Search This Blog

Showing posts with label skripsi pendidikan bahasa dan sastra indonesia. Show all posts
Showing posts with label skripsi pendidikan bahasa dan sastra indonesia. Show all posts
Skripsi Penggunaan Bahasa Slang Dalam Komunitas Waria Di Kota X

Skripsi Penggunaan Bahasa Slang Dalam Komunitas Waria Di Kota X

(Kode PEND-BSI-0015) : Skripsi Penggunaan Bahasa Slang Dalam Komunitas Waria Di Kota X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam bermasyarakat yang universal terdapat banyak tingkatan sosial, latar belakang dan lingkungan yang berbeda. Hal ini menyebabkan berubah dan keluar dari konteks yang sebenarnya, karena fungsi bahasa sebagai penghubung antara pengguna bahasa yang satu dengan yang lainnya. Maka bahasa dibuat sepraktis mungkin agar pengguna bahasa lebih mudah untuk memahami dan juga bisa dipahami oleh si pengguna bahasa itu sendiri. Banyak kalangan yang merubah bahasa baik golongan ataupun tingkatan usia. Komunitas-komunitas yang memiliki bahasa simbol diantaranya komunitas waria.
Begitu banyak komunitas yang ada di Indonesia dan begitu banyak pula variasi bahasa yang terbentuk untuk memudahkan komunikasi, salah satunya adala komunitas waria. Komunitas yang satu ini tergolong unik dan eksklusif hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian sebab bahasa yang dimiliki merupakan hasil kreativitas berbahasa, oleh karea itu bahasa yang dimilik komunitas waria ini termasuk bahasa slang sebab tak banyak orang mengerti dan paham tentang bahasa ini kecuali komunitas itu sendiri yaitu waria.
Banyak tempat kita bisa menjumpai komunitas ini (waria). Ada yang tiap malam mangkal di pinggir jalan dan ada pula yang di salon. Waria salon atau waria yang bekerja di salon dijadikan objek penelitian sebab waria salon memiliki pengetahuan dan wawasan yang memadai. Waria salon sering mengikuti seminar kecantikan dan kesehatan yang diadakan oleh produk-produk kosmetik. Hal ini menjadi nilai plus bagi waria salon dibandingkan dengan waria-waria yang menjajakan diri di pinggir jalan. Bukan itu saja ketrampilan dalam tata rias membuat mereka menjajaki dunia festival kecantikan, jadi pengalaman waria salon lebih banyak dan berkualitas.
Penelitian dilakukan saat waria salon sedang santai atau menunggu pelanggan salon, bisa juga saat salon tutup karena apabila salon tutup biasanya mereka berkumpul di salah satu salon untuk ngobrol. Memang banyak hal yang mereka bicarakan mulai dari penghasilan salon perhari hingga kaum adam, sehingga memudahkan penelitian dalam pengambilan data. Bisa juga pada saat acara ludruk, seminar, atau hajatan di salah satu waria disanalah interaksi timbul dan tepat untuk penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi landasan teori adalah pembentukan bahasa slang, komponen yang berpengaruh terhadap tutur dan keberadaan slang di masyarakat. Penelitian ini diwakili dengan menyediakan data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak sadap atau simak catat.
Dari segi mobilitas waria salon di X lebih intelektual, hal ini disebabkan daerah geografis yang sangat mendukung dari berbagai kebutuhan, waria salon mampu bersaing dengan masyarakat umum, hal ini yang menyebabkan waria di X bisa berkreasi dan berkembang dalam bidang jasa dan hampir semua waria salon memiliki tingkat pendidikan yang bisa diperhitungkan, bukan itu saja waria salon memiliki kemampuan lebih, dibandingkan dengan waria yang mangkal di pinggir jalan.
Yang membuat waria salon di X lebih dibandingkan dengan tempat lain karena X dekat dengan pusat transportasi, diantaranya bandara internasional X yang letaknya sekitar satu kilo meter dari X serta terminal X yang berjarak sekitar dua kilometer, daerah yang strategis inilah membuat waria X dapat mengembangkan potensinya.
Di X ada sekitar lima belas waria dengan berbagai profesi, tetapi sebagian besar tetap berprofesi sebagai pekerja salon. Waria-waria X sering berkumpul dan mengadakan pertemuan, tetapi tak jarang dari mereka saling berinteraksi dengan masyarakat luar, hanya saja keberadaannya tak mau diusik oleh golongan lain.
Dari latar belakang ini, peneliti mengenal waria-waria tersebut ketika mereka berkumpul di suatu salon sehingga memudahkan penulis untuk berkenalan. Perkenalan diawali dengan peneliti sebagai pengguna jasa mereka yaitu potong rambut. Mereka menyambut peneliti sebagai teman yang di luar komunitasnya.
Slang menjadi bahan kajian teori penelitian, sebab slang adalah bahasa yang bersifat rahasia yang tidak bisa dimengerti oleh komunitas lain dan slang wujud dari mengembangkan variasi bahasa yang dibedakan dari status sosial dari lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembentukan kosakata dalam komunitas waria salon di X ?

1.3 Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah di atas, dapat kita ketahui tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan proses pembentukan kosakata dalam komunitas waria salon di X.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam bidang bahasa yang beraneka ragam, sekaligus dapat memahami berbagai variasi bahasa yang timbul di lingkugan sosial serta pemahaman pembentukan kata pada suatu komunitas yaitu komunitas waria salon.
Skripsi Pelaksanaan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Di SMPN-X

Skripsi Pelaksanaan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Di SMPN-X

(Kode PEND-BSI-0014) : Skripsi Pelaksanaan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Di SMPN-X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan telah melahirkan perubahan sosial, sikap, dan perilaku, yang pada akhirnya bermuara pada pergeseran sistem nilai dan norma kehidupan. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya transformasi budaya, ilmu pengetahun, dan teknologi. Realita seperti ini menuntut setiap bangsa (termasuk Indonesia) untuk segera mempersiapkan diri agar mampu bersaing, khususnya dalam bidang pendidikan.
Diakui atau tidak, mutu pendidikan Indonesia jauh tertinggal dengan negara lain. Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan Matematika siswa SMP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada pada urutan 32 dari 38 negara. Sementara itu, International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada pada urutan 30 dari 38 negara yang disurvei (Nurhadi, 2004: 1). Menurut catatan Human Development Report versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada pada urutan 110 dari 173 negara pada tahun 2002, dan 112 dari 174 negara pada tahun 2003. Indonesia berada jauh di bawah Singapura (28), Korea Selatan (30), Brunei Darusalam (31), Malaysia (58), Thailand (74), dan Filipina (85).
Selanjutnya, menurut Depdiknas (2005: 45), jumlah anak usia SD (7 – 12 tahun) yang belum terlayani oleh pendidikan sebanyak 5,50 % (1.422.141 anak), anak usia SMP (13 – 15 tahun) yang belum terlayani oleh pendidikan sebanyak 44.30 % (5.801.122 anak), dan anak usia SMA (16 – 18 tahun) yang belum terlayani oleh pendidikan sebanyak 67,58 % (9.113.941 anak). Retensi kotor anak masuk SD yang melanjutkan hingga Perguruan Tinggi sebesar 11,6 %, dan yang tidak sebesar 88,4%.
Kondisi di atas memberikan gambaran, sekaligus bahan renungan dan refleksi, bahwa pendidikan di Indonesia masih memerlukan perhatian dan pembaharuan dalam rangka menciptakan manusia-manusia berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini selaras dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu komponen penting demi terlaksananya sebuah Sistem Pendidikan Nasional yang terarah adalah kehadiran kurikulum. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia paripurna sebagaimana yang tersurat dalam tujuan pendidikan nasional. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut, pengembangan potensi peserta didik harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Lebih lanjut, dalam PP No. 19 tahun 2005, pemerintah telah menetapkan delapan standar minimal pendidikan, diantaranya: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi kelulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar pengelolaan, (6) standar sarana prasarana, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian.
Di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum. Yang terbaru adalah diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kemudian disempurnakan kembali menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) sebagai pengganti kurikulum 1994. Pertanyaannya sekarang, apakah dengan adanya kurikulum masalah pendidikan akan teratasi secara otomatis? Ternyata tidak. Kurikulum hanya merupakan satu diantara tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembaharuan pendidikan. Selain kurikulum, hal yang perlu mendapat perhatian tersebut yaitu peningkatan pembelajaran, dan efektifitas pendekatan pembelajaran. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi siswa.
Pemberlakuan KTSP menuntut adanya perubahan paradigma guru yang semula mengajar dengan orientasi terhadap hasil dan materi (transfer of knowledge) menjadi orientasi terhadap proses. Nurhadi (2002: 1), mengatakan bahwa pembelajaran yang berorieritasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi 'mengingat' jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pembelajaran hendaknya sebanyak mungkin melibatkan peserta didik agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi secara ilmiah dan alamiah. Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ‘anak mengalami' apa yang dipelajarinya, bukan 'mengetahui'-nya. Konsep pembelajaran yang demikian inilah yang diharapkan oleh pendekatan CTL.
CTL merupakan konsep belajar yang menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. CTL memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran, seting pembelajaran yang tidak melulu di dalam kelas, dan media apa saja untuk belajar. Prinsipnya, orang-orang dan benda-benda di sekitar siswa, semua adalah media belajar. Sehingga, gambaran fisik kelas CTL seperti berikut ini:
… dinding kelas penuh dengan tempelan hasil karya siswa (tidak hanya gambar presiden dan wakil presiden saja). Dinding kelas penuh dengan gambar hasil karya siswa, peta (baik cetak maupun buatan siswa sendiri, artikel, gambar tokoh idola, puisi, komentar, foto tokoh, diagram-diagram, dan lain-lain. Setiap saat berubah. Bahkan lorong-lorong sekolah pun dapat dimanfaatkan. Akibatnya, kemana pun siswa pergi dikepung oleh informasi! Ciri kedua, kelas CTL adalah siswa siswa selalu ramai dan gembira dalam belajar. Kelas yang aktif bukan kelas yang sepi (Nurhadi, 2004: 151).
Belajar harus didukung oleh lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, dalam arti lingkungan yang mampu memberikan stimulasi siswa senang belajar. Oleh karena itu, pembelajaran harus berubah dari "guru yang berakting di depan kelas dan siswa menonton "ke" siswa yang berakting, bekerja, dan berkarya, guru mengarahkan dan memfasilitasi". Dengan kata lain, dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
Kondisi ideal di atas, jelas bertolak belakang dengan apa yang terjadi selama ini. Masih banyak guru yang mengajar dengan cara-cara lama dan kurang melibatkan dan mengaktifkan siswa untuk mampu belajar sendiri. Model pembelajaran yang hanya menekankan ceramah dan kurang demokratis masih banyak terjadi, dengan akibat siswa kurang bebas untuk mengembangkan pikiran dan gagasannya. Guru terjebak dengan kegiatan rutin, yaitu memberikan penjelasan serta men-drill bahan ajar kepada siswa yang sesuai dengan buku teks/buku paket, sedangkan siswa menerima bahan ajar yang diberikan oleh guru. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Drost (2005 : 7) bahwa sistem drill masih amat disenangi oleh para guru sehingga unsur penemuan biasanya sering dilupakan.
Hampir setiap guru tidak pernah memperhatikan perbedaan individual siswa. Walaupun model pembelajarannya klasikal, pada jam pelajaran yang sama, pada umumnya dalam satu kelas guru mengajarkan bahan dan materi yang sama dan dengan cara yang sama untuk semua siswa pada kelas tersebut, Sagala (2003 : 151). Dampak logis dari model pembelajaran dengan cara-cara lama tersebut, diantaranya: (a) banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya, (b) sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan, dan (c) siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah (Depdiknas, 2006: 7).
Jika kondisi ini tetap dibiarkan, pendidikan di Indonesia akan semakin terpuruk dan tertinggal dengan negara-negara lain. Sebaliknya, apabila kondisi tersebut diatasi dengan penerapan Pendekatan CTL secara optimal, kualitas pendidikan akan memiliki keunggulan kompetensi-kompetitif dalam persaingan global. Depdiknas, (2006: 11) menyatakan bahwa pengalaman di negara lain, minat dan prestasi siswa dalam bidang bahasa, matematika, dan sains meningkat secara drastis pada saat: (a) mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai, (b) mereka diajarkan bagaimana mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dipergunakan di luar kelas, dan (c) mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama.
Kondisi riil di Kabupaten X, selain memperoleh pelatihan kurikulum, guru bahasa Indonesia juga mendapatkan pelatihan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai pendekatan pembelajarannya. Konsekuensi logis dari pelatihan tersebut, para guru bahasa Indonesia di SMPN X begitu antusias menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran di dalam kelas. Berpijak dari uraian di atas, maka dalam kesempatan ini penulis mencoba menganilisis sebuah topik dengan judul: “Pelaksanaan Contextual teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X ”.

1.2 Asumsi dan Batasan Masalah
1.2.1 Asumsi
Asumsi yang mendasari diadakannya penelitian ini diantaranya:
1. Guru bahasa Indonesia SMP Negeri di Kabupaten X tergabung dalam MGMP bahasa Indonesia Kabupaten X.
Dalam MGMP diadakan pertemuan secara rutin setiap bulan. Pertemuan tersebut diadakan untuk membicarakan masalah pembelajaran dan solusinya terutama yang menyangkut bahasa Indonesia. Logikanya pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat berjalan dengan optimal.
2. Berdasarkan data terbaru dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMPN X tahun 2007, Kualifikasi pendidikan guru Bahasa Indonesia, 3% Diploma, 93% Sarjana (S1), dan 4% Pasca Sarjana (S2). Dengan modal akademik lulusan Sarjana (S1) apalagi Pasca Sarjana (S2), seorang guru semestinya mampu menjalankan tugasnya, mengajarkan Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP, dengan baik dan optimal.
3. Pelatihan atau penataran tentang CTL baik di tingkat sekolah, kabupaten, maupun provinsi sudah pernah diikuti oleh + 78% guru bahasa Indonesia SMP Negeri di Kabupaten X.
Modal ini semestinya menambah kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.
4. Pembelajaran Bahasa Indonesia bersifat tematik sehingga secara material muatan mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup segala aspek (tema-tema) dalam kehidupan. Padahal, tujuan utama pembelajaran Bahasa Indonesia adalah penguasaan siswa terhadap kompetensi berbahasa Indonesia, bukan penguasaan pengetahuan tentang Bahasa Indonesia. Para siswa harus mampu berbahasa sesuai dengan konteks dan ragamnya dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, CTL-lah pendekatan yang prinsip- prinsipnya sangat dibutuhkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan asumsi hasilnya bisa optimal.

1.2.2 Batasan Masalah
Untuk memperjelas pembahasan agar tidak melebar dan menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti, perlu adanya batasan masalah. Begitu juga dengan penelitian tentang pelaksanaan CTL ini. Berpijak dari hal tersebut di atas, masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini dibatasi pada: Pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan hambatannya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X?
2. Hambatan-hambatan apa yang ditemui guru Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X dalam pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL)?

1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:
1. untuk mendeskripsikan pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X; dan
2. untuk mendeskripsikan hambatan- hambatan yang ditemui guru Bahasa Indonesia Kelas VIII Tahun Pelajaran X di SMPN X dalam pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL).

1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diantaranya adalah:
1. Bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan Kab. X), hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan terutama dalam pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
2. Bagi praktisi pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai introspeksi sekaligus refleksi diri.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran kondisi terkini tentang pendidikan sekaligus sebagai media untuk menambah wawasan dan referensi untuk penelitian yang sama.

1.6 Penjelasan Istilah
Dari judul penelitian ini, terdapat istilah yang perlu didefinisikan secara operasional. Istilah tersebut adalah Contextual Teaching and Learning (CTL).
Depdiknas (2006:8) menyatakan bahwa CTL:
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Skripsi Kemampuan Menggunakan Kata Penghubung Dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas V MIN-X

Skripsi Kemampuan Menggunakan Kata Penghubung Dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas V MIN-X

(Kode PEND-BSI-0013) : Skripsi Kemampuan Menggunakan Kata Penghubung Dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas V MIN-X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Tata bahasa merupakan suatu himpunan dari patokan-patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kata, dan tata kalimat serta tata makna. Dengan kata lain bahasa meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis (Keraf, 1994:27).
Kata penghubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat (Chaer, 2000:140).
Dari pengertian tersebut, maka kata penghubung sangatlah diperlukan untuk memperjelas kalimat, karena kata penghubung merupakan rambu-rambu bahasa tulis yang berpengaruh dalam pembuatan kalimat atau karangan. Suatu karangan deskripsi akan sulit dimengerti jika dalam karangan deskripsi tidak dibubuhi kata penghubung.
Siswa sering sekali kurang dalam pemahaman kata penghubung dalam suatu karangan, padahal setiap hari mereka di sekolah pasti akan bertemu dengan kegiatan menulis dan membaca, baik itu membaca buku pelajaran atau menulis suatu karangan.
Walaupun banyak buku yang mengulas pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi kenyataannya masih sering dijumpai dalam penggunaan kata penghubung yang tidak tepat. Salah satu penyebabnya menurut tata bahasa baku adalah tidak mengenalnya strategi pembuatan kalimat.
Peneliti mengadakan penelitian di MI X karena MI X adalah salah satu MI (Madrasah Ibtidaiyah) Negeri yang ada di kabupaten X sebagai model atau percontohan dalam pengembangan kualitas pendidikan dan pembelajaran serta sebagai pusat sumber belajar bersama dan inovasi penyelenggaraan pendidikan bagi madrasah-madrasah yang ada di sekitarnya.
Alasan peneliti mengambil siswa kelas V karena siswa kelas V ini masih banyak memerlukan pengetahuan dan wacana yang lebih luas tentang menggunakan kata penghubung yang nantinya dapat diteruskan di kelas VI pada sekolah dasar dan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Alasan peneliti menggunakan karangan deskripsi karena karangan deskripsi merupakan karangan yang menggambarkan suatu objek dengan tujuan agar pembaca merasa seolah-olah melihat sendiri obyek yang digambarkan itu. Siswa yang masih duduk di tingkat dasar biasanya sangat suka dengan cerita-cerita yang menggambarkan suatu objek, oleh karena itu peneliti menggunakan karangan deskripsi.

1.2 Masalah
1.2.1 Ruang Lingkup
Pada bagian ini akan peneliti sebutkan macam-macam kata penghubung yaitu: kata penghubung dan, dengan, serta, atau, tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya, malah atau malahan, bahkan, lagipula, apalagi, itupun, jangankan, malainkan, hanya, kecuali, lalu, kemudian, mula-mula, yakni, yaitu, adalah, ialah, bahwa, jadi, karena, karena itu, sebab, sebab itu, kalau, jika, asal, andaikata, meskipun, supaya, agar, ketika, sesudah, sebelum, sejak, untuk, yang, sampai, sambil, seperti, tempat.
Setelah peneliti mengkaji dan menganalisa karangan deskripsi yang disempurnakan oleh siswa ternyata ditemukan tujuh jenis kata penghubung. Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti hanya mengambil tujuh kata penghubung yaitu: yang, dengan, untuk, dan, seperti, jika, karena.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Karena permasalahan yang berkaitan dengan kata penghubung cukup banyak, maka perlu diadakan pembatasan masalah agar permasalahan tidak berkepanjangan dan nantinya diharapkan menghasilkan pembahasan yang terarah.
Oleh karena itu dalam karangan deskripsi (yang tanda penghubungnya dihilangkan) yang disempurnakan oleh siswa terdapat tujuh kata penghubung maka permasalahan yang diteliti ini meliputi kemampuan menggunakan kata penghubung dalam karangan deskripsi Siswa Kelas V MI X menggunakan kata penghubung antara lain:
1. Kata penghubung yang.
2. Kata penghubung dengan.
3. Kata penghubung untuk.
4. Kata penghubung dan.
5. Kata penghubung seperti.
6. Kata penghubung jika.
7. Kata penghubung karena.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan pada latar belakang masalah yang berkaitan dengan kata penghubung, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung yang dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
2. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung dengan dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
3. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung untuk dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
4. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung dan dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
5. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung seperti dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
6. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung jika dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?
7. Bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung karena dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X?

1.4 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian, tujuan dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menggunakan kata penghubung dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung yang dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
2. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung dengan dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
3. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung untuk dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
4. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung dan dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
5. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung seperti dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
6. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung jika dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.
7. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan menggunakan kata penghubung karena dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian tentang kemampuan menggunakan kata penghubung ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti sebagai bahan acuan pengembangan kajian kaidah tata bahasa Indonesia di sekolah, oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Siswa
Siswa diharapkan menggunakan dan mampu menggunakan kata penghubung dalam karangan deskripsi secara baik dan benar.
2. Guru
Guru diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kata penghubung dan mengkaji lebih jauh permasalahan dan penggunaan kata penghubung dalam karangan deskripsi.
3. Peneliti
Bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penggunaan kata penghubung dalam menyusun karangan deskripsi yang baik dan benar.

1.6 Penjelasan Istilah
Supaya terdapat kesatuan pandangan dan menuju satu pikiran perlu adanya penjelasan istilah. Dalam penelitian ini konsep yang perlu ditegaskan adalah :
1. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, atau kepandaian menyelesaikan sesuatu berdasarkan tujuan (Poerwadarminta, 1984:628)
2. Kata penghubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat (Chaer, 2000:140).
3. Karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek dengan tujuan agar pembaca seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan itu (Kosasih, 2002:33).
4. Siswa kelas V MI X adalah semua siswa kelas V yang bersekolah di MI X.
Jadi, kemampuan menggunakan kata penghubung dalam karangan deskripsi siswa kelas V MI X adalah kemampuan siswa kelas V MI X dalam menggunakan kata penghubung pada karangan deskripsi, sehingga tidak akan menimbulkan penafsiran yang salah pada judul skripsi.
Skripsi Kemampuan Menciptakan Puisi Menggunakan Metode Tugas Siswa Kelas V MI-X

Skripsi Kemampuan Menciptakan Puisi Menggunakan Metode Tugas Siswa Kelas V MI-X

(Kode PEND-BSI-0012) : Skripsi Kemampuan Menciptakan Puisi Menggunakan Metode Tugas Siswa Kelas V MI-X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Puisi merupakan salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, dalam penyajiannya sangat mengutamakan keindahan bahasa dan kepadatan makna. Menurut pendapat C. Day Lewis dalam Eddy (1985 :12) puisi adalah sesuatu yang dikumandangkan dalam bentuk suara dimana setiap orang dalam satu kelompok kegiatan terlibat di dalamnya. Kehadiran puisi pada mulanya bukanlah untuk menunjang sarana komunikasi antarmanusia. Puisi lahir sebagai ekspresi hasrat batin manusia untuk mencapai alam magis, dalam dibalik kehidupan nyata. Dengan terus berkembangnya kebudayaan, maka perkembangan puisi ditandai dengan semakin banyaknya para penyair menciptakan puisi, kemudian dibuat buku yang terdiri dari kumpulan-kumpulan puisi yang diciptakannya.
Menciptakan puisi tidak berangkat dari kekosongan, tetapi harus bertolak pada pengalaman maupun khazanah kehidupan. Semua itu perlu dihayati dan direnungkan lebih dulu. Ada pikiran, perasaan, unek-unek, obsesi, gagasan, imajinasi-imajinasi yang ingin diterjemahkan. Ada aneka fenomena, peristiwa, warna dan suara yang ingin dirangkai dengan kata-kata, untuk itu puisi terlahir bersama proses kreatifnya (Mujiyanto, 2006:1). Proses kreativitas dalam menciptakan karya sastra sering disebut proses imajinatif. Bahan proses imajinatif yang diolah oleh seorang sastrawan bukanlah lamunan, fantasi, atau khayalan, namun justru realita kehidupan yang nampak pada pengalaman diri,
pengalaman batin, pengalaman bahasa, maupun pengalaman estetis pengarang (Tjahjono, 1990 : 37).
Menciptakan puisi sebenarnya merupakan pekerjaan yang tidak mudah, memerlukan ekspresi dan mempergunakan imajinasi sebagai pembantu akal pikiran. Pada dasarnya dengan menciptakan sebuah puisi, maka seorang siswa telah mampu belajar membangun, membuat atau membentuk sebuah dunia baru secara lahir maupun batin (Tjahjono, 1990 : 50). Dengan kemampuan tersebut diharapkan para siswa dapat menciptakan puisi dengan baik.
Diperlukan sebuah metode yang sesuai untuk menciptakan puisi yaitu dengan menggunakan metode tugas. Metode tugas merupakan metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar (Djamarah, 1995 : 96). Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di halaman sekolah. Untuk meneliti yang ada hubungannya dengan tema kehidupan, sebagai bahan untuk menciptakan puisi. Metode tugas tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR). Pekerjaan rumah mempunyai pengertian yang lebih khusus, ialah tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dikerjakan siswa di rumah. Sedangkan metode tugas diberikan oleh guru tidak sekedar dilaksanakan di rumah, melainkan dapat dikerjakan di perpustakaan, di laboratorium, atau di tempat-tempat lain yang ada hubungannya dengan tugas atau pelajaran
yang diberikan. Metode ini diberikan bertujuan untuk memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran yang telah diterima, melatih siswa ke arah belajar mandiri dan memperkaya pengalaman-pengalaman di sekolah melalui kegiatan-kegiatan di luar kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi bahasa Indonesia bahwa siswa kelas V MI X masih dijumpai banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menciptakan puisi yang baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian mengenai kemampuan siswa dalam menciptakan sebuah puisi dengan judul kemampuan menciptakan puisi menggunakan metode tugas siswa kelas V MI X.

1.2 Rumusan Masalah
Secara umum, masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. Secara operasional rumusan masalah umum ini dirumuskan menjadi tiga rumusan masalah khusus yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kemampuan memilih diksi dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X
2. Bagaimana kemampuan menampilkan nilai-nilai dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X
3. Bagaimana kemampuan menggunakan citraan dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan memilih diksi dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X
2. Untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan menampilkan nilai-nilai dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X
3. Untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan menggunakan citraan dalam menciptakan puisi dengan metode tugas siswa kelas V MI X

1.4 Manfaat Penelitian
Ditinjau dari masalah yang telah dirumuskan, maka manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah :
a. Bagi Siswa
Siswa dapat memperoleh pengalaman baru dalam menciptakan puisi dengan metode tugas, menumbuhkan kegiatan untuk berusaha sendiri dalam menelaah serta memecahkan masalah yang berhubungan dengan proses penciptaan puisi.
b. Bagi Guru Bahasa
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam bimbingan pengajaran bahasa Indonesia yang berhubungan dengan proses penciptaan puisi.
c. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penyempurnaan dalam pelaksanaan kegiatan belajar bahasa Indonesia dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya bidang studi bahasa Indonesia.
d. Perkembangan ilmu sastra
Dapat menumbuhkembangkan daya apresiasi sastra khususnya puisi dan rasa peduli terhadap karya sastra Indonesia.
e. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat dijadikan pengalaman mengenai proses menciptaan puisi yang baik dengan metode tugas.
Skripsi Campur Kode Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

Skripsi Campur Kode Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

(Kode PEND-BSI-0011) : Skripsi Campur Kode Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan sesuatu yang harus ada dalam kehidupan manusia, sebab bahasa adalah salah satu alat yang paling utama untuk berkomunikasi, berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dilihat dari segi linguistik struktural bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi. Oleh karena itu, bahasa merupakan suatu sistem, maka bahasa tersebut mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung dan mengandung unsur-unsur yang dianalisis secara terpisah. Orang berbahasa mengeluarkan bunyi-bunyi yang berurutan membentuk suatu struktur tertentu. Bunyi-bunyi itu merupakan lambang yaitu melambangkan makna yang tersembunyi. Dengan satuan makna tersebut anggota masyarakat dapat berkomunikasi sesuai dengan keperluan yang sifatnya komunikatif. Manusia selalu menjalani wujud bahasa dalam huruf sehingga dapat dibedakan antara bahasa tulis dengan bahasa lisan.
setiap komunikasi kita saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka proses komunikasi tersebut terjadilah peristiwa tutur dan tindak tutur dalam situasi tutur. Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam bentuk ujaran yang melibatkan dua pihak, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi. Kedua gejala tersebut terdapat pada satu proses, yaitu proses komunikasi. (Chair, 2004:47).
Bahasa itu beragam, artinya, sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu dipergunakan oleh penutur heterogen dan yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu beragam. Bahasa di dalam realisasinya selalu ada pada konteksnya. Konteks yang dimaksud dalam pengertian ini adalah konteks sosio-kulturalnya.
Sebagai alat komunikasi, bahasa terdiri dari dua aspek, yaitu (1) aspek linguistik. Aspek ini berupa unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir yakni bunyi, kata, kalimat, dan ajaran atau teks, dan (2) aspek non linguistik atau paralinguistik. Aspek ini mencakup (a) pola ujaran seseorang; (b) unsur supra segmental; (c) jarak dan gerak-gerik tubuh; (d) rabaan. Aspek linguistik dan paralinguistik tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi. (Chair, 2004:22)
Dalam situasi pertuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal, baik lisan maupun tulis sering ditemukan orang bertutur dengan menggunakan bahasa tertentu tiba-tiba mengganti bahasanya. Mengganti bahasa diartikan sebagai tindakan mengalihkan bahasa maupun mencampur antara bahasa satu dengan bahasa lainnya. Penggantian bahasa atau ragam bahasa bergantung pada keadaan atau keperluan bahasa itu (Nababan, 1986:31)
Keanekabahasaan dalam suatu masyarakat akan selalu menimbulkan masalah atau paling tidak mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu. Keanekabahasaan membawa masalah bagi individu-individu dan kelompok individu (terutama kelompok minoritas bahasa) pemerintah dan dunia pendidikan. Oleh karena itu mereka harus menguasai sekurang-kurangnya dua bahasa bahkan lebih (bervariasi).
Sifat-sifat khas tuturan dapat terjadi dalam individu maupun kelompok masyarakat. Sifat khas tuturan yang berbeda dengan tuturan orang lain disebut idiolek. Perbedaan pemakaian bahasa secara kelompok muncullah apa yang disebut dialek geografis, dialek sosial atau sosiolek yang lain. Keadaan seperti ini akan timbul karena adanya perbedaan asal daerah penuturnya.
Ragam bahasa atau variasi bahasa secara jelas manandai kelompok, variasi atau ragam bahasa sebenarnya hanya berupa suatu kecenderungan (tendensi) dan seluruhnya terdiri dari perbedaan kosa kata. Kata-kata tertentu cenderung lebih banyak digunakan oleh kelompok tertentu, sehingga menggambarkan ragam bahasa tertentu. Ciri ragam itu mungkin tidak terlalu kelihatan pada kosa kata yang dipakai penutur, tetapi itu menunjukkan dasar perbedaan pada suatu daerah.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dua bahasa atau lebih selalu hidup berdampingan tidak bisa dipisahkan dan akan saling mempengaruhi. Pengaruh bahasa yang timbul karena adanya kontak bahasa antara manusia. Dengan demikian, akibat kontak bahasa dan sekaligus perubahannya, dan dalam dua bahasa atau lebih akan kita jumpai penggunaan bahasa atau pembicaraan yang belum kita mengerti selama aktivitas berlangsung. Pendengar dengan pasif mendengarkannya, tentu pendengar yang aktif, sekali-kali menyela pembicaraan tersebut. Oleh karena itu, adanya penggunaan unsur-unsur bahasa lain ketika memakai bahasa tertentu dengan disengaja dalam percakapan disebut campur kode.
Campur kode dapat terjadi jika pembicaraan penutur menyelipkan bahasa lain ketika sedang menggunakan bahasa tertentu dalam pembicaraannya. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu sering kali berwujud kata-kata, juga berwujud frase, berwujud kelompok kata, berwujud perulangan kata, berwujud beridiom atau ungkapan maupun berwujud klausa.
Campur kode lazimnya terjadi dalam bentuk bahasa tutur (lisan) tetapi tidak menutup kemungkinan adanya campur kode dalam bentuk tulis. Dalam hubungan ini campur kode tidak terjadi dalam bentuk lisan jika penutur menggunakan bahasa tulis, misalnya dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy.
Berdasarkan uraian di atas peneliti akan mengungkap tentang campur kode dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy. Pemilihan ini sebagai objek penelitian didasarkan atas asumsi bahwa novel tersebut terdapat variasi bahasa daerah (bahasa Jawa), bahasa Indonesia maupun bahasa asing.

1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Bahasa hidup dan berkembang di masyrakat. Secara kompleks masalah sosial mengidentifikasikan pula permasalahAn-permasalahan bahasa itu sendiri. Beberapa wujud campur kode antara lain penyisipan yang unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster, penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam campur kode adalah :
1. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
2. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
3. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
4. Bagaimanakah penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?
5. Bagaimanakah penyisipan unsur-usur yang berwujud klausa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy ?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah :
1. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy.
3. Mendiskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.
4. Mendeskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.
5. Mendeskripsikan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrohman El Shirazy.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi penikmat, pemerhati, peneliti dan pengajar bahasa.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian adalah memberi pengetahuan terhadap studi tentang campur kode.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Guru Bahasa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa di sekolah.
2. Bagi Pemerhati Bahasa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang kebahasaan dan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang penggunaan bahasa khususnya campur kode.

1.5 Asumsi
Novel merupakan karangan bebas. Maka seorang pengarang bebas mengekspresikan tulisannya baik yang menyangkut penggunaan bahasa maupun penekanan-penekanan pada kata atau kalimat. Karena tidak terikat oleh suatu aturan-aturan yang harus dipakai. Maka tidak menutup kemungkinan bahasa yang digunakan sehari-hari dapat tertuang dalam karyanya.
Dengan membaca seluruh isi novel maka dapat diambil asumsi bahwa novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy dilihat dari bahasa yang dipergunakan terdapat campur kode yang meliputi penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase, penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud idiom atau ungkapan dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.
Bahasa yang digunakan dalam novel ditunjukkan melalui penggunaan unsur bahasa asing dalam bahasa Indonesia itu tampaknya berupa sikap yang kurang positif. Hal itu jika sikap yang ditunjukkan berupa sikap yang positif pemakai bahasa tentu cenderung akan merealisasikan melalui kesetiaan di dalam penggunaan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, tidak mencampuradukkan dengan bahasa asing, atau boleh jadi bahwa pencampuradukan itu menunjukkan fungsi pemakaian bahasa Indonesia belum sepenuhnya sehingga masih memungkinkan dimasuki oleh serpihan-serpihan unsur bahasa lain atau disebut dengan campur kode.

1.6 Penjelasan Judul
Penelitian ini berjudul Campur Kode dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman El Shirazy. Berkaitan dengan judul tersebut, dibawah ini akan diberikan penjelasan judul sebagai berikut :
Campur kode : Penggunaan unsur-unsur lain atau ketergantungan bahasa ketika memakai bahasa tertentu yang saling dibutuhkan. Unsur-unsur tersebut sering kali berwujud kata-kata, frase, perulangan kata, ungkapan atau idiom dan klausa. Misalnya : “aku manut sama orang tua” dan “nanti bareng saja”. Sama-sama dari bahasa Jawa dengan tidak disengaja digunakan dalam percakapan tersebut.
Novel : Suatu cerita atau karangan bebas, tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu. Penjangnya tidak ditentukan, artinya sebatas melukiskan kehidupan para tokoh yang diceritakan.
Jadi, campur kode dalam novel adalah penggunaan unsur-unsur bahasa lain dalam karangan bebas (novel) atau pemakaian serpihan-serpihan bahasa lain yang diperlukan.
Skripsi Aspek Moral Tokoh Novel Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya

Skripsi Aspek Moral Tokoh Novel Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya

(Kode PEND-BSI-0010) : Skripsi Aspek Moral Tokoh Novel Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Sastra lahir dari tengah-tengah masyarakat, sehingga pada akhirnya sastra tetap melibatkan diri pada masyarakat.hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki.kemunculan sastra terjadi dari proses kreatif yang memerlukan daya cipta yang secara khas dimiliki oleh seniman, khususnya sastrawan.dalam hal ini sastrawanlah yang berpewran penting dalam tugas meneruskan kehadiran sastra yang setiap waktu dapat terjadi dalam masyarakat.Darma (1984 : 25) Mengatakan bahwa, Sastrawn sebagai anggota masyarakat dalam fungsinya sebagi orang pinggiran sekaligus sebagai pemikir dituntut untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat atau pembaca dan harus mampu menunjukkan realita dengan imajinasi dan aspirasinya, sehingga masyarakat dapat melihat identitas dirinya melalui hasil karya sastra yang dimiliki.
Karya sastra yang banyak dianalisis sampai saat ini adalah sastra modern, khususnya Novel. Untuk mewujudkan keseimbangan di antara keduanya, yaitu antara sastra modern itu sendiri dengan sastra lama, perlu ditingkatkan penelitian untuk jenis sastra yang terakhir ini. Hal ini perlu diperhatikan dengan pertimbangan bahwa khazanah sastra lama kaya dengan nilai-nilai yang pada dasarnya sangat diperlukan dalam rangka membina semangat dan kesatuan bangsa. Sesuai dengan visi Postrukturalisme, membangkitkan peran serta budaya.Karya sastra dihasilkan oleh seorang pengarang, tetapi masalah-masalah yang diceritakan adalah masalah-masalah masyarakat pada umumnya. Karya sastra menceritakan seorang tokoh, suatu tempat dan kejadian tempat tertentu, dan dengan sendirinya melalui bahasa pengarang.tetapi yang diacu adalah manusia, kejadian dan bahasa sebagaimana dipahami oleh manusia pada umumnya.dalam hubungan inilah disebutkan bahwa pengarang adalah wakil masyarakat, pengarang sebagai konstruksi transindividual, bukan dirinya sendiri. Karya sastra yang berupa Novel dianggap paling dominan dalam menampilkan unsure-unsur sosialnya karena novel menampilkan unsure-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari yang umum digunakan dalam masyarakat.
Karya sastra yang baik selalu memberikan pesan kepada pembacanya untuk berbuat baik, maksudnya karya sastra tersebut mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral (Darma, 1984 : 48). Manusia sebagai mahluk ciptaan Allah SWT mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sehingga tidak luput dari perbuatan baik (Bermoral) dan perbuatan tidak baik (Immoral).manusia dikatakan bermoral baik apabila dipandang dari tujuan akhirnya, dan perbuatan-perbuatannya disebut moral baik karena perbuatan itu membawa manusia kearah tujuan akhir (Poespoprodjo, 1988 : 27 ). Tujuan akhir manusia sendiri adalah kebahagian dengan jalan melaksanakan perbuatan-perbuatan bermoral . Moral dan immoral akan selalu silih berganti dalam kehidupan, suatu saat melakukan perbuatan bermoral pada saat lain melakukan perbuatan immoral. Oleh karena itu, penelitian tentang moral sangat menarik, karena menyangkut kualitas perbuatan manusia dan gejala-gejala yang ada di lingkungan masyarakat.
Pengarang novel Burung-Burung Manyar yaitu Y.B Mangunwijaya berusaha mengajak pembaca dan penikmat untuk mengerti dan memahami bahwa dalam kehidupan ini, manusia tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan, baik yang disengaja maupun tidak, ini terbukti yang dialami oleh Y.B. Mangunwijaya. Semasa masih mudah dia memiliki pengalaman tersendiri ketika ikut perang gerilya. Sehingga pengalaman tersebut banyak mengilhami dan memberi dorongan atas terbitnya novel Burung-Burung Manyar.tak salah lagi kalau isi dari novel tersebut seakan –akan terjadi di masyarakat. Jika dibaca dan dipahami secara mendalam, novel Burung-Burung Manyar ini dapat diketahui bahwa pengarang tidak sekedar ingin menyampaikan sebuah cerita demi cerita saja.ada sesuatu yang dikemas dalam cerita itu, lewat kata-katanya yang teratur Y.B Mangunwijaya menggambarkan pergolakan perebutan kekuasaan antara Indonesia, Belanda, Jepang serta Inggris yang tak mau lepas untuk campur tangan. Disamping itu menggambarkan pula pergolakan cinta kasih yang abstrak antara tokoh Setadewa dengan Larasati. Perjalanan cinta antara kedua tokoh ini sangat panjang. Namun tak pernah bersatu akibat dari lika-liku kehidupan. Pergolakan cinta kasih ini dalam novel digambarkan seiring dengan pergolakan kekuasaan di wilayah Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut :
1. Bagaimana Aspek Moral Ketuhanan yang terkandung dalam novel Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya ?
2. Bagaimana Aspek Moral Kenegaraan yang terkandung dalam novel Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijay ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan Aspek Moral tokoh Novel Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penelitian ini adalah ingin memperoleh diskripsi obyektif tentang :
a. Aspek Moral Ketuhanan yang terkandung dalam novel Burung-Burung Manyar.
b. Aspek Moral Kenegaraan yang terkandung dalam novel Burung-Burung Manyar.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan sumbangan kepada Ilmu Bahasa Indonesia, Khususnya dalam bidang kesusastraan yang mengarah pada pembinaan aspek moral yang terdapat dalam karya sastra
2. Bagi peneliti, di samping sebagai latihan juga sebagai tolak ukur sampai di mana kemampuan penulis dalam menganalisis sebuah novel.
3. Bagi sastrawan, dapat dijadikan sebagai landasan dalam peningkatan proses kreatif karya sastra terutama novel.

E. Penjelasan Judul
Penelitian ini berjudul Aspek Moral Tokoh Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya. Berkaitan dengan judul tersebut di bawah ini akan diberi penjelasan judul debagai berikut :
1. Aspek Moral adalah pandangan Pengarang terhadap berbagai faktor kehidupan di masyarakat untuk membedakan sesuatu yang benar dan yang salah. (James Drawer, 1986 : 292 )
2. Novel adalah Prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.Istilah lain novel adalah Roman. (Sudjiman, 1990 : 55 )