenang maupun yang informal oleh kalangan masyarakat tertentu.
Terjadinya proses kejahatan ditinjau dari tingkat pertumbuhan sejak dahulu, dapat dikelompokkan menjadi bentuk kejahatan individual dan kejahatan konvensional yang menyentuh kepentingan orang dan harta kekayaan sebagaimana telah dirumuskan dalam aturan hukum pidana atau kodifikasi hukum pidana. Akan tetapi, dalam perkembangan kehidupan masyarakat yang makin kompleks kepentingannya itu, menumbuhkan bentuk-bentuk kejahatan inkonvensional yang makin sulit untuk merumuskan norma dan saksi hukumnya, sehingga menumbuhkan aturan hukum pidana baru yang bersifat peraturan khusus. Kejahatan konvensional menyentuh kepentingan hak asasi, ideologi negara, dan lain-lainnya yang dinyatakan sebagai perilaku jahat dengan modus operandi dan kualitas yang makin sulit untuk dijangkau oleh aturan hukum pidana yang berlaku umum.
Dilihat dari segi kuantitas, tidak kejahatan yang terjadi sekarang ini semakin meningkat. Tindak kejahatan yang meningkat itu disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kemiskinan, tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh dapat kita ketahui banyak Para pemuda yang menjadi pengamen dan anak jalanan yang melakukan tindak kekerasan terhadap para pemakai jalan ataupun penumpang bus yang tidak mau memberikan uang mereka kepadanya. Tindak kekerasan dan pemaksaan itu merupakan wujud dari tindak kejahatan yang banyak terjadi sekarang ini. Hal ini merupakan fenomena sosial yang tidak mungkin kita pungkiri.
Dari segi kualitas para pelaku kejahatan semakin lihai dalam menghilangkan jejak mereka dan menyembunyikan identitas korbannya. Sebagai contoh pelaku kejahatan pembunuhan dengan melakukan pemotongan pada tubuh korban dengan maksud menghilangkan jejak dan identitas korban. Bukti lain bahwa kejahatan semakin canggih baik dari sudut kualitas pelaku kejahatan maupun sarana yang digunakan, yaitu kejahatan pencurian dengan menggunakan sarana komputer sebagai alat tindak kejahatan. Pelaku kejahatan yang sering disebut sebagai hecker ini dinilai dari sudut kualitas pelaku kejahatan dan sarana yang digunakan untuk melakukan kejahatan sudah dapat dikatakan canggih. Karena hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan tindak kejahatan ini.
Menurut si stem hukum kita, yaitu KUHAP, aktivitas pemeriksaan terhadap suatu kasus pidana melibatkan:
1. Kepolisian, selaku penyidik yang melakukan serangkaian tindakan penyelidikan, penangkapan, penahanan, serta pemeriksaan pendahuluan.
2. Kejaksaan, selaku penuntut umum, dan sebagai penyidik atas tindak pidana khusus yang kemudian melimpahkannya ke Pengadilan.
3. Pengadilan untuk mendapatkan putusan hakim.
Salah satu asas yang penting dalam Hukum Acara Pidana adalah asas praduga tak bersalah yang termuat dalam perumusan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa seseorang yang disangka, ditahan, ditangkap, dituntut di muka pengadilan dianggap tak bersalah hingga pengadilan memutuskan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan bersumber asas praduga tak bersalah ini, meski bukti kuat dalam penyidikan atau pemeriksaan pendahuluan, seorang tersangka tetap tidak dianggap bersalah.
Penyidikan terhadap kejahatan merupakan suatu cara atau prosedur untuk mencari serta memberikan pembuktian-pembuktian dalam menerangkan suatu peristiwa yang terjadi mengenai kejahatan yang dilakukan. Penyidik akan menerima perintah dari atasannya untuk melaksanakan tugas-tugas penyidikan dan pengusutan, mengumpulkan keterangan sehubungan dengan peristiwa tersebut, yang kemudian akan menyerahkan berkas pemeriksaannya terebut ke Kejaksaan untuk diambil tindakan selanjutnya.
Hasil penyidikan akan membuktikan bahwa memang telah terjadi tindak pidana maka langkah selanjutnya adalah menemukan siapa tersangkanya dengan jalan penyidikan secara singkat penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Sifat penyidikan itu sendiri adalah mencari kebenaran materiil yaitu suatu kebenaran menurut fakta yang sebenarnya. Dalam hal ini penulis menggunakan sidik kaki atau bekas telapak kaki sebagai sarana penyidikan guna mengungkapkan suatu tindak pidana. Sidik kaki atau bekas telapak kaki dapat berupa telapak dan lekuk. Telapak adalah gambaran dasar yang biasanya ditinggalkan di atas dasar yang keras. Sedangkan lekuk adalah bekas telapak kaki yang ditinggalkan diatas permukaan yang lunak.
Sidik kaki merupakan salah satu bukti fisik yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Ciri-ciri tersebut tidak akan berubah selama hidup. Dalam kenyataannya memang tidak banyak peristiwa pidana yang menjadi terang atau dapat terungkap dengan bantuan pemeriksaan sidik kaki. Kata tidak banyak bukan berarti tidak ada sama sekali tetapi mengandung arti bahwa hanya sedikit peristiwa yang dapat terungkap dengan menggunakan pemeriksaan sidik kaki.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganggap penting untuk mengangkat masalah tersebut sebagai bahan penulisan hukum dengan judul: "IMPLEMENTASI WEWENANG KEPOLISIAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENGAMBILAN SIDIK KAKI DALAM RANGKA PROSES PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( STUDI KASUS DI POLWILTABES X )".

B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi wewenang kepolisian untuk melakukan tindakan pengambilan sidik kaki dalam rangka proses penyidikan perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polwiltabes X ?
2. Apakah hambatan implementasi wewenang kepolisian untuk melakukan tindakan pengambilan sidik kaki dalam dalam rangka proses penyidikan perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polwiltabes X ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak lepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengertian mengenai sidik kaki.
b. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyidikan.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang ditemui dalam proses pengambilan sidik kaki.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memberikan pengetahuan bagi penyusun tentang seluk beluk pemeriksaan mengenai sidik kaki
b. Untuk menambah , memperluas serta mengembangkan pengetahuan bagi penyusun dalam bidang ilmu hukum khususnya Hukum Acara Pidana dengan harapan dapat bermanfaat di kemudian hari.
c. Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan di bidang hukum di Fakultas Hukum X.


D. MANFAAT PENELITIAN
Adanya suatu penelitian diharapkan memberi manfaat yang diperoleh terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari peneliti ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan dari sudut teori.
b. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
c. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas X serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan data-data informasi mengenai kegunaan sidik kaki dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polresta X.
b. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepntingan langsung dengan penelitian ini.
c. Sebagai praktik dan teori penelitian dalam bidang hokum dan juga sebagai praktik dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah.

E. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang obyektif dan telah melalui berbagai tes dan pengujian (Winarno Surachman, 1992 : 26).
Peranan metode penelitian dalam sebuah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan secara lebih baik dan lengkap.
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian inter-disipliner.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.
4. Memberikan pedoman mengorganisasikan serta mengintergrasikan pengetahuan mengenai masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986 : 7).
"Metode adalah pedoman cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi" (Soerjono Soekanto, 1986:6). Maka penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Menurut bidangnya penelitian ini termasuk penelitian hukum yang bersifat empiris atau sosiologis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan sesuatu hal di daerah tertentu pada saat tertentu. Sedangkan bila ditinjau dari bidang ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam skripsi ini, pelitian ini merupakan penelitian dibidang hukum yakni merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya ( Soerjono Soekamto , 1986 :118-119 )
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang didukung atau dilengkapi dengan penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga menghasilkan gabungan antara teori dan praktek lapangan. Sifat penelitian yang penulis pergunakan adalah sifat penelitian deskriptif kualitatif. "Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya" (Soerjono Soekanto, 1986:10). Metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif merupakan suatu penelitian yang menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan cara pengumpulan data, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterprestasi data-data kemudian diperoleh suatu hasil.
3. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data dalam penelitian, penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di unit Penyidikan Polwiltabes X.
4. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini tergolong dalam data primer dan data sekunder :
a. Data Primer
Merupakan data yang diambil langsung dari sumber yang menjadi obyek penelitian. Data yang dimaksud adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan bagian penyidil Polwiltabes X.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan data orang lain yang sudah tersedia dalam buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan atau milik pribadi penulis. Dalam hal ini adalah bahan pustaka yang berkaitan dengan hukum khususnya tentang pemeriksaan sidik kaki.
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian yaitu hasil dari wawancara dengan penyidik dari polwiltabes X yaitu IPDA X dan AIPDA X.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu semua bahan atau materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis, meliputi Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.
Dalam penelitian ini data sekunder berupa bahan-bahan kepustakaan meliputi:
a. Buku-buku ilmiah di bidang hukum.
b. Makalah dan hasil-hasil karya ilmiah dari para sarjana.
c. Literatur dan hasil penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, meliputi kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian sangat diperlukan, karena dengan adanya data dapat menunjang penulisan sebagai bahan dalam penulisan itu sendiri.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara (interview)
Merupakan. penelitian yang digunakan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dalam rangka memperoleh data primer dengan wawancara (interview). Wawancara ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung baik lisan maupun tulisan dengan responden yakni wawancara langsung dengan anggota unit Penyidikan Polwiltabes X yaitu dengan IPDA X dan AIPDA X. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang terarah, terpimpin dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data dan informasi yang lengkap.
b. Studi Dokumen
Merupakan pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dan data yang diperlukan sebagai landasan berfikir dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur, perundang-undangan serta segala yang berkaitan dengan penelitian ini.
7. Teknik Penentuan Sampel
Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau kejadian atau seluruh unit yang menjadi objek penelitian. Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah Kepolisian Wilayah Kota Besar X khususnya unit Pelayanan Penyidikan.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi satu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2001 : 103).
Penulis menggunakan proses analisis kualitatif dengan model interaktif dalam penelitian ini, yaitu proses analisis dengan menggunakan 3 (tiga) komponen yang terdiri dari reduksi data sajian data dan kemudian penarikan kesimpulan yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus antara tahap-tahap tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan skema analisis interaktif sebagai berikut:
Kegiatan komponen itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di kepustakaan. Reduksi tersebut berlangsung terus menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian dan laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang member! kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Pada saat pengumpulan data seorang penganalisis mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proporsi. Kesimpulan-kesimpulan tetap akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengarah pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penulis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan, atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (Matthew B. Miles dan Michael Huberman, 1992 : 19).
Peneliti harus bergerak diantara keempat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selama sisa waktu penelitiannya. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian direduksi yang berupa klasifikasi dan seleksi. Kemudian kita ambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus sehingga membuat siklus (H. B Sutopo, 2002 : 113).

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan, menganalisa serta menjabarkan isi dari penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika penilisan hukum dengan membagi bab-bab, sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum tentang Penyidikan Perkara Pidana, tinjauan umum tentang sidik kaki.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menjawab dan membahas permasalahan yang ingin diungkapkan sebelumnya yang meliputi Pengertian Sidik Kaki, Prosedur dalam Penyidikan. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses penyidikan.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi simpulan dan saran berdasarkan analisa dari data yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban terhadap permasalahan bagi para pihak yang terkait agar dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam penulisan hukum ini.
LAMPIRAN