Search This Blog

Showing posts with label pembelajaran tematik. Show all posts
Showing posts with label pembelajaran tematik. Show all posts

SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SUBTEMA HUBUNGAN MAKHLUK HIDUP DALAM EKOSISTEM PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0050) : SKRIPSI PGSD PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF SUBTEMA HUBUNGAN MAKHLUK HIDUP DALAM EKOSISTEM PENDEKATAN SAINTIFIK KELAS V

contoh skripsi pgsd kelas 5

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sanjaya, 2011 : 65). 
Salah satu sarana yang dipakai untuk memfasilitasi pendidikan di Indonesia adalah sekolah. Setiap sekolah memiliki tujuan institusional yang harus dicapai oleh semua lembaga pendidikan sesuai dengan peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 menjelaskan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Sanjaya, 2011 : 66). 
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; j. muatan lokal (Sanjaya, 2011 : 136). 
Salah satu implementasi pendidikan tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah pada mata pelajaran IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS diajarkan secara terpadu yang memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Mata pelajaran IPS mengarahkan siswa untuk dapat menjadi warga negara indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Lom, 2006 : 575). 
Mata pelajaran IPS pada standar isi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2007 : 575) memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan : a. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan; b. berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional, dan global. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a. manusia, tempat, dan lingkungan; b. waktu, keberlanjutan, dan perubahan; c. sistem sosial dan budaya; dan d. perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat dilihat dari Standar Isi (SI) yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, yang diturunkan dari Standar Kelulusan sebagai rujukan pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan sesuai karakter siswa dan kebutuhan daerah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. (Sanjaya, 2011 : 127) 
Kenyataan di lapangan masih banyak permasalahan dikemukakan Depdiknas mengenai standar isi mata pelajaran IPS yaitu pada pelaksanaan KTSP yang diberlakukan sejak tahun 2006 menimbulkan berbagai permasalahan yaitu guru masih berorientasi pada buku teks, tidak mengacu pada dokumen kurikulum. Buku teks dianggap sudah menjabarkan kurikulum. Kondisi ini jelas salah, karena seharusnya guru sendiri yang harus menjabarkan dan mengembangkan kurikulum. Ada suatu kecenderungan pemahaman yang salah bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran yang cenderung pada hafalan. Guru dalam menerapkan metode pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas guru, bukan pada aktivitas siswa. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang variatif. Pada umumnya sarana untuk mendukung pembelajaran IPS masih kurang. (Depdiknas, 2007 : 6-7). 
Berdasarkan identifikasi masalah pembelajaran IPS yang terjadi di Kelas 5 SD Negeri X dari peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi selama pembelajaran awal menunjukkan rendahnya kualitas pembelajaran IPS. Hasil refleksi didapatkan permasalahan dalam pembelajaran IPS yaitu siswa kurang berkonsentrasi, siswa tidak merespon pertanyaan dari guru, siswa kurang aktif dalam kegiatan diskusi, siswa mengalami kesulitan dalam penguasaan materi, siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran, dan siswa malas mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan. 
Permasalahan tersebut disebabkan karena guru kurang menguasai kelas, pembelajaran lebih berpusat pada guru, guru sudah menggunakan media akan tetapi belum inovatif sehingga siswa lebih cenderung pasif, penggunaan variasi kurang berakibat kegiatan pembelajaran berlangsung monoton, manajemen kelompok dari guru yang kurang baik menyebabkan pembelajaran berlangsung tidak kondusif, pembelajaran kurang efektif karena materi banyak tidak sebanding dengan waktu yang terbatas. 
Rendahnya hasil belajar siswa di Kelas 5 SDN X memperkuat permasalahan pembelajaran IPS, analisis data kuantitatif yang diperoleh bersama kolaborator berupa data dokumen hasil belajar ulangan harian mata pelajaran IPS ditunjukkan rendahnya nilai rata-rata hasil belajar siswa, sebanyak 57,1% atau 8 siswa dari 14 siswa mendapat nilai dibawah KKM dan 42,9% atau 6 siswa dari 14 siswa telah mendapat nilai diatas KKM. 
Peneliti bersama tim kolaborator berinisiatif menetapkan alternatif tindakan dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar untuk mengatasi permasalahan di kelas 5 SD Negeri X pada pembelajaran IPS. 
Turney (1973) (dalam Mulyasa, 2011 : 69) mengungkapkan delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Selanjutnya, menurut Diedrich (dalam Hamalik, 2009 : 172) menggolongkan aktivitas belajar siswa meliputi visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan emosional activities. Sedangkan, menurut Hamdani dalam Suprijono (2011 : 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. 
Alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS adalah menggunakan model Quantum Teaching dan Learning dengan media flashcard. Quantum Teaching dan Learning adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Kegiatan pembelajaran di kelas dengan model quantum teaching dan learning memaksimalkan interaksi antara guru, siswa, suasana maupun sarana fisik yang ada di dalam kelas untuk melejitkan prestasi belajar (DePorter, 2010 : 34). 
Model Quantum Teaching dan Learning menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar (A'la, 2012 : 24). Hal tersebut dapat dicapai sejalan pendapat DePorter (2010 : 35) dengan penerapan konsep "bawalah dunia siswa ke dunia guru, dan antarkan dunia guru ke dunia siswa" yang berarti kegiatan ini dilakukan dengan cara mengaitkan apa yang akan diajarkan guru dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis siswa. 
Dunia siswa dan guru sangat berbeda karena menurut Piaget (dalam Baharuddin, 2012 : 123) menyatakan bahwa karakteristik siswa kelas 5 berada pada tahap concrete operational, siswa dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan social-budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. 
Pada dasarnya pelaksanaan komponen rancangan model Quantum Teaching and Learning, dikenal dengan singkatan "TANDUR" yang merupakan kepanjangan dari tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (DePorter, 2010 : 39). Sehingga dalam pembelajaran IPS menggunakan model Quantum Teaching dan Learning telah dirancang dengan menyenangkan, mengaitkan materi dengan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga dapat menyimpulkan suatu peristiwa lain melalui pembelajaran yang bermakna. 
Komunikasi dalam proses pembelajaran IPS sering terjadi penyimpangan sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan, dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha untuk mengatasinya dengan menggunakan media secara terintegrasi dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan fungsi media dalam kegiatan pembelajaran disamping sebagai penyaji stimulus informasi dan sikap, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi serta mengatur langkah-langkah kemajuan yang akan memberikan umpan balik. 
Model Quantum Teaching dan Learning didukung dengan adanya flashcard sehingga komunikasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran berjalan efektif. Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25x30 cm. Gambar yang ada pada media ini merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan pada bagian belakangnya. dan media ini hanya cocok untuk kelompok kecil yang tidak lebih dari 25 orang. (Sarwono, 2009 : 103). Flashcard menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk memberi respons yang diinginkan. Gambar garis dapat digunakan pada media flashcard (kartu kecil yang berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu) (Arsyad, 2010 : 119). Media flashcard pada pembelajaran IPS memberikan pengalaman langsung yang menunjukkan penerapan learning by doing karena pengalaman yang didapatkan siswa memberi dampak langsung terhadap perolehan dan pertumbuhan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap siswa (Sukiman, 2012 : 33). 
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka peneliti dan kolaborator memutuskan melakukan tindakan dengan menerapkan model Quantum Teaching dan Learning dengan media flashcard agar dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengajar, aktivitas siswa, dan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SD Negeri X. Diharapkan dalam penerapannya siswa secara aktif kreatif, bersosialisasi baik serta dapat dengan mudah memahami materi. 
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji masalah tersebut dengan melakukan penelitian tindakan kelas tentang "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING DAN LEARNING DENGAN MEDIA FLASHCARD SISWA KELAS 5 SD NEGERI X". 

SKRIPSI PGSD PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI KELAS I

(KODE : PENDPGSD-0049) : SKRIPSI PGSD PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI KELAS I

contoh skripsi pgsd kelas 1

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi serta unsur-unsur yang mendasari suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guru dengan sabar berusaha mengatur lingkungan belajar supaya dalam mengikuti pembelajaran peserta didik lebih semangat dan percaya diri. Seperangkat teori dan pengalamannya, guru gunakan untuk bagaimana mempersiapkan program pembelajaran dengan baik dan sistematis. 
Untuk mencapai pembelajaran yang baik dan sistematis, diperlukan seperangkat alat pembelajaran baik berupa model maupun media, alat pembelajaran berfungsi untuk mengoptimalkan proses kegiatan belajar mengajar, dengan begitu guru dapat mengeksplorasi kemampuan siswa serta dapat memodifikasi pembelajaran sedemikian rupa sehingga menjadi proses belajar yang aktif dan menyenangkan. Alat pembelajaran mempunyai peran yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai, selain media yang diterapkan oleh guru, model pembelajaran guru akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran. 
Menurut La Iru dan La Ode (2012 : 1) secara harfiah pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk belajar. Dalam proses atau upaya menciptakan kondisi belajar mengajar seorang guru mempunyai peran penting dalam mencapai tujuan pembelajaran agar dapat tercapai secara optimal. Sehingga dibutuhkan sebuah perangkat pembelajaran berupa model pembelajaran yang sesuai dengan materi. keberhasilan suatu pembelajaran bergantung alat pembelajaran seperti model, media, dan situasi pembelajaran, strategi yang dirancang oleh guru. Model pembelajaran merupakan salah satu alat untuk mengoptimalkan proses kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal sehingga model pembelajaran pun akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran di kelas. Dengan penerapan model pembelajaran, maka siswa akan tertarik dengan materi yang diberikan guru dan siswa lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar. 
Melalui model pembelajaran guru dapat mengaplikasikan dan dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai acuan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar yang lebih menyenangkan dan menarik. Menurut Huda (2013 : 143), model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif. 
Tiap model pembelajaran yang dipilih dapat mengungkapkan berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan macam pandangan hidup, demikian dengan model-model pembelajaran dimaksudkan cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Aqib, 2013 : 70). Sehingga berhasil tidaknya pembelajaran yang dilaksanakan bergantung pada guru, siswa serta model yang diterapkan dalam pembelajaran tersebut. Penggunaan model pembelajaran yang tepat artinya untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran, tergantung pada lingkungan sekolah dan sumber yang tersedia yang diinginkan yang cocok untuk menangani model mengajar tertentu. Jadi untuk belajar tertentu diperlukan model mengajar tertentu pula. Seorang guru yang kreatif dan inovatif, maka siswa akan berkembang serta penerapan pembelajaran pun haruslah mengikuti kebutuhan siswa. 
Model pembelajaran yang digunakan dalam setiap pembelajaran bertujuan untuk mengatur kegiatan saat pembelajaran, makin menarik model pembelajaran yang digunakan oleh guru, makin menarik pula siswa dalam menerima pembelajaran. Salah satu fungsi penggunaan model pembelajaran yaitu sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dengan begitu guru menggunakan model pembelajaran yang menarik bagi siswa, dengan adanya model yang tepat maka pembelajaran akan menyenangkan bagi siswa. Sehingga pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik lebih aktif dan berkarakter, pada hakikatnya berbasis karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, guru menggunakan model pembelajaran yang menarik minat siswa, guru juga perlu menyisipkan pendidikan berbasis karakter yang dapat meningkatkan keterampilan dalam penyampaian materi pembelajaran, salah satunya adalah penyampaian materi pembelajaran dalam keterampilan berbicara. 
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya SD kelas I pembelajaran menceritakan gambar berseri perlu dipelajari siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara. Hal tersebut termuat dalam pembelajaran KTSP pada Standar Kompetensi 6, yakni Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan gambar, percakapan sederhana, dan dongeng, dan Kompetensi Dasar 6.1, menjelaskan isi gambar tunggal atau gambar seri sederhana dengan bahasa yang mudah dimengerti. 
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SDN X, informasi yang diperoleh yaitu pembelajaran keterampilan berbicara belum tercapai, berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini terbukti dari rendahnya kemampuan berbicara siswa yang dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran menceritakan gambar berseri adalah 75, sehingga dapat dikatakan Tuntas atau memenuhi KKM. Dengan metode ceramah nilai yang dicapai siswa adalah 60 sehingga siswa Belum Tuntas atau masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran menceritakan gambar berseri. 
Pada pra siklus untuk nilai rata-ratanya 64,79 dengan persentase ketuntasan 13% dan tidak tuntas 77% dari 34 siswa. Dari data yang diambil pada pembelajaran tematik siklus satu ada 12 siswa yang dapat dikatakan Tuntas dengan persentase 58%, dan yang tidak tuntas ada 22 siswa dengan persentase 42%. Pada pembelajaran tematik siklus dua ada 25 siswa yang dapat dikatakan tuntas, dengan persentase 73%, dan yang tidak tuntas ada 9 siswa dengan persentase 27%. Dari data tersebut, ada perbedaan dalam pembelajaran tematik siklus satu dan siklus dua. Banyak siswa yang memperoleh nilai tuntas pada siklus dua, daripada pembelajaran tematik siklus satu. 
Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu karena pemilihan model yang kurang tepat sehingga pembelajaran tidak berjalan secara kondusif. Melihat kondisi demikian maka perlu diterapkan model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model inovatif dalam pembelajaran adalah picture and picture. 
Model picture and picture merupakan sebuah model dimana guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk menerangkan sebuah materi atau memfasilitasi siswa untuk aktif belajar. Dengan menggunakan alat bantu atau media gambar, diharapkan siswa mampu mengikuti pelajaran dengan fokus yang baik dan dalam kondisi yang menyenangkan. 
Kegiatan berbicara cocok untuk pembelajaran menceritakan gambar berseri pada siswa kelas I SD karena pada taraf ini siswa banyak mengalami dan mengamati hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Gambar yang akan diurutkan siswa berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat dan siswa sudah bisa merespon lingkungannya, membayangkan dalam pikirannya kemudian dapat menceritakan dengan bahasanya sendiri. 
Picture and picture bisa diterapkan dalam keterampilan berbicara, khususnya pembelajaran menceritakan gambar berseri. Menceritakan gambar berseri menggunakan model picture and picture dilakukan guru dengan menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan dengan materi). Dalam proses penyajian materi, siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukkan oleh guru. Dengan menggunakan gambar guru akan menghemat energi guru dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasi gambar atau mengganti gambar atau demonstrasi yang kegiatan tertentu. 
Model picture and picture dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, karena model ini sesuai dengan pembelajaran menceritakan gambar berseri yang menyajikan peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengalaman yang dialami oleh siswa, siswa akan mudah menceritakan gambar yang disajikan guru, sehingga akan membantu siswa menyampaikan cerita secara runtut dan benar. 
Dari permasalahan itulah, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian "PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN MENCERITAKAN GAMBAR BERSERI PADA SISWA KELAS I SDN X". 

SKRIPSI PGSD PENGARUH METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK TERINTEGRASI KELAS IV

(KODE : PENDPGSD-0041) : SKRIPSI PGSD PENGARUH METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK TERINTEGRASI KELAS IV

contoh skripsi pgsd kelas iv

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar-mengajar merupakan salah satu kegiatan penting. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan kegiatan mengajar-belajar. Berbagai usaha telah dilakukan oleh guru SD dengan harapan bahwa materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut dapat dipahami dan dikuasai oleh anak didiknya.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk mewakili kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010 : 2). Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut dengan proses belajar. Proses belajar merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relative konstan dan berbekas. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi dalam pembelajaran adalah melihat hasil belajar siswa yang didapatkan selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar pada dasarnya merupakan suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan digunakan untuk penilaian dalam proses belajar mengajar.
Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar (Slameto, 2010 : 30). Interaksi yang diupayakan guru baik di dalam kelas maupun di luar kelas, memposisikan hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, dan hubungan siswa dengan siswa. Guru, siswa dan materi pelajaran adalah tiga unsur utama yang terlibat langsung dalam proses ini agar tujuan pembelajaran tercapai.
Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sederajat saat ini telah dikembangkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menggunakan metode pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dad berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Salah satu penekanan pada kurikulum 2013 adalah penilaian Autentik (authentic assessment). Penilaian Autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). (Kusnandar, 2013 : 35).
Salah satu sekolah yang ditunjuk yaitu SD Negeri X sebagai contoh sekolah pelaksanaan kurikulum 2013. Pemerintah sangat mendukung dengan adanya kurikulum 2013 karena tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (Sikap, Keterampilan, Pengetahuan). Namun, pelaksanaan Kurikulum di sekolah tersebut masih belum optimal, hal itu disebabkan karena guru belum memahami secara menyeluruh mengenai pelaksanaan kurikulum 2013 dan guru mengajar hanya dengan berpedoman pada bahan ajar dari pemerintah. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. Karena dalam setiap pembelajaran cenderung banyak menggunakan metode ceramah. Hal ini sangat berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa. Sehingga berakibat siswa banyak yang tidak mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan hasil yang kurang memuaskan.
Metode mengajar merupakan bagian dari perangkat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Metode mengajar yang tepat sangat berperan dalam membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan. Bahkan siswa akan semakin bersemangat dan merasa senang untuk belajar bila metode mengajar guru sangat menarik dan mudah dipahami. Sebaliknya bila metode yang digunakan tidak menarik, sukar dimengerti justru membosankan bagi siswa.
Upaya untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang ada dalam proses pembelajaran diperlukan penerapan metode pembelajaran yang inovatif. Tujuan penerapan model pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah agar proses pembelajaran lebih berbobot, lebih bermakna. Siswa sebagai komponen yang diberi perlakuan, mampu untuk melakukan aktifitas belajar dengan senang, riang dan gembira tanpa meninggalkan arti keseriusan pembelajaran. Siswa mengikuti pembelajaran tanpa tekanan dan juga tanpa paksaan. Pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa khususnya dan bagi sekolah pada umumnya sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dari setiap kompetensi dasar bisa tercapai dan siswa mampu melakukan belajar tuntas. Salah satu metode pembelajaran yang inovatif yaitu metode scramble.
Menurut Taylor, Robert B. (2001 : 303) Scramble merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa. Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan saling berinteraksi antara satu sama lain. Teori perkembangan yang mempengaruhi metode scramble yaitu teori Piaget. Menurut Warsita (2008 : 69) proses belajar seseorang akan mengikuti pola tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Sesuai dengan tahap operasional konkret (6-12 tahun), anak dapat menyusun kata yang telah diacak susunannya. Metode pembelajaran ini diharapkan hasil pembelajaran akan lebih meningkat bagi siswa dan pada akhirnya siswa dapat menemukan banyak hal yang menarik yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Maka dari itu, akan diadakan penelitian yang dibantu oleh guru kelas dalam menerapkan metode scramble.
Dengan demikian diharapkan metode scramble berpengaruh terhadap hasil belajar tematik terintegrasi siswa kelas IV Semester II di SD Negeri X. Penelitian terdahulu yang relevan yaitu Dames, Poppy (2012) dalam skripsinya yang berjudul "PENGARUH PENGGUNAAN METODE SCRAMBLE TERHADAP HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS IV SEMESTER II SEKOLAH DASAR NEGERI SIDOREJO LOR 02 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2011/2012". Hasil penelitian ini menunjukan ada nya perbedaan rata-rata hasil posttest kelas eksperimen yaitu 71,36 lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil posttest kelas kontrol 63,00. Uji t menunjukan signifikansi 2,721 dengan probabilitas 0,009 < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada pembelajaran IPS yang menggunakan metode scramble dengan pembelajaran IPS yang menggunakan pendekatan konvensional. Sehingga dapat diterapkan pada penelitian yang akan diteliti.

SKRIPSI PGSD IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS KTSP PADA KELAS RENDAH

(KODE : PENDPGSD-0033) : SKRIPSI PGSD IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS KTSP PADA KELAS RENDAH

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Pendidikan juga mampu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem dalam pengajaran nasional yang diatur melalui undang-undang. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat diraih dengan mengembangkan kurikulum yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 Pasal 1 menyatakan bahwa satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari kementerian untuk melaksanakan kurikulum 2013. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, sebagian besar satuan pendidikan dasar yang baru melaksanakan kurikulum 2013 di semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum tahun 2006 (KTSP) pada semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 hingga saat ini.
Kurikulum yang berlaku, diatur melalui standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Menurut Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 mengenai standar isi, pembelajaran pada kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik dengan pedoman standar proses sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 41 tahun 2007 dan standar penilaian sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 20 tahun 2007. Standar proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan. Standar proses memuat perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses pembelajaran, sedangkan standar penilaian mengatur evaluasi pembelajaran.
Sejak diberlakukannya KTSP, pelaksanaan pembelajaran pada kelas awal (kelas 1, 2, dan 3) MI/SD lebih tepat jika dikelola dengan pembelajaran terpadu/terintegrasi melalui pendekatan pembelajaran tematik untuk semua mata pelajaran sesuai dengan standar proses dan standar penilaian.
Depdiknas (dalam Kadir dan Asrohah, 2014 : 9) mengemukakan guna memberikan gambaran konkret tentang pembelajaran untuk menjadi acuan, maka perlu disiapkan model pembelajaran tematik bagi MI/SD kelas 1 sampai dengan kelas 3. Selain itu, pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada peserta didik Sekolah Dasar (SD) terutama untuk peserta didik kelas rendah (Majid, 2014 : 6).
Pembelajaran dengan pendekatan tematik adalah program pembelajaran yang berangkat dari satu tema/topik tertentu dan kemudian dielaborasikan dari berbagai aspek atau ditinjau dari berbagai perspektif mata pelajaran yang biasa diajarkan di sekolah (Kadir dan Asrohah, 2014 : 1). Pada dasarnya pembelajaran tematik diimplementasikan pada kelas awal yakni kelas 1-3 sekolah dasar atau Madrasah Ibtidaiyah dengan titik tolak pencapaian kompetensi membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral. Menurut BSNP (dalam Majid, 2014 : 6), penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah sekolah dasar pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic) dan baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana serta masih bergantung pada objek konkret dan pengalaman dalam proses pembelajarannya. Inilah alasan peserta didik kelas rendah (kelas 1-3) melaksanakan pembelajaran tematik. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme dan behaviorisme. Teori konstruktivisme mengungkapkan bahwa belajar tidak dari sekadar mengingat namun juga memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, sedangkan teori behaviorisme mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang tampak dan tidak tampak (Rifai, 2012 : 89 dan 114).
Pembelajaran tematik dirancang dalam rangka meningkatkan hasil belajar yang optimal dan maksimal dengan cara mengangkat pengalaman peserta didik yang mempunyai jaringan dari berbagai aspek kehidupan dan pengetahuannya. Secara efektif pembelajaran tematik akan memberikan nilai positif bagi guru dan peserta didik yakni : (1) memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu, (2) peserta didik dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik, (5) lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran lain, dan (7) guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan remidial, pemantapan, atau pengayaan materi (Panduan KTSP dalam Kadir dan Asrohah, 2014 : 7). 
Berdasarkan faktor positif  yang telah disebutkan, maka dorongan untuk melaksanakan pembelajaran tematik dari berbagai pihak baik dari pendidik maupun dari pengambil kebijakan kependidikan menjadi semakin menguat.
Implementasi pembelajaran tematik berbasis KTSP memiliki ciri sesuai dengan ciri KTSP, yakni berbasis kompetensi dan karakter, proses pembelajaran menggunakan EEK (Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi), dan menggunakan penilaian berbasis kelas. Implementasi pembelajaran tematik yang ideal meliputi 3 hal yakni penyusunan perencanaan, penerapan atau pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran tematik (Hajar, 2013 : 82). Langkah awal dalam merencanakan pembelajaran tematik adalah mengenal standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan standar isi, menentukan tema, membuat jaring tema, menyusun silabus, dan merancang RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) sesuai dengan standar proses yang mencakup komponen-komponen berikut : (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajaran, (4) pendekatan dan metode pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan pembelajaran, (6) alat dan sumber belajar, dan (7) evaluasi pembelajaran. Melalui perencanaan pembelajaran tematik, pelaksanaan pembelajaran akan lebih mudah. Pelaksanaan pembelajaran tematik menggunakan pendekatan tematik dengan memperhatikan karakteristik pembelajaran tematik sebagai pembeda dengan pembelajaran lainnya. Menurut Prastowo (2013 : 401), penilaian pembelajaran tematik bertujuan untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, serta menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan maupun perkembangan yang telah dicapai, baik berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran. Oleh karena itu, sesuai standar penilaian, evaluasi pembelajaran tematik dilakukan dengan dua hal, yaitu penilaian terhadap proses kegiatan dan hasil kegiatan.
Hasil kajian lapangan implementasi standar isi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2007 menyebutkan pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas I s.d III tidak berjalan sesuai dengan ketentuan standar isi, karena guru-guru mengalami kesulitan dalam menyusun silabus sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam standar isi. Selain itu guru-guru mengalami kesulitan dalam mengalokasikan waktu yang harus dipergunakan dalam seminggu, karena tidak ada ketentuan alokasi waktu untuk setiap tema yang ditetapkan. Hal ini disebabkan guru-guru belum memahami esensi dan praktek pembelajaran tematik. Pada umumnya guru-guru belum mendapat pelatihan yang cukup memadai dalam pelaksanaan pembelajaran tematik (Depdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Puskur, 2007 : 12).
Fenomena tersebut juga terjadi di SD negeri di Gugus X yang menjadi sampel pada penelitian ini. Peneliti melalui data observasi dan wawancara menemukan masalah yang berkaitan dengan implementasi pembelajaran tematik pada kelas rendah yang belum optimal. Hal ini terbukti dengan ditemukannya berbagai masalah antara lain, guru kelas rendah sudah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan tematik namun pada saat pelaksanaan pembelajaran terlihat pengotakan mata pelajaran sehingga antar mata pelajaran tidak tematik. Karakteristik pembelajaran tematik belum muncul dalam pembelajaran. Selain masalah tersebut, evaluasi pembelajaran hanya dilihat dari hasil belajar peserta didik melalui kegiatan tes lisan dan tertulis, sedangkan penilaian proses seperti pengamatan, sikap, kinerja, dan portofolio belum dilakukan secara maksimal.
Penelitian yang relevan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Ain dan Mans Kurniawati tahun 2013 dengan judul "IMPLEMENTASI KURIKULUM KTSP : PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR". Hasil penelitian tersebut, meskipun lebih dari enam tahun setelah diberlakukannya kurikulum KTSP, sekolah dasar di Kecamatan Klojen dan Kecamatan Sukun belum melaksanakan pembelajaran tematik. Belum terlaksananya pembelajaran tematik karena guru kurang menguasai konsep pembelajaran tematik, sehingga guru kurang dapat merancang pembelajaran tematik yang sesuai dengan konsep pembelajaran tematik yang sebenarnya. Pembelajaran di sekolah dasar pada kedua kecamatan baru mengembangkan keterampilan pada ranah kognitif, sedangkan keterampilan dalam ranah afektif dan psikomotorik belum dilaksanakan secara maksimal. Ranah kognitif yang diajarkan kepada peserta didik antara Cl-C3, dan belum sampai pada C4-C6 (Jurnal Inspirasi : 2013).
Penelitian lain yang mendukung hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Sadri tahun 2012 dengan judul "STUDI EVALUASI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK PADA SEKOLAH DASAR GUGUS I DENPASAR TIMUR DI DENPASAR". Hasil penelitian tersebut implementasi pembelajaran tematik pada sekolah dasar gugus I Denpasar Timur di Denpasar tergolong tidak efektif dilihat dari variabel konteks, input, proses dan produk. Dengan demikian, implikasi praktisnya adalah pembelajaran tematik yang ada pada sekolah dasar gugus I Denpasar Timur di Denpasar perlu disempurnakan baik dari segi konteks, input, proses maupun produk agar implementasi pembelajaran tematik pada sekolah dasar gugus I Denpasar Timur di Denpasar menjadi efektif. (Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksa : 2012).
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik ingin mengkaji implementasi pembelajaran tematik berbasis KTSP pada kelas rendah di SD negeri Gugus X karena pembelajaran tematik sesuai dengan karakteristik peserta didik kelas rendah. Dengan pembelajaran tematik peserta didik kelas rendah dapat melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan dan mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana.
Manfaat dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara akurat bagaimana implementasi pembelajaran tematik berbasis KTSP pada kelas rendah di sekolah dasar. Berdasar ulasan latar belakang tersebut, maka peneliti telah mengkaji melalui penelitian deskriptif kualitatif dengan judul "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS KTSP PADA KELAS RENDAH DI SD NEGERI GUGUS X".

SKRIPSI PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE

(KODE : PENDPGSD-0023) : SKRIPSI PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan erat hubungannya dengan kurikulum. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas) pasal 1 ayat (9), menyatakan bahwa "kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Di Indonesia, kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan, ini berarti setiap ada perubahan kurikulum juga diikuti dengan perubahan tujuan, isi dan bahan pelajaran, tidak terkecuali pada kurikulum 2013 sekarang ini. Perubahan atau pengembangan kurikulum menunjukkan bahwa sistem pendidikan itu dinamis (Hidayat, 2013 : 111). 
Pada awal pelajaran 2013/2014 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah berganti menjadi Kurikulum 2013. Pembelajaran Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik, berbeda dengan pembelajaran KTSP yang pembelajarannya terpisah-pisah. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik (Rusman, 2011 : 254). Peserta didik mendapatkan pembelajaran yang bermakna melalui pembelajaran tematik, melalui pembelajaran tematik dapat dihasilkan standar kelulusan yang mencakup ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan seperti yang dipaparkan dalam kurikulum 2013.
Berbicara mengenai standar kelulusan kurikulum 2013, yang bisa menghasilkan standar kelulusan tersebut adalah para guru yang mengajar di sekolah. Namun pada kenyataannya, sebagian besar guru di sekolah dasar masih merasa kebingungan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. 
Berdasarkan data analisis kebutuhan yang diperoleh dari keenam sekolah dasar menyatakan bahwa 2 kepala sekolah sudah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013, 4 kepala sekolah belum mengikuti pelatihan Kurikulum 2013; semua guru pada keenam sekolah dasar belum mengikuti pelatihan kurikulum 2013; baik guru maupun kepala sekolah dari keenam sekolah juga belum memahami model pembelajaran berbasis multiple intelligence; data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa keenam sekolah dasar tersebut belum memiliki fasilitas pembelajaran seperti silabus, RPP, media, LKS, perangkat penilaian dan modul pembelajaran tematik berdasarkan Kurikulum 2013 berbasis multiple intelligence. Pembaharuan kurikulum ini berakibat pada terbatasnya fasilitas pembelajaran yang menunjang keberhasilan para peserta didik. Selain guru, perangkat belajar juga merupakan sesuatu yang penting untuk menunjang keberhasilan siswa dalam belajar dan menghasilkan standar kelulusan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 berusaha untuk menanamkan nilai karakter pada peserta didik, ini terlihat dari standar kelulusan yang terbagi dalam 3 domain, yakni domain sikap (beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal, toleransi, gotong royong, kerjasama, musyawarah, pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian), domain keterampilan (membaca, menulis, menghitung, menggambar, mengarang, menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, membuat, mencipta) dan domain pengetahuan (obyek : ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya; subyek : manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia.). Domain-domain tersebut dapat dikembangkan melalui sembilan kecerdasan manusia seperti teori Howard Gardner mengenai Multiple intelligence.
Domain sikap dapat dikembangkan melalui kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial; domain keterampilan dapat dikembangkan melalui kecerdasan matematika, spasial, kecerdasan kinestetik, sedangkan domain pengetahuan bisa dikembangkan melalui kecerdasan musik. Multiple intelligence atau kecerdasan ganda adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata, sehingga dengan multiple intelligence atau kecerdasan ganda yang dimiliki maka anak akan bisa memecahkan masalah yang dihadapi dalam situasi yang bermacam-macam. Multiple intelligence tersebut meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan ruang-spasial, kecerdasan kinestetik-badani, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan lingkungan/naturalis, kecerdasan eksistensial (Suparno, 2008 : 17,19).
Berdasarkan hubungan antara standar kelulusan kurikulum 2013 yang bisa dikembangkan dengan kesembilan kecerdasan ganda dan analisis kebutuhan, maka peneliti mencoba mendapatkan solusi untuk memberikan suatu modul pembelajaran tematik yang layak dan sesuai dengan Kurikulum 2013 yang berbasis Multiple intelligence yang dapat mewadahi kecerdasan-kecerdasan yang ada dalam setiap individu.

SKRIPSI KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGADAKAN VARIASI PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

(KODE : PENDPGSD-0013) : SKRIPSI KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGADAKAN VARIASI PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan manusia berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dengan berbagai cara dan strategi dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 menyebutkan : 
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan pasal tersebut, perubahan pendidikan dilakukan secara terus menerus baik dari segi kurikulum, manajemen pendidikan sampai pada perubahan cara mengajar agar siswa tertarik dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 pasal 19 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa : 
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik secara psikologis peserta didik.
Pendidikan membutuhkan sebuah proses yang bertahap dan terencana serta memiliki arah dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa : 
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dibutuhkan kurikulum yang tepat untuk diterapkan pada masing-masing jenjang pendidikan. Secara harfiah dapat diartikan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BNSP, 2006 : 6).
Selain itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Untuk melahirkan manusia yang bermartabat, cerdas secara jasmani dan rohani, maka diperlukan pula proses pendidikan yang baik. 
Proses pendidikan yang baik lahir dari para pendidik yang berkualitas. Dan pendidik yang berkualitas dihasilkan dari sumberdaya manusia yang baik dan peran dari proses pendidikan yang baik pula. Sehingga ada kesinambungan antara sumber daya manusia, pendidik dan proses pendidikan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 5 menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, dan konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 
Pemerintah juga mengatur tugas pendidik dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI, Pasal 39 Ayat 2 yakni merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Serta tercantum dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Profesionalisme guru hams didukung oleh kompetensi standar yang hams dikuasai oleh para guru profesional. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyebutkan ada (4) kompetensi guru yaitu Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. Oleh karena itu, guru hams sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Karena kian hari tantangan dan pembahan zaman membuat proses pendidikan juga hams berubah.
Dikaitkan dengan pembelajaran berbasis kompetensi, keterampilan dasar sangat penting untuk dikuasai oleh guru. Sebab strategi dan model pembelajaran apa pun yang digunakan efektivitasnya sangat ditentukan oleh keterampilan guru dalam pengelolaan proses pembelajaran. Ada sejumlah keterampilan yang hams dimiliki seorang guru agar dalam mengerjakan tugas profesionalnya berhasil secara optimal sehingga mutu pendidikan dapat terwujud dengan baik. Menurut Usman (2013 : 74), terdapat 8 keterampilan dasar mengajar yang dianggap berperan penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Keterampilan yang dimaksud adalah : (l) keterampilan bertanya;(2) keterampilan memberikan penguatan;(3) keterampilan mengadakan variasi;(4) keterampilan menjelaskan;(5) keterangan membuka dan menutup pembelajaran;(6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil; (7) keterampilan mengelola kelas; (8) keterampilan mengajar perseorangan.
Data Education For All (EFA) Global Monitoring Report pada tahun 2011 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Umu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan. Indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95. Nilai itu menempatkan pendidikan di Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia (kompas.com 20/2/2016). Data tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.
Gambaran hasil temuan di atas, dapat mewakili keadaan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada umumnya. Dalam proses pembelajaran seharusnya menekankan pada pemberian pengalaman langsung, kontekstual dan berpusat kepada siswa. Oleh sebab itu, guru hams mampu mengadakan variasi pembelajaran agar siswa lebih kreatif dan tidak bosan dalam menerima pembelajaran.
Menurut Usman (2013 : 84) keterampilan mengadakan variasi adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan siswa sehingga, dalam situasi belajar mengajar, murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. Anita (2008 : 7.39-7.40) berpendapat bahwa penggunaan variasi mengajar yang dilakukan oleh guru dimaksudkan untuk : (1) menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar; (2) meningkatkan motivasi dalam mempelajari sesuatu; (3) mengembangkan keinginan siswa untuk mengetahui dan menyelidiki hal-hal baru; (4) melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam; dan (5) meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran belum berjalan dengan baik. Hal ini dilatarbelakangi oleh hambatan-hambatan yang terjadi selama proses pembelajaran khususnya dalam mengadakan variasi. Hal tersebut dibuktikan dengan peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Anita Diah Frasetyana, dkk. tahun 2015 yang berjudul "ANALISIS KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MIKRO". Hasil penelitiannya menunjukkan dalam mengadakan variasi, mahasiswa tidak tampak menggunakan media pembelajaran yang bervariasi karena mahasiswa tidak menggunakan alat atau media pembelajaran apapun. Selain itu, mahasiswa tidak tampak melakukan perubahan posisi depan ke tengah atau ke belakang kelas.
Penelitian lain yang mendukung dalam pemecahan masalah ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Gede Wahyuni Lestari, dkk tahun 2014 yang berjudul "VARIASI MENGAJAR GURU DALAM PEMBELAJARAN MENGUBAH PENGALAMAN PRIBADI MENJADI NASKAH DRAMA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa "(1) variasi mengajar yang ditampilkan guru sudah bervariasi terlihat dari sudah diterapkannya komponen-komponen variasi mengajar, (2) alasan dipilihnya variasi mengajar tersebut, yaitu (a) variasi gaya mengajar digunakan untuk menjaga konsentrasi siswa, (b) variasi penggunaan media dan bahan ajar digunakan untuk mengefisienkan waktu serta mendayagunakan fasilitas yang ada di kelas, dan (c) variasi pola interaksi digunakan agar siswa mau aktif berinteraksi baik dengan guru atau teman sejawatnya, dan (3) kendala-kendala yang dihadapi guru bersumber dari faktor guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan khususnya dalam pengorganisasian kelas, dan alokasi waktu"
Survey awal yang dilaksanakan peneliti (Februari 2016) di 3 Sekolah Dasar ditemukan bahwa pelaksanaan sistem pembelajaran di kelas belum optimal. Beberapa guru belum menerapkan delapan keterampilan dasar mengajar secara tepat. Masih ada beberapa keterampilan yang belum nampak atau terpenuhi dalam pelaksanaan pembelajaran tematik pada kelas rendah. Hal ini berpengaruh pada jalannya proses pembelajaran yang menyebabkan hasil belajar kurang optimal. Selain itu, siswa kurang dapat memahami proses pembelajaran yang berlangsung karena pembelajaran kurang bermakna.
Masih banyak guru di 3 sekolah dasar ini yang hanya melakukan tugas sebatas mentransfer ilmu tanpa tahu bagaimana mengemas pembelajaran menjadi menarik perhatian siswa, sehingga banyak ditemui siswa yang kurang memiliki motivasi untuk lebih giat belajar di sekolah. Penggunaan sumber belajar yang kurang maksimal. Biarpun pembelajaran dilakukan secara klasikal, guru lebih sering menggunakan ceramah tanpa memperhatikan minat lain yang dimiliki oleh siswa seperti penggunaan media (alat peraga) untuk siswa yang visual, adanya diskusi, eksperimen, demonstrasi, dan praktik untuk siswa yang kinestetik. Penggunaan model yang kurang bervariasi atau inovatif, hal itu dibuktikan dengan guru tidak mau keluar dari zona nyaman. Apabila tidak ada variasi dalam kegiatan pembelajaran maka siswa akan mengalami kebosanan dan kejenuhan karena pembelajaran monoton yang mengakibatkan siswa kurang antusias dan partisipatif dalam kegiatan pembelajaran.
Sesuai hal tersebut, menjadikan alasan peneliti untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengadakan variasi pembelajaran sebagai solusi alternatif pemecahan masalah dalam menghadapi masalah pembelajaran. Variasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu : (1) variasi dalam gaya mengajar; (2) variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran; (3) variasi dalam pola interaksi dan kegiatan. Dengan variasi yang diadakan guru, bukan saja siswa yang akan memperoleh kepuasan belajar, tetapi guru pun akan memperoleh kepuasan dalam mengajar. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran yang dikelolanya.
Sesuai latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang keterampilan dasar mengajar guru Sekolah Dasar di Gugus Imam Bonjol. Salah satu keterampilan dasar yang sangat penting untuk dikuasai adalah kemampuan mengadakan variasi. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji permasalahan melalui penelitian kualitatif deskriptif yang berjudul "KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGADAKAN VARIASI PADA PEMBELAJARAN TEMATIK".