Search This Blog

Showing posts with label agama islam. Show all posts
Showing posts with label agama islam. Show all posts
MAKALAH AGAMA ISLAM-MERAYAKAN VALENTINE DAY DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH AGAMA ISLAM-MERAYAKAN VALENTINE DAY DALAM PANDANGAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang. 
Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?


BAB II
PEMBAHASAN


A. SEJARAH VALENTINE’S DAY
The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day :
“Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.”
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242, The World Book Encyclopedia, 1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. 
Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita remaja putra-putri Islam yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (Al Isra' : 36).

B. HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. 
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.
Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah  berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita). Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.
Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.
Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan. 
2. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nasrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine. 
3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nasrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta. 
4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”. 

B. SARAN
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim.
The World Book Encyclopedia. 1998.
The Encyclopedia Britannica, Vol. 12.

MAKALAH HAM DALAM ISLAM

MAKALAH HAM DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki individu/manusia dari lahir dan kehadirannya dalam kehidupan masyarakat. Sedang tujuan HAM diantaranya adalah menyamakan hak-hak manusia di depan hukum, melindungi harkat dan martabat manusia, melindungi kebebasan manusia dalam beragama, berfikir, memiliki harta benda, berusaha dan memilih pekerjaan, memilih tempat tinggal, serta mewujudkan persamaan dan keadilan manusia.
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia. 
Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda :  "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya :  "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahai rasulullah ?" Beliau menjawab :  "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim). Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya.
Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2 :  267).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana HAM menurut konsep barat?
2. Bagaimana HAM menurut konsep Islam?
3. Macam HAM dalam Islam?


BAB II
HAM DALAM ISLAM

A. HAM Menurut Konsep Barat
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua : 
a. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti :  hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
b. Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti :  hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya  : 
1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya :  hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2. Pembagian hak menjadi tiga :  hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
3. Pembagian hak menjadi dua :  kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial. 

B. HAM Menurut Konsep Islam 
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda :  "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. 
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. 
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman :  
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22 :  4)
Kesimpulan  : 
• Sudah dimiliki sejak sejak dalam kandungan
• Sesuai dengan nilai universal dan kemanusiaan
• Tujuannya terarah pada aspek material dan spiritual
• Seimbang antara HAM, KAM, TAM
• Beragama adalah hak yang paling asasi
• Kewajiban yang paling asasi adalah melaksanakan ibadah formal
• Hak dan kewajiban harus dipertanggungjawabkan besok kepada Allah di hari kiamat
• Hak dan kewajiban harus menjunjung nilai-nilai kemanusia, keadilan dan persamaan derajat di hadapan Allah 

C. Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM 
Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain :  
1. Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya :  "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18 :  29)
2. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata :  ‘adl, qisth dan qishas. 
3. Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya :  "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5 :  32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.
4. Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya :  "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49 :  13)
5. Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan :  "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18 :  110). 
Kesimpulan HAM dalam Al-Qur’an :  
• Memuliakan manusia sebagai ciptaan Allah
• Persamaan harkat dan martabat
• Tidak ada paksaan dalam agama
• Musyawarah sebagai jalan menyelesaikan masalah
• Mempunyai hak yang sama dalam masyarakat
• Berhak menyatakan pendapat baik lesan/tulisan
• Pemberitahuan terlebih dahulu sebelum hukum dijatuhkan
• Melindungi privasi 

D. Macam-Macam HAM
1. Hak-Hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4 :  1, QS. 3 :  195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5 :  32, QS. 2 :  179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi :  "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah :  "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10 :  99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49 :  9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan :  "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2 :  256). Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. 
Firman Allah :  "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5 :  42). 
Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya-selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah :  "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5 :  7).
c. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda :  "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist :  "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah  : 
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah :  "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2 :  188). 
Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw :  "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw :  "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24 :  32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4 :  34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2 :  228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah :  "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy :  3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24 :  27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya.
Dia berkata :  "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw :  "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw : "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah :  "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9 :  6).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4 :  79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt :  "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4 :  148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw :  "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda :  "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan : "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. 
Sabda nabi saw :  "Hak muslim terhadap muslim ada lima :  menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
f. Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid :  25, Al-A’raf :  157 dan An-Nisa :  5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw :  "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan : "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli :  "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."

E. Realisasi HAM dalam Islam
Islam diturunkan sebagai pembawa rahmat ke seluruh alam, termasuk kepada kaum perempuan. Nila-nilai fundamental yang mendasari ajaran Islam seperti perdamaian, pembebasan, dan egalitarianisme (ajaran bahwa manusia yang berderajat sama memiliki takdir yang sama pula), termasuk persamaam derajat antara lelaki dan perempuan banyak tercermin dalam ayat-ayat al-Qur’an; kisah-kisah tentang peran penting kaum perempuan dizaman Nabi Muhammad SAW. Seperti Siti Khodijah, Siti Aisyah, dan lain-lain telah banyak ditulis. Begitu pula tentang sikap beliau yang menghormati kaum perempuan dan memperlakukannya sebagai mitra dalam perjuangan.
Namun dalam kenyataan, dewasa ini dijumpai kesenjangan antara ajaran Islam yang mulia tersebut dengan kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari. Khusus tentang kesederajatan antara lelaki dan perempuan, masih banyak tantangan dijumpai dalam merealisasikan ajaran ini, bahkan di tengah masyarakat Islam sekalipun. Kaum perempuan masih tertinggal dalam banyak hal dari mitra lelaki mereka. 
Dengan mengkaji data dan mencermati fakta yang menyangkut kaum perempuan seperti tingkat pendidikan mereka, derajat kesehatan, partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan, tindak kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual dan perkosaan, ekspoitasi terhadap tenaga kerja perempuan, dan sebagainya. Kita dapat menyimpulkan betapa masih memprihatinkannya status kaum perempuan.
Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama. Namun masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut. Banyak faktor seperti lingkungan budaya, dan tradisi yang patriarkat, sistem (termasuk sistem ekoniomi dan politik) suatu sikap dan perilaku individual yang menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut.
Allah SWT menciptakan alam dan seisinya beraneka ragam termasuk di dalamnya manusia, lelaki dan perempuan. Di antara semua makhluk-Nya, manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik (ahsani taqwim) dan dengan kedudukan yang paling terhormat, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur’an, Dan telah Kami muliakan anak Adam, … dan Kami utamakan mereka melebihi sebagian besar dari makhluk yang Kami ciptakan. (QS. Al-Israa [17] :  70). Ini merupakan perwujudan sifat kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah), yang tercermin pada kenyataan bahwa manusia memiliki akal, perasaan, dan menerima petunjuk. Dengan kemuliaan ini, manusia disiapkan untuk menjalankan dua misi sekaligus. Pertama, manusia adalah hamba (‘abid) yang fungsinya adalah mengabdi kepada-Nya sebagaimana disebutkan dalam ayat … Dan tiadalah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah-Ku. Kedua, manusia adalah wakil atau pelaksana kekuasaan (khalifah) Allah di muka bumi. Untuk fungsi ini manusia diberi kekuasaan mengelola, mengolah, dan memanfaatkan bumi dan seisinya.
Peran sebagai wakil Allah (khalifah) untuk mengelola dunia yang dipercayakan kepada manusia, baik lelaki maupun perempuan, membawa konsekuensi. Pertama, manusia secara kodrati akan senantiasa berusaha untuk berkembang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga dapat memperoleh manfat yang sebesar-besarnya dari pengelolan mereka terhadap bumi ini. Kedua, ada perbedaan yang bersifat kodrati antara lelaki dan perempuan karena peran yang berbeda, dan dengan saling melengkapi anatara lelaki dan perempuan maka terjadi sinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Ketiga, karena hakikat kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah) dan karena mengemban misi sebagai khalifah di bumi, maka ada serangkaian hak asasi yang menjadi hak manusia, yang integral dan inheren serta tidak terpisahkan dari kemanusiaan itu sendiri. Keempat, bagi perempuan, karena mereka mengemban peran-peran tertentu, maka selain memiliki hak asasi secara umum yang berlaku bagi lelaki dan perempuan, merka juga memiliki hak-hak khusus yang memungkinkan terlaksananya peran yang dipercayakan kepadanya.
Tentang penciptaan lelaki dan perempuan itu sendiri, al-Qur’an mengatakan bahwa salah satu kebesaran Allah adalah diciptakannya manusia berpasangan, lelaki dan perempuan.
Dan di antara ayat-ayat-Nya yang menandai kekuasan-Nya ialah bahwa Dia menciptakan dari jenismu sendiri pasangan (istri-istri) supaya kalian dapat hidup tenang tentram bersamanya dan diciptakan-Nya antara kalian (suami-istri) cinta dan kasih sayang. Sungguh yang demikian itu adalah petunjuk bagi kaum yang menggunakan pikirannnya (QS. Al-Rum [30] 21).
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu nafs, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya lahir menyebarlah banyak lelaki dan perempuan (QS. Al-Nisa [4] :  1).
Hai umat manusia, sungguh telah Kami jadikan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal (QS. Al-Hujurat [49] :  13)
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan dengan maksud agar mereka hidup tenang dan tenteram, agar saling mencintai dan mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak lelaki dan perempuan, dan agar saling mengenal. Ayat-ayat tesebut mangindikasikan hubungan yang resipokal atau timbal balik antara lelaki dan perempuan. Tidak satu pun yang mengindikasikan adanya superioritas suatu jenis atas jenis lainnya.
Kesenjangan antara ajaran islam dengan kenyataan memang sangat besar. Karena pandangan syari’at sudah menjadi patokan tunggal semenjak berabad-abad lamanya. Tidak seperti zaman abad pertama hingga keempat Islam, ketika syari’at diletakkan dalam imbangan yang pas dengan tauhid. Sekarang tauhid tidak berfungsi. Tauhid saja akan susah tanpa syari’at. Terlalu berat pada syari’at akibatnya cara penanganan hubungan antar manusia dalam islam sangat normatif, termasuk masalah kedudukan perempuan. Pendekatannya harus di buat tidak terlalu berat pada satu sisi.
Upaya mengubah pandangan masyarakat, khususnya kaum laki-laki terhadap perempuan, ada yang bersifat radikal (revolusioner), ada pula yang bersifat evolusioner (evolutif). Perubahan evolutif ditempuh dengan membuat counter discourses, misalnya dengan melakukan latihan-latihan atau forum analisis gender dikalangan ibu-ibu atau bapak sebagai penyadaran praktis. Penyadaran tadi diharapkan akan mendesakkan perubahan pada tatanan institusi dan pada level kehidupan masyarakat.
Upaya penyadaran ini dimaksudkan untuk mengubah persepsi yang nanti akan mengarah pada perubahan institusi. Pendekatan revolusioner dilakukan oleh satu atau dua orang yang sudah sadar, kemudian memaksa perubahan institusi. Dari situ kemudian diharapkan adanya perubahan kesadaran secara masif, penyadaran evolutif ditempuh dengan meninjau kembali ajaran-ajaran yang diskriminatif dan membelenggu perempuan dalam konteks sejarah, sehingga bisa ditempatkan secara proporsional dan benar. Sebab sebenarnya ajaran agama membawa misi pembebasan.


DAFTAR PUSTAKA

Search engine google
http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html
http://www.fahmina.or.id/artikel-a-berita/artikel/906-realisasi-ham-dalam-islam.html

MAKALAH PENERAPAN AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN

MAKALAH PENERAPAN AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah seputar agama belakangan ini mulai mencuat kembali kepermukaan banyak persepsi persepsi yang menyimpang dan bisa saja menyesakan bagi umat Islam itu sendiri maka dalam makalah ini saya berusaha mengambil benang merah ataupun garis besar dalam menyikapi masalah persepsi, perbandingan dan penerapan agama Islam di kehidupan kita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan penegasan istilah seperti dikemukan di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah : 
a). Pengertian Agama Islam ?
b). Apa dan Bagaimana Agama Islam ?
c). Studi Kasus Penerapan Agama Islam dalam kehidupan ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 
a. Sebagai tugas membuat makalah agama dengan tema aplikasi Islam dalam kehidapan seharihari
b. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca
c. Menjadi bahan kajian pokok yang bisa menjadi landasan kehidupan Islam Dalam Kehidupan 


BAB II 
PENGERTIAN AGAMA ISLAM

Ada 2 sisi untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan : 
a. Menurut ilmu bahasa (Etminologi)
Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai dan dari kata tersebut dibentuk kata aslama, yuslimu, lslaman yang berarti memeliharakan kekeadaan selamat dan sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.
b. Menurut istilah (Terminologi)
Islam merupakan suatu agama yang ajaran-ajaranya di wahyukan Tuhan kepada masyarakat/manusia melalui seseorang manusia Nabi Muhammad SAW. Islam hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan dari satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
Islam adalah agama yang seluruh para Nabi dan rasul yang pernah di utus oleh Allah SWT kepada bangsa-bangsa dan suku-suku manusia. Islam itu agama yang dibawa oleh Nabi Adam As, Nabi Ibrahim As, Nabi Yakub As, Nabi Isa As, dan Nabi-Nabi yang lainnya. Islam di bawa oleh Nabi Ibrahim As seperti di jelaskan dalam Al-Qur'an : 
“Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata) : "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS.A1-Baqarah, 2 : 132). 
Pengakuan Nabi Yusuf As dalam sebuah doanya menunjukan bahwa Islam adalah agamanya : 
“Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh” (QS. Yusuf, 12 : 101)
Islam juga adalah agama yang di bawa oleh Nabi Isa As, seperti di jelaskan dalam ayat yang berbunyi : 
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia : "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab : "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri” (QS.Ali Imran, 3 : 52)
Dengan demikian maka jelaslah bahwa Islam adalah agama Allah SWT yang di wahyukan kepada Rasul-Rasul-Nya untuk diajarkan kepada manusia. Dibawa secara berantai (Estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan Rahim Allah SWT.
Meski demikian belum tentu Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW dan Islam yang di bawa Nabi yang lain sama persis di karenakan Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW Universal, menyeluruh ataupun Global untuk semua umat manusia dan merupakan penyepurnaan dari Islam yang di bawa oleh Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Islam yang di bawa sebelum Nabi Muhammad SAW masih bersifat minoritas3 bukan global dan menyeluruh seperti Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Kesempurnaan ajaran Islam juga dapat di jumpai dari sikapnya yang memandang manusia secara wajar yakni memperlakukan manusia sesuai dengan fitrah4 manusia memerlukan makan, minum, teman bergaul, pakaian, hubungan seksual, harta benda, tempat tinggal, keturunan, dll.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam, tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab5kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS. Ali Imran, 5 : 19)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripada-Nya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali Imran, 5 : 85)
Islam yang di bawa oleh rasul terakhir, Muhammad SAW, berisi tentang pengakuan eksistensi syariat-syariat terdahulu, pelurusan syariat yang sudah melenceng jauh, serta penyempurnaan syariat tersebut hingga akhir zaman. Agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku hingga sekarang dan masa yang akan datang, yaitu agama yang di turunkan Allah SWT, yang terangkum dalam Al Qur'an dan As sunnah berupa perintah-perintah, larangan-larangan, petunjuk-petunjuk, untuk kesejahterahaan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Tujuan Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah SWT : “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya, 21 : 107)


BAB III
APA DAN BAGAIMANA ISLAM

Pertanyatan ini mungkin yang sering muncul di benak kita semua dalam kehidupan ini. Untuk itu maka penulis akan menjelaskan bagaimana Islam pada zaman dahulu dan Islam zaman sekarang dan juga kedudukan agama Islam di anatara agama lain.

A. Sejarah Awal Islam 
Muhammad Bin Abdullah lahir pada tahun 571 M, dia hidup di tengah masyarakat arab yang jahiliyah. Jahiliyah disini bukan berarti mereka bodoh atau tidak berpengetahuan, namun jahiliyah disini di maksudkan bahwa mereka tak bermoral. Suka mabuk mabukan, judi, dan menyembah berhala. Menginjak dewasa beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang janda yang juga merupakan saudagar kaya raya pada masa itu. Pada usia 40 tahun, beliau menyendiri di Gua Hira untuk merenungkan keadaan kaumnya. Beliau merasa gelisah dengan kelakuan kaumnya yang amoral pada saat itu.
Pada tahun 611 M, saat beliau sedang menyendiri di Gua Hira. Datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama kepadanya, dan sejak saat itu ia resmi diangkat sebagai rasul. Nabi akhir zaman, yang akan memperbaiki kondisi moral masyarakat yang bobrok serta mengajarkan tauhid kepada kaumnya.
Awalnya Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi, karena takut dengan ancaman kaumnya yang sangat teguh memegang kepercayaan nenek moyang, yaitu menyembah berhala. Namun setelah turunnya perintah untuk berdakwah terang-terangan, Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan pada kaumnya. Beliau di tertawakan, diejek, dianggap orang gila dan mengalami perlakuan buruk dari kaumnya.
Meski mendapat tentangan keras dari kaum Quraisy, namun ajaran islam yang dibawa Nabi Muhammad terus berkembang luas. Pengikutnya semakin banyak, namun sering mendapat siksaan dari kaum Quraisy yang tidak suka dengan Nabi. Banyak budak yang mati syahid saat mempertahankan keyakinannya terhadap Allah, mereka disiksa sampai meninggal. Berbagai kecaman, dan siksaan terhadap pengikut Nabi SAW tidak menggoyahkan iman mereka. Malah semakin teguh. Nabi sendiri pun tak luput dari kekerasan mereka, Nabi pernah dilempari abtu saat berdakwah di daerah Thaif. Nabi juga pernah dilumuri kotoran saat beliau shalat di Ka’bah. Beliau juga pernah ditawari wanita cantik dan harta kekayaan yang banyak agar beliau menghentikan dakwahnya. Namun Nabi tetap bergeming, ia akan tetap berdakwah sampai islam berkembang luas atau ia mati karenanya.
Demi keselamatan para pengikutnya, maka Nabi meyuruh mereka Hijrah ke Madinah. Sedangkan beliau sendiri pergi berhijrah setelah semua pengikutnya sampai di Madinah. Disinilah kaum muslimin di sambut oleh penghuni Madinah, mereka bersama-sama bergotong royong membangun Masjdi Nabawi di Madinah.
Meski mereka bahagia hidup di Madinah, namun kaum muslimin masih merindukan kampung halaman mereka di kota Mekkah. Akhirnya Nabi menaklukkan kota Mekkah pada tahun ke-8 kenabian, maka islam pun semakin berkembang pesat. Berbagai peperangan melawan orang kafir di lalui Nabi demi tetap mempertahankan islam. Nabi tidak saja menjadi pemimpin agama, namun juga menjadi pemimpin negara yang adil dan bijaksana.Akhirnya Nabi meninggal pada tahun 11 H, di usia 63 tahun. Dan dimakamkan di Madinah, sepeninggal beliau islam terus berkembang pesat dan maju, sehingga melampaui peradaban bangsa-bangsa lain di masanya.

B. Islam Masuk Ke Indonesia
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. 
Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.Lambat laut penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. 
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H/1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H/1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. 
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H/1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. 
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Temate. 
Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu/Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. 
Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil 'alamin. Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. 
Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. 
Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah-terutama Belanda menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. 
Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu/Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. 
Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah.
Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. 
Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. 
Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).

C. Kedudukan Islam Diantara Agama Lain
Harus di akui agama sebelum Islam seperti Yahudi dan Nasrani berasal dari Tuhan tetapi dalam sejarahnya agama-agama tersebut sudah tidak lagi memelihara lagi kemurniannya. Islam tidak mengingkari nilai-nilai agama dan kebenaran-kebenaran agama lain.
Akan tetapi menyatakan pengikutnya-pengikutnya yang kemuadian memalsukan kebenaran tersebut dengan ide-ide mereka sendiri. Misalnya saja dalam ajaran Agama Nasrani yang di bawa oleh Nabi Isa As, pada mulany agama ini mengakuibahwa yang wajib di sembah hanyalah Allah SWT. Namun dalam perkembangan selanjutnya mereka menganti Tuhannya dengan dokrin Trinitas. Dalam Al Qur'an orang yang menyatakan dan mempercayai dokrin tersebut itu ialah orang yang kafir sesuia dengan surat Al-Maidah 5 : 73 : 
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan : "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. 
Oleh karena itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mensucikan kembali agama-Nya. Masing-masing agama sebelum Islam memperlihatkan aspek tertentu dari kebuthan yang sama, tetapi dengan penekanan yang berbeda sesuia dengan kebutuhan manusia dan massanya atau dengan rasnya. Islamlah agama yang di peruntukan seluruh umat manusia dengan manifestasi kebenaran yang paling menyeluruh, serta memberikan metode yang lengkap dan keseimbangan yang sempurna.
Kenyataan lain tentang hubungan Islam dengan agama lain ialah kronologi yang telah di tetapkan dalam Al Qu’an, bahwa Islam adalah penerus dari agama-agama yang Nabi-Nabinya termasuk dalam keluarga Ibrahim (Abraham). Tradisi Yahudi yang bermula dari Ishak (Isaac) anak Ibrahim yang berakhir pada Yesus (Isa As) yang merupakan Nabi terakhir dari silsilah dari keluarga tersebut, sedangkan Muhammad SAW, merupakan keturunan Ibrahim yang lain, yakni melalui Ismail (Ishmael). 
Nabi-Nabi lain dari silsilah Nabi Adam juga di isyaratan dalam Al Qur’an tidak disebutkan dengan tegas kecuali Nuh (Noah). Tetapi karena Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa bagi setiap kelompok manusia, Allah mengirimkan seorang rasul untuk membimbing mereka maka bagi seorang muslim tidak dapat mengingkari kebenaran-kebenaran agama-agama lain yang tidak termasuk dalam tradisi Ibrahim. Apa yang telah di katakana dalam agama tesebut telah di palsukan, firman Allah telah bercampur dengan kata kata manusia, dan keaslian bentuknya telah tidak ada lagi.
Dengan demikian penjelasan singkat mengenai kedudukan Islam di antara agama-agama lain, sekaligus mengungkapkan sebab-sebab yang mendasar (Historical Background) mengapa Allah SWT mengutus rasul terakhir Nabi Muhammad SAW, sepeninggal Nabi Isa As yaitu dengan membawa ajaran Islam yang telah di sempurnkan dari ajaran-ajaran yang telah mengalami distorsi. 


BAB IV 
STUDI KASUS

Untuk mengetahui penerapan Islam dalam kehidupan manusia mari kita sama sama mempelajari studi kasus berikut ini : 
Prof. Paul Ehrenfest, salah seorang ilmuan dalam ilmu fisika yang terkenal pada zamannya. Ketika Prof. Kohnstamm membuka tahun ajaran baru Nutseminarium yang ia pimpin di Amsterdam, ia membuka orasinya dengan memperingati seorang koleganya yang akrab. Paul Ehrenfest, seorang guru besar ilmu fisika yang kebetulan baru meninggal dengan cara yang amat mengejutkan dunia ilmu pengetahuan pada saat itu.
Prof. Paul Ehrenfest amat dicintai oleh teman sejawatnya sebagai sahabat yang setia, di hormati dan disayangi oleh mahasiswa-mahasiswa sebagai pemimpin dan bapak dalam ilmu fisika. Guru besar tesebut meninggal dengan cara bunuh diri, setelah terlebih dahulu membunuh anak semata wayangnya yang amat dicintainya. Siapa yang tidak heran ???, terkejut ?? sedih ??? mendengar peristiwa yang sangat tragis tersebut.
Prof. Paul Ehrenfest di kenal sebagai sosok terpelajar, seorang intelektual, berasal dari keluarga baik -baik dan memperoleh pendidikan terbaiknya di tempat kelahirannya. Ketajaman otaknya yang luar biasa mampu mengali rahasia ilmu melebihi pencapaian manusia yang lain di zamannya. Dari seorang yang sebatas mencari dan menerima ilmu, sang professor sanggup untuk mengupas, meretas, menonleh dan menguak rahasia-rahasia ilmu pengetahuan untuk kemudian di hidangkan kepada dunia luar, kepada orang banyak, menjadi perangkat baru untuk menyambung dan meneruskan pekerjaannya.
Prof. Paul Ehrenfest pun di kenal mempunyai karakter yang baik, lingkup pergaulannya dengan orang-orang yang baik dan belum pernah melakukan suatu pekerjaan yang tidak baik. Tetapi mengapa ia melakukan sesuatu perbuatan yang lebih buas dan lebih ganas dari perbuatan seorang penjahat sekalipun ?
Membunuh anak semata wayangnya dan setelah itu membunuh dirinya sendiri. Meski ada satu rahasia dari kehidupanya yang tidak di ketahui oleh dunia luar.
Dari surat yang di tinggalkan untuk teman sejawatnya yang paling akrab, Prof. Kohnstamm, terkuaklah misteri di balik perbuatan sang professor yang menggemparkan itu ternyata bukan di landasi oleh nafsu sesaat, tanpa perencanaan yang matang dan terfikir lama. Perbuatan tersebut berasal dari suatu pergolakan rohani yang telah mengendap dalam alam bawah sadarnya, yang tak dapat di selesaikan dengan lautan ilmu pengetahuan yang ada padanya.
Sang mahaguru kehilangan tujuan dalam hidupnya (Meaningless). Pendidikan yang ia terima sejak kecil dan pergaulan dengan orang sekelilingnya telah menbekas dalam jiwanya bahwa pokok dan tujuan dalam hidup yang sebenarnya adalah meraih ilmu pengetahuan yang setunggi-tingginya. Baginya tidak ada yang lebih baik dari ilmu pengetahuan, tak ada yang tersembunyi dalam ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan berada di atas segala-galanya. Me ski harus mengorbankan segenap jiwa, raga, dan waktu.
Akan tetapi lambat laun sang professor merasa masih ada hajat rohani yang tidak dapat di puaskan dengan ilmu pengetahuan. Semakin ia memperdalam ilmu, semakin ia kehilangan tempat berpijak, apa yang ia yakini kemarin benar maka keesokan harinya menjadi salah. Terus dan terus begitu.
Alhasil, rohaninya haus dan dahaga, butuh pegangan yang kuat, sandaran yang kokoh, sesuatu yang mutlak dan kekal. Tempat menyangkutkan sauh bila di timpa gelombang kehidupan, tempat bernaung yang teduh bila datang pancaroba rohani. Kesemuanya itu tak mungkin didapatkan hanya semata mengandalkan dalil, ratusan aksioma dan hipotesis yang di dapatkannya dengan ilmu pengetahuan.
Prof. Paul Ehrenfest memiliki seorang anak. Ia berharap kelak anaknya dapat meneruskan pekerjaaanya dan menyambung tenaganya. Untuk itu, sekuat tenaga ia didik anaknya dengan sesempurna mungkin, sayang kenyataan berbicara lain, prestasi anaknya tak sesuai harapan sang professor.
Sebagai seorang profesor, sudah tidak syak lagi, ia tidak akan membiarkan keadaan anaknya begitu saja. Uang untuk membayar dokter bukanlah masalah. Dokter ahli banyak tersebar di tempat kediamannya. Kalaupun tidak ada yang cocok yang jauhpun akan di hampirinya. Untuk melukiskan bagaimana keadaan batinya pada waktu itu, ia menyatakan dalam salah satu suratnya ke Prof. Kohnstamm : "Mirfelt das Golt Vertraeun, Religion ist notig. Aber went sie nich moglich ist, der kann eben zugrunde gehen". (Yang tidak ada pada saya ialah kepercayaan kepada Tuhan. Agama adalah perlu tetapi barang siapa tidak mampu memilih agama, ia mungkin binasa lantaran itu, yakni bila ia tidak bisa beragama).
Rohnya berkehendak penyembahan kepada Tuhan, ingin dan rindu untuk mempunyai Tuhan akan tetapi jalannya tak kunjung di temukan. Itulah gambaran batin seseorang yang terlahit atheis. Kisah Prof. Paul Ehrenfest ini semakin membuktikan bahwa agama agama mempunyai fungsi dan peranan tersendiri yang tak ternilai harganya dalam kehidupan tak terkecuali agama Islam agama yang selama ini kita anut. Untuk apa kita pintar ataupun jenius dalam suatu bidang ilmu pengetahuan tetati tak beragama akibatnya rohani kita akan selalu lapar, hiduppun gelisah karena tak ada pegangan yang kuat seperti Allah SWT tempat kita bernaug dan tempat kita meminta, tempat kita mengadu dan memohon pertolongan.
Untuk itu marilah kita berpegang teguh kepada agama Islam karena orang yang beragama bisa mengotrol dirinya sendiri, tak kan berbuat perbuatan tercela, dan tentu saja tak Galau Lagi...
Sekian Makalah ini saya buat mohon maafbila banyak kekurangan sesungguhnya kesalahan hanya milik saya sebagai penulis dan kelebihan hanya miliik Allah SWT.

Wassalam..


DAFTAR PUSTAKA

Alim Muhammad, Upaya Pembentukan dan Kepribadian Muslim, Bandung : Rosda Karya, 2006.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI Press, 1979.
Muhaimin, Problematika Agama Dalam Kehidupan Manusia,Jakarta : Kalam Mulia, 1989.
http://syafii.wordpress.com/2007/05/11/sejarah-islam-di-indonesia
http://sejarah.kompasiana.com/2012/01/29/sekedar-review-sejarah-kehidupan-beragama-nabimuhammad-saw

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seringkali orang mengatakan : “Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tanpa ada seorangpun yang berpikir mengintervensi negara tersebut karena keadikuasaannya”. Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadi pusat segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendayagunakannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat.
Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu, pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang yang berkarya untuk bangsa. Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat “umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah ‘Azza Wa lalla dalam firman-Nya : “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar… “. (Surah Ali Imran : 110).
Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang diberitakan Rasulullah SAW : “Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan berkerumun disekitar nampan.”. Ada seorang yang bertanya : “Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?” Jawab beliau : “Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian”. Seorang bertanya : “Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?” Jawab beliau : “Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati”.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peranan Keluarga Dalam Islam
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha untuk mencapai tujuan itu. 
Sarana yang mereka pergunakan antara lain : 
1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.
2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.
3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.
Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan : “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dan akhirat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh pengguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”

2.2 Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja sangat bermanfaat. Berikut ringkasan yang mereka katakana : ” Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu : menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SWT. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji, tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.” 

2.3 Proses Pendidikan Anak Dalam Islam
2.3.1 Memperhatikan Anak Sebelum Lahir
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalehah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda : 
"Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan dengan bersabda : “Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, niscaya terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”.
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam membina kehidupan rumah tangga. Rasulullah memerintahkan kepada kita : “Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca : “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya”.

2.3.2 Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti yang dikemukakan sebelumnya, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah : “Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i).
Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.

2.3.3 Memperhatikan Anak Setelah Lahir
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut : 
1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah ‘Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersama malaikat : “Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya) Ya‘qub.” (Surah Hud : 71). Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam : “Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya) : “Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya ” (Ali Imran : 39).
Adapun tahni’ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu)” (Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud). 
Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan : Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata : Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata : Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya : Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya : Ucapkanlah : “Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya” (Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.)
2. Menyerukan adzan di telinga bayi
Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan : “Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah” (Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi) Hikmahnya, Wallahu A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits : “Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan”
3. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut)
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). 
Abu Musa menuturkan : “Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku”. Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan : “Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal : 
a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.”
4. Memberi nama
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda : 
“Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah” (HR.Abu Daud An Nasa’i). Pemberian nama merupakan hak bapak. Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka.
Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda : “Semoga mudah urusanmu” Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya. (Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud). Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah. 
Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan : ”Nabi mengganti nama ‘Ashi, ‘Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji’ dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk).” (Ibid)
5. Aqiqah
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya : Rasulullah bersabda : “Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya” (HR. Al Bukhari.) Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah bersabda : “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing” (HR. Ahmad dan Turmudzi). Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A’lam. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya
Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain : mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.) Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya : 
“Fatimah Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa’)
7. Khitan
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah bersabda : “Fitrah itu lima : khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak”. (HR. Al-bukhari, Muslim). Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan mustahab (dianjurkan) bagi kaum wanita. Wallahu A’lam.
Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada saat-saat pertama dari kelahiran anak.
Namun, terkadang terdapat beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya, antara lain : 
a. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut dan farji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasarnya yang shahih dari Rasulullah. Akan tetapi, bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.
b. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.
Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka : “Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah, ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka lakukan itu” (Surah An Nahl : 58-59).
Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak. Firman-Nya : Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…” (Surah Asy Syura : 49-50). Semoga Allah memberikan petunjuk kepada seluruh kaum Muslimin.
c. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.
Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya.
Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.
d. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya.
Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.
e. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. 
Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak laki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.
f. Menunda khitan setelah akil baligh
Seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak.Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah al Arifi)

2.3.4 Memperhatikan Anak Pada Usia Enam Tahun Pertama
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.). Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.
Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat diringkaskan sebagai berikut : 
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cinta kasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak.” (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah). Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak. Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya.” (Ibid.)
4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang harus dilakukan dalam pergaulannya.
Misalnya : 
a. Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
b. Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
c. Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan •tidur dengan miring ke kanan.
d. Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
e. Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
f. Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
g. Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
h. Dan kebiasaan-kebiasaan lain yang mencerminkan sikap positif untuk anak kelak.

2.3.5 Memperhatikan Anak Setelah Umur Sepuluh Tahun
Ketika seorang anak itu sudah berumur sepuluh tahun, maka fisiknya akan bertambah kuat, akalnya berkembang dan semakin sanggup untuk melaksanakan ibadah. Karenanya, pada usia ini, dia boleh dipukul jika enggan mendirikan sholat, sebagaimana yang diperintahkn oleh Nabi. Memukul disini yaitu pukulan yang tujuan pelatihan dan pembiasaan diri (bukan untuk melukai dan menyakiti).
Setelah usianya genap sepuluh tahun, maka ia akan mengalami perkembangan berikutnya, yaitu daya kemampuannya untuk membedakan (dua hal yang berlawanan) dan pengetahuannya terhadap persoalan semakin bertambah. Oleh karena itu, mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa kewajiban untuk beriman sudah berlaku baginya pada usia tersebut. Ia akan mendapat sanksi hukum jika meninggalkannya.
Adapun yang harus dilakukan oleh orangtua diantaranya : 
a. Kenalkan Allah dengan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat pemikirannya 
b. Jelaskan tentang hukum yang jelas dan tentang halal-haram
c. Ajarkan dan biasakan membaca Al Qur'an dengan benar 
d. Ajarkan tentang hak-hak orang tua 
e. Kenalkan tokoh-tokoh yang wajib diteladani 
f. Ajarkan tentang norma-normal yang berlaku dalam masyarakat 
g. Kembangkan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak 

2.3.6 Usia Baligh Anak
Selanjutnya anak yang sudah melewati usia sepuluh tahun hingga mencapai usia baligh disebut murahiq (remaja), pada saat itutlah ia mulai bermimpi mengeluarkan air mani (ihtilaam). Ketika usianya mencapai lima belas tahun, maka ia akan mengalami hal lain, yaitu bermimpi mengeluarkan air mani, tumbuhnya bulu yang kasar di sekitar kemaluannya, pita suarnya membesar dan ujung hidungnya merekah. Dari itu semua, ada hal yang dijadikan standar baligh oleh syari’at, yakni bermimpi mengeluarkan air mani (ihttilam) dan tumbuhnya rambutt kemaluan (inbaat).
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang usia baligh seorang anak. Imam al-Auza’I, Imam Ahmad, Imam asy-Syafi’I, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad berpendapat bahwa ketika seoang anak telah berusia lima belas tahun, maka ia dihukumi sudah baligh. Sedangkan para ulama pengikut madzhab Imam Malik memiliki tiga pendapat yang berbeda mengenai usia baligh seorang anak. Pertama, pada usia tujuh belas tahun, kedua, pada usia deapan belas tahun dan yang ketiga, pada usia lim belas tahun.
Imam Dawud azh-Zhahiri dan para pengikut madzhabnya berpendapat bahwa awal mula baligh tidak ditentukan oleh batas usia, melainkan melalui mimpi mengeluarkan air mani. Pendapat inilah yang kuat, karena Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah menetapkan batas usia dalam masalah ini.
Adapun yang harus dilakukan oleh orangtua diantaranya : 
a. Perlakukan anak sebagai orang dewasa 
b. Ajarkan kepada anak hukum-hukum akil baligh dan ceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram.
c. Berikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
d. Mengawasi dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat.
e. Carikan teman yang baik.


BAB III
ANALISA

Sejauh ini peranan orang tua dan lingkungan sekitar mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan akhlaq seorang anak. Perkembangan pendidikan anak yang islami di Indonesia saat ini masih banyak menyimpang dari ajaran isalm itu sendiri dengan banyaknya kultur di dunia barat yang masuk mempengaruhi cara didik orang tua kepada sang anak. Di Indonesia sendiri banyak tradisi dari suku-suku yang ada turut mempengaruhi cara orang tua dalam membesarkan anak. Banyak perintah tabu mengiringi masa kehamilan sang ibu dan kebudayaan yang diterapkan pada saat kelahiran, melenceng jauh dari kaidah islam. Lingkungan juga mempunyai andil yang sangat signifikan dalam pembentukan sikap dan perilaku yang pada akhirnya akan membentuk sebuah kepribadian yang sempurna seorang anak.
Selain masalah tersebut yang kami rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang sudah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Namun kenyataanya mutu pendidiakan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal di Indonesia sangatlah rendah. Terutama dalam hal pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Islam memberikan porsi perhatian yang cukup besar terhadap pemeliharaan dalam setiap fase perkembangan hidup seorang anak. Dimulai dari masa pembentukan janin di dalam kandungan, masa menyusui, masa kanak-kanak, masa remaja hingga masa dewasa.
Untuk mewujudkan itu semua, setiap anak memerlukan seseorang yang membantu perkembangan dirinya dan pemenuhan segala kebutuhan dirinya dengan baik. Di samping itu juga kondisi lingkungan yang tepat dan sesuai dalam pergaulannya dan perkembangan psikologisnya serta pembinaan dirinya dengan pendidikan yang baik. Orang tua secara khusus merupakan pusat percontohan dan suri teladan, yang setiap anak selalu melihatnya.

4.2 Saran
1. Hendaknya orang tua memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh seorang anak terutama kasih sayang ibu.
2. Membisakan anak untuk disiplin dalam segala hal.
3. Hendaknya orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.
4. Membiasakan anak untuk beretika baik dalm pergaulan di masyarkat.
5. Orangtua membekali anaknya dengan agama sejak usia dini.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Al-Hasan, Yusuf.2007. Pendidikan Anak Dalam Islam. www.alsofwah.or.id
Qayyim al-Jauziyah, Ibnu.2010.Hanya Untukmu Anakku.Jakarta.Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Panduan Praktis Ibu Hamil dari A-Z