Search This Blog

Showing posts with label motivasi berprestasi guru. Show all posts
Showing posts with label motivasi berprestasi guru. Show all posts
TESIS KONTRIBUSI PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA MENGAJAR GURU

TESIS KONTRIBUSI PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA MENGAJAR GURU

(KODE : PASCSARJ-0306) : TESIS KONTRIBUSI PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA MENGAJAR GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Administrasi Pendidikan
Istilah administrasi secara etimologis diartikan sebagai kegiatan pengaturan sumberdaya manusia, peralatan, dan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pemiliknya. Administrasi dapat dipahami sebagai pola kehidupan modern yang berorientasi pada kemajuan, ketertiban, efektivitas, dan efisiensi.
Mendefinisikan administrasi pendidikan menyangkut pengertian yang luas ditinjau dari berbagai aspek yang melingkupinya, sebagaimana oleh Hoy dan Miskel (2008 : 92) berikut : 
(1) the systematic study of education administration is as new as the modern school; the one-room schoolhouse of rural America did not need specialized administrators; (2) Research on administration and development of theories of organization and administration are relatively recent phenomena. ...however, we need a basic understanding of the nature and meaning of organization theory.
Sementara itu Nasution (2000) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan sebagai suatu proses keseluruhan, semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal senada disampaikan oleh Walter S Monroe (1952) "Educational administration is the direction, control and management of all matters pertaining the school affairs, including business administration, since all aspect of school affairs may be considered as carried on for educational ends".
Engkoswara (2001 : 1) mengemukakan bahwa "administrasi pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif".
Ilustrasi keterpaduan antara fungsi administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari istilah penataan yang dikemukakan pada definisi di atas, dan garapan kerja administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari sumber daya. Fungsi utama penataan administrasi pendidikan adalah perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga sumberdaya/bidang garapan utama yaitu : (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar (SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua fungsi dan sumber daya administrasi pendidikan ini merupakan media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan.
Jadi administrasi pendidikan merupakan pengarahan, pengawasan dan pengelolaan segala hal yang berkaitan dengan sekolah. Dalam konteks administrasi pendidikan, penelitian ini berkaitan dengan sumber daya manusia, khususnya perilaku guru dalam organisasi sekolah.
Secara khusus pendidik pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 disebutkan : 
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru menempati peranan strategis terhadap efektivitas pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi seperti ini mengisyaratkan perlunya seorang guru yang mempunyai produktivitas kerja tinggi dalam mengajar. Dengan demikian produktivitas kerja tinggi mengajar guru merupakan salah satu aspek kajian penting dalam ilmu administrasi pendidikan yang berada pada wilayah kajian SDM.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan motivasi. Motivasi mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan dan kemajuan perusahaan.
Pemberian insentif merupakan salah satu jenis motivasi ekstrinsik karena bersumber dari kondisi di luar individu. Menurut Rivai (2004) diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan).
Selain pemberian insentif, motivasi berprestasi tak kalah pentingnya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Menurut McClelland dan Atkinson (1953 : 78) bahwa Atonement motivation should be character zed by high hopes of success rather than by fear of failure artinya motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan dari pada ketakutan kegagalan. Selanjutnya dinyatakan McClelland (1953 : 78) bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi.
Fenomena yang terjadi di lapangan berbeda dengan yang diharapkan. Hasil pengamatan penulis di lapangan menunjukkan bahwa kesejahteraan guru di daerah ini masih memprihatinkan, motivasi mengajar dan produktivitas kerja mengajar guru masih kurang optimal. Dalam hubungannya dengan produktivitas kerja mengajar guru, terdapat fenomena di antaranya masih kurang maksimalnya guru dalam menganalisis dan menjabarkan kurikulum menjadi program pengajaran, seperti program semester, silabus, dan rencana pembelajaran; banyaknya buku sumber yang dipergunakan guru untuk menghimpun materi pelajaran yang diajarkan masih sangat terbatas; masih ada guru yang kurang maksimal menggunakan keterampilan mengajar dalam pengajaran yang dilakukannya; metode mengajar yang dipergunakan guru masih ada yang kurang relevan dengan materi yang disampaikan; masih ada guru yang jarang melakukan analisis terhadap tingkat kemajuan hasil belajar peserta didik; serta masih ada guru yang tidak mau terlibat dalam kegiatan membimbing kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam hubungannya dengan tingkat kesejahteraan guru, terdapat fenomena yaitu masih ada guru yang mencari tambahan pendapatan, di luar jam kerja; gaji dan insentif (finansial) yang diterima guru masih dirasakan kurang mencukupi kebutuhan guru dan keluarga secara layak; masih ada kasus guru yang meninggalkan tugas mengajar, karena mencari tambahan pendapatan; serta beberapa kebijakan pemerintah menyebabkan harga barang kebutuhan hidup menjadi tinggi, sehingga gaji dan insentif yang diterima menjadi berkurang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari guru dan keluarga.
Selain itu, masih ada guru yang melaksanakan tugasnya hanya sekadar memenuhi tanggung jawabnya mengajar, belum pada taraf meningkatkan pelayanan sehingga menghasilkan prestasi belajar siswa secara maksimal; masih ada guru yang hanya puas dengan hasil belajar peserta didik biasa-biasa saja, belum pada kepuasan untuk mencapai hasil maksimal peserta didiknya; masih kurangnya minat baca guru untuk mempelajari materi bahan ajar yang akan diajarkan kepada peserta didik; masih ada guru yang kurang menguasai keterampilan mengajar, sehingga berdampak pada kurang maksimalnya hasil belajar peserta didik; serta masih ada guru yang kurang mampu menerapkan prinsip-prinsip ilmiah hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.

B. Insentif
1. Pengertian Insentif
Suatu sukses organisasi memerlukan strategi efektif yang harus dicapai untuk menuju keberhasilan. Para manajer dan departemen SDM dapat menggunakan insentif dan bagi hasil sebagai alat untuk memotivasi pekerja guna mencapai tujuan organisasi. Sebab, ini merupakan bentuk kompensasi yang berorientasi pada hasil kerja. Sistem insentif menghubungkan kompensasi dan kinerja dengan menilai kinerja yang telah dicapai atau besarnya jumlah jam kerja. Walaupun insentif mungkin sudah diberikan kepada kelompok, mereka sering memberikan penghargaan terhadap individu.
Insentif menurut Rivai (2004) diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan).
Adapun menurut George R. Terry (1972) : "Literally incentive : That which incites our has a tendency to incite action". Seseorang mau bekerja kalau ada pendorong, maka pimpinan harus berupaya mendorong guru agar mau bekerja, insentif memiliki kecenderungan untuk mendorong guru mau bekerja.
Tujuan utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Sedangkan bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, di mana produktivitas menjadi satu hal yang sangat penting.
Mengenai jenis-jenis insentif, menurut Kast and Risenzwieg bentuk insentif itu dapat berupa : 
"Material rewards or sanction come primarily in the from money (or lack of it), which can be used to buy goods and service. Monetary incentive system. Including power that can be used in organization to influence the behavior or participants. Symbolic means of influencing behavior are those that are not physical or material. They relate primarily to prestige and esteem or love and acceptance."

TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

(KODE : PASCSARJ-0215) : TESIS KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan manusia dalam organisasi, termasuk sekolah memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di dalamnya. Orang-orang yang bekerja di sekolah adalah kepala sekolah, guru dan staf tatalaksana. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang paling penting karena gurulah yang melaksanakan pendidikan langsung menuju tujuannya. Gurulah yang secara operasional melaksanakan segala bentuk, pola, gerak dan geliat berbagai pembahan di lini paling depan dalam pendidikan, karena memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik (UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1). Pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya terungkap dari bagaimana ia bekerja, atau dengan kata lain dari kinerjanya.
Kinerja personal sekolah terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan tujuan akhir dari administrasi atau penyelenggaraan pendidikan (Komariah dan Triatna, 2005 : 30). Kinerja adalah proses yang menentukan produktivitas organisasi. Jika produktivitas sekolah diukur dari prestasi belajar siswa, maka hal tersebut sangat tergantung prosesnya, yaitu kinerja mengajar gurunya. Dengan kata lain, secara terbalik, tak akan ada produktivitas berupa prestasi belajar siswa yang berarti tanpa kinerja mengajar guru yang baik.
Tanpa memperbaiki kinerja guru, semua upaya untuk membenahi pendidikan akan kandas. Kurikulum yang baik, perpustakaan yang lengkap, laboratorium canggih, ketersediaan komputer dan internet nyaris tidak ada artinya untuk memperbaiki mutu pendidikan bila guru-gurunya tidak bermutu dan tidak mencintai profesinya. guru bermutu adalah guru yang menguasai ilmu yang diajarkan sekaligus menguasai keterampilan mengajar. Guru berkualitas hampir tidak mungkin dilahirkan apabila lembaga pendidikan gurunya tidak berkualitas dan mahasiswanya kelas dua. Masalah itu kait-mengait, dan pada akhirnya bermuara pada sejauh mana bangsa ini menghargai profesi guru (Susahnya Benahi Profesi Guru, http://kompas-cetak/0602/21/humaniora/2455732.htm).
Kustono, melalui makalah seminar nasional yang berjudul Urgensi Sertifikasi guru dalam rangka Dies Natalis UNY yang ke-43 tanggal 5 Mei 2007 di Yogyakarta, mengaitkan kinerja guru yang rendah dengan kualitas guru yang rendah pula. Ia mengemukakan bahwa : 
Kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal terutama bila mengacu pada amanat UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dan PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.050 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal. Kualifikasi guru dimaksud masing-masing sebagai berikut : guru TK terdapat 91,54%, SD terdapat 90,98%, SMP terdapat 48,05%, dan SMA terdapat 28,84% yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 (Kustono, 2007).
Khusus untuk guru SMP-yang menjadi responden dalam penelitian ini, menurut data tahun 2005 tersebut, guru SMP yang layak mengajar adalah 51,95%. Pada tahun pelajaran 2006/2007 ada peningkatan, dari 624.726 guru SMP negeri dan swasta, yang layak mengajar adalah 487.512 guru atau 78,04% (Statistik SMP-Depdiknas, http://www.depdiknas.go.id/statistik/0607/smp0607/tbl14i.pdf). Meningkatnya jumlah guru SMP yang layak mengajar tersebut.
sebagai akibat dari tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 4-5 yang mensyaratkan sertifikasi dengan kualifikasi akademik minimal S1/D4. Persyaratan tersebut selain menjadikan perekrutan guru baru dari lulusan jenjang pendidikan tersebut, juga mendorong guru yang semula belum berijazah S1/D4 melanjutkan pendidikannya ke jenjang tersebut. Peningkatan kualifikasi akademik yang ditempuh melalui proses pendidikan tersebut sudah seharusnya meningkatkan kemampuan guru. Namun demikian, tidak serta-merta meningkatkan kinerjanya.
Permadi dan Dadi menemukan guru dalam menyikapi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setelah diberlakukan sejak tahun 2006 : 
Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sekarang disempurnakan menjadi model KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang juga menekankan perlunya ada berbagai upaya untuk secara mandiri dari guru untuk berkreasi agar pengajaran di kelas menjadi lebih menarik dan menyenangkan, masih jauh dari harapan. guru masih terlalu kaku dan takut untuk mengambil inisiatif karena pada zaman orde baru selalu kamus "mohon petunjuk" dari yang lebih atas (kepala sekolah, pengawas, dan birokrat pemerintah) serta takut disalahkan jika memiliki suatu ide dalam inovasi pembelajaran (Permadi dan Arifin, 2007 : 63).
Sulistyo-Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan guru Republik Indonesia (PGRI), dalam rangka peringatan Hari guru Internasional, Minggu, 5 Oktober 2008, mengatakan bahwa kemampuan guru mempersiapkan pembelajaran di kelas masih lemah, guru kurang memiliki gambaran apa yang hams dilakukannya di kelas. Menurutnya, penting untuk menumbuhkan kesadaran internal guru sendiri tentang perbaikan dan perubahan kinerja, guru perlu mengetahui persis kewajiban dan penguasaan kompetensi secara maksimal. Oleh karena itu menurutnya, persoalan peningkatan mutu guru tidak dapat ditawar-tawar lagi, sudah mutlak hams dilakukan, tanpa peningkatan mutu guru, upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kucuran anggaran besar-besaran sia-sia belaka. Sulistiyo mengemukakan semua ini didasarkan pada disertasi hasil penelitiannya dengan menyebar kuesioner, observasi dalam kelas, wawancara mendalam, serta tes psikologi mengenai kemampuan metakognisi guru dalam mempersiapkan pembelajaran, yakni bagaimana guru merancang, memikirkan, dan mengelola bahan ajar. (Mutu Guru Sudah Mutlak Pemerintah Harus Bantu Memperluas Wawasan Guru, http://cetak.kompas.eom/read/xml/2008/l 0/06/01035533/mutu.guru.sudah.mutlak).
Secara umum, A. Dale Timple mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2007 : 15). Beberapa peneliti telah memilih faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja guru sesuai dengan interest masing-masing. Hasil penelitian mereka penulis pelajari sebagai bagian dari studi awal sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya.
Yang pertama adalah hasil penelitian Wuviani (2005) yang meneliti kinerja guru dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru". Ia membatasi faktor-faktor tersebut pada tiga variabel, yaitu (1) kualifikasi pendidikan, (2) motivasi kerja guru, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah. Dengan populasi guru SMAN di kota Bandung, Wuviani menemukan, bahwa ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru, dengan rincian : (1) kualifikasi pendidikan sebesar 37,40%, (2) motivasi kerja guru sebesar 45,20%, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah sebesar 51,80%. Secara bersama-sama ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru sebesar 67,00%. Sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain.
Kemudian, Riduwan (2006) meneliti kinerja dosen dengan judul "Kontribusi Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Dosen (Studi pada Universitas Jendral Achmad Yani Kota Cimahi)". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompetensi profesional secara signifikan memberikan kontribusi sebesar 30,46%, dan motivasi kerja sebesar 61,94% terhadap kinerja dosen. Secara simultan keduanya memberikan kontribusi terhadap kinerja dosen secara signifikan sebesar 90,00%, dan sisanya sebesar 10,00% merupakan pengaruh faktor lain.
Terakhir, Husdarta (2007 : 12-25) melakukan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Pendidikan Jasmani". Berdasarkan teori yang dipelajarinya, ia menemukan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru harus mempertimbangkan faktor internal dan eksternal guru. Ia mengidentifikasi lima variabel yang mempengaruhi kinerja guru, yaitu (1) layanan supervisi, (2) kepemimpinan kepala sekolah, (3) fasilitas pembelajaran, (4) kompetensi, dan (5) motivasi berprestasi. Dengan metode penelitian deskriptif, teknik pengumpulan data kuesioner, sampel sebanyak 150 guru olah raga SD yang ditarik melalui random sampling technique. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani dengan besaran : (1) layanan supervisi 5,70%, (2) kepemimpinan kepala sekolah 17,20%, (3) fasilitas pembelajaran 6,10%, (4) kompetensi 13,90%, dan (5) motivasi berprestasi 12,60%. Pengaruh kelima variabel secara bersama-sama adalah 55,40%, sisanya 44,60% pengaruh dari variabel lain.
Terdapatnya hubungan yang signifikan antara berbagai variabel dengan kinerja guru yang tercermin dalam judul-judul tesis dan disertasi para peneliti tersebut, menunjukkan betapa banyaknya faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Dua faktor atau variabel lain yang penulis duga memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja mengajar guru adalah motivasi berprestasi guru dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap guru.
Motivasi berprestasi merupakan bagian dari motivasi kerja yang lebih spesifik dengan karakteristik berorientasi pada keberhasilan, kesempurnaan, kesungguhan dan keunggulan dalam melaksanakan pekerjaan. Penulis memandang faktor tersebut sangat mengagumkan jika dimiliki oleh pegawai, khususnya guru, dan penting dalam mendukung kinerja mereka.
Supervisi merupakan upaya pembinaan agar semua faktor yang mempengaruhi pegawai tidak mengganggu kinerja mereka, melainkan sebaliknya, menggiringnya menjadi potensi untuk bekerja secara profesional. Upaya ini menjaga pegawai sehingga mereka tetap on the track. W. Edwards Deming, ahli kualitas, menggarisbawahi pentingnya supervisi atau pengawasan sebagai bagian dari manajemen mutu keseluruhan (total). Ia mengemukakan bahwa "pada dasarnya, kinerja karyawan lebih merupakan fungsi dari pelatihan, komunikasi, alat, dan pengawasan ...." (Dessler, 2006 : 322). Aktivitas supervisi berupaya untuk melakukan perbaikan yang terus menerus (continuous improvement), pencapaian kualitas dan ketercapaian tujuan yang lebih baik (Dessler, 2006 : 323). Jenis supervisi dalam dunia pendidikan disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya. Salah satunya adalah supervisi akademik yaitu supervisi pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran melalui peningkatan kemampuan profesional guru (Satori, 2004 : 3). Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah penulis pandang penting karena merupakan rangkaian dari aktivitas quality assurance dalam pendidikan. Penilaian terhadap aktivitas supervisi akademik kepala sekolah secara kedinasan dilakukan oleh pengawas sekolah, namun dalam penelitian ini, penulis mencoba meneliti supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah ini berdasarkan persepsi guru yang disupervisinya.
Dengan latar belakang masalah seperti yang dipaparkan di atas, penulis melakukan penelitian yang berfokus pada kinerja guru dengan judul "Kontribusi Persepsi Guru tentang Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Jika dirinci, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor tersebut bisa bersumber dari diri guru itu sendiri (internal), dan bersumber dari luar guru (eksternal).
Yang tergolong faktor internal guru antara lain : 
1. Kesehatan 
2. Kecacatan 
3. Gender berprestasi 
4. Minat 
5. Sikap 
6. Kemampuan 
7. Motivasi 
8. Persepsi dan lain-lain.
9. Kepercayaan
10. Komitmen
11. Tingkat pendidikan
12. Pengalaman kerja,
Yang tergolong faktor eksternal guru antara lain : 
1. Kebijakan 
2. Manajemen sekolah 
3. Supervisi akademik dihadapi
4. Iklim sekolah 
5. Sarana prasarana 
6. Siswa yang dan lain-lain
7. Pendapatan pemerintah 
8. Kehidupan sosial
Karena terbatasnya waktu dan dana, dalam penelitian ini penulis membatasi masalahnya pada dua faktor internal guru yang mempengaruhi kinerja mengajarnya, yaitu variabel motivasi berprestasi guru dan variabel persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah. Adapun guru dan kepala sekolah yang dimaksudkan dalam kedua variabel tersebut adalah guru dan kepala SMP negeri di kabupaten X.
Alasan untuk memilih variabel motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Belum terukurnya motivasi berprestasi guru SMP negeri dalam wilayah kabupaten X.
2. Motivasi berprestasi guru merupakan kunci keunggulan guru, yang akan berimbas pada keunggulan siswa, keunggulan sekolah dan keunggulan proses dan produk pendidikan nasional.
Sedangkan alasan memilih variabel persepsi guru tentang supervisi
akademik kepala SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Kegiatan supervisi akademik merupakan rangkaian dalam penjaminan mutu pendidikan, tapi sering terabaikan oleh kepala sekolah. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Willis (Satori, 1989 : 100), yang menemukan bahwa kepala sekolah menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan pekerjaan kantor dan menghadiri rapat-rapat yang sifatnya berisi masalah-masalah administratif. Di negeri kita sendiri disinyalir bahwa pengawasan internal kurang berjalan dengan baik, termasuk supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah kepada guru. Hal ini dimuat dalam harian Radar Semarang : 
"Secara teoritis kepala sekolah telah banyak menyusun perencanaan supervisi guru di kelas, namun dengan dalih kesibukan tugas pokok lainnya pelaksanaan supervisi belum banyak dilakukan" (Eriyadi, 2008).
2. Supervisi akademik merupakan salah satu dimensi standar kompetensi kepala sekolah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, BSNP, 2007 b : 10, 18, 26) yang perlu diketahui implementasinya.
3. Gurulah yang paling menyaksikan (melihat), mendengar, dan merasakan sendiri bagaimana kepala sekolah melakukan supervisi akademik kepada mereka secara aktual (empiris) di sekolah tempat mereka bekerja.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah deskripsi empiris persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala SMP negeri di kabupaten X ?
2. Bagaimanakah deskripsi empiris motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X ?
3. Bagaimanakah deskripsi empiris kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
4. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
5. Berapa besar kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
6. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala sekolah SMP negeri di kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi motivasi berprestasi gum terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini, setidak-tidaknya ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis menekankan manfaat penelitian ini dari segi ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dapat memberikan sumbangan terhadap khazanah pengembangan ilmu administrasi pendidikan khususnya fungsi supervisi, dan perilaku organisasional pendidikan menyangkut motivasi berprestasi dan kinerja mengajar guru.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 
a. Dengan mengetahui deskripsi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah, motivasi berprestasi guru dan kinerja mengajar guru, maka gambaran ketiga variabel tersebut bisa menjadi bahan masukan bagi dinas pendidikan dalam menentukan kebijakan dan pembinaan pegawai, khususnya guru dan kepala sekolah.
b. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah mendapat masukan untuk mengarahkan dan membina guru dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah yang dipimpin dan dibinanya.
c. Dengan mengetahui besarnya kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah bisa mengkondisikan terciptanya kinerja mengajar guru yang prima.
d. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, terutama departemen (pemerintah pusat) dan dinas pendidikan (pemerintah daerah) bisa menentukan kebijakan yang kondusif dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.