Search This Blog

Showing posts with label PTK. Show all posts
Showing posts with label PTK. Show all posts
SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MINAT, MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA HANG STYLE DENGAN MEDIA BOLA GANTUNG

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MINAT, MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA HANG STYLE DENGAN MEDIA BOLA GANTUNG

(KODE : PTK-0590) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN MINAT, MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA HANG STYLE DENGAN MEDIA BOLA GANTUNG


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Jasmani (Penjas) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan organik, neuromuscular, intelektual dan emosional secara menyeluruh. Sebagai bagian integral dari pendidikan pada umumnya, Pendidikan Jasmani memberikan kontribusi besar bagi pencapaian tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya. Penjas memegang peranan penting dalam mengembangkan nilai-nilai humanitas yang diorientasikan pada peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Penjas ditingkatkan di sekolah dengan tujuan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positif, serta kemampuan gerak dasar dan berbagai pendekatan jasmani bagi siswa. Oleh karena itu Penjas dan kesehatan merupakan mata pelajaran wajib dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Ini terbukti bahwa pendidikan jasmani diberikan pada tiap-tiap sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah sampai Perguruan Tinggi.
Salah satu masalah utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia hingga dewasa ini adalah belum efektifnya pengajaran Penjas di sekolah-sekolah. Pengajaran pendidikan jasmani yang efektif dalam kenyataan lebih dari sekadar mengembangkan ketrampilan olahraga. Pengajaran tersebut pada hakikatnya merupakan proses sistematis yang diarahkan pada pengembangan pribadi anak seutuhnya.
Kegiatan belajar mengajar dalam pelajaran pendidikan jasmani berbeda pelaksanaannya dari pembelajaran mata pelajaran lain. Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui aktivitas jasmani. Dengan berpartisipasi dalam aktivitas fisik, siswa dapat menguasai ketrampilan dan pengetahuan, mengembangkan apresiasi estetis, mengembangkan ketrampilan generik serta nilai dan sikap yang positif, dan memperbaiki kondisi fisik tubuh untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani. Pada dasarnya program pendidikan jasmani memiliki kepentingan yang relatif sama dengan program pendidikan lainnya dalam hal ranah pembelajarannya, yaitu sama-sama mengembangkan tiga ranah utama yaitu psikomotor, afektif dan kognitif. Namun, ada kekhasan dari program pendidikan jasmani yang tidak dimiliki program pendidikan lainnya, yaitu dalam hal mengembangkan wilayah psikomotor, yang biasanya dicapai dengan tujuan mengembangkan kebugaran jasmani anak dan pencapaian ketrampilan geraknya.
Kondisi belum efektifnya kegiatan pembelajaran tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya ialah kurangnya variasi pengembangan model pembelajaran dalam memberikan materi pelajaran sehingga membuat siswa cepat bosan saat mengikuti pelajaran olahraga karena materi yang terlalu monoton dan tidak menjadikan pelajaran olahraga menjadi bagian pelajaran yang digemari dan dinanti-nantikan.
Fenomena itulah yang terjadi di SMP Negeri X. Hasil observasi dan wawancara peneliti dengan salah satu guru olahraga di SMP X mengatakan pada saat pembelajaran penjasorkes materi lompat jauh gaya hang style anak cenderung malas mengikuti pelajaran berbeda saat materi pelajaran sepak bola atau bola basket anak cenderung bersemangat. Pada saat pembelajaran lompat jauh gaya hang style masih banyak siswa yang duduk saat pembelajaran. Selain itu juga dijelaskan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk mata pelajaran penjas kelas VIII di SMP X adalah 75, sehingga semua materi pelajaran penjas harus mencapai nilai minimal 75. Tapi pada kenyataannya ternyata masih banyak siswa yang belum mencapai Ketuntasan Minimal dalam pembelajaran khususnya lompat jauh gaya hang style. Rata-rata nilai kelas menunjukkan angka 30% dari jumlah siswa, mendapat nilai dibawah 75 menjadi bukti kongkrit hasil belajar siswa masih belum mencapai KKM. Kenapa hal itu bisa terjadi? Hal itu disebabkan siswa pada saat pembelajaran kurang memperhatikan penjelasan guru, pembelajaran kurang menarik, siswa asyik ngobrol sendiri, terlalu banyak menunggu giliran sehingga siswa menjadi malas dalam pembelajaran.
Dari penjelasan di atas dalam pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes) ditemukan beberapa masalah yang komplek pada saat proses pembelajaran lompat jauh. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut siswa terlihat kurang berminat dalam mengikuti pelajaran dan kurang termotivasi untuk mau dan bisa melakukan teknik gerakan lompat jauh yang benar. Siswa cenderung asik ngobrol dan sibuk sendiri dengan kegiatan mereka. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, rendahnya minat dan motivasi siswa untuk mata pelajaran Penjas khususnya pada materi lompat jauh gaya Hang Style di kelas VIII A SMP Negeri X Blora tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : (1) Siswa terlihat kurang tertarik pada pelajaran Penjas. (2) Siswa cepat bosan pada saat mengikuti pelajaran Penjas. (3) Guru kurang kreatif menciptakan modifikasi alat-alat untuk pembelajaran Penjas. (4) Guru kesulitan dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa.
Motivasi mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai maksimal yang ingin dicapai. Motivasi adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu. Motivasi merupakan konsep yang menjelaskan alasan seseorang berperilaku. Seseorang yang motivasinya besar akan meningkatkan minat, perhatian, konsentrasi penuh, ketekunan tinggi, serta berorientasi pada prestasi tanpa mengenal perasaan bosan, jenuh apalagi menyerah.
SMP N X adalah sebuah sekolah menengah pertama yang terletak di daerah perdesaan. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran lompat jauh gaya Hang Style dalam penjasorkes, kreativitas seorang guru sangat diperlukan, seorang guru harus bisa menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang efektif misalnya dengan pembelajaran yang baru melalui media. Sehingga diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat.
Guru harus mendesain pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran sehingga mencapai hasil belajar yang maksimal. Guru sangat berperan dalam upaya meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam suatu proses pembelajaran, yaitu dengan cara memberi stimulus untuk menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang menarik, antara lain dengan menggunakan modifikasi model pembelajaran dan alat pembelajaran dalam pelajaran penjasorkes salah satunya melalui media bola gantung dalam pembelajaran lompat jauh gaya hang style dalam pelajaran penjasorkes.
Berdasarkan uraian dan penjelasan dalam latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul "UPAYA MENINGKATKAN MINAT, MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA HANG STYLE DENGAN MEDIA BOLA GANTUNG BAGI SISWA KELAS VIII".
SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(KODE : PTK-0589) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, terutama pelajar yang merupakan calon intelek-tual. Banyak orang terampil menulis, tetapi tidak pandai berbicara. Dalam hal ini kemampuan berbicara dalam forum resmi atau di depan umum, bukan hanya sekedar berbicara. Terkadang ada pembicara yang mengangkat topik yang menarik, tetapi membuat pendengar tidak mengerti bahkan merasa bosan meskipun dengan topik yang sebenarnya menarik untuk disimak. Ada juga orang-orang yang tidak berani berbicara di depan umum. Padahal berbicara merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa dari empat aspek lainnya. Aspek berbicara termasuk dalam pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan sejak kita masih duduk di Sekolah Dasar. Kemampuan berbicara sering diabaikan karena ada anggapan bahwa kemampuan berbicara dapat didapatkan secara alami sehingga tidak banyak guru yang mengajarkan. Imam Syafii (1993 : 34) mengungkapkan bahwa kemampuan berbicara yang baik dapat dikuasai melalui proses belajar dan berlatih secara teratur.
Seseorang dengan kemampuan berbicara tinggi tidak hanya memperlihatkan suatu penguasaan bahasa yang sesuai, tetapi juga dapat menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, menafsirkan, menyampaikan laporan, menyampaikan informasi (fakta, peristiwa, gagasan, pendapat, tanggapan), dan melaksanakan berbagai tugas lainnya berkaitan dengan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan aspek utama dan paling tampak dari kecerdasan verbal. Selain untuk berkomunikasi, kemampuan berbicara juga penting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, dan pendapat.
Kemampuan berbicara seseorang juga akan mempengaruhi aspek berbahasa yang lainnya misalnya, membaca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar dalam berkomunikasi, bahkan ketika seseorang yang berkomunikasi dengan yang tidak dilihat maupun didengarnya. Kata-kata yang didengar merupakan dasar dari buku-buku, dan bagian dari laporan, puisi, pidato, cerita dan surat. Seseorang yang memiliki kecerdasan dalam kata-kata dengan mudah dapat mengalirkan dan sumber kata-kata dalam pikiran mereka. Seseorang yang cerdas secara kata-kata pada umumnya memiliki kemampuan mendengarkan yang sempurna yang dapat memungkinkan dia dapat berkomunikasi dengan lancar, baik antarpribadi maupun kelompok. Seseorang yang memiliki kemampuan mendengarkan yang baik dapat berkomunikasi dengan ringkas dan dengan tepat menanggapi kata-kata orang lain, karena hal itu memungkinkannya untuk merumuskan tanggapan yang efektif.
Pada umumnya siswa belum memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk situasi formal maupun nonformal. Padahal semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka akan lebih membutuhkan kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan alat komunikasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kemampuan berbicara yang kurang baik, maka kegiatan pembelajaran tidak dapat berjalan dengan lancar. Menurut Pageyasa (2004) dalam penelitiannya hal tersebut juga ditemukan di siswa kelas 1 MTs Sunan Kalijogo. Siswa kelas 1 MTs Sunan Kalijogo masih sulit berbicara tanpa bantuan. Dengan kata lain, kemampuan berbicara siswa masih rendah. Bila dikaitkan dengan pembelajaran berbicara, tentu ada masalah dalam hal ini yang menyebabkan kemampuan berbicara siswa masih rendah. Praktik pembelajaran yang kurang efektif dan kurang disenangi siswa sebagai penyebabnya.
Masalah ini juga dialami oleh siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri X. Siswanya cenderung gugup jika berada di depan kelas untuk berbicara di depan teman sekelasnya. Siswa juga sering lupa dengan apa yang akan disampaikan di depan kelas. Siswa menghafal semua kata-kata yang akan disampaikan di depan kelas, tetapi setelah di depan kelas mereka dengan apa yang akan disampaikan. Siswa juga membutuhkan waktu yang lama berpikir mengenai apa yang akan disampaikan mengenai tema dan kata-kata yang akan disampaikan di depan kelas. Kesulitan yang paling sering dihadapi oleh siswa adalah siswa kesulitan mengungkapkan ide dan gagasan yang ada di pikiran mereka. Pada akhirnya mereka kehabisan waktu hanya untuk memikirkan dan menghafal apa yang ingin disampaikan, sedangkan praktiknya jauh dari apa yang telah mereka hafal. Dari 27 siswa kelas V SD Negeri X belum ada sebagian dari siswa yang mendapat nilai baik untuk materi berbicara. Mereka menghadapi kesulitan dalam berbicara pada masalah menuangkan ide. Dari 27 siswa 5 siswa mendapat nilai 70, 7 siswa mendapat nilai 65, sisanya mendapat nilai 65 ke bawah. Kondisi ini membuat peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan mengangka aspek berbicara. Metode yang peneliti gunakan adalah metode peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep.
Peneliti menggunakan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep karena sebagian besar siswa kesulitan membuat konsep tentang apa yang akan dibicarakan ketika berada di depan kelas. Metode menghafal tidak terlalu berhasil untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Pendapat yang dikemukakan oleh Tonny dan Bary Buzan bahwa peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep merupakan cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Peta pikiran (mind mapping) merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berpikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak. Dengan demikian siswa dapat lebih mudah menuangkan ide atau pendapatnya ke dalam sebuah konsep untuk kemudian mengembangkannya sebelum berbicara. Siswa akan lebih mudah menyalurkan kreativitasnya melalui bagan-bagan untuk kemudian mengingat kembali mengeluarkan apa yang sebelumnya ada di pikirannya.
Dari uraian di atas peneliti berharap bahwa dengan menggunakan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep akan meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri X. Siswa akan lebih mudah menuangkan ide atau gagasannya melalui peta pikiran (mind mapping). Dengan demikian siswa akan lebih mudah mengingat kembali mengenai apa yang akan disampaikan dengan melihat bagan peta pikiran (mind mapping) atau peta konsep. Peta pikiran (mind mapping) tersebut akan membantu membuka kembali ide-ide yang sebelumnya telah dirancang oleh siswa.
SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS

SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS

(KODE : PTK-0588) : SKRIPSI PTK THE USE OF ANIMATION MOVIE FOR DEVELOPING STUDENTS WRITING SKILL OF NARRATIVE TEXTS


CHAPTER I 
INTRODUCTION

A. Background of the Study
Besides our mother tongue, Indonesian and Javanese language, we also learn English as our foreign language. English is very important because nowadays English already be one of the most important language. In other words by mastering English either actively or passively, we can grasp a half of this world, not only in business world but also in politics and also in education. Our government is aware of how important of English is, so they made English be one of the subject which is taught from playgroup until the university.
We can see the importance of writing in daily life and also in social life, like in education and business aspect. Writing also gives some other benefits. Besides being means of communication, writing can also create jobs. In beginning writing, it is just an activity to express our idea, opinion, or feeling in the text. Writing can also be a hobby to spend our time, but finally in this modern life, people can get money from doing their writing, for example a journalist, novelist or script writer. 
Although, writing is very important for us, it is a difficult subject especially for the student. The reason is because writing is a mixture of our idea, vocabulary and also grammar, we also must pay attention to the grammar, so it is normal if the student think that writing is a difficult subject because they must pay attention to many things (idea, concept, vocabulary and grammar). 
Besides that reason, there is another factor that makes writing be the most difficult subject. The other reason is that there are a lot of many kinds of texts in English, such as narrative, descriptive, recount, and many more. Each text has different characteristics. There are generic social function, structure and language features.
To solve that problem, the teacher also must try to develop the ability of writing, grammar and structure of the student, and they also must find out an interesting method or visual aid to teach writing, so they will be interested in writing class. According to Kreidler (1965 : 1) visual aid can be useful to the language teacher because;
1. They create situations which are outside the class room wall,
2. They introduce the students to unfamiliar cultural aspects,
3. They give reality to what might be understood, verbally by the students,
4. They change situations quickly and easily in a drill, provide decoration for the classroom.
Any kinds of visual aid that teacher uses must make the students comfortable with the material or the class so they can easily understand the lesson. Kreidler (1965; 41) also has another opinion, he said that : 
Using any kind of method has goals to give the students the opportunity to express their own idea, using the language pattern that they have learned. And that the students need this kind of opportunity in order to begin to use English in a way that enables them to express their ideas, interest, feeling and needs, clearly, correctly and confidently.
Based on Kreidler opinion, the writer can conclude that visual aid has an important function that the teacher can use in teaching and learning process, visual aids can also give the students an opportunity to extend their ability and also to explore their talent. Since long time ago teacher already use any kinds of visual aid for example; in book, picture, song, real object, etc. In this final project the writer chose a film, Brother Bear in a writing class, the writer hopes that by using film the students will be more interested in learning writing in a class. According Charles et al (1985 : 129), he had an opinion : 
A narrative is a story, a narrative writing is writing that tells about a story. We use narrative writing when we tell a friend about something interesting that happened to you at work or in school, when you tell someone a joke, or if you write about the events of the day in the privacy of a diary or journal.
A narrative text is very suitable for the students in writing class because they can easily express their own idea drawn from their own experience at school, house or anywhere, in their narrative writing.
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN

(KODE : PTK-0587) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETRAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan KTSP 2006 mata pelajaran di SD meliputi 9 mata pelajaran yaitu : Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBK, Penjaskes dan Mulok. Sembilan mata pelajaran tersebut merupakan satu kesatuan program yang berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan institusi di SD. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan peserta didik. Di samping sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia juga sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya dapat melalui pembelajaran apresiasi sastra.
Santosa (2008 : 8.8) mengemukakan fungsi pembelajaran sastra kepada anak yaitu sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra yaitu memberikan banyak informasi tentang suatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak. Sedangkan fungsi hiburan pada sastra yaitu memberi kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada diri anak.
Santosa (2008 : 8.33) juga mengemukakan ada lima manfaat yang dapat diperoleh ketika mengapresiasi sastra, yaitu : (1) estetis, artinya ada keindahan yang melekat pada sastra; (2) pendidikan, yaitu memberi berbagai informasi tentang proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan latihan; (3) kepekaan batin atau sosial, yaitu dalam mengapresiasi sastra akan selalu mengasah batin agar mudah tersentuh oleh hal - hal yang bersifat batiniah ataupun sosial; (4) menambah wawasan, artinya memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pandangan - pandangan tentang kehidupan; (5) pengembangan kejiwaan atau kepribadian yaitu mampu menghaluskan budi pekerti seorang apresiator.
Pembelajaran membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Sedangkan puisi adalah ungkapan gagasan, perasaan, pengalaman, pemikiran, dan pandangan hidup penulisnya (Mulyono, 2002 : 1). Pembelajaran puisi belum dilaksanakan secara maksimal, karena sebenarnya pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus. Membaca puisi adalah membaca indah, keindahan membaca puisi dapat dicapai melalui penguasaan vokal, penghayatan, dan penampilan.
Proses belajar mengajar di SD X, khususnya pada siswa kelas V dalam pembelajaran membaca puisi belum mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan itu muncul, antara lain siswa tidak berani tampil dan membaca dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu merasa asing, merasa malu, merasa takut dan kurang percaya diri. Kegagalan pembelajaran membaca puisi pada siswa kelas V SD X ini dapat dilihat pada daftar nilai membaca puisi siswa. Hasil belajar keterampilan membaca puisi siswa kelas V pada semester I dari keempat aspek penilaian yaitu lafal, intonasi, jeda, dan ekspresi masih rendah. Pada aspek lafal nilai maksimal adalah 15, dari 40 siswa hanya 3 siswa yang mendapat nilai 15. Kemudian pada aspek intonasi nilai maksimal adalah 40, nilai tertinggi yang dicapai siswa yaitu 28. Pada aspek jeda dengan nilai maksimal 35, siswa baru memperoleh nilai tertinggi 30. Sedangkan pada aspek ekspresi nilai maksimal 10, siswa baru mendapat nilai tertinggi yaitu 7, dengan perolehan nilai rata -rata setiap siswa yaitu 63,15. Dari jumlah 40 siswa, hanya 10 siswa yang mendapat nilai 65 bahkan lebih, dan 30 siswa lainnya mendapat nilai kurang dari 65. Hasil tersebut belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa 75% siswa mendapatkan nilai kurang dari 65 dan dinyatakan belum tuntas sedangkan 25% siswa lainnya mendapat nilai 65 lebih dan dinyatakan tuntas. Sebagai gambaran, antara lain; mereka membaca sambil tertawa sendiri karena merasa lucu dan aneh, siswa yang berani tampil secara sukarela tidak ada, seandainya ada yang berani tampil karena terpaksa, akan membaca jauh dari norma membaca puisi yang baik dan suasana kelas sama sekali tidak mendukung.
Untuk meningkatkan aktivitas siswa agar menyukai dan lebih terampil dalam membaca puisi yaitu dapat ditempuh dengan langkah-langkah, seperti mengajak siswa berdiskusi tentang puisi yang akan dibacakan, siswa bisa melihat langsung cara membaca puisi yang baik misalnya dengan menggunakan media dalam proses pembelajaran dan dilengkapi pemodelan baik oleh guru ataupun siswa.
Sugandi (2004 : 30), mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan pesan pembelajaran. Siddiq (2008 : 2.17), mengklasifikasikan media pembelajaran ke dalam beberapa bentuk, antara lain : media grafis, media audio, media audio visual, media proyeksi diam, media proyeksi gerak, media cetak, dan media nyata. Melihat permasalahan tentang kesulitan pembelajaran membaca puisi siswa kelas V SD X di atas, maka peneliti memilih video pembelajaran sebagai alat untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran membaca puisi siswa kelas V tersebut. Video pembelajaran merupakan salah satu contoh dari media audio visual. Dengan penggunaan video pembelajaran, penulis berharap dapat meningkatkan keterampilan membaca puisi siswa kelas V SD X dengan perolehan nilai yang lebih baik.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis mencoba untuk menerapkan penggunaan video pembelajaran dalam pembelajaran membaca puisi, untuk itu penulis mengambil judul "PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PUISI SISWA KELAS V DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO PEMBELAJARAN".
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK

(KODE : PTK-0586) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK B DI TK 


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kunci perubahan, karena mendidik adalah memberi tuntutan, bantuan dan pertolongan kepada peserta didik. Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, baik dalam komunitas yang luas maupun dalam komunitas terbatas dalam lingkungan keluarga. Banyak faktor yang menentukan kualitas pendidikan. salah satunya adalah peran pendidik. Pendidik pertama dan utama adalah orangtua, kemudian disusul oleh guru prasekolah atau guru PAUD.
Tahap awal proses pendidikan yang diselenggarakan secara terstruktural dalam upaya pembentukan sumber daya manusia yang akan melahirkan generasi yang mampu bersaing dengan bangsa lain adalah Pendidikan Anak Usia Dini. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan yang bertujuan membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial emosional, kemandirian, kognitif, bahasa fisik motorik, dan seni untuk siap memasuki sekolah dasar. Inilah mengapa pada masa kanak-kanak disebut dengan masa keemasan. Pada masa inilah menuntut adanya kepekaan dan kepedulian dari generasi dewasa untuk memfasilitasi potensi, bakat dan minat kreatifitas mereka. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 9 yang menyatakan bahwa : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Memberikan kesempatan bagi anak untuk menyalurkan kreatifitas dan hobi mereka, ini merupakan salah satu tanda kepedulian dan empati generasi dewasa dalam dunia pendidikan khususnya mengenai bakat dan minat anak.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu bentuk kegiatan berekspresi yang cukup populer bagi anak usia dini. Menggambar adalah sebuah ketrampilan yang disukai oleh banyak anak. Sejauh ini menggambar telah menjadi media bagi anak untuk menuangkan segala imajinasi dan inspirasi tentang segala hal yang pernah mereka alami. Realita di lapangan sesungguhnya menunjukkan bahwa pendidikan seni yang berkaitan dengan motorik halus, misalnya menggambar sangat penting keberadaannya. 
Pendidikan seni yang bermanfaat bagi perkembangan motorik halus anak, khususnya dalam kegiatan menggambar di TK X masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa peserta didik di TK X belum mampu menggambar dengan tahapan-tahapan yang jelas dan tepat. Banyak peserta didik yang sudah dapat menggambar dari rumah, namun pendidik masih perlu memperkenalkan tahapan-tahapan menggambar yang jelas dan tepat. Guru dapat memulainya dari memperkenalkan alat-alat menggambar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sebagian besar anak-anak di TK X hanya mengetahui bahwa alat gambar itu hanya sekedar pensil dan kertas putih atau buku gambar.
Kegiatan menggambar anak didik, di TK X masih juga perlu ditingkatkan, karena sebagian besar peserta didik belum mengenal bentuk geometri sebagai bentuk dasar untuk menggambar. Hal ini disebabkan oleh pendidik Di TK X belum mengenal bentuk-bentuk geometri sebagai bentuk dasar untuk menggambar lebih efektif.
Peserta didik di TK X dalam kegiatan menggambar masih dikatakan kurang, hal ini disebabkan juga oleh kurangnya kreativitas anak dalam menggambar. Dari 24 peserta didik hanya sebagian kecil anak yang mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media untuk menghasilkan gambar. Sebagian besar dari mereka mengikuti gambar yang dibuat oleh guru atau contoh gambar yang diperlihatkan oleh guru, bahkan ada beberapa dari peserta didik tersebut yang menganggap bahwa menggambar itu hal yang sulit. Ini dapat kita lihat pada saat kegiatan menggambar. Pada saat guru meminta anak-anak untuk menggambar gajah misalnya, maka beberapa dari mereka ada yang berseru "gambar itu susah bu". Semua ini terjadi karena mereka belum mengetahui bahwa gambar gajah itu hanya terdiri dari beberapa gabungan bentuk geometri. Peserta didik yang berpendapat demikian, mereka termasuk anak yang belum mampu menggambar sederhana dengan menggunakan berbagai media, yang termasuk dalam kategori tersebut terdiri dari 20 anak. Menggambar bebas dari bentuk dasar geometri seperti titik, lingkaran, segitiga, segiempat, dan Iain-lain itu merupakan indikator dari aspek perkembangan motorik halus untuk anak Taman Kanak-Kanak kelompok B .
Terkait dengan realita yang ada maka penulis berupaya untuk menerapkan pembelajaran menggambar dengan menggunakan bentuk dasar geometri. Ada beragam cara untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan bentuk dasar geometri. Anak usia TK mencoba melimpahkan segala perasaannya salah satunya melalui media coretan. Mulai dari coretan titik, garis lurus, garis tegak, garis miring, garis lengkung, garis putus-putus dan Iain-lain. Coretan-coretan yang dibuat oleh anak itu adalah unsur-unsur dari bentuk dasar geometri. Geometri itu terdiri dari beberapa unsur, diantaranya adalah titik dan garis. Semua pola itu adalah dasar bagi anak untuk membuat gambar yang utuh dan dapat didefinisikan.
Sebelum anak melakukan aktivitas menggambar, anak perlu membuat garis-garis bebas, bentuk-bentuk geometri dan menyusun bentuk-bentuk geometri terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar terbiasa menggores atau menggunakan alat tulis, sehingga hasil gambarnya tidak terkesan kaku. Bentuk-bentuk geometri dapat terbentuk dari macam-macam garis, maka akan terbentuk beberapa bentuk geometri. Pada saat anak telah mengenali macam-macam garis dan mampu membuat garis dengan baik, maka itu akan membantu anak untuk membuat beberapa bentuk geometri. Bentuk-bentuk geometri yang mereka buat, dapat mereka kembangkan menjadi sebuah gambar. Jadi bentuk geometri itu menjadi dasar untuk membuat sebuah gambar.
Untuk itu guru atau pendidik PAUD harus memperkenalkan gambar objek yang baku kepada anak. Gambar baku yang dimaksud adalah gambar yang lebih sedikit perspektif nya. Contohnya gambar garis, lengkung, titik, lingkaran, segi tiga, persegi, segi lima dan Iain-lain. Guru sebaiknya tegas dalam mengenalkan hal itu kepada anak-anak. Ketegasan dalam penyampaian gambar baku tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tidak kaku. Guru dapat melakukan pengenalan gambar yang baku dengan cara membuat gambar papan tulis yang menggunakan media garis tegak, lurus, miring dan Iain-lain. Masih banyak lagi yang dapat dikembangkan oleh guru dan anak dengan menggunakan media garis. segi tiga, persegi dan Iain-lain.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGAMBAR ANAK MELALUI BENTUK DASAR GEOMETRI PADA KELOMPOK B".
SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK

(KODE : PTK-0585) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA KELOMPOK B TK


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa : Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut PAUD, adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan anak seharusnya sudah dimulai pada usia dini. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan anak pada masa berikutnya para ahli psikologi perkembangan menyebutkan bahwa masa usia dini adalah merupakan masa emas atau golden age. Anak usia dini atau prasekolah merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak.
Upaya pengembangan ini dapat dilakukan berbagai cara termasuk melalui permainan berhitung. Permainan berhitung di TK tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental sosial dan emosional, karena itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan.
Menurut Hurlock (Depdiknas, 2010 : 303) mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Di Taman kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung di jalur matematika yaitu : (1) penguasaan konsep, (2) masa transisi, (3) lambang bilangan. Menurut Santi (2009 : 68) perkembangan permainan anak dimaksudkan sebagai peningkatan permainan yang mengarah dan sejalan dengan perkembangan mental, sosial, dan kemungkinan fisik atau motorik (dari motorik kasar ke motorik halus, kegiatan sederhana ke tingkat yang makin kompleks dan sulit.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di TK X terdapat beberapa permasalahan yang muncul di TK. Hal ini terlihat banyaknya peserta didik yang selama ini merasa tidak mampu atau menganggap pembelajaran matematika dalam berhitung sangat sulit. Terutama tentang kemampuan membilang atau menyebut urutan bilangan dari 1-10, misalnya mampu mengenal angka 1-10, menyebutkan urutan bilangan 1-10, memahami bunyi serta arti angka 1-10, kemampuan menyusun angka dan bilangan, menyebutkan lambang bilangan, membilang dengan gambar benda 1-10, mengenal berbagai macam lambang huruf, kemampuan berhitung angka 1-10, kemampuan ketepatan mengambil angka sesuai bendanya, mampu memasangkan lambang bilangan dengan benda sampai 10.
Peneliti dengan guru kelas TK B diketahui minat anak terhadap matematika terutama kemampuan berhitung masih rendah. Anak didik kurang tertarik terhadap pembelajaran berhitung. Aspek pengembangan yang akan diteliti adalah aspek pengembangan kognitif. Dalam hal ini anak merasa kegiatan berhitung dalam mengenal angka dan lambang bilangan sangat sulit, perlunya memberikan kreasi mengenai permainan bilangan, dengan permainan dengan warna dan bentuk yang menarik serta melakukan permainan yang menyenangkan. Selain itu media yang digunakan dalam pembelajaran masih menggunakan LKS dalam mengembangkan kemampuan berhitung anak. Untuk itu diperlukan alat permainan di dalam kelas maupun di luar kelas yang sesuai dengan benda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, dan tidak membahayakan. Penyebab lain, ruangan kelas yang sempit kurang efektif untuk belajar, sehingga terlihat kemampuan anak dalam membilang atau menyebut urutan bilangan dari 1-10 masih kurang.
Adanya kecenderungan guru di TK X belum mengembangkan kemampuan berhitung anak secara menyeluruh dan terprogram. Dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berhitung diberikan secara bertahap sesuai tahap penguasaannya yaitu tahap konsep, masa transisi dan lambang menurut tingkat kesukarannya, misalnya dari kongkrit ke abstrak. Maka penyusunan program pembelajaran harus sesuai tema dan kebutuhan anak. Rencana program tahunan, bulanan, mingguan dan harian harus dibuat dengan teratur dan terprogram sesuai dengan indikator tingkat pencapaian perkembangan anak. Metode dan model yang digunakan dalam kegiatan belajar di kelas belum efektif. TK X masih menggunakan metode ceramah dan model pembelajaran klasikal, pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan anak, kurang menarik. Kurangnya kreasi permainan dalam peningkatan kemampuan berhitung anak, selain itu kurangnya memodifikasi permainan yang bervariasi terlihat dari anak kurang dapat berpikir logis dan sistematis.
Oleh karena itu, peranan seorang guru dan orang tua dalam mengembangkan minat anak pada matematika terutama dalam berhitung anak harus ditekankan pada anak. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh guru-guru TK X supaya anak tidak takut lagi dengan pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak. Hal ini perlu dilakukan karena dalam kehidupan anak sehari-hari sangat erat kaitannya dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika demi kelangsungan anak kelak. Namun, upaya tersebut belum mampu mencapai hasil yang optimal. Salah satu alternatif yang penulis lakukan adalah dengan menerapkan permainan bilangan kereta angka.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diperlukan sebuah penelitian untuk melihat sejauh mana permainan bilangan dapat meningkatkan kemampuan berhitung anak. Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN BILANGAN KERETA ANGKA".
SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

(KODE : PTK-0584) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI STANDAR KOMPETENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta sebagai sumber pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam suatu edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan belajar mengajar dapat dicapai secara efektif jika seorang guru secara nalar mampu memperkirakan dengan tepat pendekatan apa yang harus digunakan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, yaitu pada pembelajaran biologi tentang sub pokok materi pencemaran lingkungan di SMA X ada beberapa permasalahan yang timbul diantaranya 1) siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, 2) siswa kurang tertarik pada mata pelajaran biologi, 3) basil belajar siswa rendah. Hal ini disebabkan oleh proses pembelajaran masih menggunakan paradigma lama, di mana kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru. Penggunaan metode dan pendekatan masih konvensional. Kondisi seperti itu mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.
Pada pembelajaran sebelumnya guru hanya terpacu pada materi dan menggunakan metode ceramah sehingga tingkat pemahaman siswa terbatas pada pengetahuan di kelas saja, siswa masih banyak yang tidak suka dengan pelajaran biologi dan masih suka bercanda apalagi siswa SMA X mereka lebih suka dengan pelajaran olah raga/penjaskes.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif. Siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda, belajar dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 6 siswa, untuk menyelesaikan tugas kelompok, dan tiap anggota saling kerjasama.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah pembelajaran kooperatif dilanjutkan suatu rangka yaitu, (turnamen akademik) dalam turnamen akademik 3-6 siswa dengan kemampuan setara bersaing mewakili kelompok masing-masing.
Diadakannya turnamen, diharapkan meningkatkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kelompoknya, sehingga dapat memupuk kerjasama diantara siswa. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam turnamen juga dapat untuk mereview atau memberi penguatan terhadap pemahaman siswa atas materi yang dipelajarinya.
Atas dasar masalah di atas, peneliti mencoba menggunakan metode TGT pada pembelajaran biologi, dengan harapan peserta didik dapat menguasai dan menerapkannya dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS

(KODE : PTK-0583) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODIFIKASI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR BULUTANGKIS


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh (Adang Suherman dan Yoyo Bahagia, 2000 : 1). Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Secara umum tujuan pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu : 
1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang (physical fitness).
2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skillful).
3. Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab siswa.
4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat (Adang Suherman dan Yoyo Bahagia, 2000 : 23)
Oleh karena itu pendidikan jasmani harus diutamakan mengingat mempunyai tujuan yang penting dalam proses pembelajaran. Namun demikian pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah terasa masih belum cukup memuaskan karena dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah kurang efektif, sehingga tujuan dari pendidikan jasmani serta hasil belajar yang dicapai menjadi kurang.
Dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat, guru perlu mempertimbangkan karakteristik siswa dan bahan atau materi yang dipelajari sehingga menciptakan pembelajaran yang membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran serta dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Bila dalam proses pembelajaran siswa penuh perhatian terhadap bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan meningkat. Sebab dengan minat dan perhatian, akan ada konsentrasi, sehingga hasil belajar akan lebih optimal dan tidak lekas lupa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran penjas yang penulis lakukan dengan salah satu guru pendidikan jasmani, diperoleh keterangan bahwa tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran bulutangkis masih rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam melakukan permainan bulutangkis. Sebagian besar siswa baru menguasai cara melakukan pukulan tetapi belum mampu melakukannya secara keseluruhan. Di samping itu, karena minimnya sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran, sebagian siswa melakukan kegiatan pembelajaran sedangkan yang lain menunggu giliran. Adapun sarana yang digunakan adalah 2 buah raket bulutangkis, 4 buah shuttlecock, 1 net dan 2 tiang, dan prasarana yang digunakan adalah 1 lapangan bulutangkis. Karena sekolah hanya mempunyai 2 buah raket, maka siswa dibebani untuk membawa sendiri, tetapi saat pembelajaran berlangsung banyak siswa yang tidak membawa raket.
Persentase ketuntasan belajar pada materi permainan bulutangkis dari 25 siswa sebesar 48% dengan 12 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 78. Siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 13 siswa dengan persentase 52%. Rata-rata nilai hanya mencapai 77.
Besar jumlah rata-rata dan nilai siswa yang mendapat nilai dibawah 78 menjadi bukti kongkrit bahwa hasil belajar siswa-siswi kelas VIII D belum mencapai hasil ketuntasan belajar siswa yang telah ditentukan, yaitu dengan nilai 78 menunjukkan proses pembelajaran yang belum melibatkan siswa secara aktif, guru masih menjadi pusat pembelajaran, kurangnya model pembelajaran, gaya mengajar serta modifikasi dan media pembelajaran yang masih kurang untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurangnya keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani yang mengakibatkan hasil belajar menjadi kurang, perlu dilakukan suatu tindakan yang mampu meningkatkan partisipasi siswa sehingga tujuan dari pembelajaran dapat dicapai.
Dalam memilih sebuah alat bantu pembelajaran, seorang guru juga harus mempertimbangkan tingkat keekonomisan media yang akan digunakan. Biaya yang digunakan harus seimbang dengan biaya pengeluaran seminimal mungkin tetapi memiliki banyak manfaat dan keunggulan dalam proses pembelajaran, materi yang diberikan juga harus sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, dan sebaiknya menarik perhatian siswa.
Bokortasko adalah singkatan dari bola berekor dan kertas koran. Modifikasi alat bantu pembelajaran bokortasko merupakan suatu bentuk media pembelajaran yang dirancang peneliti dengan menggunakan bola berekor yang dapat dibuat dengan memanfaatkan bola kertas koran yang diikat menggunakan tali rafia berwarna sehingga membentuk ekor. Pembuatan alat bantu ini sangat mudah dan tidak memerlukan banyak biaya.
Melalui modifikasi bokortasko ini, sebagai upaya untuk membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran permainan bulutangkis dengan peraturan yang telah dimodifikasi. Dengan memanfaatkan media yang ada di sekitar sekolah serta biaya yang tidak terlalu mahal, maka guru pendidikan jasmani dapat membuat alat bantu pembelajaran bokortasko dalam jumlah yang disesuaikan dengan banyaknya jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran.
Tujuan modifikasi pembelajaran permainan bulutangkis ini adalah agar siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran. Dengan perasaan senang terhadap pembelajaran tersebut, maka akan membuat siswa menjadi aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran serta lebih mudah menguasai materi yang diajarkan. Guru dalam mengajarkan permainan bulutangkis harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk siswa, serta peralatan, susunan kelompok, gerakan teknik dasar yang variatif sehingga membuat situasi pembelajaran yang lebih menyenangkan dalam proses pembelajaran bulutangkis.
Atas dasar latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul "PENERAPAN MODIFIKSI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BOKORTASKO TERHADAP HASIL BELAJAR PERMAINAN BULUTANGKIS SISWA KELAS VIII".
SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN

(KODE : PTK-0582) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LKS MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN (MATEMATIKA KELAS IX)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang di inginkan.
Berbicara tentang pendidikan sudah tentu tak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, sedangkan manusia yang berkualitas itu, dilihat dari segi pendidikan telah terkandung secara jelas dalam tujuan pendidikan Nasional. Dalam usaha peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan strategi belajar mengajar yang diharapkan mampu memperbaiki sistem pendidikan yang telah berlangsung. Hal ini memiliki makna bahwa proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih karena pada proses belajar mengajar diharapkan terjadi interaksi langsung antara Guru dengan siswa dan interaksi siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan metode yang cocok agar siswa dapat berfikir kritis, logis, dan dapat memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan inovatif. Dalam pembelajaran dikenal berbagai model pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagian guru berfikir bahwa mereka sudah menerapkan pembelajaran kooperatif setiap kali meminta siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil. Tetapi, guru belum memperhatikan adanya aktifitas kelas yang terstruktur sehingga peran serta tiap-tiap anggota kelompok belum terlihat.
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai tipe, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) berbasis masalah. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen pada tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007 : 62). 
Sedangkan pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. (Trianto, 2007 : 67).
Oleh karena itu, model pembelajaran NHT Berbasis Masalah dapat diterapkan dalam pelajaran sehari-hari pada materi manapun terutama pada siswa SMP yang merupakan pemula dalam pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan informasi guru mata pelajaran matematika kelas IXA mengatakan bahwa sebagian besar siswanya mempunyai minat untuk belajar yang kurang khususnya dalam belajar matematika dikarenakan merasa kesulitan dalam mempelajari konsep dan soal-soal pelajaran matematika. Selain itu, rendahnya motivasi siswa dalam belajar matematika terutama di kelas IX. Begitu pula dengan kondisi kelas IX-A seperti yang dijelaskan oleh guru tersebut bahwa pencapaian nilai rata-rata di kelas tersebut sedang yaitu 58,08 dari 39 siswa pada materi Statistika dan Peluang.
Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran tipe NHT berbasis masalah dengan bantuan LKS dalam pembelajaran yang diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, memahami konsep matematika, menambah keaktifan, kerja sama dan sikap siswa karena model pembelajaran NHT berbasis masalah dengan bantuan LKS ini terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, pembelajaran ini menciptakan interaksi yang saling mencerdaskan, siswa tidak hanya belajar dari guru tapi juga dari siswa lain.
Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATERI BARISAN DAN DERET BILANGAN BAGI SISWA KELAS IX".
SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

(KODE : PTK-0581) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA (BAHASA ARAB KELAS VII)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran Wibowo (2001 : 3). Suatu kaum akan menyampaikan maksud atau tujuan mereka kepada kaum yang lain dengan melalui bahasa. Maka dilihat dari kedudukannya, bahasa adalah sesuatu yang harus dipelajari dan dipraktekkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka dalam proses pembelajaran bahasa juga harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi baik secara lisan atau tertulis dalam pemahaman dan penggunaan.
Pembelajaran bahasa Arab yang ideal di Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah adalah pembelajaran yang memungkinkan para siswa menguasai empat keterampilan berbahasa (Maharat al-Istima, al-Kalam, al-Qira'ah, dan al-Kitabah) secara proporsional. Hal ini dikarenakan bahasa Arab bukan hanya sekedar berfungsi pasif, yaitu sebagai media untuk memahami (al-fahm) apa yang dapat didengar, berita, teks, bacaan dan wacana, melainkan berfungsi aktif, yaitu memahamkan (al-ifham) orang lain melalui komunikasi lisan dan tulisan (Wahab 2004 : 1).
Belajar bahasa asing (termasuk Bahasa Arab) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (mahaarah al-istima'), kemampuan berbicara (mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (mahaarah al-qira'ah), dan kemampuan menulis (mahaarah al-kitaabah).
Keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan antara satu dan lainnya. Keterampilan menulis mempunyai peranan penting sama dengan keterampilan lainnya dalam pembelajaran bahasa arab. Selain itu, keterampilan menulis digunakan manusia sebagai tempat untuk menuangkan segala imajinasi, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan pengalamannya untuk mencapai maksud.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam komunikasi secara tidak langsung, keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih (Wagiran 2005 : 2).
Menurut Djuarie (2005 : 120), menulis merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatihkan. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Ebo (2005 : 1) bahwa setiap orang biasa menulis. Artinya, kegiatan menulis itu dapat dilakukan oleh setiap orang dengan cara dibina dan dilatihkan.
Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan praktik menulis. Menurut Tarigan (dalam Hasani 2005 : 1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut.
Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah satu faktor kurang trampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Hermawan(2011 : 151) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis (maharah al-kitabah) adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai pada aspek yang kompleks yaitu mengarang. Namun pada kenyataannya, kegiatan menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan, pendapat, dan pengalaman menjadi suatu rangkaian berbahasa tulis yang teratur, sistematis, dan logis bukan merupakan pekerjaan mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan latihan terus-menerus.
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya mempelajari bahasa asing akan lebih sulit difahami daripada bahasa ibu (bahasa sendiri) karena selain kosakata yang jarang digunakan, struktur kata dan kalimat pun memerlukan waktu khusus untuk dipelajari. Oleh sebab itu, pengajaran Bahasa Asing dalam lembaga formal dan informal memerlukan metode pengajaran yang tepat sesuai dengan tujuan umum pengajaran bahasa itu sendiri.
Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode dalam pengajaran bahasa itu ada beberapa macam. Hal ini wajar dan merupakan akibat yang logis karena berbeda-bedanya asumsi. Dan tidak dapat dikatakan metode mana yang paling baik. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam penggunaan suatu metode harus diketahui tujuan apa yang akan dicapai dalam pengajaran bahasa arab.
Djamarah (2010 : 46) menyatakan bahwa, metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode digunakan guru sebagai strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, lebih semangat, lebih inovatif, dan mempermudah siswa dalam mengikuti pelajaran. Metode latihan terbimbing adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu dengan memberikan bantuan yang terus menerus dan sistematis dengan memperhatikan potensi-potensi yang ada pada individu untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.
Metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari proses pengajaran, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah (Suryosubroto, 1997 : 148). Dalam pengajaran Bahasa Arab, metode merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut. Makin tepat metodenya, diharapkan efektif pula dalam pencapaian tujuan pengajaran tersebut.
Menurut Yusuf dan Anwar (1997 : 186) ada beberapa metode pengajaran Bahasa Arab, yakni metode bercakap-cakap, membaca, imla', mengarang, menghafal dan tata bahasa.
Metode imla' disebut juga metode dikte atau metode menulis dimana guru mengucapkan materi pelajaran dan siswa disuruh menulisnya di buku tulis. Imla juga dapat dilakukan dengan cara guru menuliskan materi pelajaran imla 'di papan tulis kemudian dihapus dan kemudian siswa disuruh untuk menulisnya kembali di buku tulis (Yusuf dan Anwar dalam Anshor 2009 : 135). Kesulitan menulis dengan metode imla' yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa Arab dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan bahasa Arab di kalangan siswa itu sendiri, hal ini disebabkan oleh karena kebanyakan dari mereka berasal dari SD yang belum mengenal bahasa Arab sama sekali dan belum pernah mempelajarinya. Di samping itu, ada juga yang berasal Madrasah Ibtidaiyyah, namun tidak semua dari mereka mampu menuliskan kosakata (mufradath) ataupun kalimat Bahasa Arab secara baik dan benar.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Arab kelas VII, diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran Bahasa Arab khususnya dalam keterampilan menulis, masih banyak mengalami kendala seperti (1) kurangnya pengetahuan tentang keterampilan menulis Bahasa Arab, (2) faktor latar belakang siswa yang beragam, beberapa siswa berasal dari SD yang belum memiliki dasar mengenal Bahasa Arab, (3) hasil prestasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Arab rata-rata mendapatkan nilai rendah, terutama dalam bidang keterampilan menulis.
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi siswa tersebut, peneliti akan memfokuskan pada aspek keterampilan menulis melalui metode imla'. Dalam penelitian ini, peneliti memilih siswa kelas VII sebagai subjek penelitian.
SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

(KODE : PTK-0580) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB (BAHASA ARAB KELAS V)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan 1989 : 5). Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dapat kita pahami betapa erat hubungan antara bahasa dan komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pertukaran ide-ide, gagasan-gagasan, informasi, dan sebagainya antara dua orang atau lebih. Strategi komunikasi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengekspresikan suatu makna, dalam bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena pembelajar yang mempunyai penguasaan yang terbatas mengenai bahasa tersebut. Dalam upayanya mencoba mengadakan komunikasi, seorang pembelajar mungkin harus mengejar kekurangannya mengenai pengetahuan tata bahasa atau kosakata (Tarigan 1989 : 13).
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini haruslah kita sadari, dalam tugasnya sehari-hari seorang guru bahasa harus bisa memahami tujuan akhir pengajaran bahasa yaitu agar para siswa terampil berbahasa. Ketrampilan berbahasa tersebut mencakup empat segi yaitu : menyimak (listening skill), berbicara (speaking skill), membaca (reading skill), menulis (writing). Pada hakekatnya keempat komponen itu saling berhubungan satu sama lain.
Setelah kita ketahui bahwa bahasa dan komunikasi merupakan peranan dalam perolehan ketrampilan berbahasa. Kosakata merupakan unsur utama dalam ketrampilan berbahasa, karena kosakata memiliki peranan yang sangat penting berkenaan dengan komunikasi, tapi mempelajari bahasa tidak identik dengan mempelajari kosakata artinya untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup dengan menghafal kosakata saja. Ini berarti bahwa para pembelajar bahasa tidak bisa mengenal bahasa melalui kamus (Effendi 2005 : 96).
Seseorang tanpa memiliki perbendaharaan kata akan sulit untuk mengutarakan maksud dan keinginannya untuk mengeluarkan ide-ide yang ada dalam pikiran. Adapun ide-ide kualitas ketrampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki semakin besar pula kemungkinan untuk terampil berbahasa. Dengan kata lain penggunaan kosakata yang relatif terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas akan menjadi penghambat dalam menangkap dan mengungkapkan ide atau gagasan secara logis, sistematis, dan tuntas. Pentingnya kosakata dalam dunia pendidikan antara lain : 
1. Kuantitas dan kualitas, tingkatan dan kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mental anak.
2. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual yaitu suatu tujuan pendidikan dasar.
3. Semua pendidikan pada prinsipnya adalah pengembangan kosakata yang juga merupakan pengembangan konseptual.
4. Suatu program yang sistematis bagi pengembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemauan bawaan, dan status sosial.
5. Faktor-faktor geografis juga turut mempengaruhi perkembangan kosakata.
6. Seperti juga halnya dalam proses membaca yang membimbing seseorang dari yang telah diketahui ke arah yang menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui (Tarigan, 1993 : 2-3).
Kosakata memiliki peranan yang sangat penting dalam berkenaan dengan kemampuan anak dalam menangkap atau memahami ide yang disampaikan oleh pembicara untuk meningkatkan mutu belajar. Haruslah kita sadari bahwa tujuan utama pengajaran kosakata adalah untuk mengembangkan minat para siswa pada kata. Pada siswa yang rasa ingin tahu-nya membara tentunya agak mudah memperkaya kosakata dan menjadi lebih bersifat mudah membeda-bedakan dan berfikir secara logis (Nurhadi, 1995).
Tidak jarang terjadi bahwa kesenangan membaca para siswa pudar karena kemiskinan kosakata yang dimiliki. Masalah yang sering dihadapi karena kurangnya atau terbatasnya alat atau media sebagai pembantu guru atau siswa, sehingga akan merasa lebih lambat menerima pelajaran dan bosan. Dengan perasaan seperti itu biasanya siswa akan mengambil tindakan dengan bermain, ngobrol dengan siswa sebangku, dan sebagainya. Tindakan seperti itu akan menjadikan siswa tidak konsentrasi pada pelajaran, membuat gaduhnya kelas dan akan mengganggu proses belajar mengajar. Padahal dalam pembelajaran yang baik tidak hanya dengan penyampaian kata saja, tapi perlu juga adanya alat atau media dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V (lima) MI X, belum digunakannya media dalam pembelajaran kosakata untuk menunjang pembelajaran Bahasa Arab, sehingga siswa tidak tertarik dan termotivasi dengan pembelajaran tersebut.
Atas dasar diatas, peneliti menggunakan media gambar sebagai pembelajaran Bahasa Arab di MI X. Media gambar, tidak membutuhkan biaya banyak dan bisa dibuat sendiri oleh guru mata pelajaran Bahasa Arab.
Penguasaan kosakata melalui media gambar sebagai alat pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik, aktif, lebih efektif, dan dapat mengingat pelajaran yang diajarkan dengan cepat khususnya pelajaran kosakata Bahasa Arab.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI

(KODE : PTK-0579) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI (BIOLOGI KELAS X)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar, sehingga didapatkan hasil belajar yang maksimal. Namun pada kenyataannya hasil belajar biologi yang diperoleh siswa masih rendah khususnya di tingkat SMA yang seharusnya sudah mampu memahami lebih suatu konsep biologi. Rendahnya pemahaman terhadap konsep biologi disebabkan saat ini pendidikan biologi hanya berpusat pada kemampuan menghafal materi. Walaupun mereka sering tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Hal ini menjadi sorotan penting karena masih rendahnya mutu pendidikan setingkat SMA yang mana dapat dilihat dari nilai rata-rata mata pelajaran biologi masih di bawah nilai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil wawancara pendahulu dari guru mapel biologi, hasil belajar yang diperoleh siswa di SMA X, khususnya kelas X4 masih rendah. Hal ini dilihat dari adanya nilai ulangan harian siswa yang masih di bawah nilai ketuntasan belajar yaitu 50%. Selain itu juga dilihat dari aspek penilaian sikap siswa yang masih kurang dari segi partisipasi atau kerjasama saat pembelajaran, siswa kurang aktif dalam tanya jawab, kurangnya minat belajar dan referensi siswa yang masih kurang.
Untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar biologi, dibutuhkan strategi belajar yang dapat dihubungkan dengan kelas secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang demikian cepat. Dengan demikian hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berusaha menggapainya dalam upaya itu siswa mengupayakan guru sebagai pembina dan pembimbing bagi dirinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis menggunakan pendekatan SETS yang dapat dijadikan inisiatif untuk mendukung agar bisa meningkatkan hasil belajar pada konsep "fungi".
SETS adalah menghubungi-kaitkan antara konsep sains yang dipelajari dengan keberadaan serta implikasi konsep tersebut di unsur lingkungan, teknologi dan masyarakat, selain itu SETS juga membantu peserta didik mengetahui bagaimana teknologi mempengaruhi laju perkembangan sains, serta berdampak pada lingkungan dan masyarakat (Binadja, 2000).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan SETS memiliki makna pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur lain dalam SETS, yakni lingkungan, teknologi dan masyarakat. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat karena keterkaitan dan ketergantungannya pada unsur-unsur tersebut. Dalam konteks SETS, perkembangan sains dianggap dipengaruhi oleh perubahan pada lingkungan, teknologi juga kepentingan serta harapan masyarakat. Pada saat yang sama hendaknya dipahami bahwa perkembangan sains berpengaruh pada perkembangan teknologi, masyarakat serta lingkungan. Demikian pula halnya dengan kemajuan teknologi ditentukan oleh kemajuan sains, kepentingan masyarakat dan keadaan lingkungan. Pada saat yang sama kemajuan teknologi akan berpengaruh pada perkembangan sains, masyarakat serta lingkungan dalam berbagai bentuk.
Di dalam pembelajaran biologi, pengintegrasian dalam konteks SETS memerlukan kesediaan guru atau pendidik biologi untuk memiliki cara pandang terbuka di samping selalu mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan dengan subyek biologi. Untuk itu diperlukan kepekaan yang tinggi dari guru biologi terhadap situasi di masyarakat yang bernuansa biologi. Hal-hal yang bernuansa biologi tersebut dapat berupa informasi baru, pengungkapan peristiwa lama yang baru ditemukan, masalah, penyakit, kaitan dengan bidang-bidang tertentu yang menyangkut biologi seperti bidang medis, kefarmasian, pertanian, perikanan, kehutanan, kelautan, bahkan keantariksaan. Dari sana para guru atau pendidik biologi diminta untuk mengaitkan topik pembelajaran yang akan diperkenalkan kepada siswa dari berbagai segi SETS sehingga memungkinkan peserta didik memiliki keutuhan pandangan tentang sesuatu yang harus dipelajarinya saat itu.
Jelas bahwa dengan mempelajari SETS siswa akan selalu dan seharusnya selalu dibawa ke suasana yang memberi perhatian kepada setiap unsur yang ada dalam SETS itu sendiri beserta perhatian pada makna urutan beserta implikasinya dalam kegiatan pengajaran sains (Binadja, 1999 : 23-24).
Dengan pendekatan SETS dalam satu bentuk PTK (penelitian tindakan kelas) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat pembelajaran, sehingga tidak hanya berpusat pada menghafal materi saja, tetapi mendalami secara mendalam substansi materinya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus menerapkan dalam kehidupannya.

SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR

(KODE : PTK-0578) : SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR (BIOLOGI KELAS X)

SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR


BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas, diarahkan pada proses untuk menciptakan suasana yang menyenangkan supaya menjadi kebiasaan yang dilakukan manusia pada umumnya. Menurut Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1) : 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan sebagai bekal dalam mengakses perubahan baik itu metode pembelajaran ataupun kemajuan teknologi yang kesemuanya ditujukan untuk kepentingan proses belajar mengajar. Jika ditinjau dari undang-undang sebagaimana tersebut di atas tugas guru tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi lebih kepada bagaimana menyiapkan mereka menjadi sumber daya manusia yang terampil dan siap mengakses kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta liberalisasi yang terjadi di masa nanti.
Mata pelajaran biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai serta tanggung jawab sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan yang berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan.
Berdasarkan wawancara dengan guru biologi kelas X, ditemukan permasalahan bahwa hasil belajar siswa masih belum sesuai dengan harapan dan masih banyak siswa yang belum mencapai KKM, selain itu strategi yang digunakan guru masih kurang menarik perhatian siswa. Hal ini terindikasi karena kurangnya minat peserta didik terhadap pelajaran biologi sehingga siswa kurang berpartisipasi secara aktif dan kreatif.
Fatmawati (2010 : 12) melakukan penelitian dengan judul "Penerapan Strategi Pembelajaran Think Talk Write untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Biologi". Hasil penelitian diperoleh bahwa aktivitas siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan nilai pada pra siklus dan siklus I, baik nilai setiap aspek maupun nilai rata-rata kelas. Keaktifan dan hasil belajar siswa juga meningkat.
Salvia (2012 : 5) juga telah melakukan penelitian "Pemberian LKS Berupa Teka-teki Silang untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa". Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian LKS berupa teka-teki silang dapat dilihat pada nilai rata-rata posttest siswa yang lebih tinggi pada kelas eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka salah satu cara untuk mengatasi rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa adalah melalui penerapan strategi Think Talk Write (TTW) dengan media Teka-Teki Silang (TTS).
Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan strategi Think Talk Write (TTW) dengan media Teka-Teki Silang (TTS) diharapkan akan melatih keterampilan dan pengetahuan siswa. Strategi TTW dengan media TTS ini peserta didik mempelajari materi secara mandiri yang telah disiapkan oleh guru dalam lembar diskusi kelompok (think), kemudian mengadakan diskusi tentang materi dan membahas penyelesaian soal di lembar kerja (talk) yang berupa TTS, setelah itu menuliskan jawaban soal yang sudah dikerjakan bersama secara berkelompok (write) dalam waktu yang telah ditentukan oleh guru. Hal ini akan mendorong siswa untuk benar-benar mau membaca sehingga dengan banyak membaca maka siswa akan paham dengan materi yang diajarkan oleh guru. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X".

SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY

(KODE : PTK-0577) : SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY (BAHASA INGGRIS KELAS IX)-L

SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY

CHAPTER I 
INTRODUCTION

A. Background of The Study
English is an international language used for oral and written communication. English becomes the popular language in the world, so mastering of English language for wider communication is needed to elevate to the quality of human resources to international level. To encourage Indonesian citizens to learn English, the Indonesian government declares that English has to be taught as a compulsory subject. It implies that English can be used to help students to master science, technology and culture.
In Indonesia, English is considered to be the first foreign language. It is taught at school from Elementary School, Junior High School, Senior High School, and University. Nevertheless, people believe that teaching language is not easy for an English teacher because he or she has the role to give perception and function in language skills such as listening, speaking, writing and reading.
Reading occupies special place among the four language skills. It is a basic tool of learning and one of the most important skills in the world. Reading is a tool which foreign language learners could get more specific knowledge. Reading knowledge of a foreign language is often important to academic, studies, professional success and personal development.
Reading is one of the linguistic skills that people should have in order to communicate in English fluently. As stated by Finnochiaro (1974 : 78), reading is bringing meaning and getting meaning from printed written material. As a skill, reading is one of the most important that must be developed by student remembering that the good reading skills is very needed by them to get or to look for new information from written text. In this problem, the researcher notices that many students read without any particular strategies for remembering new words or making use of clues in the text. So, they do not comprehend the main of what they are reading, and consequently they get little information.
Much of the current thinking on reading tends to focus primarily on the purpose of the activity; even if reading is done for pleasure it is still purposeful. There are many purposes for reading, (Frederica, 2002 : 13-14) they are : 
a. Reading to search for simple information is a common reading ability through a text either to search for a specific piece of information or to get an initial impression of whether the text is suitable for a given purposes.
b. Reading to skim quickly is combination of strategies for guessing where important information might be in the text, and then using basic reading comprehension skill on those segments of the text until a general idea is formed.
c. Reading to learn from texts is usually occurs in academic and professional context in which a person needs to learn a considerable amount of information from a text.
d. Reading to integrate information requires critical evaluation of the information being read so that the reader can decide what information to integrate and how to integrate it for reader's goal.
e. Reading for general comprehension is the process of understanding and constructing meaning from a piece of text connected text is any written material involving multiple words that forms coherent thoughts.
Making reading an enjoyable and useful activity is a very important part of the language experience. Teacher should be aware of the main approaches to the teaching of reading and strategies that underlie them. It is important to use new strategies of teaching comprehension which might improve this skill in particular and enhance the learning of English in general.
To use in teaching reading comprehension effectively, students need to be equipped with effective strategies to help them improve their reading competency. Cooperative learning strategy is one of strategy that teacher should use in his or her class. Cooperative learning is an approach to teaching that makes maximum use of cooperative activities involving pairs and small groups of learners in the classroom.
To develop teaching reading comprehension, teacher needs strategy that innovative, creative and flexible. The teaching strategy is one of the important things in teaching learning process. Teacher should use some strategies that will make students enjoy and easy to read and understand the text. Students will have a good work when they study together or in group. Students will also feel more comfort when they work in group since many of students are shy even afraid to ask something they do not understand yet to their teacher. Cooperative learning is one of strategy that teacher should use in his or her class. In jigsaw, students can interact and communicate with another. This strategy forms a large part that used in teaching-learning process. (Melvin, 2004 : 192) The original method of jigsaw is group to group exchange. It can be an interesting alternative when the teacher finds the material which should be taught in order. In the jigsaw form of instruction, the target material is divided into 4 to 6 parts and distributed to small groups to learn. When these homogeneous groups have mastered their material, students regroup into heterogeneous group to present material and complete the task. Peer teaching and group problem solving is used to complete the jigsaw strategy. Both individual and group accountability are built into this methodology.
By looking at some of the purpose and reason for reading which is expected to develop student's activity in teaching-learning process, the traditional way must be changed with applied effective strategy to the teaching of English as a foreign language, especially for the teaching of reading comprehension. In fact, many students have low comprehension in reading and their score are not good enough, since they cannot understand in English reading text. Regarding to those phenomena which is usually found in teaching of English, especially in teaching reading comprehension, the researcher intends to conduct the research of applying a teaching strategy which is considered will be helpful and beneficial for both students and teacher side. In this point, the researcher is going to apply one of the cooperative learning strategies that are jigsaw. This strategy is viewed as a solver for the problem stated above. Adopting this strategy, teacher is expected to be able to apply the teaching-learning process effectively, especially teaching of reading. In addition the activity offered in jigsaw is interesting so that the students will feel the new atmosphere in classroom and are interested in teaching reading. The jigsaw strategy is designed to value the individual and emphasize each individual's essential role in the learning process. In this research will describe "ENHANCING STUDENTS' PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY".

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS

(KODE : PTK-0576) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Aspek Perkembangan Motorik Anak
1. Pengertian Perkembangan Keterampilan Motorik Halus
Sukadiyanto (1997 : 70) menyatakan bahwa keterampilan motorik adalah keterampilan seseorang dalam menampilkan gerak sampai lebih kompleks. Keterampilan tersebut merupakan suatu keterampilan umum seseorang yang berkaitan dengan berbagai keterampilan atau tugas gerak. Dengan demikian keterampilan motorik adalah keterampilan gerak seseorang dalam melakukan segala kegiatan.
Senada dengan hal di atas, gerakan motorik halus mempunyai peranan yang sangat penting. Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil saja. Oleh karena itu gerakan di dalam motorik halus tidak membutuhkan tenaga akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta teliti (Depdiknas, 2007 : 1).
Motorik halus menurut Bambang Sujiono (2005 : 1.14) adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari-jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Oleh karena itu, gerakan ini tidak terlalu membutuhkan tenaga, namun gerakan ini membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Senada dengan pendapat tersebut, menurut Soegeng Santoso dan Anne Lie Ranti (1995 : 44) bahwa kemampuan gerak halus adalah kemampuan melakukan gerakan halus yang memerlukan kecermatan dan koordinasi gerakan otot kecil dan tidak membutuhkan tenaga. Sedangkan menurut Astati (1995 : 4) motorik halus adalah gerak yang hanya menggunakan otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik.
Sedangkan menurut Sumantri (2005 : 143), keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Menurut Jurgen Hofsab dalam Tasnila (2012 : 9) menyatakan bahwa koordinasi gerak mata dan tangan merupakan suatu gerakan yang sangat berkaitan satu dengan yang lainnya agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik dan lancar, berurutan serta sesuai dengan keinginan. Sedangkan menurut Hikmad Hakim dalam Yunita Dewanti Munica (2013 : 17) koordinasi mata tangan merupakan kemampuan biometrik kompleks yang mempunyai hubungan erat dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Kelentukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 291) adalah kemampuan anak menggerakkan jari-jemarinya dengan tidak kaku dan mudah dilekukkan. Koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan salah satunya melalui kegiatan menganyam. Pengembangan keterampilan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis (pengembangan bahasa). Menurut Sumantri (2005 : 145) kemampuan daya lihat juga merupakan kegiatan keterampilan motorik halus lainnya yaitu melatih kemampuan anak melihat ke arah kiri dan kanan, atas-bawah yang penting untuk persiapan membaca awal. Menurut Magil dalam Sumantri (2005 : 143) keterampilan ini melibatkan koordinasi neumusculer (syaraf otot) yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 558) ketepatan merupakan kemampuan anak dalam mengontrol gerakan tangan dengan mata sesuai arah, urutan dan tujuan gerakan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka untuk meningkatkan motorik halus bisa dengan latihan-latihan jari jemari tangan dan koordinasi mata dan tangan. Stimulasi sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus tersebut. Menstimulasi anak dan membuat anak nyaman dengan lingkungannya serta pembiasaan segala sesuatu sejak dini yang konsisten akan mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak. Menstimulasi dimaksudkan bahwa orang dewasa mendorong anak untuk melakukan latihan-latihan dasar secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga akan menjadi pembiasaan. Sedangkan konsisten dimaksudkan ialah sungguh-sungguh dalam melakukannya dengan segala daya dan upaya yang dimiliki untuk menjadikan anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Berpijak pada konsep tersebut maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan kegiatan menganyam dengan kertas karena dalam kegiatan menganyam ini melibatkan aktivitas jari jemari, konsentrasi, ketelitian, ketepatan dan koordinasi mata dan tangan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan motorik halus adalah keterampilan untuk mengontrol otot-otot kecil yang melibatkan koordinasi mata dan tangan yang membutuhkan kecermatan, ketepatan dan kelentukan.

2. Karakteristik Perkembangan Motorik Halus
Karakteristik perkembangan motorik halus anak dapat dijelaskan dalam Depdiknas (2007 : 10) sebagai berikut : 
a. Pada saat anak berusia tiga tahun, anak sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jari jempol dan jari telunjuknya tetapi gerakan itu sendiri masih kikuk.
b. Pada usia empat tahun, koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat bahkan cenderung ingin sempurna.
c. Pada usia lima tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna. Gerakan tangan, lengan, dan tubuh bergerak dibawah koordinasi mata. Anak juga telah mampu membuat dan melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk, seperti kegiatan proyek, dan kegiatan menganyam.
d. Pada akhir masa kanak-kanak usia enam tahun, anak telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemarinya dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung pensilnya.