Search This Blog

Showing posts with label pendidikan agama islam. Show all posts
Showing posts with label pendidikan agama islam. Show all posts

SKRIPSI PERAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN PAI PADA ANAK USIA DINI DI TK

(KODE : PG-PAUD-0088) : SKRIPSI PERAN MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN PAI PADA ANAK USIA DINI DI TK

contoh skripsi pgtk
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Merosotnya kualitas pendidikan banyak mendapat sorotan dari masyarakat, peserta lulusan kependidikan, para pendidik dan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah berupaya semaksimal mungkin mengadakan perbaikan dan penyempurnaan di bidang pendidikan. Sebagai langkah antisipasi, maka pendidikan banyak diarahkan pada penataan proses belajar, penggunaan dan pemilihan media belajar secara tepat. Kesemuanya dimaksudkan untuk pencapaian hasil belajar semaksimal mungkin.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seorang telah belajar suatu adalah perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Perubahan tersebut hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya melalui proses belajar mengajar. Dimana guru bukan satu-satunya sumber belajar, walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangatlah penting.
Melihat sedemikian kompleksnya masalah proses belajar mengajar dan peran guru, maka dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam proses belajar mengajar perlu dikembangkan iklim kondusif yang dapat menumbuhkan sikap dan perilaku belajar secara wajar. Untuk itu pembelajaran dengan menggunakan media, khususnya media gambar dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk hal tersebut.
Dengan penggunaan media gambar pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar, serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks. Demikian pula pemahaman pengertian mengenai kemasyarakatan bisa diperoleh dari gambar, dan dalam situasi tertentu gambar merupakan sumber terbaik untuk tujuan penelitian atau penyelidikan.
Media gambar dapat menolong dan banyak digunakan dalam pengajaran, khususnya dalam pembelajaran anak usia dini. Bukan dikarenakan gambar itu banyak dan murah, melainkan gambar-gambar itu mudah dipahami oleh anak-anak ketimbang kata-kata atau pengertian verbal. Anak-anak zaman sekarang ini tumbuh dan berkembang bersama gambar atau tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan gambar dan mereka belajar membaca arti yang terkandung dalam gambar sejak usia anak-anak. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, gambar sekarang dibuat lebih menarik dan lebih atraktif, sehingga dapat digunakan sebagai media pembelajaran.
Dalam pembelajaran setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda ada yang unggul dalam aspek verbal ada yang unggul dalam aspek nonverbal. Oleh karena itu, Edge Dale dalam Azhar Arsyad mengemukakan bahwa prosentase keberhasilan pembelajaran sebesar 75% berasal dari indera pandang, melalui indera dengar sebesar 13% dan melalui indera lainnya sebesar 12%.
Oleh karena itu gambar sangat penting digunakan dalam usaha memperjelas pengertian, sehingga dengan menggunakan gambar peserta didik dapat lebih memperhatikan terhadap benda-benda atau hal-hal yang belum pernah dilihatnya yang berkaitan dengan pelajaran. Penggunaan media gambar juga dapat membantu guru dalam mencapai tujuan instruksional, karena gambar termasuk media yang mudah dan murah serta besar artinya untuk mempertinggi nilai pelajaran, karena gambar pengalaman dan pengertian peserta didik menjadi lebih luas, lebih jelas dan tidak mudah dilupakan, serta lebih konkret dalam ingatan dan asosiasi peserta didik.
Menurut H. Carl Witherington “Good teaching maintains fitness and freshness in the classroom as opposed in the drab, dull, deadly routine of a hypertrophied intellectual attitude”. Pengajaran yang baik selalu mengusahakan adanya kejelasan dan kesegaran di dalam kelas. Usaha ini sebagai hal yang berlawanan dengan suasana yang membosankan serta menjemukan yang terdapat pada sikap intelektual yang berlebihan.
Karena itulah kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam proses pembelajaran, terutama Pendidikan Agama Islam. Segala ketidakjelasan dan kerumitan bahan yang disampaikan dapat dibantu dan disederhanakan dengan menghadirkan media sebagai perantara. Selain itu anak didik tidak merasa bosan dan dapat menghidupkan pelajaran.
Media juga dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik akan lebih mudah mencari bahan yang akan dipelajari melalui media.
Tidak diragukan lagi, pemilihan media pembelajaran diarahkan kepada suatu upaya untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang abstrak dan mempertinggi daya serap sekaligus menekankan kepada pengalaman lapangan kepada siswa terutama mengenai pembelajaran Agama Islam.
Untuk itu dalam sistem pendidikan yang baru diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, kinerja dan sikap baru, peralatan yang lebih lengkap dan administrasi yang teratur.
Oleh karena itu, di dalam pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat mempertinggi mutu hasil belajar yang dicapai oleh siswa maka dengan penggunaan media gambar sebagai alternatif media pembelajaran sangat efektif dalam proses belajar siswa dan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa di TK X. TK ini menerapkan program peningkatan pendidikan dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman, diharapkan membantu kemajuan dalam hal pendidikan. Terutama dalam menumbuhkan minat belajar pada siswa taman kanak-kanak, disamping itu dapat mempermudah proses belajar mengajar di kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran Agama Islam dengan menggunakan media gambar khususnya dalam pembelajaran agama di taman kanak-kanak dengan harapan dapat meningkatkan mutu hasil belajar.

TESIS PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKSELERASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FIQH PADA MAPEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP

TESIS PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKSELERASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FIQH PADA MAPEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP

(KODE : PASCSARJ-0297) : TESIS PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKSELERASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FIQH PADA MAPEL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)



BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen utama pembelajaran, yaitu, isi atau materi pelajaran dan siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Donald, Mac (dalam Zais, 1976 : 10), bahwa pembelajaran merupakan subsistem dari sistem yang saling berinteraksi, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum.
Dalam proses pembelajaran, terjadi kegiatan belajar dan mengajar. Menurut Ali (2000 : 13), mengajar pada hakekatnya merupakan upaya guru dalam memberikan kemungkinan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Sebagaimana menurut Gagne, dalam Sanjaya, Wina (2008 : 213) : "Instruction is a set of even which affect learners in such a way that learning is facilitated". Maksudnya bahwa hal yang terpenting dalam mengajar bukan upaya guru menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa secara aktif dapat mempelajari bahan sesuai tujuan.
Menurut Ramayulis (2001 : 72), terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran, yakni meliputi : (a) Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan; (b) Pemindahan pengetahuan dilakukan seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar dan mengajar.
Pengetahuan yang dipindahkan diperoleh dari dua sumber, sumber Ilahi dan sumber manusiawi. Kedua jenis pengetahuan ini saling melengkapi dan pada hakikatnya, keduanya berasal dari Allah yang menciptakan manusia dan memberinya berbagai potensi untuk bisa memahami dan memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang berasal dari sumber Ilahi ialah pengetahuan yang datang langsung dari Allah melalui wahyu-Nya. Adapun pengetahuan yang berasal dari sumber manusiawi ialah pengetahuan yang dipelajari manusia dari berbagai pengalaman pribadinya dalam kehidupan, juga dalam usahanya dalam menelaah dan memecahkan berbagi problem yang dihadapinya, atau melalui pendidikan dan pengajaran serta penelitian ilmiah (Usman Najati, 1986 : 30).
Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas (Winkel, 1999 : 53), sedangkan menurut Gagne, dkk. (1992 : 6), belajar adalah suatu perubahan tingkah laku manusia atau kemampuan yang dapat dipelihara dari proses hubungan internal dan eksternal dalam situasi belajar yang bukan berasal dari proses pertumbuhan. Orang tidak belajar dalam arti umum tetapi selalu dalam arti perubahan tingkah laku khusus yang dapat diamati. Perubahan telah terjadi, apabila membandingkan tingkah laku individu sebelum ia tempatkan dalam situasi belajar dengan tingkah laku yang dapat diperlihatkan olehnya sesudah belajar.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar Pembelajaran dapat melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai pembelajar dan guru sebagai fasilitator. Yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah terjadinya proses belajar (learning process), sebab sesuatu dikatakan hasil belajar kalau memenuhi beberapa ciri berikut : (1) Belajar sifatnya disadari, dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya sedang belajar, timbul dalam dirinya motivasi-motivasi untuk memiliki pengetahuan yang diharapkan sehingga tahapan-tahapan dalam belajar sampai pengetahuan itu dimiliki secara permanen (retensi) betul-betul disadari sepenuhnya. (2) Hasil belajar diperoleh dengan adanya proses. Dalam hal ini pengetahuan diperoleh tidak secara spontanitas, instant, namun bertahap (sequential). Seorang anak bisa membaca tentu tidak diperoleh hanya dalam waktu sesaat namun berproses cukup lama, kemampuan membaca diawali dengan kemampuan mengeja, mengenal huruf, kata dan kalimat. Seseorang yang tiba-tiba mampu memiliki kecakapan misalnya berlari dengan kecepatan tinggi akibat doping, bukanlah hasil dari kegiatan belajar, namun efek dari obat atau zat kimia yang dikonsumsinya. (3) Belajar membutuhkan interaksi, khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Seorang siswa akan lebih cepat memiliki pengetahuan karena bantuan dari guru, pelatih atau instruktur. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah antara siswa dan guru.

B. Model-Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperhatikan pola pembelajaran tertentu, hal ini sesuai dengan pendapat Briggs (1978 : 23) yang menjelaskan model adalah "Seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses", dengan demikian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran sehingga menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi belajar bagi peserta belajar.
Joyce (2000 : 28) mengemukakan ada empat rumpun model pembelajaran yakni : (1) rumpun model interaksi sosial, yang lebih berorientasi pada kemampuan memecahkan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. (2) Model pemprosesan informasi, yakni rumpun pembelajaran yang lebih berorientasi pada penguasaan disiplin ilmu. (3) Model pengembangan pribadi, rumpun model ini lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian peserta belajar, dan (4) Model behaviorisme yakni model yang berorientasi pada perubahan perilaku.
Berdasarkan kajian yang penulis lakukan terhadap beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam, diantaranya adalah : model classroom meeting, cooperative learning, integrated learning, constructive learning, inquiry learning, quantum learning, dan pembelajaran akselerasi (accelerated learning). Pembahasan lebih lanjut terhadap model-model tersebut, disajikan pada bagian berikut ini : 

a. Model Classroom Meeting

Ahli yang menyusun model ini adalah William Glasser. Menurut Glasser dalam Moejiono (1991/1992 : 155) sekolah umumnya berhasil membina prilaku ilmiah, meskipun demikian adakalanya sekolah gagal membina kehangatan hubungan antar pribadi. Kehangatan hubungan pribadi bermanfaat bagi keberhasilan belajar, agar sekolah dapat membina kehangatan hubungan antar pribadi, maka dipersyaratkan : (a) guru memiliki rasa keterlibatan yang mendalam, (b) guru dan siswa harus berani menghadapi realitas, dan berani menolak prilaku yang tidak bertanggung jawab, dan (c) siswa mau belajar cara-cara berperilaku yang lebih baik. Agar siswa dapat membina kehangatan hubungan antara pribadi, guru perlu menggunakan strategi mengajar yang khusus. Karakteristik PAI salah satunya adalah untuk menghantarkan peserta didik agar memiliki kepribadian yang hangat, tegas dan santun, maka model pembelajaran ini dapat dipertimbangkan.

TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

(KODE : PASCSARJ-0285) : TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu : 
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Pendidikan juga merupakan persoalan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah SWT. serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.
Mengingat begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka kegiatan pendidikan harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan melalui kerja sama secara demokratis. UNESCO (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan konsep Islam, yaitu pertama, pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu : a) Learning to know (belajar untuk mengetahui), b) Learning to do (belajar untuk dapat berbuat), c) Learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), dan d) Learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain); kedua, life long learning ( belajar seumur hidup).3 Kultur yang demikian harus dikembangkan dalam pembangunan manusia, karena pada akhirnya aspek kultur dari kehidupan manusia lebih penting dari pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana yang dikatakan Ahmad Watik Pratiknya; bahwa sumber daya manusia yang berkualitas menyangkut tiga dimensi, yaitu : (1) dimensi ekonomi, (2) dimensi budaya, dan (3) dimensi spiritual (iman dan takwa). Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan juga perlu mengacu pada pengembangan nilai tambah.
Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (human resources), pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan peserta didik secara utuh, yang meliputi aspek kedalaman spiritual, aspek prilaku, aspek ilmu pengetahuan dan intelektual, dan aspek keterampilan.
Sejalan semakin pesatnya tingkat perkembangan saat ini, maka tuntutan akan ketersediaan sumber daya manusia semakin tinggi. Dengan demikian kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang harus dihasilkan oleh sekolah maupun madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia berkualitas baik secara intelektual, integritas, maupun perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali dirinya dengan kurikulum yang memadai.
Kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirancang untuk mengantarkan siswa kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta pembentukan akhlak yang mulia. Keimanan dan ketakwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam, sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan kesadaran untuk melaksanakannya dengan benar. Kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akhlakul karimah.
Akhir-akhir ini, pendidikan agama Islam dianggap kurang berhasil dalam membentuk sikap dan perilaku akhlak peserta didik serta moralitas etika bangsa. Mochtar Buchari (1992) menilai pendidikan agama gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibat pendidikan agama hanya melahirkan peserta didik yang hanya mampu menghafalkan pelajaran tetapi tidak mau mengamalkan. Terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan ajaran agama, kaya teori dan miskin aplikasi. Sehingga melahirkan peserta didik yang berkemampuan verbal dan kurang memperhatikan nilai-nilai akhlakul karimah. Kenyataan tersebut diperparah dengan kurangnya jam pelajaran agama yang hanya dua jam pelajaran, sementara tuntutannya sangat berat dalam membentuk generasi yang berkepribadian mulia. Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun pondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum dapat berperan secara maksimal.
Dari fenomena di atas, untuk mengatasi semua persoalan ini; Abudin Nata memberikan solusi yang tepat yaitu dengan menambah jam pelajaran agama yang diberikan di luar jam pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum tambah atau kegiatan ekstra kurikulum perlu ditambahkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekanan utamanya pada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian kegiatan pendidikan formal dikemas dalam bentuk kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kurikuler dan kokurikuler telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memfokuskan pada pembelajaran klasikal baik dalam kelas maupun di luar kelas. Namun pada sisi lain, ekstrakurikuler juga harus berjalan sesuai dengan standar yang ada. Ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sangat menentukan perubahan yang terjadi pada peserta didik dan sangat tergantung dari efektivitas penyelenggaraan kegiatannya.
Dalam hal ini, kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat ditemukan dalam program pengembangan diri. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan diri terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS/Organisasi Siswa Intra Sekolah). Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS) dapat menciptakan budaya keagamaan di sekolah ?
Melalui kiprah organisasi kesiswaan, peran strategis siswa dapat diaktualisasikan. Organisasi kesiswaan dapat menjadi wahana pembelajaran sesungguhnya, baik dalam kerangka prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Organisasi kesiswaan juga dapat mencipta budaya keagamaan dan pentradisian akhlakul karimah. Pokok pangkal sikap yang tumbuh dan berkembang dalam tradisi organisasi kesiswaan dapat melahirkan kepekaan sosial siswa dalam merespon fenomena sekolah, masyarakat lokal, maupun kebangsaan.
Menelaah kegiatan ekstrakurikuler pada sekolah, kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler keagamaan perlu selalu didorong, sehingga menampakkan kegiatan sekolah yang penuh dengan semangat keagamaan (religious). Dalam artian bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mengandung unsur pembelajaran yang terdapat di dalamnya kegiatan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah akan memberikan banyak manfaat tidak hanya terhadap siswa tetapi juga bagi efektifitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Begitu banyak fungsi dan makna kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Hal ini akan terwujud, manakala pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dengan sebaik-baiknya khususnya pengaturan siswa, peningkatan disiplin siswa dan semua petugas. Biasanya mengatur siswa di luar jam pelajaran lebih sulit dari mengatur mereka di dalam kelas. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler melibatkan banyak pihak, memerlukan peningkatan manajemen yang lebih baik mulai dari perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan kegiatan, sampai pada pengevaluasian kegiatan.
Dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler guru terlibat langsung dalam pelaksanaannya. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan, pengawasan dan pembinaan juga menjaga agar kegiatan tersebut tidak mengganggu atau merugikan aktifitas akademis. Maka dari itu pentingnya buku pedoman organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan dapat membantu tugas guru pembimbing dalam mengembangkan kegiatan organisasi kesiswaan dengan menyusun program kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, suasana yang ada di sekolah.
Sebagaimana peraturan Dirjen Pendidikan Agama Islam (2009) "Bahwa dalam rangka optimalisasi Pendidikan Agama Islam di sekolah perlu dilakukan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler. Agar kegiatan ekstrakurikuler PAI di sekolah semakin terarah dan tepat sasaran diperlukan pedoman tentang penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler PAI adalah upaya pemantapan, pengayaan, dan perbaikan nilai-nilai serta pengembangan bakat, minat dan kepribadian peserta didik dalam aspek pengamalan dan penguasaan kitab suci, keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, ibadah, sejarah, seni, dan kebudayaan, dilakukan di luar jam intra kurikuler, melalui bimbingan guru PAI, guru mata pelajaran lain, tenaga kependidikan dan tenaga lainnya yang berkompeten, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah".
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMK X yang diamati oleh pengembang selama ini, kegiatan ekstrakurikuler hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata. Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja atau memperingati hari besar Islam, seperti memperingati Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan peringatan-peringatan lainnya yang bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut.
Dengan mendasarkan pada manajemen organisasi, model pengembangan yang sesuai dengan paparan di atas adalah model Recursive, Reflection, Design and Development, R2D2. Model ini mengamanatkan bahwa pengembangan dilakukan dengan berkolaborasi dalam tim, yang dilakukan secara recursive. Berdasarkan karakteristik dari model R2D2 yang recursive dan fleksibel, maka pedoman guru pembina yang dikembangkan ini menggunakan model R2D2. Pemilihan model R2D2 ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu : 1) sifat dari materi yang akan dikembangkan bukanlah merupakan hal yang bersifat prosedural, 2) pedoman dikembangkan berdasarkan adanya permasalahan yang ada di lapangan, sehingga sifatnya adalah bottom-up, 3) adanya perubahan-perubahan yang bersifat dinamis dalam perkembangan keilmuan dibidang manajemen kegiatan organisasi, 4) dalam pengembangan pedoman ini mengikutsertakan pengguna (ket; guru) dalam proses desain dan pengembangan khususnya untuk merancang program kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan yang akan disajikan. Berbagai macam pertimbangan atas permasalahan di atas, pengembang merasa perlu mengembangkan pedoman bagi guru pembina dengan menggunakan teori model pengembangan R2D2.

B. Rumusan Masalah
Terkait dengan konteks penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang dijadikan dasar pada pengembangan ini adalah : belum adanya buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X. Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah pengembangan manajemen melalui buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agam Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X dirumuskan sebagaimana di bawah ini : 
1. Bagaimana proses penyusunan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan ?
2. Bagaimana implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X ?

C. Tujuan Pengembangan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini tujuannya : 
1. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.
2. Mendeskripsikan implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan melalui ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.

D. Manfaat Pengembangan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis, praktis maupun institusional. Secara teoritis, penelitian ini akan berguna sebagai bahan masukan bagi pengembangan tentang model manajemen kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya keagamaan di sekolah.
Secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan berharga bagi pemerintah, para praktisi pendidikan, kepala sekolah, para pendidik, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama sekolah untuk melakukan penelitian lebih mendalam, guna memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler melalui wadah organisasi kesiswaan sekolah.
Adapun secara institusional, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi beberapa pihak diantaranya : 
1. Bagi sekolah
Bagi SMK X, penelitian pengembangan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 
a. Tersedianya contoh model pengembangan kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan.
b. Langkah-langkah pengembangan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh guru Pembina organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam memperbaiki proses manajemen kegiatan.
2. Bagi almamater
Untuk mengembangkan kajian keilmuan Manajemen Pendidikan Islam.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan dapat dijadikan panduan untuk mengadakan penelitian selanjutnya terlebih tentang pengembangan model manajemen organisasi kesiswaan dan kegiatan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya agama di sekolah.

TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X

TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X

(KODE : PASCSARJ-0180) : TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X (PROGRAM STUDI : PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas pula. Sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan salah satunya dengan mengeluarkan produk hukum berupa undang-undang tentang sistem pendidikan nasional serta berbagai perangkat lain yang mengatur pelaksanaan dari sistem pendidikan tersebut. Adapun tujuan dari pendidikan seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sekolah Menengah Pertama sebagai suatu institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selama tiga tahun, pada dasarnya bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik, baik yang berupa pengetahuan , keterampilan, sikap dan nilai-nilai agar mereka dapat hidup dalam masyarakat serta sebagai persiapan baginya untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Udin Syaefuddin S dan Mulyani Sumantri (2007) mengemukakan bahwa esensi pendidikan dasar adalah "paspor" bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan, dan "bekal dasar" untuk dapat hidup layak dalam hidup bermasyarakat dimanapun di dunia ini. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (1) dijelaskan bahwa "standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut".
Wina Sanjaya (2008) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di mana salah satu dari lima kelompok mata pelajaran yang tercantum dalam Standar Isi adalah Agama dan Akhlak Mulia yang tujuannya adalah untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. 
Marhamah (2002) mengemukakan "pendidikan agama sebagai pendidikan umum, khususnya PAI, bertujuan untuk membentuk perilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan umum. Oleh sebab itu pada saat sekarang mata pelajaran PAI mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis pada tingkat pendidikan dasar, karena pada usia 7-15 tahun merupakan usia yang tepat untuk menanamkan dasar-dasar agama Islam, baik yang berkenaan dengan aqidah, ibadah, muamalah maupun akhlak guna mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Apalagi pada era globalisasi seperti sekarang dimana pengaruh-pengaruh dari luar apakah itu yang baik atau yang buruk tersebar di mana-mana, maka pendidikan agama khususnya PAI bisa merupakan alat penyaring bagi para peserta didik kita, sehingga mereka nantinya tidak akan terjerumus kepada hal-hal yang buruk tersebut.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu keseluruhannya terliput dalam lingkup Al-Qur'an/Hadits, Keimanan, Akhlak, Fiqh/Ibadah, dan Tarikh. Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya.
Depdiknas (2001) menjelaskan setelah ditelusuri pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain waktu yang disediakan hanya dua jam mata pelajaran dengan muatan materi begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pengetahuan hingga watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua siswa.
Wawan S, dkk (2007 : 754) menyatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil pendidikan adalah kualitas guru yang rendah. Hasil studi berskala nasional menunjukan bahwa kemampuan guru SLTP dan SMU dalam memahami aspek-aspek kurikulum dinilai secara rata-rata masih rendah. Pembelajaran yang diterapkan oleh guru di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses belajar mengajar di kelas berlangsung secara klasikal dan hanya bergantung pada buku teks dengan metode pengajaran yang menitikberatkan proses menghafal dari pada pemahaman konsep. Sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap apa yang diketahui, ditanya dan dibahas oleh guru masih rendah, akibatnya keterampilan intelektual siswa kurang berkembang. Padahal dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 salah satu butirnya tentang kompetensi guru mata pelajaran dijelaskan bahwa guru hendaknya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Di sisi lain telah terjadi perubahan paradigma dalam proses pembelajaran, yakni pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (child centered). Saat ini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang ada, bahkan guru pun harus terus belajar apabila tidak ingin ketinggalan informasi dari siswanya. Munir (2008 : 80) menyatakan bahwa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan pembelajaran yang lebih berpusat kepada kebutuhan, minat, bakat dan kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat bermakna. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi untuk mencapai sasaran yang telah diterapkannya sendiri karena merasa dilibatkan atau diikut sertakan dalam pembelajaran dengan bebas melakukan pencarian informasi tersebut.
Pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik menghasilkan peserta didik yang berkepribadian pintar, cerdas, aktif, mandiri tidak bergantung pada kepada pengajar melainkan kepada dirinya sendiri. Peserta didik merupakan subjek bukan semata-mata objek yang hanya menerima informasi dari pengajar, peserta didik mempunyai peran dan aktivitas yang lebih besar. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi berupa internet memungkinkan bagi siapapun untuk dapat mengakses berbagai informasi dengan lebih cepat tanpa batas waktu.
Kondisi yang seperti di atas tidak jauh berbeda dengan kondisi pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung di sekolah menengah pertama yang ada di kota X. Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan didapatkan bahwa kegiatan pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung sebagian besar masih menggunakan metode ceramah, guru masih sangat jarang memanfaatkan media selain buku dalam kegiatan pembelajaran terlebih lagi media yang berbasis komputer malah belum pernah digunakan sehingga kurang menciptakan situasi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan semangat belajar siswa. Guru belum melakukan inovasi dalam cara mengajar dengan menggunakan berbagai sumber dan media yang lebih bervariasi yang nantinya akan membuat siswa merasa tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Begitu juga dengan keterbatasan kemampuan guru agama dan ketersediaan media multimedia pendukung pembelajaran.
Seiring dengan kemajuan di bidang teknologi memasuki abad ke 21 sebagian besar peran guru telah dapat digantikan oleh produk teknologi. Komputer misalnya, pada saat ini tidak saja dapat dipergunakan dalam bidang administrasi pendidikan tetapi juga sebagai alat bantu pengajaran. Begitu juga produk-produk teknologi yang lain berupa televisi, CD interaktif, video disc, dan lain-lain.
Pembelajaran PAI di sekolah juga perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pengajaran di kelas. Teknologi informasi dan komunikasi diperlukan dalam mewujudkan kreativitas dan keterampilan agar hasil belajar siswa dapat diketahui oleh siswa lain atau orang lain dan pemanfaatan teknologi informasi serta komunikasi adalah untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru dalam rangka mencari gagasan untuk perancangan dan pembuatan benda-benda keterampilan sebagai wujud dan kreativitas siswa.
Adapun pemanfaatan teknologi informasi yang digunakan adalah : 
- Melihat hasil teman sekelas dan kelas lain
- Melihat pameran keterampilan
- Memamerkan hasil keterampilan di majalah dinding
- Memasang gambar dan informasi hasil keterampilan di Web sekolah dan Web klub keterampilan
- Melihat model-model keterampilan yang memuat teknologi melalui internet
- Melihat berbagai CD pembelajaran berbasis komputer yang ada.
Kedudukan media dalam komponen pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Maka kedudukan media dalam suatu pembelajaran sangatlah penting (Rusman, 2007).
Multimedia tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem belajar mengajar. Penggunaan multimedia berdampak positif dalam memberikan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Siswa akan lebih menghayati keseluruhan proses belajar mengajar dengan hadirnya multimedia dalam pembelajaran. Hal ini senada diungkapkan oleh (Abdulhak dan Sanjaya 1995) bahwa penentuan komponen multimedia yang integral dalam sistem belajar mengajar didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa didapatkan dari pengalaman yang diorganisir, dari mulai pengalaman langsung yang memungkinkan pengetahuan semakin konkrit sampai pengalaman yang hanya diperoleh melalui bahasa dan tidak langsung (abstrak).
Menurut Husen, T (1988) peran guru dalam perspektif ke depan akan berkurang, karena sebagian tugas dan peran guru telah tergantikan oleh media elektronik modern, maka tugas guru dapat berbentuk perencanaan, bantuan dan evaluasi terhadap kemajuan para siswa-siswanya. Tugas guru selanjutnya hanyalah menciptakan suasana belajar yang seefektif mungkin. Demikian halnya dengan pandangan Langgulung (2004) bahwa paradigma baru guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator dalam pengajaran.
Memperhatikan uraian di atas, dapat digambarkan bahwa masih banyak persoalan yang timbul dalam proses pembelajaran di sekolah. Salah satu permasalahan tersebut adalah terkait dengan penggunaan media pembelajaran, terutama media pembelajaran yang berbasis komputer dan pemanfaatan laboratorium komputer yang ada di sekolah . Untuk itu dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengembangkan sebuah media interaktif berbasis komputer pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang nantinya media tersebut dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dimana pembelajaran tersebut akan membuat siswa menjadi aktif, kreatif dan mandiri serta membuat pembelajaran lebih menyenangkan dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium komputer yang ada di sekolah. 
Media interaktif berbasis komputer ini didesain dengan melihat karakteristik siswa menengah pertama yang disesuaikan dengan lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah menengah pertama . Sehingga nantinya media interaktif berbasis komputer tersebut nantinya akan sangat cocok dan tepat digunakan serta sesuai dengan kebutuhan siswa yang pada gilirannya menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan serta dapat meningkatkan proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa di sekolah menengah pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang masalah dan supaya ruang lingkup penelitian tidak meluas, diperlukan pembatasan permasalahan. Mengingat kondisi pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung di sekolah menengah pertama Kota X cenderung konvensional dan kurang mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi berpusat pada siswa dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah media interaktif berbasis komputer yang akan digunakan pada pembelajar PAI, mengingat media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran PAI bisa menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah pertama Kota X. Dengan demikian rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : "Media interaktif berbasis komputer yang bagaimana yang tepat digunakan pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa di Sekolah Menengah Pertama ?."

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung di Sekolah Menengah Pertama yang meliputi ?
a. Bagaimana kegiatan dan pandangan siswa selama pembelajaran ?
b. Bagaimana kegiatan guru selama pembelajaran ?
c. Bagaimana ketersediaan fasilitas belajarnya ?
d. Bagaimana ketersediaan waktu untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?
2. Bagaimana desain media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi ?
a. Bagaimana perencanaan bahan ajar (model media interaktifnya) ?
b. Bagaimana pengembangan bahan ajar (model media interaktifnya) ?
3. Bagaimana implementasi media interaktif berbasis komputer dan hasil yang dicapai siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi ?
a. Bagaimana kegiatan dan pendapat siswa selama pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
b. Bagaimana pendapat guru terhadap pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis tersebut ?
c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
d. Bagaimana kualitas hasil belajar siswa setelah menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
4. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
a. Bagaimana faktor pendukung dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
b. Bagaimana faktor penghambat dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?

D. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di tingkat sekolah menengah pertama yang ada sekarang ini.
2. Menghasilkan suatu desain media interaktif berbasis komputer yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah pertama.
3. Memperoleh bentuk kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan media interaktif berbasis komputer yang berdampak pada peningkatan aktivitas belajar siswa yang nantinya akan menuju pada peningkatan kualitas hasil belajar.
4. Mengkaji faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini baik secara teoretis maupun praktis adalah sebagai berikut : 
1. Manfaat teoretis
a. Untuk mengembangkan konsep pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer.
b. Pengembangan konsep pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa yang berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar. 
2. Manfaat praktis
a. Guru
Bagi para guru Pendidikan Agama Islam sebagai pencerahan/wahana baru dalam pemanfaatan media pembelajaran di sekolah, sehingga pengajaran akan lebih bervariasi dan lebih menarik.
b. Siswa
Menimbulkan semangat belajar bagi siswa, karena siswa diberikan alternatif yang baru dalam kegiatan pembelajaran dan juga untuk membangkitkan minat siswa terhadap teknologi informasi.
c. Sekolah
Sebagai wahana untuk meningkatkan mutu guru dan siswa melalui kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media tersebut.
d. Pengembang kurikulum
Sebagai salah satu bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan teknologi dan pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran di kelas.