Search This Blog

Showing posts with label media interaktif berbasis komputer. Show all posts
Showing posts with label media interaktif berbasis komputer. Show all posts
TESIS EFEKTIFITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER MODEL TUTORIAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MAPEL GEOGRAFI SMA

TESIS EFEKTIFITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER MODEL TUTORIAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MAPEL GEOGRAFI SMA

(KODE : PASCSARJ-0301) : TESIS EFEKTIFITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER MODEL TUTORIAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MAPEL GEOGRAFI SMA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN GEOGRAFI)



BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar dan Pembelajaran 

1. Konsep Belajar

Konsep belajar (learning) sebagai suatu upaya atau proses perubahan perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain (Pidarta, 2000 : 197). Dengan demikian belajar menuntut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman (Mayer, 1982 : 1040 dalam Seels & Richey, 2000 : 13).
Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajar tidak selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar. Namun, dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan, yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis bahan ajar, atau pengembang paket belajar dan sebagainya (Miarso, 2004 : 553-554).
Dalam kegiatan pembelajaran ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip belajar ini diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori belajar memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran (Suciati & Irawan, 2001 : 2). Meskipun banyak teori belajar, namun ada kesamaan umum dalam mendefinisikan belajar. Empat rujukan yang terkandung dalam definisi belajar adalah : a) adanya perubahan atau kemampuan baru; b) perubahan atau kemampuan baru itu tidak berlangsung sesaat, tetapi menetap dan dapat disimpan (permanen); c) perubahan atau kemampuan baru itu terjadi karena ada usaha; dan d) perubahan atau kemampuan baru tidak hanya timbul karena faktor pertumbuhan (Miarso, 2004 : 550-551).

a. Teori-teori Belajar

Ada beberapa teori belajar yang melandasi pelaksanaan pembelajaran di kelas, yaitu : 
1) Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang diamati. Seseorang dianggap telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori behaviorisme manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Menurut pandangan behaviorisme, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Skinner dengan teori operant conditioning menjelaskan belajar sebagaimana yang dikutip oleh Bell-Gredler (1986 : 80) adalah : 
In Skinner's view, learning is behavior. As the subject learns, responses increase and when unlearning occurs, the rate of responding fall (Skinner, 1950). Learning is therefore formally defined as a change in the likelihood or probability of response. Probability or responding is difficult to measure. Therefore, Skinner suggests that learning should be measured by the rate of frequency of responding.
Menurut pandangan Skinner belajar merupakan respon (tingkah laku) yang baru. Pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru. Respon itu terjadi bila siswa belajar dan tidak akan terjadi bila tidak ada proses belajar dan belajar dapat diukur melalaui laju atau frekwensi respon yang diberikan siswa.
Menurut Gagne (1985 : 2) belajar ialah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya disebabkan proses pertumbuhan saja. Perubahan dalam belajar itu sendiri adalah perubahan perilaku, dan kesimpulan seseorang belajar dapat dilihat dengan membandingkan tingkah laku sebelum dan setelah adanya pembelajaran. Perubahan tingkah laku dimaksud adalah penambahan kapabilitas dari beberapa tipe performance. Dengan demikian belajar itu menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berbeda-beda, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berbeda-beda inilah yang disebut dengan kapabilitas sebagai hasil belajar.
Untuk mencapai perubahan tingkah laku, perlu diterapkan prinsip-prinsip teori behaviorisme dalam sistem pembelajaran di kelas. Menurut Hartley & Davies (1978) dalam Soekamto (1992 : 23) bahwa prinsip-prinsip tersebut mencakup : 1) proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik ikut terlibat aktif di dalamnya; 2) materi pembelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons yang diberikannya telah benar; 3) setiap kali peserta didik memberikan respon yang benar perlu diberi penguatan (reinforcement).
Adapun langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori behaviorisme, dalam merancang kegiatan pembelajaran, adalah : a) menentukan tujuan pembelajaran; b) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) peserta didik; c) menentukan materi pembelajaran; d) memecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya; e) menyajikan materi pembelajaran; f) memberikan stimulus, g) mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik; h) memberikan penguatan (reinforcement) yang berupa penguatan positif atau penguatan negatif, atau hukuman; i) memberikan stimulasi baru; j) mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik; k) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman; dan m) evaluasi hasil belajar (Suciati & Irawan, 2001 : 31-32).
2) Teori Belajar Kognitif
Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh persepsi berpikir internal yang terjadi selama proses belajar. Menurut pandangan kognitif belajar sebagai perubahan perilaku peserta didik terbentuk bukan karena hubungan stimulus dan respons, akan tetapi lebih disebabkan dorongan dad dalam atau oleh pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh siswa (Sanjaya, 2005 : 94).
Prinsip-prinsip teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar. Yang termasuk dalam ke kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner, teori belajar bermakna Ausubel dan lain-lain.
a) Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Soekamto, 1992 : 28). Oleh karena itu, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umumya. Penjenjangan ini bersifat hierarki yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umumya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu di luar kemampuan kognitifnya.
Ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu : a) tahap sensorik motorik yang bersifat internal (0-2 tahun); b) tahap pre operasional (2-6 tahun); c) tahap operasional kongkret (6-12 tahun); dan d) tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun).
Perkembangan intelektual seseorang menunjukkan bahwa semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu, para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus dapat memahami tahap-tahap perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat merancang, melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Dengan kata lain dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik.
Teori schemata memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada (Warsita, 2008 : 70). Schemata adalah unit dasar perkembangan intelektual. Maka hasil belajar merupakan hasil dari pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru akan menjadi dasar pada kegiatan belajar berikutnya. Artinya, setiap saat kita memperoleh informasi, diidentifikasi, diproses, dan disimpan dengan baik/lebih lama sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam mengklasifikasi objek. Aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan media atau alat peraga dan sumber belajar lain.
Menurut Piaget, secara garis besar langkah-langkah pembelajar dalam merancang pembelajaran adalah : 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) memilih materi pembelajaran; 3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik secara aktif; 4) menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan topik; 5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir peserta didik; dan 6) melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001 : 37).
Aplikasi praktisnya dalam pembelajaran menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, proses asimilasi (informasi lama disatukan atau diintegrasikan sehingga menyatu dengan informasi baru) dan akomodasi (mengubah atau membentuk) pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

TESIS PENGEMBANGAN MULTIMEDIA BERBASIS KOMPUTER MODEL SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAPEL TIK SISWA SMP

TESIS PENGEMBANGAN MULTIMEDIA BERBASIS KOMPUTER MODEL SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAPEL TIK SISWA SMP

(KODE : PASCSARJ-0296) : TESIS PENGEMBANGAN MULTIMEDIA BERBASIS KOMPUTER MODEL SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAPEL TIK SISWA SMP (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)



BAB II 
KAJIAN TEORITIS

A. Media Pembelajaran

Media pembelajaran memberikan manfaat yang besar bagi dunia pendidikan. Namun demikian, sebagian orang masih bertanya-tanya tentang definisi, kedudukan, manfaat, dan berbagai hal tentang media tersebut. Untuk itu, berikut ini akan dijelaskan tentang definisi, kedudukan, klasifikasi manfaat, prinsip penggunaan media dalam pembelajaran.

1. Pengertian Media Pembelajaran

Sanjaya dalam buku "Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan" (2009 : 163) menjelaskan kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam menyampaikan pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.
Media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil pembelajaran secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan mudah (Rohana, 1997 : 4).
Munadi (2008 : 7) mengungkapkan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.
Secara umum, ada dua konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan Bridle (1966 : 3) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah buku dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat seperti radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.
Namun demikian media bukan hanya berupa alat dan bahan saja, akan tetapi hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980 : 244) menyatakan "A medium, conceived is any person, material or even that establish condition which enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude." Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, simulasi untuk menambah ketrampilan.
Dari dua pengertian di atas, Sanjaya (2009) menyimpulkan bahwa tampak pengertian kedua yang di kemukakan Gerlach lebih luas dibandingkan dengan pengertian yang pertama.
Pendapat lain mengemukakan bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras atau (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram dan lain sebagainya.
Menurut Heinick, dkk. (1986) mendefinisikan media adalah sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Sedangkan Hamalik (2007) mendefinisikan media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan demikian yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah suatu "alat, sarana" (cetak elektronik) yang dipergunakan untuk menghubungkan siswa dengan substansi bahan ajar yang bertujuan mengoptimalkan pencapaian kompetensi hasil belajar.

2. Kedudukan Media Dalam Pembelajaran

Kedudukan media dalam pembelajaran sangatlah penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran akan menuntut media yang disesuaikan dengan kondisi dalam pembelajaran, baik materi, karakteristik siswa dan bahkan jumlah siswa (kelompok besar, kecil atau individual).
TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X

TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X

(KODE : PASCSARJ-0180) : TESIS PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP X (PROGRAM STUDI : PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas pula. Sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan salah satunya dengan mengeluarkan produk hukum berupa undang-undang tentang sistem pendidikan nasional serta berbagai perangkat lain yang mengatur pelaksanaan dari sistem pendidikan tersebut. Adapun tujuan dari pendidikan seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Sekolah Menengah Pertama sebagai suatu institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selama tiga tahun, pada dasarnya bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik, baik yang berupa pengetahuan , keterampilan, sikap dan nilai-nilai agar mereka dapat hidup dalam masyarakat serta sebagai persiapan baginya untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Udin Syaefuddin S dan Mulyani Sumantri (2007) mengemukakan bahwa esensi pendidikan dasar adalah "paspor" bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya di masa depan, dan "bekal dasar" untuk dapat hidup layak dalam hidup bermasyarakat dimanapun di dunia ini. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (1) dijelaskan bahwa "standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut".
Wina Sanjaya (2008) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di mana salah satu dari lima kelompok mata pelajaran yang tercantum dalam Standar Isi adalah Agama dan Akhlak Mulia yang tujuannya adalah untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. 
Marhamah (2002) mengemukakan "pendidikan agama sebagai pendidikan umum, khususnya PAI, bertujuan untuk membentuk perilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan umum. Oleh sebab itu pada saat sekarang mata pelajaran PAI mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis pada tingkat pendidikan dasar, karena pada usia 7-15 tahun merupakan usia yang tepat untuk menanamkan dasar-dasar agama Islam, baik yang berkenaan dengan aqidah, ibadah, muamalah maupun akhlak guna mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Apalagi pada era globalisasi seperti sekarang dimana pengaruh-pengaruh dari luar apakah itu yang baik atau yang buruk tersebar di mana-mana, maka pendidikan agama khususnya PAI bisa merupakan alat penyaring bagi para peserta didik kita, sehingga mereka nantinya tidak akan terjerumus kepada hal-hal yang buruk tersebut.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu keseluruhannya terliput dalam lingkup Al-Qur'an/Hadits, Keimanan, Akhlak, Fiqh/Ibadah, dan Tarikh. Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya.
Depdiknas (2001) menjelaskan setelah ditelusuri pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain waktu yang disediakan hanya dua jam mata pelajaran dengan muatan materi begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pengetahuan hingga watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua siswa.
Wawan S, dkk (2007 : 754) menyatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil pendidikan adalah kualitas guru yang rendah. Hasil studi berskala nasional menunjukan bahwa kemampuan guru SLTP dan SMU dalam memahami aspek-aspek kurikulum dinilai secara rata-rata masih rendah. Pembelajaran yang diterapkan oleh guru di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses belajar mengajar di kelas berlangsung secara klasikal dan hanya bergantung pada buku teks dengan metode pengajaran yang menitikberatkan proses menghafal dari pada pemahaman konsep. Sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap apa yang diketahui, ditanya dan dibahas oleh guru masih rendah, akibatnya keterampilan intelektual siswa kurang berkembang. Padahal dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 salah satu butirnya tentang kompetensi guru mata pelajaran dijelaskan bahwa guru hendaknya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Di sisi lain telah terjadi perubahan paradigma dalam proses pembelajaran, yakni pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (child centered). Saat ini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang ada, bahkan guru pun harus terus belajar apabila tidak ingin ketinggalan informasi dari siswanya. Munir (2008 : 80) menyatakan bahwa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan pembelajaran yang lebih berpusat kepada kebutuhan, minat, bakat dan kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat bermakna. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi untuk mencapai sasaran yang telah diterapkannya sendiri karena merasa dilibatkan atau diikut sertakan dalam pembelajaran dengan bebas melakukan pencarian informasi tersebut.
Pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik menghasilkan peserta didik yang berkepribadian pintar, cerdas, aktif, mandiri tidak bergantung pada kepada pengajar melainkan kepada dirinya sendiri. Peserta didik merupakan subjek bukan semata-mata objek yang hanya menerima informasi dari pengajar, peserta didik mempunyai peran dan aktivitas yang lebih besar. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi berupa internet memungkinkan bagi siapapun untuk dapat mengakses berbagai informasi dengan lebih cepat tanpa batas waktu.
Kondisi yang seperti di atas tidak jauh berbeda dengan kondisi pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung di sekolah menengah pertama yang ada di kota X. Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan didapatkan bahwa kegiatan pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung sebagian besar masih menggunakan metode ceramah, guru masih sangat jarang memanfaatkan media selain buku dalam kegiatan pembelajaran terlebih lagi media yang berbasis komputer malah belum pernah digunakan sehingga kurang menciptakan situasi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan semangat belajar siswa. Guru belum melakukan inovasi dalam cara mengajar dengan menggunakan berbagai sumber dan media yang lebih bervariasi yang nantinya akan membuat siswa merasa tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Begitu juga dengan keterbatasan kemampuan guru agama dan ketersediaan media multimedia pendukung pembelajaran.
Seiring dengan kemajuan di bidang teknologi memasuki abad ke 21 sebagian besar peran guru telah dapat digantikan oleh produk teknologi. Komputer misalnya, pada saat ini tidak saja dapat dipergunakan dalam bidang administrasi pendidikan tetapi juga sebagai alat bantu pengajaran. Begitu juga produk-produk teknologi yang lain berupa televisi, CD interaktif, video disc, dan lain-lain.
Pembelajaran PAI di sekolah juga perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pengajaran di kelas. Teknologi informasi dan komunikasi diperlukan dalam mewujudkan kreativitas dan keterampilan agar hasil belajar siswa dapat diketahui oleh siswa lain atau orang lain dan pemanfaatan teknologi informasi serta komunikasi adalah untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru dalam rangka mencari gagasan untuk perancangan dan pembuatan benda-benda keterampilan sebagai wujud dan kreativitas siswa.
Adapun pemanfaatan teknologi informasi yang digunakan adalah : 
- Melihat hasil teman sekelas dan kelas lain
- Melihat pameran keterampilan
- Memamerkan hasil keterampilan di majalah dinding
- Memasang gambar dan informasi hasil keterampilan di Web sekolah dan Web klub keterampilan
- Melihat model-model keterampilan yang memuat teknologi melalui internet
- Melihat berbagai CD pembelajaran berbasis komputer yang ada.
Kedudukan media dalam komponen pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Maka kedudukan media dalam suatu pembelajaran sangatlah penting (Rusman, 2007).
Multimedia tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem belajar mengajar. Penggunaan multimedia berdampak positif dalam memberikan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Siswa akan lebih menghayati keseluruhan proses belajar mengajar dengan hadirnya multimedia dalam pembelajaran. Hal ini senada diungkapkan oleh (Abdulhak dan Sanjaya 1995) bahwa penentuan komponen multimedia yang integral dalam sistem belajar mengajar didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa didapatkan dari pengalaman yang diorganisir, dari mulai pengalaman langsung yang memungkinkan pengetahuan semakin konkrit sampai pengalaman yang hanya diperoleh melalui bahasa dan tidak langsung (abstrak).
Menurut Husen, T (1988) peran guru dalam perspektif ke depan akan berkurang, karena sebagian tugas dan peran guru telah tergantikan oleh media elektronik modern, maka tugas guru dapat berbentuk perencanaan, bantuan dan evaluasi terhadap kemajuan para siswa-siswanya. Tugas guru selanjutnya hanyalah menciptakan suasana belajar yang seefektif mungkin. Demikian halnya dengan pandangan Langgulung (2004) bahwa paradigma baru guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator dan motivator dalam pengajaran.
Memperhatikan uraian di atas, dapat digambarkan bahwa masih banyak persoalan yang timbul dalam proses pembelajaran di sekolah. Salah satu permasalahan tersebut adalah terkait dengan penggunaan media pembelajaran, terutama media pembelajaran yang berbasis komputer dan pemanfaatan laboratorium komputer yang ada di sekolah . Untuk itu dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengembangkan sebuah media interaktif berbasis komputer pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang nantinya media tersebut dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dimana pembelajaran tersebut akan membuat siswa menjadi aktif, kreatif dan mandiri serta membuat pembelajaran lebih menyenangkan dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium komputer yang ada di sekolah. 
Media interaktif berbasis komputer ini didesain dengan melihat karakteristik siswa menengah pertama yang disesuaikan dengan lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah menengah pertama . Sehingga nantinya media interaktif berbasis komputer tersebut nantinya akan sangat cocok dan tepat digunakan serta sesuai dengan kebutuhan siswa yang pada gilirannya menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan serta dapat meningkatkan proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa di sekolah menengah pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang masalah dan supaya ruang lingkup penelitian tidak meluas, diperlukan pembatasan permasalahan. Mengingat kondisi pembelajaran PAI yang selama ini berlangsung di sekolah menengah pertama Kota X cenderung konvensional dan kurang mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi berpusat pada siswa dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah media interaktif berbasis komputer yang akan digunakan pada pembelajar PAI, mengingat media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran PAI bisa menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah pertama Kota X. Dengan demikian rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : "Media interaktif berbasis komputer yang bagaimana yang tepat digunakan pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa di Sekolah Menengah Pertama ?."

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung di Sekolah Menengah Pertama yang meliputi ?
a. Bagaimana kegiatan dan pandangan siswa selama pembelajaran ?
b. Bagaimana kegiatan guru selama pembelajaran ?
c. Bagaimana ketersediaan fasilitas belajarnya ?
d. Bagaimana ketersediaan waktu untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam ?
2. Bagaimana desain media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi ?
a. Bagaimana perencanaan bahan ajar (model media interaktifnya) ?
b. Bagaimana pengembangan bahan ajar (model media interaktifnya) ?
3. Bagaimana implementasi media interaktif berbasis komputer dan hasil yang dicapai siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi ?
a. Bagaimana kegiatan dan pendapat siswa selama pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
b. Bagaimana pendapat guru terhadap pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis tersebut ?
c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
d. Bagaimana kualitas hasil belajar siswa setelah menggunakan media interaktif berbasis komputer ?
4. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
a. Bagaimana faktor pendukung dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
b. Bagaimana faktor penghambat dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ?

D. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di tingkat sekolah menengah pertama yang ada sekarang ini.
2. Menghasilkan suatu desain media interaktif berbasis komputer yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah pertama.
3. Memperoleh bentuk kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan media interaktif berbasis komputer yang berdampak pada peningkatan aktivitas belajar siswa yang nantinya akan menuju pada peningkatan kualitas hasil belajar.
4. Mengkaji faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan media interaktif berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini baik secara teoretis maupun praktis adalah sebagai berikut : 
1. Manfaat teoretis
a. Untuk mengembangkan konsep pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer.
b. Pengembangan konsep pembelajaran dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa yang berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar. 
2. Manfaat praktis
a. Guru
Bagi para guru Pendidikan Agama Islam sebagai pencerahan/wahana baru dalam pemanfaatan media pembelajaran di sekolah, sehingga pengajaran akan lebih bervariasi dan lebih menarik.
b. Siswa
Menimbulkan semangat belajar bagi siswa, karena siswa diberikan alternatif yang baru dalam kegiatan pembelajaran dan juga untuk membangkitkan minat siswa terhadap teknologi informasi.
c. Sekolah
Sebagai wahana untuk meningkatkan mutu guru dan siswa melalui kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media tersebut.
d. Pengembang kurikulum
Sebagai salah satu bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penguasaan teknologi dan pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran di kelas.