Search This Blog

Showing posts with label tesis administrasi pendidikan. Show all posts
Showing posts with label tesis administrasi pendidikan. Show all posts
TESIS PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

TESIS PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

(KODE : PASCSARJ-0218) : TESIS PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : ILMU KOMPUTER)


BAB I 
PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan latar belakang permasalahan yang mendasari timbulnya inisiatif untuk membuat karya akhir peranan teknologi/sistem informasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi dengan studi kasus di Politeknik X. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan karya akhir.

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Lebih cepat, akurat dan nyaman adalah fungsi pelayanan, sebuah keunggulan bersaing melalui aplikasi Sistem dan Teknologi informasi (STI), sehingga para pengguna dapat mengakses informasi dari mana saja, kapan saja dengan bantuan media yang dari waktu ke waktu berkembang sedemikian cepatnya.
Situs topuniversities.com pada tanggal 9 November 2007 lalu mengumumkan top 500 universities rankings. Harvard, Oxford Cambridge dan MIT masih mendominasi 5 posisi teratas. Sementara Indonesia menempatkan 6 wakilnya di posisi 401-500 yaitu : UGM, ITB, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, IPB, dan Universitas Diponegoro. Agak mengecewakan memang jika dibandingkan dengan negara Asia-Pasific lainnya yang menempatkan Hongkong (University of Hongkong, posisi 18), Singapura (National University, 33), dan Malaysia (Universiti Sains Malaysia, 309). Tapi yang perlu digarisbawahi adalah kriteria utama penilaian survey ini adalah dalam 4 kategori utama yaitu : kualitas riset (reasearch quality), penerimaan dunia kerja (graduate employ ability), pandangan internasional (international outlook), dan kualitas pengajaran (teaching quality).
Ke-empat kategori utama itu sangat mendukung pada penciptaan acquire knowledge dan critical thinking. Acquire knowledge mengarahkan siswa mampu menguji hubungan logis dan melihat suatu fenomena dari berbagai macam data dan parameter. Kegiatan tersebut seluruhnya membutuhkan suatu critical thinking atau proses disiplin secara intelektual dari bagaimana kita melakukan suatu konsep, refleksi, analisis dan evaluasi informasi. (MacNight, Educause Quarterly, 2000).
Critical thinking sangat mempengaruhi proses belajar mengajar mulai dari komunikasi, interaksi, kreatifitas, dan pemecahan masalah. Salah satu tools untuk mendukung proses tersebut adalah dengan menerapkan suatu sistem informasi kampus/perguruan tinggi. Sistem informasi kampus ini harus mampu meng-capture semua kebutuhan sistem suatu perguruan tinggi, dari yang bersifat administratif (proses administrasi, registrasi, pembayaran, dll), yang bersifat primary (perkuliahan, penilaian, bimbingan), hingga yang bersifat masa depan (e-learning, e-education). Untuk merealisasikan sistem informasi kampus ini tentu saja membutuhkan formulasi yang tepat, dan sangat penting untuk melihatnya dari sisi faktor internal dan faktor eksternal (Khalil, 2000).
Pengaruh sistem dan teknologi informasi dalam lingkungan perguruan tinggi menjawab pengaruh sistem informasi perguruan tinggi terhadap penciptaan acquire knowledge dan peningkatan critical thinking tentu tidak menjadi mutlak sebagai penentu peningkatan kualitas dari suatu institusi akademik. Kualitas SDM, manajemen dan kepemimpinan yang tertata dengan baik, proses dan metode pembelajaran yang berbasis pada kompetensi, aware terhadap perkembangan teknologi, dan tentu saja mampu menggabungkan atau menjembatani antara strategi bisnis dalam dunia akademis dengan strategi teknologi tetap menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualitas suatu institusi pendidikan.
Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Teknologi Pendidikan, yaitu dengan cara mencari dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran kemudian dicarikan pemecahannya melalui aplikasi teknologi pendidikan. Upaya pemecahan permasalahan pendidikan terutama masalah kualitas pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dan meningkatkan kadar hasil belajar mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diteliti apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah : 
1. Penelitian ini dilakukan di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro. 
2. Penelitian ini dibatasi pada SI/TI yang telah diimplementasikan untuk membantu proses akademik, tidak termasuk di dalamnya rencana implementasi SI/TI berikutnya.

D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu mengkaji dan mengevaluasi apakah implementasi SI/TI dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro.
2. Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat tentang bagaimana mengoptimalkan implementasi SI/TI dalam peningkatan kualitas pembelajaran.

E. Sistematika Penulisan
Pembahasan pada karya akhir ini dibagi menjadi 6 (enam) bab, dengan tujuan untuk membentuk pembahasan yang sistematis. Penjelasan secara singkat mengenai pembahasan masing-masing bab sebagai berikut : 
1. Bab I Pendahuluan, yaitu berisi tentang latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan dari penelitian yang digunakan pada karya akhir ini.
2. Bab U Landasan Teori, yaitu membahas tentang Teknologi Informasi, Sistem Informasi, Peranan Teknologi Informasi, Aplikasi Teknologi dalam Metodologi Pembelajaran, Empat Pilar Pendidikan Formal, Karakteristik Perguruan Tinggi, Paradigma Penerapan Teknologi Informasi, Peluang Pemanfaatan TI di Perguruan Tinggi, Kualitas Pendidikan, Teknik Pengumpulan Data, dan Statistik Deskriptif (Descriptive Statistic).
3. Bab Hi Metodologi Penelitian, yaitu membahas tentang Rancangan/Kerangka Pemikiran Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi Sample, Metode Pengumpulan Data, Metode Pengambilan Sample, Pertanyaan Kuisioner, Uji Coba dan Evaluasi, Metode Analisis Data, Pengujian Sample, dan Tahapan Penelitian.
4. Bab IV Profil Perguruan Tinggi, yaitu membahas tentang Latar Belakang, Profil Umum, Visi, Misi, dan Tujuan, Profil Jurusan Teknik Elektro dan Program Studi, Sarana Penunjang Pendidikan, Struktur Organisasi, Proses Bisnis, dan Kondisi SI/TI Saat ini pada Politeknik X.
5. Bab V Analisis, yaitu membahas tentang Uji Coba, Perolehan Data, Validitas Data, dan Analisis Data.
6. Bab VI Kesimpulan dan Saran, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran bagi penelitian selanjutnya dan bagi institusi Politeknik X.

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP

(KODE : PASCSARJ-0217) : TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.
Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di wilayah Kabupaten X masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi Guru yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru matematika di Kabupaten X hanya mencapai 42,25%. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75%.
Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di sekolah.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral.
Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.
Sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan kerja sama untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari organisasi sekolah, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.
Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah. Sedangkan Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa : 
Penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat dan keterampilan, perilaku maupun fleksibilitas pemimpin. Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu : kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Kemampuan profesional kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif, sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan tenang. Disamping itu kepala sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru.
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi siswa di sekolah.
Kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan, dan kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala sekolah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi profesional guru. Sehingga dapat diduga bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di Kabupaten X, disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sikap Guru terhadap Pekerjaan dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru, diidentifikasikan sebagai berikut : 
1. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan berhubungan dengan kompetensi profesional guru.
4. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan kepala sekolah.
5. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui sikap guru terhadap pekerjaan guru.
6. Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang tinggi.
7. Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan relevan dengan kondisi sekolah.
8. Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.
9. Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
10. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
11. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan tidak relevan.
12. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya.
13. Bagaimana pola hubungan fungsional antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari : 
1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
Selanjutnya untuk lebih memperdalam penelitian, maka dipilih tiga variabel yang relevan dengan permasalahan pokok, yaitu kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel bebas kesatu (X1), sikap guru terhadap pekerjaan sebagai variabel bebas kedua (X2), dan kompetensi profesional guru sebagai variabel terikat (Y).

D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut : 
1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kompetensi profesional guru dengan melihatnya dari aspek kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan. Untuk maksud tersebut, dicari hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru dan hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru. Setelah itu dikaji bagaimana hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan secara bersama-sama dengan kompetensi profesional guru. Dengan mengetahui hubungan tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan kompetensi profesional guru matematika khususnya di Kabupaten X.

TESIS KONTRIBUSI MOTIVASI DAN IKLIM KOMUNIKASI KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

TESIS KONTRIBUSI MOTIVASI DAN IKLIM KOMUNIKASI KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

(KODE : PASCSARJ-0216) : TESIS KONTRIBUSI MOTIVASI DAN IKLIM KOMUNIKASI KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sering dijadikan tumpuan utama masyarakat dalam menilai berhasil tidaknya pendidikan. Keberhasilan atau prestasi belajar siswa hanya sering dilihat sebagai kesuksesan dan keunggulan pihak sekolah semata. Sebaliknya, kegagalan atau rendahnya kualitas siswa sering dilihat sebagai ketidakmampuan pihak Sekolah menyelenggarakan proses pendidikan. Dengan kata lain masyarakat banyak beranggapan bahwa sekolah adalah "cause prima" kualitas pendidikan.
Pernyataan legal formal tersebut menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan bukan hanya bertumpu dan menjadi tanggung jawab sekolah, yang sebagian besar diselenggarakan oleh pemerintah. Peran serta aktif masyarakat dan keluarga sangat dibutuhkan dan menentukan kualitas produk. Sekolah tidak mungkin bekerja sendiri menyelenggarakan proses pendidikan. Keluarga dan masyarakat juga tidak bisa lari meninggalkan tanggung jawab pendidikan. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus bekerjasama, kompak dan secara simultan bertanggung jawab terhadap proses pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan harus dimengerti sebagai kebanggaan dan keprihatinan bersama.
Proses pendidikan keberadaan siswa bukan sebagai objek atau barang yang dapat dibentuk menjadi apa saja. Siswa adalah subjek pendidikan, yang di dalam dirinya terdapat bakat, minat, kemampuan dan motivasi yang berbeda-beda. Semuanya itu menunjukkan karakteristik unik siswa yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Asumsi dasar tersebut membawa konsekuensi logis, bahwa keberadaan siswa yang unik harus dipertimbangkan dan menjadi dasar dalam menyelenggarakan proses pendidikan. Siswa adalah manusia yang berkarakter khas, yang tidak dapat diperlakukan seperti mesin.
Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Perwujudannya tidak hanya tergantung pada sekolah, keluarga maupun masyarakat. Siswa sebagai subjek belajar, memiliki potensi dan karakteristik unik, sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Kemampuan dan kesungguhan siswa merespon pengetahuan, nilai dan ketrampilan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks, yaitu siswa, sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, untuk menghasilkan siswa yang berkualitas dan berprestasi, perlu adanya optimalisasi seluruh unsur tersebut.
Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi, tetapi justru siswa yang aktif mencari informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Di samping itu, guru juga dapat mengembangkan iklim komunikasi di kelas selama pembelajaran berlangsung. Iklim komunikasi yang dimaksud adalah adanya umpan balik interaktif antara guru dan peserta didik. Dengan demikian, siswa akan mampu memberikan respon balik terhadap materi pembelajaran secara aktif, tidak harus menunggu informasi dari guru.
Istilah motivasi bisa di dapat dari bahasa latin movere yang berarti "menggerakkan", bahwa motivasi adalah penggerak yang telah menjadi aktif (Winkel). Sedangkan Donald (dalam Sumanto) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut (dalam Abidin, 2007).

B. Identifikasi Masalah
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku (Pakdesota, 2008. Jurnal Pendidikan Motivasi dalam Pembelajaran. www.wordpress.com).
Siswa SMA Negeri X Kabupaten X berasal dari berbagai wilayah di sekitar Kabupaten X, siswa memiliki potensi diri yang berbeda-beda, baik motivasi, kemampuan berkomunikasi, dan hasil belajarnya.

C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah motivasi, iklim komunikasi kelas, dan hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X. Motivasi terkait dengan motif dalam diri, motif luar diri, dan ekspektasi (harapan), iklim komunikasi kelas terkait dengan komunikasi siswa selama berlangsungnya pembelajaran di dalam kelas dan atau di luar kelas, dan hasil belajar kimia yang tercantum dalam rapor.

D. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, apakah motivasi dan iklim komunikasi kelas berdampak terhadap hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X ?

E. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan motivasi, iklim komunikasi dalam kelas, dan hasil belajar peserta didik. Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah ingin mendeskripsikan kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X

F. Manfaat
Manfaat teoritis penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X, dan dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian berikutnya yang sejenis. Sedangkan manfaat praktis, bagi sekolah, dapat dipergunakan sebagai bahan kajian tentang kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X. Bagi guru dan peserta didik, dapat dipergunakan sebagai bahan implementasi pembelajaran tentang pentingnya motivasi pembelajaran dan iklim komunikasi kelas yang membangun dan menunjang hasil belajar.

TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

(KODE : PASCSARJ-0215) : TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan manusia dalam organisasi, termasuk sekolah memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di dalamnya. Orang-orang yang bekerja di sekolah adalah kepala sekolah, guru dan staf tatalaksana. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang paling penting karena gurulah yang melaksanakan pendidikan langsung menuju tujuannya. Gurulah yang secara operasional melaksanakan segala bentuk, pola, gerak dan geliat berbagai pembahan di lini paling depan dalam pendidikan, karena memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik (UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1). Pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya terungkap dari bagaimana ia bekerja, atau dengan kata lain dari kinerjanya.
Kinerja personal sekolah terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan tujuan akhir dari administrasi atau penyelenggaraan pendidikan (Komariah dan Triatna, 2005 : 30). Kinerja adalah proses yang menentukan produktivitas organisasi. Jika produktivitas sekolah diukur dari prestasi belajar siswa, maka hal tersebut sangat tergantung prosesnya, yaitu kinerja mengajar gurunya. Dengan kata lain, secara terbalik, tak akan ada produktivitas berupa prestasi belajar siswa yang berarti tanpa kinerja mengajar guru yang baik.
Tanpa memperbaiki kinerja guru, semua upaya untuk membenahi pendidikan akan kandas. Kurikulum yang baik, perpustakaan yang lengkap, laboratorium canggih, ketersediaan komputer dan internet nyaris tidak ada artinya untuk memperbaiki mutu pendidikan bila guru-gurunya tidak bermutu dan tidak mencintai profesinya. guru bermutu adalah guru yang menguasai ilmu yang diajarkan sekaligus menguasai keterampilan mengajar. Guru berkualitas hampir tidak mungkin dilahirkan apabila lembaga pendidikan gurunya tidak berkualitas dan mahasiswanya kelas dua. Masalah itu kait-mengait, dan pada akhirnya bermuara pada sejauh mana bangsa ini menghargai profesi guru (Susahnya Benahi Profesi Guru, http://kompas-cetak/0602/21/humaniora/2455732.htm).
Kustono, melalui makalah seminar nasional yang berjudul Urgensi Sertifikasi guru dalam rangka Dies Natalis UNY yang ke-43 tanggal 5 Mei 2007 di Yogyakarta, mengaitkan kinerja guru yang rendah dengan kualitas guru yang rendah pula. Ia mengemukakan bahwa : 
Kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal terutama bila mengacu pada amanat UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dan PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.050 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal. Kualifikasi guru dimaksud masing-masing sebagai berikut : guru TK terdapat 91,54%, SD terdapat 90,98%, SMP terdapat 48,05%, dan SMA terdapat 28,84% yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 (Kustono, 2007).
Khusus untuk guru SMP-yang menjadi responden dalam penelitian ini, menurut data tahun 2005 tersebut, guru SMP yang layak mengajar adalah 51,95%. Pada tahun pelajaran 2006/2007 ada peningkatan, dari 624.726 guru SMP negeri dan swasta, yang layak mengajar adalah 487.512 guru atau 78,04% (Statistik SMP-Depdiknas, http://www.depdiknas.go.id/statistik/0607/smp0607/tbl14i.pdf). Meningkatnya jumlah guru SMP yang layak mengajar tersebut.
sebagai akibat dari tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 4-5 yang mensyaratkan sertifikasi dengan kualifikasi akademik minimal S1/D4. Persyaratan tersebut selain menjadikan perekrutan guru baru dari lulusan jenjang pendidikan tersebut, juga mendorong guru yang semula belum berijazah S1/D4 melanjutkan pendidikannya ke jenjang tersebut. Peningkatan kualifikasi akademik yang ditempuh melalui proses pendidikan tersebut sudah seharusnya meningkatkan kemampuan guru. Namun demikian, tidak serta-merta meningkatkan kinerjanya.
Permadi dan Dadi menemukan guru dalam menyikapi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setelah diberlakukan sejak tahun 2006 : 
Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sekarang disempurnakan menjadi model KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang juga menekankan perlunya ada berbagai upaya untuk secara mandiri dari guru untuk berkreasi agar pengajaran di kelas menjadi lebih menarik dan menyenangkan, masih jauh dari harapan. guru masih terlalu kaku dan takut untuk mengambil inisiatif karena pada zaman orde baru selalu kamus "mohon petunjuk" dari yang lebih atas (kepala sekolah, pengawas, dan birokrat pemerintah) serta takut disalahkan jika memiliki suatu ide dalam inovasi pembelajaran (Permadi dan Arifin, 2007 : 63).
Sulistyo-Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan guru Republik Indonesia (PGRI), dalam rangka peringatan Hari guru Internasional, Minggu, 5 Oktober 2008, mengatakan bahwa kemampuan guru mempersiapkan pembelajaran di kelas masih lemah, guru kurang memiliki gambaran apa yang hams dilakukannya di kelas. Menurutnya, penting untuk menumbuhkan kesadaran internal guru sendiri tentang perbaikan dan perubahan kinerja, guru perlu mengetahui persis kewajiban dan penguasaan kompetensi secara maksimal. Oleh karena itu menurutnya, persoalan peningkatan mutu guru tidak dapat ditawar-tawar lagi, sudah mutlak hams dilakukan, tanpa peningkatan mutu guru, upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kucuran anggaran besar-besaran sia-sia belaka. Sulistiyo mengemukakan semua ini didasarkan pada disertasi hasil penelitiannya dengan menyebar kuesioner, observasi dalam kelas, wawancara mendalam, serta tes psikologi mengenai kemampuan metakognisi guru dalam mempersiapkan pembelajaran, yakni bagaimana guru merancang, memikirkan, dan mengelola bahan ajar. (Mutu Guru Sudah Mutlak Pemerintah Harus Bantu Memperluas Wawasan Guru, http://cetak.kompas.eom/read/xml/2008/l 0/06/01035533/mutu.guru.sudah.mutlak).
Secara umum, A. Dale Timple mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2007 : 15). Beberapa peneliti telah memilih faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja guru sesuai dengan interest masing-masing. Hasil penelitian mereka penulis pelajari sebagai bagian dari studi awal sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya.
Yang pertama adalah hasil penelitian Wuviani (2005) yang meneliti kinerja guru dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru". Ia membatasi faktor-faktor tersebut pada tiga variabel, yaitu (1) kualifikasi pendidikan, (2) motivasi kerja guru, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah. Dengan populasi guru SMAN di kota Bandung, Wuviani menemukan, bahwa ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru, dengan rincian : (1) kualifikasi pendidikan sebesar 37,40%, (2) motivasi kerja guru sebesar 45,20%, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah sebesar 51,80%. Secara bersama-sama ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru sebesar 67,00%. Sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain.
Kemudian, Riduwan (2006) meneliti kinerja dosen dengan judul "Kontribusi Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Dosen (Studi pada Universitas Jendral Achmad Yani Kota Cimahi)". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompetensi profesional secara signifikan memberikan kontribusi sebesar 30,46%, dan motivasi kerja sebesar 61,94% terhadap kinerja dosen. Secara simultan keduanya memberikan kontribusi terhadap kinerja dosen secara signifikan sebesar 90,00%, dan sisanya sebesar 10,00% merupakan pengaruh faktor lain.
Terakhir, Husdarta (2007 : 12-25) melakukan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Pendidikan Jasmani". Berdasarkan teori yang dipelajarinya, ia menemukan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru harus mempertimbangkan faktor internal dan eksternal guru. Ia mengidentifikasi lima variabel yang mempengaruhi kinerja guru, yaitu (1) layanan supervisi, (2) kepemimpinan kepala sekolah, (3) fasilitas pembelajaran, (4) kompetensi, dan (5) motivasi berprestasi. Dengan metode penelitian deskriptif, teknik pengumpulan data kuesioner, sampel sebanyak 150 guru olah raga SD yang ditarik melalui random sampling technique. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani dengan besaran : (1) layanan supervisi 5,70%, (2) kepemimpinan kepala sekolah 17,20%, (3) fasilitas pembelajaran 6,10%, (4) kompetensi 13,90%, dan (5) motivasi berprestasi 12,60%. Pengaruh kelima variabel secara bersama-sama adalah 55,40%, sisanya 44,60% pengaruh dari variabel lain.
Terdapatnya hubungan yang signifikan antara berbagai variabel dengan kinerja guru yang tercermin dalam judul-judul tesis dan disertasi para peneliti tersebut, menunjukkan betapa banyaknya faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Dua faktor atau variabel lain yang penulis duga memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja mengajar guru adalah motivasi berprestasi guru dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap guru.
Motivasi berprestasi merupakan bagian dari motivasi kerja yang lebih spesifik dengan karakteristik berorientasi pada keberhasilan, kesempurnaan, kesungguhan dan keunggulan dalam melaksanakan pekerjaan. Penulis memandang faktor tersebut sangat mengagumkan jika dimiliki oleh pegawai, khususnya guru, dan penting dalam mendukung kinerja mereka.
Supervisi merupakan upaya pembinaan agar semua faktor yang mempengaruhi pegawai tidak mengganggu kinerja mereka, melainkan sebaliknya, menggiringnya menjadi potensi untuk bekerja secara profesional. Upaya ini menjaga pegawai sehingga mereka tetap on the track. W. Edwards Deming, ahli kualitas, menggarisbawahi pentingnya supervisi atau pengawasan sebagai bagian dari manajemen mutu keseluruhan (total). Ia mengemukakan bahwa "pada dasarnya, kinerja karyawan lebih merupakan fungsi dari pelatihan, komunikasi, alat, dan pengawasan ...." (Dessler, 2006 : 322). Aktivitas supervisi berupaya untuk melakukan perbaikan yang terus menerus (continuous improvement), pencapaian kualitas dan ketercapaian tujuan yang lebih baik (Dessler, 2006 : 323). Jenis supervisi dalam dunia pendidikan disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya. Salah satunya adalah supervisi akademik yaitu supervisi pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran melalui peningkatan kemampuan profesional guru (Satori, 2004 : 3). Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah penulis pandang penting karena merupakan rangkaian dari aktivitas quality assurance dalam pendidikan. Penilaian terhadap aktivitas supervisi akademik kepala sekolah secara kedinasan dilakukan oleh pengawas sekolah, namun dalam penelitian ini, penulis mencoba meneliti supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah ini berdasarkan persepsi guru yang disupervisinya.
Dengan latar belakang masalah seperti yang dipaparkan di atas, penulis melakukan penelitian yang berfokus pada kinerja guru dengan judul "Kontribusi Persepsi Guru tentang Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Jika dirinci, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor tersebut bisa bersumber dari diri guru itu sendiri (internal), dan bersumber dari luar guru (eksternal).
Yang tergolong faktor internal guru antara lain : 
1. Kesehatan 
2. Kecacatan 
3. Gender berprestasi 
4. Minat 
5. Sikap 
6. Kemampuan 
7. Motivasi 
8. Persepsi dan lain-lain.
9. Kepercayaan
10. Komitmen
11. Tingkat pendidikan
12. Pengalaman kerja,
Yang tergolong faktor eksternal guru antara lain : 
1. Kebijakan 
2. Manajemen sekolah 
3. Supervisi akademik dihadapi
4. Iklim sekolah 
5. Sarana prasarana 
6. Siswa yang dan lain-lain
7. Pendapatan pemerintah 
8. Kehidupan sosial
Karena terbatasnya waktu dan dana, dalam penelitian ini penulis membatasi masalahnya pada dua faktor internal guru yang mempengaruhi kinerja mengajarnya, yaitu variabel motivasi berprestasi guru dan variabel persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah. Adapun guru dan kepala sekolah yang dimaksudkan dalam kedua variabel tersebut adalah guru dan kepala SMP negeri di kabupaten X.
Alasan untuk memilih variabel motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Belum terukurnya motivasi berprestasi guru SMP negeri dalam wilayah kabupaten X.
2. Motivasi berprestasi guru merupakan kunci keunggulan guru, yang akan berimbas pada keunggulan siswa, keunggulan sekolah dan keunggulan proses dan produk pendidikan nasional.
Sedangkan alasan memilih variabel persepsi guru tentang supervisi
akademik kepala SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Kegiatan supervisi akademik merupakan rangkaian dalam penjaminan mutu pendidikan, tapi sering terabaikan oleh kepala sekolah. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Willis (Satori, 1989 : 100), yang menemukan bahwa kepala sekolah menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan pekerjaan kantor dan menghadiri rapat-rapat yang sifatnya berisi masalah-masalah administratif. Di negeri kita sendiri disinyalir bahwa pengawasan internal kurang berjalan dengan baik, termasuk supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah kepada guru. Hal ini dimuat dalam harian Radar Semarang : 
"Secara teoritis kepala sekolah telah banyak menyusun perencanaan supervisi guru di kelas, namun dengan dalih kesibukan tugas pokok lainnya pelaksanaan supervisi belum banyak dilakukan" (Eriyadi, 2008).
2. Supervisi akademik merupakan salah satu dimensi standar kompetensi kepala sekolah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, BSNP, 2007 b : 10, 18, 26) yang perlu diketahui implementasinya.
3. Gurulah yang paling menyaksikan (melihat), mendengar, dan merasakan sendiri bagaimana kepala sekolah melakukan supervisi akademik kepada mereka secara aktual (empiris) di sekolah tempat mereka bekerja.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah deskripsi empiris persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala SMP negeri di kabupaten X ?
2. Bagaimanakah deskripsi empiris motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X ?
3. Bagaimanakah deskripsi empiris kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
4. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
5. Berapa besar kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
6. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala sekolah SMP negeri di kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi motivasi berprestasi gum terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini, setidak-tidaknya ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis menekankan manfaat penelitian ini dari segi ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dapat memberikan sumbangan terhadap khazanah pengembangan ilmu administrasi pendidikan khususnya fungsi supervisi, dan perilaku organisasional pendidikan menyangkut motivasi berprestasi dan kinerja mengajar guru.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 
a. Dengan mengetahui deskripsi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah, motivasi berprestasi guru dan kinerja mengajar guru, maka gambaran ketiga variabel tersebut bisa menjadi bahan masukan bagi dinas pendidikan dalam menentukan kebijakan dan pembinaan pegawai, khususnya guru dan kepala sekolah.
b. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah mendapat masukan untuk mengarahkan dan membina guru dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah yang dipimpin dan dibinanya.
c. Dengan mengetahui besarnya kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah bisa mengkondisikan terciptanya kinerja mengajar guru yang prima.
d. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, terutama departemen (pemerintah pusat) dan dinas pendidikan (pemerintah daerah) bisa menentukan kebijakan yang kondusif dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI BIDANG AKADEMIK TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI BIDANG AKADEMIK TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN

(KODE : PASCSARJ-0214) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI BIDANG AKADEMIK TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yaitu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang dapat mengembangkan kepribadian, kecerdasan, keterampilan serta menambah wawasan menjadi lebih luas dan dapat mengembangkan potensi diri pribadi.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus-menerus.
Hal ini dikarenakan pengaruh perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang serba cepat menuntut guru-guru harus terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.
Tenaga kependidikan adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan mutu pendidikan. Guru dan kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kualitas kepala sekolah sebagai manajer sangat dipengaruhi oleh kinerja (capability) manajerial yang dimiliki dalam upaya memberdayakan guru sehingga terwujud guru yang professional yang selalu ingin mengaktualisasi dalam bentuk peningkatan mutu pendidikan. Kepala sekolah yang mempunyai kinerja yang baik yaitu seorang kepala sekolah yang mempunyai kapasitas intelektual, emosional, dan spiritual yang baik serta berwawasan luas dan futuristik.
Kapasitas intelektual diperlukan dalam mencermati, memahami, dan menganalisis setiap informasi yang diperoleh. Kapasitas emosional diperlukan dalam menghadapi berbagai tekanan dan dalam membangun hubungan. Sedangkan kapasitas spiritual diperlukan pada saat melakukan pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang berpihak pada kebenaran. Adapun wawasan yang luas dan futuristik merupakan modal dasar dalam membaca tanda-tanda perubahan lingkungan sekolah sehingga dapat membawa sekolah yang dipimpinnya tetap eksis dalam kondisi perubahan yang terus terjadi. Kepala sekolah yang ideal mampu mensinergikan kemampuan manajemen dan kemampuan kepemimpinan secara simultan.
Pada tataran perilaku interaksi antar manusia organisasional dan pemberdayaan sumber daya pendukungnya, kedua kemampuan itu sulit dipisahkan, karena memang praktis kepemimpinan dan manajemen tidak mudah dibedakan. Dan salah satu tugas kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen sekolah adalah mengendalikan. Melalui fungsi pengendalian, kepala sekolah dapat menjalankan organisasi persekolahan agar tetap berproses pada arah yang benar dan tidak membiarkan deviasi atau penyimpangan yang terlalu jauh dari arah tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian dan supervisi dilakukan untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan rencana yang didesain dapat dilaksanakan secara baik.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa jenjang pendidikan menengah, selain pengawasan, kepala sekolah juga mendapat tugas sebagai supervisor yang diharapkan dapat setiap hari berkunjung ke kelas dan mengamati kegiatan guru yang sedang mengajar serta bahwa setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran , pelaksanaan proses pembelajaran , dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kegiatan supervisi melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi bersangkut-paut dengan semua upaya penilaian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan faktor penentu keberhasilan.
Dalam pelaksanaannya, pembinaan yang bersifat akademik profesional atau teknis-edukatif harus mendapat perhatian yang lebih besar dari pada perilaku supervisi (supervisor), karena pembinaan inilah yang berhubungan langsung dengan perbaikan pengajaran. Sedangkan pembinaan yang bersifat administratif tidak secara langsung berkaitan dengan perbaikan pengajaran, akan tetapi dapat mendukung terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara optimal.
Supervisi oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah terhadap guru merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara profesional untuk membantu pertumbuhan pribadi dan profesi agar setiap orang mengalami peningkatan kualitas diri menuju guru profesional.
Supervisi oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah meliputi supervisi akademik yang berhubungan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran, dan supervisi manajerial yang berhubungan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah serta bertujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada akhirnya akan menghasilkan pembelajaran yang bermutu dan guru yang profesional.
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam mated maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi yang mandiri, mampu memahami dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan suatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan suatu yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu dapat dikatakan dimulai dari kelas, karena guru ditingkat operasional merupakan penentu keberhasilan pendidik melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperimental. Dengan perkembangan dan tuntutan yang berkembang dewasa ini peran guru mengalami perluasan yaitu sebagai : pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.
Kegiatan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.
Pengelolaan kelas yang baik akan menghasilkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Selain pengelolaan kelas, perubahan paradigma pengajaran dan pembelajaran amat bergantung pada perubahan pemahaman para guru tentang dasar dan teori kependidikan yang dianutnya, termasuk dengan perubahan cara pandang (point of view) dan pola pikir (mindset) tentang peran dan kompetensi profesional pendidik dalam proses pembelajaran di sekolah. Bagaimana proses tersebut dapat berjalan dengan baik tentu dibutuhkan pengawasan yang baik pula. Proses pengawasan terhadap kegiatan pembelajaran dapat dilakukan oleh kepala sekolah sebagai bagian dari tugas manajerialnya dan oleh pengawas bidang studi sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsinya. Melalui pengawasan yang baik, teratur, disertai masukan-masukan yang membangun maka proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan bermutu. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung (Nana Syaodih, 2006 : 6).
Berdasarkan hal tersebut, disadari bahwa kepala sekolah melalui supervisi akademiknya, kinerja pengawas sekolah di bidang akademik dengan pembinaannya dan guru dengan pembelajarannya yang bermutu, akan sangat menentukan terhadap terciptanya sekolah yang memiliki mutu lulusan yang baik, yaitu mutu siswa yang mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat dalam angka menjawab tantangan moral, mental, dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. 

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka fokus penelitian ini berkaitan dengan supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di sekolah-sekolah standar nasional di X.
Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran deskriptif perilaku supervisi akademik kepala sekolah di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
2. Bagaimana gambaran deskriptif tentang kinerja pengawas sekolah di bidang akademik di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
3. Bagaimana gambaran deskriptif tentang mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
4. Berapa besar kontribusi perilaku supervisi akademik kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
5. Berapa besar kontribusi kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
6. Berapa besar kontribusi perilaku supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik secara bersama-sama terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kontribusi supervisi akademik kepala sekolah dan pembinaan pengawas sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Rintisan Sekolah Standar Nasional di X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Gambaran perilaku supervisi akademik kepala sekolah di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
2. Gambaran kegiatan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
3. Gambaran mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
4. Kontribusi supervisi akademik kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
5. Kontribusi kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
6. Kontribusi supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik secara bersama-sama terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.