Search This Blog

Showing posts with label biologi kelas IX. Show all posts
Showing posts with label biologi kelas IX. Show all posts
SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM SARAF

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM SARAF

(KODE : PTK-0116) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM SARAF (BIOLOGI KELAS IX) 



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi pribadi-pribadi anggota masyarakat yang mandiri. Pribadi yang mandiri adalah pribadi yang secara mandiri mampu berpikir, menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada, serta mampu melakukan perubahan dan menciptakan sesuatu yang baru.
Pencapaian pendidikan sebagian besar ditentukan oleh keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah interaksi guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Guru adalah subjek yang sangat berperan dalam membelajarkan dan mendidik peserta didik sedangkan peserta didik merupakan subjek yang menjadi sasaran pendidikan.
Sejalan dengan pikiran di atas, maka tugas guru biologi adalah membimbing peserta didik memiliki pengetahuan dan nilai biologi, serta menumbuhkan rasa senang dan cinta belajar biologi di kalangan peserta didik. Namun selama ini biologi masih dianggap sebagai pelajaran yang identik dengan hafalan semata. Padahal sesungguhnya biologi mempelajari tentang diri dan makhluk hidup lain yang melekat dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu maka pembelajaran biologi perlu dikemas sedemikian rupa, sehingga membuat peserta didik menyukai pelajaran biologi. Salah satu materi yang dianggap sulit dan tidak di sukai oleh peserta didik adalah materi sistem saraf pada manusia.
Materi sistem saraf pada manusia merupakan materi yang tergolong abstrak dan memiliki isi materi yang banyak, hal ini dikarenakan materi tersebut mempelajari tentang mekanisme proses kerja organ yang ada di dalam tubuh yang tidak dapat diamati secara langsung. Dalam mempelajari materi ini dibutuhkan pemahaman konsep yang memadai, sehingga dapat menjelaskan keabstrakannya. Penyelesaian masalah yang dibutuhkan pada materi ini adalah peserta didik memiliki gambaran dalam benaknya mengenai mekanisme proses kerja organ tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA Terpadu kelas IX MTSN X menjelaskan bahwa guru mengalami beberapa kendala dalam mengajarkan materi pokok sistem saraf pada manusia antara lain : 
1. Peserta didik masih sulit mendeskripsikan struktur sel saraf serta fungsinya.
2. Peserta didik mengalami kesulitan dalam membedakan sel saraf berdasar fungsinya
3. Peserta didik mengalami kesulitan dalam membedakan mekanisme gerak refleks dan gerak biasa.
4. Peserta didik mengalami kesulitan dalam menyebutkan bagian-bagian sistem saraf beserta fungsinya.
Sehingga nilai peserta didik di sekolah itu masih banyak yang dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Ketuntasan klasikal 43% dan rata-rata kelas 47.
Kendala-kendala yang dialami peserta didik di atas dikarenakan peserta didik kurang mempunyai pemahaman konsep dalam mempelajari materi sistem saraf pada manusia. Untuk mencapai pemahaman di atas dirasa akan mudah tercapai dengan proses pembelajaran yang interaktif, menyenangkan. Interaktif disini diartikan sebagai proses pembelajaran yang berusaha memberdayakan peserta didik dan memperhatikan serta mempengaruhi emosi peserta didik. Hal ini agar materi sistem saraf yang banyak dapat dipelajari dengan mudah dan tidak jenuh. Peserta didik diberi keleluasaan untuk mengkonstruksikan pengetahuannya mereka dengan cara menjalani proses pencarian sendiri. Salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum teaching).
Model pembelajaran kuantum (quantum teaching) merupakan salah satu model pembelajaran yang mengembangkan lingkungan belajar yang saling memberdayakan, menghargai dan senantiasa menjaga motivasi belajar. Dalam pembelajaran ini menghendaki peserta didik dapat terlibat langsung dalam memahami konsep dan mengkonstruksikan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah sehingga tercapai pemahaman konsep yang memadai. Dalam kerangka pembelajaran kuantum yaitu dalam akronim TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan). 
Pembelajaran kuantum (quantum teaching) mengkondisikan agar peserta didik terlibat aktif dalam proses belajar yaitu dengan mengalami dan mendapatkan pengetahuannya sendiri. Selain itu, peserta didik juga mendapat pengakuan dalam belajar, hal ini karena dalam pembelajaran peserta didik memperoleh kesempatan mengungkapkan pengetahuan yang telah diperoleh-nya dan memberikan umpan balik berupa perayaan dan penghargaan atas prestasi yang diperoleh selama proses pembelajaran. Model tersebut memberikan situasi yang interaktif dan menyenangkan serta melibatkan kondisi emosional peserta didik Sehingga mereka akan lebih termotivasi dalam belajar. Dengan model pembelajaran kuantum (quantum teaching) diharapkan peserta didik dalam pembelajaran mendapatkan pemahaman konsep yang memadai dengan cara yang menyenangkan untuk memahami materi sistem saraf pada manusia.
Dengan demikian peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul ’’PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KUANTUM (QUANTUM TEACHING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM SARAF PADA MANUSIA KELAS IX MTSN X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka timbul permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran materi sistem saraf pada manusia melalui model pembelajaran kuantum (quantum teaching) di kelas IX MTSN X ?
2. Apakah hasil belajar Biologi peserta didik kelas IX MTSN X materi sistem saraf pada manusia dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kuantum (quantum teaching) ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 
1. Mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran materi sistem saraf pada manusia melalui model pembelajaran kuantum (quantum teaching) di kelas IX MTSN X.
2. Meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IX MTSN X materi sistem saraf pada manusia melalui penerapan model pembelajaran kuantum (quantum teaching).

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 
1. Bagi Sekolah
Sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran dan hasil belajar Biologi di sekolah.
2. Bagi Guru
Diharapkan dapat sebagai masukan bagi guru mengenai model pembelajaran yang menyenangkan, memudahkan peserta didik, dan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.
3. Bagi Peserta Didik
Diharapkan peserta didik akan termotivasi dalam proses pembelajaran Biologi, memudahkan dalam memahami materi pelajaran, serta mengenal-kan kepada peserta didik bagaimana cara belajar dan memahami suatu materi pelajaran dengan menyenangkan sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik.
4. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah pengalaman yang baru baik dalam bidang model pembelajaran maupun dalam penguasaan kelas dan penguasaan materi yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar di masa mendatang.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REPRODUKSI ORGANISME MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REPRODUKSI ORGANISME MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

(KODE : PTK-0114) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REPRODUKSI ORGANISME MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (BIOLOGI KELAS IX) 



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan cepatnya arus informasi di segala aspek dan sistem kehidupan manusia, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar tidak hanya sebagai konsumen teknologi, melainkan berperan sebagai produsen teknologi. Hal ini sangat bergantung pada upaya kita menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peran ilmu dan teknologi dalam pembangunan sangat besar, sehingga jalur utama untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan.
Prestasi yang diukur dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni), rata-rata hasil belajar siswa yang berkaitan dengan IPTEK masih belum memuaskan walaupun ada sebagian kecil yang berprestasi sangat baik. Dunia pendidikan kurang menyentuh sumber daya manusia yang memiliki daya saing memadai, terampil, berpengetahuan, dan berakhlak mulia. Dunia pendidikan harus berusaha agar prestasi belajar siswa terus meningkat terutama untuk mata pelajaran yang erat hubungannya dengan IPTEK, sehingga diharapkan mereka menjadi tenaga-tenaga ahli yang mampu bersaing dengan tenaga asing (Sukardi, 2005).
Guru merupakan salah satu komponen sistem yang menempati posisi sentral pada sistem pendidikan. Betapapun baiknya program pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, apabila guru tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, maka pelaksanaan dan hasil belajarnya menyimpang dari tujuan. Menurut Washton dan Klopfer (Rustaman, N. et al., 2005) banyak faktor yang mempengaruhi pelajaran Sains seperti guru, jumlah siswa dalam kelas, peralatan laboratorium, dan staf administrasi, ternyata guru yang merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran Sains, bagaimana pun Sains diajarkan guru lah yang terutama menentukan apa yang dipelajari siswa.
Pendidikan di Indonesia diharapkan mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya, sehingga sekolah seharusnya benar-benar menjadi tempat peserta didik mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (1) mengamanahkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Depdiknas, 2003).
Rendahnya mutu pendidikan lebih banyak disebabkan karena belum efektifnya proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, pembelajaran yang dilakukan guru lebih berorientasi pada penguasaan materi pelajaran sehingga guru cenderung 'mengajar' dan bukan membantu siswa 'belajar' (Marjani, 2000). Pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centered), dengan demikian tidak tercipta suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar, sehingga berlangsung secara kaku, kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang berupa UAS (Ujian Akhir Sekolah) khususnya IPA rata-rata masih belum memuaskan.
Penyebabnya rendahnya hasil belajar adalah pelaksanaan kurikulum yang belum optimal, khususnya KBM. Maka diperlukan berbagai upaya yang dapat menunjang proses belajar IPA sehingga dapat mencapai ketuntasan materi secara maksimal sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dalam proses pembelajaran, persiapan materi merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seorang guru agar mampu mengelola kegiatan pembelajaran secara kreatif dan inovatif.
Pembelajaran inovatif yang relevan dengan kondisi sekarang adalah teknik pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yaitu pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Guru harus merancang kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan awal siswa (Marjani, 2000). Ausubel dalam Dahar (1989) menyatakan, bahwa faktor paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa, yaitu agar terjadi proses belajar yang bermakna telah ada dalam struktur kognitif siswa.
Dalam merancang kegiatan belajar IPA sebaiknya guru memperhatikan pengetahuan awal siswa tentang konsep IPA. Salah satu pendekatan yang bertolak dad pengetahuan awal siswa adalah pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran yang berlandaskan rujukan belajar konstruktivisme ialah model pembelajaran kooperatif (Slavin, 1995).
Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan konstruktif, demokratis dan kolaboratif perlu diadakan perbaikan dalam pembelajaran, sehingga suasana interaksi dalam kelas dapat berkembang dengan baik untuk kelangsungan proses belajar mengajar. Peran guru harus lebih dikembangkan sebagai fasilitator atau mediator dalam belajar, sehingga akan tumbuh cara-cara belajar kerjasama melakukan kegiatan belajar mengajar secara gotong royong yang disebut pembelajaran kooperatif.
Sebagian guru tidak menerapkan sistem kerja kelompok dalam pembelajaran karena beberapa alasan, salah satunya adalah penilaian yang dianggap kurang adil. Siswa yang tekun dan pandai merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu dan kurang berusaha hanya tergantung pada hasil jerih payah mereka. Siswa yang kurang mampu, merasa seperti 'benalu' (Lie, 2002). Ketidakadilan ini sebenarnya tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur sistem pengajaran kooperatif.
Cooperative Learning merupakan suatu model pengajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Melalui Cooperative Learning dapat mendukung hasil belajar siswa.
Pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran kreatif dan inovatif merupakan solusi yang efektif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa terlibat aktif, sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi diantara siswa. Interaksi dan komunikasi yang berkualitas dapat memotivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Meningkatnya hasil belajar siswa dikarenakan pada pembelajaran kooperatif setiap kelompok dituntut untuk bertanggung jawab atas keberhasilan belajarnya baik secara individu maupun kelompok.
Terdapat beberapa tipe pembelajaran kooperatif, diantaranya : Student Team Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Think Pair Share (TPS), dan Number Head Together (NHT).
Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang paling mudah diimplementasikan yaitu tipe STAD. Keunggulan STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan paling langsung dari model pembelajaran kooperatif, sehingga dapat digunakan oleh guru yang akan mulai menerapkan pembelajaran kooperatif (Fauziah, 2005). Para siswa di dalam kelas di bagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, maupun kemampuannya. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru pada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Tipe pembelajaran ini dapat digunakan untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran konsep yang sulit antara lain konsep reproduksi organisme.
Konsep reproduksi organisme merupakan konsep yang perlu dikuasai untuk konsep biologi selanjutnya. Akan tetapi konsep reproduksi organisme dianggap sulit, terutama konsep reproduksi pada tumbuhan.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terutama untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan keaktifan siswa pada konsep reproduksi organisme. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa tipe STAD yang paling sederhana diantara tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain, sehingga dapat digunakan oleh guru yang baru mulai menerapkan pembelajaran kooperatif. 

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 
"Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada konsep reproduksi organisme ?"
Secara lebih khusus, untuk mempermudah penyelesaian permasalahan penelitian dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
a. Bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif pada konsep reproduksi organisme ?
b. Bagaimana hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ?
c. Bagaimana aktifitas siswa selama bekerja dalam kelompok ?
d. Bagaimana aktifitas guru selama pembelajaran berlangsung ?
e. Bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada konsep reproduksi organisme ?

C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, masalah penelitian ini dibatasi sebagai berikut : 
a) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b) Konsep yang dipelajari adalah reproduksi organisme, sub konsep reproduksi vegetatif dan generatif pada tumbuhan, reproduksi vegetatif dan generatif pada hewan serta reproduksi manusia.
c) Data hasil belajar dari hasil kognitif dan afektif.

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah : 
a. Menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam upaya perbaikan pembelajaran.
b. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada konsep reproduksi organisme.
c. Mendapat gambaran tentang aktifitas guru dan siswa selama pembelajaran kooperatif tipe STAD.
d. Memperoleh informasi mengenai respon siswa selama mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD pada konsep reproduksi tumbuhan, hewan dan manusia.

E. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD kepada guru IPA, terutama guru IPA kelas IX di SMPN X. Meningkatnya kemampuan guru mengajar, maka mutu pembelajaran di sekolah dan hasil belajar siswa akan meningkat.
Bagi siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa dalam belajar kelompok dan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (Student Centered).
Bagi guru diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas dalam melaksanakan tugas pembelajarannya, memberikan alternatif strategi pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi.