Search This Blog

Showing posts with label PTK. Show all posts
Showing posts with label PTK. Show all posts
SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

(KODE : PTK-0581) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA (BAHASA ARAB KELAS VII)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran Wibowo (2001 : 3). Suatu kaum akan menyampaikan maksud atau tujuan mereka kepada kaum yang lain dengan melalui bahasa. Maka dilihat dari kedudukannya, bahasa adalah sesuatu yang harus dipelajari dan dipraktekkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka dalam proses pembelajaran bahasa juga harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi baik secara lisan atau tertulis dalam pemahaman dan penggunaan.
Pembelajaran bahasa Arab yang ideal di Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah adalah pembelajaran yang memungkinkan para siswa menguasai empat keterampilan berbahasa (Maharat al-Istima, al-Kalam, al-Qira'ah, dan al-Kitabah) secara proporsional. Hal ini dikarenakan bahasa Arab bukan hanya sekedar berfungsi pasif, yaitu sebagai media untuk memahami (al-fahm) apa yang dapat didengar, berita, teks, bacaan dan wacana, melainkan berfungsi aktif, yaitu memahamkan (al-ifham) orang lain melalui komunikasi lisan dan tulisan (Wahab 2004 : 1).
Belajar bahasa asing (termasuk Bahasa Arab) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (mahaarah al-istima'), kemampuan berbicara (mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (mahaarah al-qira'ah), dan kemampuan menulis (mahaarah al-kitaabah).
Keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan antara satu dan lainnya. Keterampilan menulis mempunyai peranan penting sama dengan keterampilan lainnya dalam pembelajaran bahasa arab. Selain itu, keterampilan menulis digunakan manusia sebagai tempat untuk menuangkan segala imajinasi, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan pengalamannya untuk mencapai maksud.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam komunikasi secara tidak langsung, keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih (Wagiran 2005 : 2).
Menurut Djuarie (2005 : 120), menulis merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatihkan. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Ebo (2005 : 1) bahwa setiap orang biasa menulis. Artinya, kegiatan menulis itu dapat dilakukan oleh setiap orang dengan cara dibina dan dilatihkan.
Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan praktik menulis. Menurut Tarigan (dalam Hasani 2005 : 1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut.
Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah satu faktor kurang trampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Hermawan(2011 : 151) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis (maharah al-kitabah) adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai pada aspek yang kompleks yaitu mengarang. Namun pada kenyataannya, kegiatan menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan, pendapat, dan pengalaman menjadi suatu rangkaian berbahasa tulis yang teratur, sistematis, dan logis bukan merupakan pekerjaan mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan latihan terus-menerus.
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya mempelajari bahasa asing akan lebih sulit difahami daripada bahasa ibu (bahasa sendiri) karena selain kosakata yang jarang digunakan, struktur kata dan kalimat pun memerlukan waktu khusus untuk dipelajari. Oleh sebab itu, pengajaran Bahasa Asing dalam lembaga formal dan informal memerlukan metode pengajaran yang tepat sesuai dengan tujuan umum pengajaran bahasa itu sendiri.
Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode dalam pengajaran bahasa itu ada beberapa macam. Hal ini wajar dan merupakan akibat yang logis karena berbeda-bedanya asumsi. Dan tidak dapat dikatakan metode mana yang paling baik. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam penggunaan suatu metode harus diketahui tujuan apa yang akan dicapai dalam pengajaran bahasa arab.
Djamarah (2010 : 46) menyatakan bahwa, metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode digunakan guru sebagai strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, lebih semangat, lebih inovatif, dan mempermudah siswa dalam mengikuti pelajaran. Metode latihan terbimbing adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu dengan memberikan bantuan yang terus menerus dan sistematis dengan memperhatikan potensi-potensi yang ada pada individu untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.
Metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari proses pengajaran, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah (Suryosubroto, 1997 : 148). Dalam pengajaran Bahasa Arab, metode merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut. Makin tepat metodenya, diharapkan efektif pula dalam pencapaian tujuan pengajaran tersebut.
Menurut Yusuf dan Anwar (1997 : 186) ada beberapa metode pengajaran Bahasa Arab, yakni metode bercakap-cakap, membaca, imla', mengarang, menghafal dan tata bahasa.
Metode imla' disebut juga metode dikte atau metode menulis dimana guru mengucapkan materi pelajaran dan siswa disuruh menulisnya di buku tulis. Imla juga dapat dilakukan dengan cara guru menuliskan materi pelajaran imla 'di papan tulis kemudian dihapus dan kemudian siswa disuruh untuk menulisnya kembali di buku tulis (Yusuf dan Anwar dalam Anshor 2009 : 135). Kesulitan menulis dengan metode imla' yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa Arab dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan bahasa Arab di kalangan siswa itu sendiri, hal ini disebabkan oleh karena kebanyakan dari mereka berasal dari SD yang belum mengenal bahasa Arab sama sekali dan belum pernah mempelajarinya. Di samping itu, ada juga yang berasal Madrasah Ibtidaiyyah, namun tidak semua dari mereka mampu menuliskan kosakata (mufradath) ataupun kalimat Bahasa Arab secara baik dan benar.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Arab kelas VII, diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran Bahasa Arab khususnya dalam keterampilan menulis, masih banyak mengalami kendala seperti (1) kurangnya pengetahuan tentang keterampilan menulis Bahasa Arab, (2) faktor latar belakang siswa yang beragam, beberapa siswa berasal dari SD yang belum memiliki dasar mengenal Bahasa Arab, (3) hasil prestasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Arab rata-rata mendapatkan nilai rendah, terutama dalam bidang keterampilan menulis.
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi siswa tersebut, peneliti akan memfokuskan pada aspek keterampilan menulis melalui metode imla'. Dalam penelitian ini, peneliti memilih siswa kelas VII sebagai subjek penelitian.
SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB

(KODE : PTK-0580) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB (BAHASA ARAB KELAS V)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan 1989 : 5). Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan demikian dapat kita pahami betapa erat hubungan antara bahasa dan komunikasi. Sedangkan komunikasi adalah pertukaran ide-ide, gagasan-gagasan, informasi, dan sebagainya antara dua orang atau lebih. Strategi komunikasi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengekspresikan suatu makna, dalam bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena pembelajar yang mempunyai penguasaan yang terbatas mengenai bahasa tersebut. Dalam upayanya mencoba mengadakan komunikasi, seorang pembelajar mungkin harus mengejar kekurangannya mengenai pengetahuan tata bahasa atau kosakata (Tarigan 1989 : 13).
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini haruslah kita sadari, dalam tugasnya sehari-hari seorang guru bahasa harus bisa memahami tujuan akhir pengajaran bahasa yaitu agar para siswa terampil berbahasa. Ketrampilan berbahasa tersebut mencakup empat segi yaitu : menyimak (listening skill), berbicara (speaking skill), membaca (reading skill), menulis (writing). Pada hakekatnya keempat komponen itu saling berhubungan satu sama lain.
Setelah kita ketahui bahwa bahasa dan komunikasi merupakan peranan dalam perolehan ketrampilan berbahasa. Kosakata merupakan unsur utama dalam ketrampilan berbahasa, karena kosakata memiliki peranan yang sangat penting berkenaan dengan komunikasi, tapi mempelajari bahasa tidak identik dengan mempelajari kosakata artinya untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup dengan menghafal kosakata saja. Ini berarti bahwa para pembelajar bahasa tidak bisa mengenal bahasa melalui kamus (Effendi 2005 : 96).
Seseorang tanpa memiliki perbendaharaan kata akan sulit untuk mengutarakan maksud dan keinginannya untuk mengeluarkan ide-ide yang ada dalam pikiran. Adapun ide-ide kualitas ketrampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki semakin besar pula kemungkinan untuk terampil berbahasa. Dengan kata lain penggunaan kosakata yang relatif terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas akan menjadi penghambat dalam menangkap dan mengungkapkan ide atau gagasan secara logis, sistematis, dan tuntas. Pentingnya kosakata dalam dunia pendidikan antara lain : 
1. Kuantitas dan kualitas, tingkatan dan kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mental anak.
2. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan konseptual yaitu suatu tujuan pendidikan dasar.
3. Semua pendidikan pada prinsipnya adalah pengembangan kosakata yang juga merupakan pengembangan konseptual.
4. Suatu program yang sistematis bagi pengembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemauan bawaan, dan status sosial.
5. Faktor-faktor geografis juga turut mempengaruhi perkembangan kosakata.
6. Seperti juga halnya dalam proses membaca yang membimbing seseorang dari yang telah diketahui ke arah yang menuju kata-kata yang belum atau tidak diketahui (Tarigan, 1993 : 2-3).
Kosakata memiliki peranan yang sangat penting dalam berkenaan dengan kemampuan anak dalam menangkap atau memahami ide yang disampaikan oleh pembicara untuk meningkatkan mutu belajar. Haruslah kita sadari bahwa tujuan utama pengajaran kosakata adalah untuk mengembangkan minat para siswa pada kata. Pada siswa yang rasa ingin tahu-nya membara tentunya agak mudah memperkaya kosakata dan menjadi lebih bersifat mudah membeda-bedakan dan berfikir secara logis (Nurhadi, 1995).
Tidak jarang terjadi bahwa kesenangan membaca para siswa pudar karena kemiskinan kosakata yang dimiliki. Masalah yang sering dihadapi karena kurangnya atau terbatasnya alat atau media sebagai pembantu guru atau siswa, sehingga akan merasa lebih lambat menerima pelajaran dan bosan. Dengan perasaan seperti itu biasanya siswa akan mengambil tindakan dengan bermain, ngobrol dengan siswa sebangku, dan sebagainya. Tindakan seperti itu akan menjadikan siswa tidak konsentrasi pada pelajaran, membuat gaduhnya kelas dan akan mengganggu proses belajar mengajar. Padahal dalam pembelajaran yang baik tidak hanya dengan penyampaian kata saja, tapi perlu juga adanya alat atau media dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami pelajaran.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas V (lima) MI X, belum digunakannya media dalam pembelajaran kosakata untuk menunjang pembelajaran Bahasa Arab, sehingga siswa tidak tertarik dan termotivasi dengan pembelajaran tersebut.
Atas dasar diatas, peneliti menggunakan media gambar sebagai pembelajaran Bahasa Arab di MI X. Media gambar, tidak membutuhkan biaya banyak dan bisa dibuat sendiri oleh guru mata pelajaran Bahasa Arab.
Penguasaan kosakata melalui media gambar sebagai alat pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik, aktif, lebih efektif, dan dapat mengingat pelajaran yang diajarkan dengan cepat khususnya pelajaran kosakata Bahasa Arab.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI

(KODE : PTK-0579) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY POKOK BAHASAN FUNGI (BIOLOGI KELAS X)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar, sehingga didapatkan hasil belajar yang maksimal. Namun pada kenyataannya hasil belajar biologi yang diperoleh siswa masih rendah khususnya di tingkat SMA yang seharusnya sudah mampu memahami lebih suatu konsep biologi. Rendahnya pemahaman terhadap konsep biologi disebabkan saat ini pendidikan biologi hanya berpusat pada kemampuan menghafal materi. Walaupun mereka sering tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Hal ini menjadi sorotan penting karena masih rendahnya mutu pendidikan setingkat SMA yang mana dapat dilihat dari nilai rata-rata mata pelajaran biologi masih di bawah nilai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil wawancara pendahulu dari guru mapel biologi, hasil belajar yang diperoleh siswa di SMA X, khususnya kelas X4 masih rendah. Hal ini dilihat dari adanya nilai ulangan harian siswa yang masih di bawah nilai ketuntasan belajar yaitu 50%. Selain itu juga dilihat dari aspek penilaian sikap siswa yang masih kurang dari segi partisipasi atau kerjasama saat pembelajaran, siswa kurang aktif dalam tanya jawab, kurangnya minat belajar dan referensi siswa yang masih kurang.
Untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar biologi, dibutuhkan strategi belajar yang dapat dihubungkan dengan kelas secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang demikian cepat. Dengan demikian hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berusaha menggapainya dalam upaya itu siswa mengupayakan guru sebagai pembina dan pembimbing bagi dirinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis menggunakan pendekatan SETS yang dapat dijadikan inisiatif untuk mendukung agar bisa meningkatkan hasil belajar pada konsep "fungi".
SETS adalah menghubungi-kaitkan antara konsep sains yang dipelajari dengan keberadaan serta implikasi konsep tersebut di unsur lingkungan, teknologi dan masyarakat, selain itu SETS juga membantu peserta didik mengetahui bagaimana teknologi mempengaruhi laju perkembangan sains, serta berdampak pada lingkungan dan masyarakat (Binadja, 2000).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan SETS memiliki makna pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur lain dalam SETS, yakni lingkungan, teknologi dan masyarakat. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat karena keterkaitan dan ketergantungannya pada unsur-unsur tersebut. Dalam konteks SETS, perkembangan sains dianggap dipengaruhi oleh perubahan pada lingkungan, teknologi juga kepentingan serta harapan masyarakat. Pada saat yang sama hendaknya dipahami bahwa perkembangan sains berpengaruh pada perkembangan teknologi, masyarakat serta lingkungan. Demikian pula halnya dengan kemajuan teknologi ditentukan oleh kemajuan sains, kepentingan masyarakat dan keadaan lingkungan. Pada saat yang sama kemajuan teknologi akan berpengaruh pada perkembangan sains, masyarakat serta lingkungan dalam berbagai bentuk.
Di dalam pembelajaran biologi, pengintegrasian dalam konteks SETS memerlukan kesediaan guru atau pendidik biologi untuk memiliki cara pandang terbuka di samping selalu mengikuti perkembangan-perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan dengan subyek biologi. Untuk itu diperlukan kepekaan yang tinggi dari guru biologi terhadap situasi di masyarakat yang bernuansa biologi. Hal-hal yang bernuansa biologi tersebut dapat berupa informasi baru, pengungkapan peristiwa lama yang baru ditemukan, masalah, penyakit, kaitan dengan bidang-bidang tertentu yang menyangkut biologi seperti bidang medis, kefarmasian, pertanian, perikanan, kehutanan, kelautan, bahkan keantariksaan. Dari sana para guru atau pendidik biologi diminta untuk mengaitkan topik pembelajaran yang akan diperkenalkan kepada siswa dari berbagai segi SETS sehingga memungkinkan peserta didik memiliki keutuhan pandangan tentang sesuatu yang harus dipelajarinya saat itu.
Jelas bahwa dengan mempelajari SETS siswa akan selalu dan seharusnya selalu dibawa ke suasana yang memberi perhatian kepada setiap unsur yang ada dalam SETS itu sendiri beserta perhatian pada makna urutan beserta implikasinya dalam kegiatan pengajaran sains (Binadja, 1999 : 23-24).
Dengan pendekatan SETS dalam satu bentuk PTK (penelitian tindakan kelas) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat pembelajaran, sehingga tidak hanya berpusat pada menghafal materi saja, tetapi mendalami secara mendalam substansi materinya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus menerapkan dalam kehidupannya.

SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR

(KODE : PTK-0578) : SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR (BIOLOGI KELAS X)

SKRIPSI PTK KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR


BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu proses atau aktivitas, diarahkan pada proses untuk menciptakan suasana yang menyenangkan supaya menjadi kebiasaan yang dilakukan manusia pada umumnya. Menurut Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1) : 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan sebagai bekal dalam mengakses perubahan baik itu metode pembelajaran ataupun kemajuan teknologi yang kesemuanya ditujukan untuk kepentingan proses belajar mengajar. Jika ditinjau dari undang-undang sebagaimana tersebut di atas tugas guru tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, tetapi lebih kepada bagaimana menyiapkan mereka menjadi sumber daya manusia yang terampil dan siap mengakses kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta liberalisasi yang terjadi di masa nanti.
Mata pelajaran biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai serta tanggung jawab sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan yang berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan.
Berdasarkan wawancara dengan guru biologi kelas X, ditemukan permasalahan bahwa hasil belajar siswa masih belum sesuai dengan harapan dan masih banyak siswa yang belum mencapai KKM, selain itu strategi yang digunakan guru masih kurang menarik perhatian siswa. Hal ini terindikasi karena kurangnya minat peserta didik terhadap pelajaran biologi sehingga siswa kurang berpartisipasi secara aktif dan kreatif.
Fatmawati (2010 : 12) melakukan penelitian dengan judul "Penerapan Strategi Pembelajaran Think Talk Write untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Biologi". Hasil penelitian diperoleh bahwa aktivitas siswa pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan nilai pada pra siklus dan siklus I, baik nilai setiap aspek maupun nilai rata-rata kelas. Keaktifan dan hasil belajar siswa juga meningkat.
Salvia (2012 : 5) juga telah melakukan penelitian "Pemberian LKS Berupa Teka-teki Silang untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa". Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian LKS berupa teka-teki silang dapat dilihat pada nilai rata-rata posttest siswa yang lebih tinggi pada kelas eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka salah satu cara untuk mengatasi rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa adalah melalui penerapan strategi Think Talk Write (TTW) dengan media Teka-Teki Silang (TTS).
Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan strategi Think Talk Write (TTW) dengan media Teka-Teki Silang (TTS) diharapkan akan melatih keterampilan dan pengetahuan siswa. Strategi TTW dengan media TTS ini peserta didik mempelajari materi secara mandiri yang telah disiapkan oleh guru dalam lembar diskusi kelompok (think), kemudian mengadakan diskusi tentang materi dan membahas penyelesaian soal di lembar kerja (talk) yang berupa TTS, setelah itu menuliskan jawaban soal yang sudah dikerjakan bersama secara berkelompok (write) dalam waktu yang telah ditentukan oleh guru. Hal ini akan mendorong siswa untuk benar-benar mau membaca sehingga dengan banyak membaca maka siswa akan paham dengan materi yang diajarkan oleh guru. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "KEEFEKTIFAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE DENGAN MEDIA TEKA-TEKI SILANG UNTUK PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X".

SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY

(KODE : PTK-0577) : SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY (BAHASA INGGRIS KELAS IX)-L

SKRIPSI PTK ENHANCING STUDENTS PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY

CHAPTER I 
INTRODUCTION

A. Background of The Study
English is an international language used for oral and written communication. English becomes the popular language in the world, so mastering of English language for wider communication is needed to elevate to the quality of human resources to international level. To encourage Indonesian citizens to learn English, the Indonesian government declares that English has to be taught as a compulsory subject. It implies that English can be used to help students to master science, technology and culture.
In Indonesia, English is considered to be the first foreign language. It is taught at school from Elementary School, Junior High School, Senior High School, and University. Nevertheless, people believe that teaching language is not easy for an English teacher because he or she has the role to give perception and function in language skills such as listening, speaking, writing and reading.
Reading occupies special place among the four language skills. It is a basic tool of learning and one of the most important skills in the world. Reading is a tool which foreign language learners could get more specific knowledge. Reading knowledge of a foreign language is often important to academic, studies, professional success and personal development.
Reading is one of the linguistic skills that people should have in order to communicate in English fluently. As stated by Finnochiaro (1974 : 78), reading is bringing meaning and getting meaning from printed written material. As a skill, reading is one of the most important that must be developed by student remembering that the good reading skills is very needed by them to get or to look for new information from written text. In this problem, the researcher notices that many students read without any particular strategies for remembering new words or making use of clues in the text. So, they do not comprehend the main of what they are reading, and consequently they get little information.
Much of the current thinking on reading tends to focus primarily on the purpose of the activity; even if reading is done for pleasure it is still purposeful. There are many purposes for reading, (Frederica, 2002 : 13-14) they are : 
a. Reading to search for simple information is a common reading ability through a text either to search for a specific piece of information or to get an initial impression of whether the text is suitable for a given purposes.
b. Reading to skim quickly is combination of strategies for guessing where important information might be in the text, and then using basic reading comprehension skill on those segments of the text until a general idea is formed.
c. Reading to learn from texts is usually occurs in academic and professional context in which a person needs to learn a considerable amount of information from a text.
d. Reading to integrate information requires critical evaluation of the information being read so that the reader can decide what information to integrate and how to integrate it for reader's goal.
e. Reading for general comprehension is the process of understanding and constructing meaning from a piece of text connected text is any written material involving multiple words that forms coherent thoughts.
Making reading an enjoyable and useful activity is a very important part of the language experience. Teacher should be aware of the main approaches to the teaching of reading and strategies that underlie them. It is important to use new strategies of teaching comprehension which might improve this skill in particular and enhance the learning of English in general.
To use in teaching reading comprehension effectively, students need to be equipped with effective strategies to help them improve their reading competency. Cooperative learning strategy is one of strategy that teacher should use in his or her class. Cooperative learning is an approach to teaching that makes maximum use of cooperative activities involving pairs and small groups of learners in the classroom.
To develop teaching reading comprehension, teacher needs strategy that innovative, creative and flexible. The teaching strategy is one of the important things in teaching learning process. Teacher should use some strategies that will make students enjoy and easy to read and understand the text. Students will have a good work when they study together or in group. Students will also feel more comfort when they work in group since many of students are shy even afraid to ask something they do not understand yet to their teacher. Cooperative learning is one of strategy that teacher should use in his or her class. In jigsaw, students can interact and communicate with another. This strategy forms a large part that used in teaching-learning process. (Melvin, 2004 : 192) The original method of jigsaw is group to group exchange. It can be an interesting alternative when the teacher finds the material which should be taught in order. In the jigsaw form of instruction, the target material is divided into 4 to 6 parts and distributed to small groups to learn. When these homogeneous groups have mastered their material, students regroup into heterogeneous group to present material and complete the task. Peer teaching and group problem solving is used to complete the jigsaw strategy. Both individual and group accountability are built into this methodology.
By looking at some of the purpose and reason for reading which is expected to develop student's activity in teaching-learning process, the traditional way must be changed with applied effective strategy to the teaching of English as a foreign language, especially for the teaching of reading comprehension. In fact, many students have low comprehension in reading and their score are not good enough, since they cannot understand in English reading text. Regarding to those phenomena which is usually found in teaching of English, especially in teaching reading comprehension, the researcher intends to conduct the research of applying a teaching strategy which is considered will be helpful and beneficial for both students and teacher side. In this point, the researcher is going to apply one of the cooperative learning strategies that are jigsaw. This strategy is viewed as a solver for the problem stated above. Adopting this strategy, teacher is expected to be able to apply the teaching-learning process effectively, especially teaching of reading. In addition the activity offered in jigsaw is interesting so that the students will feel the new atmosphere in classroom and are interested in teaching reading. The jigsaw strategy is designed to value the individual and emphasize each individual's essential role in the learning process. In this research will describe "ENHANCING STUDENTS' PARTICIPATION AND COMPREHENSION IN READING COURSE USING JIGSAW STRATEGY".

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS

(KODE : PTK-0576) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Aspek Perkembangan Motorik Anak
1. Pengertian Perkembangan Keterampilan Motorik Halus
Sukadiyanto (1997 : 70) menyatakan bahwa keterampilan motorik adalah keterampilan seseorang dalam menampilkan gerak sampai lebih kompleks. Keterampilan tersebut merupakan suatu keterampilan umum seseorang yang berkaitan dengan berbagai keterampilan atau tugas gerak. Dengan demikian keterampilan motorik adalah keterampilan gerak seseorang dalam melakukan segala kegiatan.
Senada dengan hal di atas, gerakan motorik halus mempunyai peranan yang sangat penting. Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil saja. Oleh karena itu gerakan di dalam motorik halus tidak membutuhkan tenaga akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta teliti (Depdiknas, 2007 : 1).
Motorik halus menurut Bambang Sujiono (2005 : 1.14) adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari-jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Oleh karena itu, gerakan ini tidak terlalu membutuhkan tenaga, namun gerakan ini membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Senada dengan pendapat tersebut, menurut Soegeng Santoso dan Anne Lie Ranti (1995 : 44) bahwa kemampuan gerak halus adalah kemampuan melakukan gerakan halus yang memerlukan kecermatan dan koordinasi gerakan otot kecil dan tidak membutuhkan tenaga. Sedangkan menurut Astati (1995 : 4) motorik halus adalah gerak yang hanya menggunakan otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik.
Sedangkan menurut Sumantri (2005 : 143), keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Menurut Jurgen Hofsab dalam Tasnila (2012 : 9) menyatakan bahwa koordinasi gerak mata dan tangan merupakan suatu gerakan yang sangat berkaitan satu dengan yang lainnya agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik dan lancar, berurutan serta sesuai dengan keinginan. Sedangkan menurut Hikmad Hakim dalam Yunita Dewanti Munica (2013 : 17) koordinasi mata tangan merupakan kemampuan biometrik kompleks yang mempunyai hubungan erat dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Kelentukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 291) adalah kemampuan anak menggerakkan jari-jemarinya dengan tidak kaku dan mudah dilekukkan. Koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan salah satunya melalui kegiatan menganyam. Pengembangan keterampilan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis (pengembangan bahasa). Menurut Sumantri (2005 : 145) kemampuan daya lihat juga merupakan kegiatan keterampilan motorik halus lainnya yaitu melatih kemampuan anak melihat ke arah kiri dan kanan, atas-bawah yang penting untuk persiapan membaca awal. Menurut Magil dalam Sumantri (2005 : 143) keterampilan ini melibatkan koordinasi neumusculer (syaraf otot) yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 558) ketepatan merupakan kemampuan anak dalam mengontrol gerakan tangan dengan mata sesuai arah, urutan dan tujuan gerakan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka untuk meningkatkan motorik halus bisa dengan latihan-latihan jari jemari tangan dan koordinasi mata dan tangan. Stimulasi sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus tersebut. Menstimulasi anak dan membuat anak nyaman dengan lingkungannya serta pembiasaan segala sesuatu sejak dini yang konsisten akan mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak. Menstimulasi dimaksudkan bahwa orang dewasa mendorong anak untuk melakukan latihan-latihan dasar secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga akan menjadi pembiasaan. Sedangkan konsisten dimaksudkan ialah sungguh-sungguh dalam melakukannya dengan segala daya dan upaya yang dimiliki untuk menjadikan anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Berpijak pada konsep tersebut maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan kegiatan menganyam dengan kertas karena dalam kegiatan menganyam ini melibatkan aktivitas jari jemari, konsentrasi, ketelitian, ketepatan dan koordinasi mata dan tangan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan motorik halus adalah keterampilan untuk mengontrol otot-otot kecil yang melibatkan koordinasi mata dan tangan yang membutuhkan kecermatan, ketepatan dan kelentukan.

2. Karakteristik Perkembangan Motorik Halus
Karakteristik perkembangan motorik halus anak dapat dijelaskan dalam Depdiknas (2007 : 10) sebagai berikut : 
a. Pada saat anak berusia tiga tahun, anak sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jari jempol dan jari telunjuknya tetapi gerakan itu sendiri masih kikuk.
b. Pada usia empat tahun, koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat bahkan cenderung ingin sempurna.
c. Pada usia lima tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna. Gerakan tangan, lengan, dan tubuh bergerak dibawah koordinasi mata. Anak juga telah mampu membuat dan melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk, seperti kegiatan proyek, dan kegiatan menganyam.
d. Pada akhir masa kanak-kanak usia enam tahun, anak telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemarinya dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung pensilnya.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN KARTU KATA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

(KODE : PTK-0575) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN KARTU KATA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN (PLB KELAS II SLB)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 

A. Kajian Teori
1 .Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Ringan 
a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan disebut juga anak tuna grahita mampu didik, anak debil, moron, semi dependent atau bisa disebut dengan marginally retarded. Istilah tersebut pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama, hanya saja dalam penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan sudut pandang dari ahli yang bersangkutan. Dalam dunia pendidikan istilah yang sering digunakan adalah tunagrahita ringan. Di bawah ini akan dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian anak tunagrahita ringan, menurut Munzayanah (2000 : 22), anak tunagrahita ringan adalah : 
Mereka yang masih mampu mempunyai kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Biasanya untuk kelompok ini dapat mencapai tingkat tertentu, setingkat dengan kelas IV Sekolah Dasar, serta dapat mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang sederhana.
Menurut Astati dan Euis Nani, (2001 : 36) anak tunagrahita ringan adalah : 
Anak tunagrahita ringan miskin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bila dibandingkan dengan usianya. Mereka mengalami kesulitan secara menyeluruh, dan berpengaruh dalam penampilannya di sekolah, rumah, tetangga, dan di masyarakat. Walaupun demikian mereka masih mampu belajar sampai dengan kelas V dan dapat menggunakan kemampuan itu bila mereka dewasa .
Dari pernyataan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang tergolong inteligensinya rendah, yang setingkat lebih rendah dibandingkan anak lambat belajar, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang akademis yang sederhana seperti membaca, menulis dan menghitung. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik mampu belajar sampai dengan kelas IV atau V, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Di bawah ini adalah beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai mana dikemukakan Moh. Amin (1995 : 25) : 
1) Karakteristik Mental
Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulang respon terhadap pertanyaan yang berbeda, tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwanya atau dalam ingatannya, kecenderungan memiliki kemampuan berfikir konkrit daripada abstrak. Mereka tidak mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam pertanyaannya, terbatas kemampuan dalam penalarannya dan visualisasi serta mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
2) Karakteristik Fisik
Bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik.
3) Karakteristik Emosional
Minat permainan mereka lebih cocok dengan anak yang sama usia mentalnya dari pada usia kronologisnya. Memiliki problem dalam tingkah laku dan lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal inteligensinya.
4) Karakteristik Akademik
Kemampuan mereka rendah dan lambat, bagi mereka yang tergolong ringan masih dapat diberikan pelajaran akademis seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana.
5) Karakteristik Pekerjaan
Yang dapat dituntut hanya mereka yang tergolong ringan dan usia remaja dapat belajar pekerjaan yang sifatnya "Skill" dan "Semi Skill".
Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Astati, (2001 : 5-7) adalah sebagai berikut : 
1) Ciri fisik dan motorik
Ketrampilan motorik anak tunagrahita ringan lebih rendah dari anak normal, sedangkan tinggi dan berat badan adalah sama
2) Bahasa dan penggunaannya
Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbahasa tetapi kurang dalam perbendaharaan kata serta kurang mampu menarik kesimpulan mengenai apa yang dibicarakan
3) Kecerdasan
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, tetapi masih mampu mempelajari hal-hal yang bersifat akademik walaupun terbatas. Sebagian dari mereka mencapai usia kecerdasan yang sama dengan anak normal usia 12 tahun ketika mencapai usia dewasa.
4) Sosial
Anak tunagrahita cenderung menarik diri, acuh tak acuh, mudah bingung. Mereka cenderung bergaul dengan anak normal yang lebih muda dari usianya.
5) Kepribadian
Ciri-ciri pribadi anak tunagrahita ringan antara lain kurang percaya diri, merasa rendah diri dan mudah frustasi
6) Pekerjaan
Anak tuna grahita ringan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya semi-skilled dan pekerjaan itu sifatnya sederhana.
Berdasarkan dua pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
1) Kondisi fisik anak tunagrahita ringan cenderung sama dengan anak normal namun dalam ketrampilan motorik sedikit lebih rendah di bawah anak normal.
2) Kondisi psikis anak tunagrahita ringan meliputi : kemampuan berpikir rendah, kecenderungan memiliki kemampuan berpikir abstrak, sehingga mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan intelektualnya serta masih dapat diberikan pelajaran yang bersifat akademis seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana.
3) Kondisi sosial dan kepribadian anak tunagrahita ringan cenderung menarik diri, acuh tak acuh, mudah bingung, bergaul dengan normal yang lebih muda usianya serta mempunyai kepribadian kurang percaya diri, rendah diri dan mudah frustasi
4) Pekerjaan yang dapat dilakukan anak tunagrahita ringan biasanya pekerjaan yang sifatnya semi skilled dan sederhana
c. Masalah-Masalah Anak Tunagrahita Ringan
Masalah-masalah yang dihadapi anak tunagrahita ringan, menurut Astati, (2001 : 10-11), diantaranya adalah sebagai berikut : 
1) Masalah penyesuaian diri
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam mengartikan norma-norma lingkungan sehingga mereka tidak dapat melakukan fungsinya sebagai anggota masyarakat. Akhirnya tidak jarang dari mereka diisolasi dan dianggap hanya beban orang lain.
2) Masalah pemeliharaan diri.
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam membina dirinya, misalnya dalam mengadakan orientasi, pemeliharaan dan penggunaan fasilitas di lingkungannya serta bagaimana kepantasan penampilannya.
3) Masalah kesulitan belajar.
Kesulitan belajar umumnya tampak dalam bidang pelajaran yang sifatnya akademis dan mengandung hal-hal yang sifatnya abstrak
4) Masalah pekerjaan
Kenyataan menunjukkan banyaknya populasi penyandang tunagrahita ringan pasca sekolah yang tidak memperoleh kesempatan bekerja karena dinilai kemampuan kerja mereka sangat rendah. Hal ini diperkirakan penyebabnya antara lain kurangnya kesesuaian antara ketrampilan yang dimiliki dan perilaku vokasional (daya tahan, minat, kegembiraan, komunikasi, penampilan dan lain-lain) dengan tuntutan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita ringan meliputi dari masalah penyesuaian diri, pemeliharaan diri, kesulitan belajar serta masalah pekerjaan. Namun masalah yang sangat serius adalah anggapan masyarakat bahwa penyandang tunagrahita ringan harus mampu berkompetisi dengan anak normal karena melihat usia maupun keadaan fisiknya (keadaan fisik anak tunagrahita ringan tidak berbeda dengan anak normal). Bila hal ini tidak segera ditanggulangi dan dicarikan jalan keluarnya maka anak tunagrahita ringan cenderung menggantungkan diri kepada orang lain.

2. Tinjauan Tentang Membaca Permulaan 
a. Pengertian Membaca
Menurut Hudgson dalam Supraptiningsih (2005 : 3) memberikan batasan "membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis".

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENGELOLA KONFLIK DENGAN CO-OP CO-OP

(KODE : PTK-0574) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENGELOLA KONFLIK DENGAN CO-OP CO-OP SISWA (KEWIRAUSAHAAN KELAS X SMK)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Hasil Belajar
Salah satu tercapainya indikator tercapainya atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah dan Zain, 2010 : 25).
"Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar , proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar" (Dimyati dan Mudijiono, 2009 : 7). Menurut pengertian tersebut, pembelajaran akan lebih mudah jika siswa terlibat langsung di dalam proses pembelajaran. Pengetahuan bukan hanya didapat dalam teori namun, siswa akan lebih mudah jika belajar melalui lingkungan di sekitar.
Sedangkan hasil belajar menurut Suharsimi (2006 : 3) sebagai "hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang melakukan". Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran, hasil belajar sering digunakan dalam arti yang luas yakni, ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, test lesan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, ulangan akhir semester dan sebagainya.
Anni (2009 : 4) dalam bukunya mengemukakan "hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar". Sedangkan Sudjana (2005 : 22) mengemukakan "hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya".
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan baik segi akademik maupun non-akademik siswa. Hasil belajar digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam pembelajaran. Semakin baik hasil belajar maka pembelajaran dikatakan berhasil, begitupun sebaliknya semakin rendahnya hasil belajar siswa maka pembelajaran dikatakan kurang berhasil. 

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Suhardjono dalam Suharsimi (2009 : 55) banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, model evaluasi ujian dan lain-lain), ada pula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah dan lain-lain).
Slameto (2003 : 54-60) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain : 
1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi tiga faktor yakni : 
a) Faktor jasmaniah : faktor kesehatan dan cacat tubuh
b) Faktor psikologis : intelegensi bakat, motif, kematangan serta kesiapan.
c) Faktor kelelahan : faktor kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa, faktor yang berasal dari luar diri siswa sendiri terdiri dari tiga faktor yaitu : 
a) Faktor keluarga : cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga
b) Faktor sekolah : model mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, model belajar serta tugas rumah.
c) Faktor masyarakat; kesiapan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Sardiman (2007 : 39-47) mengemukakan "faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal (dari dalam) diri siswa dan faktor eksternal (dari luar) diri siswa". Berkaitan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Keberadaan faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
Thomas, F. Staton dalam Sardiman (2007 : 39) menguraikan enam macam faktor psikologis yaitu (1) memotivasi, (2) konsentrasi, (3) reaksi, (4) organisasi, (5) pemahaman, (6) ulangan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara lain kemampuan yang dimiliki siswa tentang materi yang akan disampaikan, motivasi, serta perhatian siswa, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru di dalam proses belajar mengajar, media pembelajaran serta kondisi lingkungan baik sekolah maupun masyarakat. 

C. Mengukur Hasil Belajar
Djamarah dan Zain (2010 : 107) mengemukakan bahwa untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan taraf sebagai berikut : 
1) Istimewa atau maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa
2) Baik sekali atau optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99%
3) Baik atau minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%
4) Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%
Sehubungan dengan hal diatas, hasil pembelajaran dilaksanakan benar-benar baik apabila memiliki ciri-ciri : 
1) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kegiatan yang dilakukan oleh siswa
2) Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik
Penilaian bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidikan dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MATERI POKOK SPLDV

(KODE : PTK-0573) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MATERI POKOK SPLDV (MATEMATIKA KELAS VIII)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Proses perubahan tingkah laku ini ditandai dengan adanya peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, bertambahnya pengetahuan, bertambahnya keterampilan, dan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan keadaan sebelumnya. Sedangkan hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku, bertambahnya pengetahuan, bertambahnya keterampilan, dan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan keadaan sebelumnya. Sehingga dapat diartikan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ditandai dengan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
Menurut Gagne dalam Ngalim Purwanto (1990 : 84) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatan (performance-nya) berubah dari waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Dengan pernyataan ini belajar akan dapat terlaksana apabila situasi stimulus dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sehingga terjadi perubahan perbuatan. Upaya untuk membelajarkan siswa adalah dengan memberikan stimulus pada siswa sehingga mempengaruhi pembahan perbuatan setelah adanya stimulus yang diberikan.
Sedangkan ahli belajar modern mengemukakan dan merumuskan dalam Oemar Hamalik (1990 : 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is define as modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya pembahan tingkah laku dan atau pengetahuan. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua golongan : 
1. Faktor yang ada pada diri sendiri yang disebut faktor individual.
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain : kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut dengan faktor sosial.
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor sosial antara lain : faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Dengan adanya faktor yang mempengaruhi belajar, hasil yang akan dicapai dalam proses belajar tergantung pada faktor yang mempengaruhinya. Adanya ganjalan pada satu faktor akan mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak maksimal, sehingga perlu adanya keseimbangan faktor dalam belajar.

C. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah memberikan bimbingan belajar kepada siswa (Hamalik, 2001 : 50). Selain itu dijelaskan pula bahwa mengajar merupakan proses membantu siswa menghadapi kehidupan sehari-hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam rangka memberikan bimbingan belajar kepada siswa untuk menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pemberian bimbingan menjadi kegiatan mengajar yang utama. Siswa sendiri yang melakukan kegiatan belajar seperti mendengarkan ceramah, membaca buku, melihat demonstrasi, dan sebagainya. Sedangkan peranan guru yakni mengarahkan, mempersiapkan, mengontrol dan memimpin siswa agar kegiatan belajarnya berhasil. Guru membantu siswa agar mampu mengatasi kesulitan-kesulitannya sendiri, dalam hal ini peranan guru adalah sebagai konselor.
Mengajar merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan peserta didik. Karena itu, kegiatan mengajar tidak lepas dari kegiatan belajar sehingga dalam prosesnya kegiatan yang terjadi adalah kegiatan belajar mengajar.

D. Ciri-ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak lepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi dalam Djamarah (2006 : 39-40) sebagai berikut : 
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan mated yang khusus.
4. Ditandai dengan aktivitas anak didik.
5. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7. Ada batas waktu.
8. Evaluasi.

SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAME TOURNAMENT PADA PERMAINAN BOLA BASKET

(KODE : PTK-0572) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAME TOURNAMENT PADA PERMAINAN BOLA BASKET (PENJAS KELAS IX)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia No 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 11 telah menyebutkan bahwa : Olahraga Pendidikan adalah Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani (Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI 2005 : 4).
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di desain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa (BSNP 2006 : 1).
Materi mata pelajaran Penjasorkes SMP yang meliputi : pengalaman mempraktikkan keterampilan dasar permainan dan olahraga; aktivitas pengembangan; uji diri/senam; aktivitas ritmik; akuatik; dan pendidikan luar kelas (out door) disajikan untuk membantu siswa agar memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif (BSNP 2006 : 1).
Olahraga merupakan bentuk lanjut dari bermain, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian manusia. Untuk dapat berolahraga secara benar, manusia perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan diyakini dapat : 
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk : (1) berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan olahraga, (2) pemahaman dan penerapan konsep yang benar tentang aktivitas-aktivitas tersebut agar dapat melakukannya secara aman, (3) pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas-aktivitas tersebut agar terbentuk sikap dan perilaku sportif dan positif, emosi stabil, dan gaya hidup sehat (BNSP 2006 : 1).
Pendidikan jasmani ialah : pendidikan yang mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia yang berupa sikap tindak dan karya untuk diberi bentuk-isi-dan arah menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan (Kosasih 1985 : 4).

B. Karakteristik Siswa Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Sekolah merupakan tempat belajar (formal) siswa selain lingkungan keluarga (in formal) dan linkungan masyarakat (non formal), meskipun interaksi sosial yang berlaku di sekolah biasanya tidak demikian mendalam dan sinambung seperti yang terjadi di lingkungan rumah tangga, pengaruh lingkungan sekolah terhadap perkembangan sosial siswa tentulah ada, dan bahwa peranannya itu cukup besar, yaitu : 
Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan "pendidikan" pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan dari kecakapan-kecakapannya pada umumnya, belajar bekerjasama dengan kawan sekelompok, melaksanakan tuntutan-tuntutan dan contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang lain, memperoleh pengajaran, menghadapi saringan, yang semuanya antara lain mempunyai akibat pencerdasan otak siswa, seperti yang dibuktikan dengan tes-tes inteligensi (Gerungan 1996 : 194).
Siswa usia sekolah menengah berada pada rentangan kategori siswa usia remaja, yang berada pada rentangan usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan masa remaja akhir, maka masa remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan masa remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun (Djamarah 2002 : 107). Jadi anak usia sekolah menengah pertama berada pada usia remaja awal yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun.
Remaja dikenal sebagai masa pencarian dan penjelajahan identitas diri. Kekaburan identitas diri menyebabkan remaja berada di persimpangan jalan; tak tahu mau kemana dan jalan mana yang harus diambil untuk sampai pada jati diri yang sesungguhnya. Anak remaja tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam golongan anak dan ia tidak dapat pula dimasukkan ke dalam golongan orang dewasa atau orang tua (Djamarah 2002 : 107).
Masa remaja tidak seperti pada masa anak, remaja perkembangan sosialnya semakin luas, remaja tidak lagi hanya berteman dengan siswa sebaya di sekitar rumahnya , tetapi ia sudah berhasrat untuk mencari teman lain di lingkungan yang lebih luas.
Usia remaja juga merupakan masa-masa berkembangnya fungsi-fungsi seksualitas. Dalam diri remaja sedang terjadi rangsangan kematangan seksual dan dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksualitas, maka masa ini kecenderungan remaja untuk menghindari larangan norma sosial dan hukum positif.
Dari segi perkembangan kemampuan pikir remaja terdapat bukti-bukti hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pola dan cara berpikir remaja cenderung mengikuti pola dan cara berpikir orang dewasa. Ini mengisyaratkan untuk membicarakan suatu masalah pribadi maupun masalah sosial kemasyarakatan. Pendidikan remaja dapat didekati dengan pendekatan rasional. Tidak seperti siswa, remaja dapat memecahkan masalah yang kompleks secara rasional (Djamarah 2002 : 109).
Pada masa pra-pubertas, pubertas dan adolesensi, terdapat pertumbuhan jasmani yang sangat pesat. Anak menjadi cepat besar, bobot badannya naik dengan pesat, panjang badannya bertambah dengan cepat; makannya banyak, dan aktivitasnya bertambah. Bersamaan dengan pertumbuhan badan yang sangat pesat, berlangsung pula perkembangan intelektual yang sangat intensif; sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar (Kartono 1989 : 34).
"Indek Anatomis" dari Baldwin yang melakukan pengukuran terhadap tulang-tulang siswa secara rontgenologis menunjukkan bahwa, tulang-tulang pada siswa usia 10-15 tahun juga tumbuh dengan cepat sekali (Kartono 1989 : 34). Sehubungan dengan pertumbuhan tulang belulang dan jasmani yang sangat pesat ini, biasanya sejak berumur 10 tahun daya tahan anak terhadap bermacam-macam penyakit serta infeksi tumbuh secara maksimum, sehingga kurve-mortalitas pada usia sekitar 10 tahun menunjukkan angka kematian yang terkecil, yang minimal (Kartono 1989 : 34).
Daya tahan anak yang besar dan pertumbuhan jasmani yang sangat pesat itu, maka orang menandai periode ini dengan vitalitas yang sangat besar. Oleh karena itu pada usia pra-pubertas dan pubertas yang menjadi pusat perhatian anak yaitu : sport, perlombaan-perlombaan, kegairahan berkelana, atau pergi bertamasya dengan berjalan kaki, naik gunung, menjelajahi pulau dan meneliti daerah-daerah baru (Kartono 1989 : 36).

SKRIPSI PTK THE USE OF MIND MAPPING STRATEGY TO IMPROVE STUDENTS ABILITY IN WRITING PROCEDURE TEXT

(KODE : PTK-0571) : SKRIPSI PTK THE USE OF MIND MAPPING STRATEGY TO IMPROVE STUDENTS ABILITY IN WRITING PROCEDURE TEXT (BAHASA INGGRIS KELAS X)


CHAPTER II 
REVIEW OF RELATED LITERATURE

A. Review of Previous Study
In this subchapter, I would like to review some previous studies that support my view about the use of mind mapping strategy to improve students' ability in writing procedure text.
First, a study done by Mawadah (2009), She found that the teaching descriptive text to junior high school students of SMP Negeri 1 Pegandon by using mind mapping strategy was more effective than teaching descriptive text using conventional strategy. This experimental research used two classes as the sample of the research. The experimental group was taught by using mind mapping strategy and the control group was taught by using conventional strategy. The main purpose of the activities above is to make students easier in constructing a text.
Second, Sofyani Tyas Utami (2009) also did research about the use of prewriting strategies : Brainstorming and Mind Mapping in Essay Writing for tenth grade students of SMA Negeri 3 Salatiga. The use of brainstorming and mind mapping can help and motivate students to generate ideas and practice expressing thought in written form, so that it would be helpful for students in creating a text and get a satisfying work in writing. The students' achievement in writing recount text increased from the first meeting to the last meeting. The students' respond that were obtained through questionnaire showed that most of them agreed that using brainstorming and mind mapping could help them in improving their ability in writing recount text.
Third, Susanto (2008) gave description of determining the application of mind mapping method in teaching descriptive writing for the second grade students of SMU Negeri 1 Kajen. He found some advantages by applying mind mapping method in teaching descriptive text. First, the students are interested and motivated in exploring their ideas and imagination using mind mapping method since they found new things during learning process. Second, they might be encouraged to be active in classroom activity by asking the teacher or friends. Then, the last advantage is its simplicity to use mind mapping method by making a chart like a tree diagrams. The students understand, memorize and remember the main idea and relative words easily.
The writer knew that every method has its advantages and weaknesses. The first weakness in applying mind mapping method is that writer must have broad knowledge especially in vocabularies and diction (choice of words). The students liked to ask English translation the difficult words related to the topic. They should bring a dictionary to help them in translating words because it would spend more times if they asked to the teacher continuously. The second one is that spends more paper sheets to do the test because they do two steps before they make the final draft of the descriptive text. The advantage in applying mind mapping method is the students can automatically enrich their vocabularies by searching branches and related ideas from the main topic.

B. Review of Theoretical Background
1. Language Skill
It has been described in the background of the study that language competence is actually important to be achieved by everyone. Listening, reading, speaking and writing are the four basic skills of language that students should learn in order to be able to communicate as well. A good language teaching is absolutely important especially in delivering materials of those four skills. Most of us know that there are various teaching strategies or methods that have been found and implemented to develop students' mastery of those four basic skills due to the importance of each skill for the students' future life.
2. Writing Skill
Nowadays we can see that writing is one of the four basic skills of language which has an important role in many aspects of life. Using writing we can learn lot of things from the simplest thing until a complex one. If we have ideas, desires and everything to explain, writing can be used as an instrument that makes somebody else understand what we want to explain. In short, we can say that writing pays an important role in our life.
Hammer (2004 : 3) states that "being able to write is a vital skill for 'speaker' of a foreign language as much as for everyone using their own first language". In line with Hammer's opinion, Ramelan (1994 : 11) states that "writing is very important as a part of man's culture because it can be used to preserve thought, ideas, and also speech sound". White (1980 : 8) suggests three points about the importance of writing. They are : (1) the linguists become interested in studying the characteristics of written language as well as spoken language, (2) teachers of English become increasingly concerned with the need to teach writing to students of science and technology, for whom ability to use the spoken language might be secondary or even irrelevance, (3) coinciding with the increased interest in written language by both linguists and English teachers had been a considerable growth in the study of language beyond the sentences, that was on discourse. From those statements we can draw a conclusion that everybody should have a good writing ability because of its importance for the time being and their future life.
According to Meyers (2005 : 1), "the word writing coming from a verb. Writing is a way to produce language, which you do naturally when you speak. You say something, think of more you say, perhaps correct something you have said and than move on to the next statement". Writing is much different, except that you take more time to think about your subject, the person you'll be discussing it with and last but not least the purpose that you want to achieve in that discussion.
Therefore, if you are writing a second language, you'll be revising your work continuously. You have to pay more attention to your diction (choice of word), form and grammar to make sure that they clearly express what you exactly want to say.
We know that writing skill is always used in most of examinations done at school from elementary up to university level. The importance of writing skill is obviously seen as something that must be emphasized because in daily communication language is not only spoken but also written. The different characteristics between spoken and written language are stated by Harmer (2004 : 6-11), as follows : 

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE

(KODE : PTK-0570) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE PADA KELOMPOK B TK (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kecerdasan Visual Spasial 
1. Pengertian Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Gardner (dalam Sujiono, 2009 : 176) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Kecerdasan menurut Gardner (dalam Musfiroh, 2008 : 36) adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dibuat dalam satu atau beberapa budaya. Sedangkan Bandler dan Grinder dalam DePotter (dalam Sujiono, 2009 : 176) kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan modalitas belajar. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah.
Lain lagi yang dikatakan oleh Armstrong (dalam Sujiono, 2010 : 58) berpendapat bahwa visual spasial adalah kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang. Kecerdasan ini digunakan oleh anak untuk berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban. Sedangkan menurut Samsudin (2008 : 17) visual spasial merupakan kemampuan seseorang untuk melihat secara visual/ruang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung berfikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar.
Anak usia dini sangat menyukai melihat peta, bagan, gambar, video, film sebagai media untuk belajar. Dan menurut Gunarti, Suryani, dan Muis (2010 : 2.25) visual spasial adalah kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak-anak ini memiliki kemampuan, misalnya mencipta imajinasi bentuk dalam pikirannya atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi, seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan visual spasial adalah kemampuan seseorang yang lebih peka terhadap ruang dan gambar.
Campbell dan Dickinson (dalam Yuliani 2010 : 58) menjelaskan bahwa tujuan materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial, antara lain penayangan video, gambar, menggunakan model (modeling), dan atau diagram.
Biasanya anak yang memiliki kecerdasan visual spasial adalah seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memvisualkan gambar di dalam pikirannya atau seorang anak yang dapat memecahkan suatu masalah atau menemukan suatu jawaban dengan memvisualkan bentuk atau gambar (Aisyah, 2009 : 1.18). 

2. Cara Mengembangkan Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Sujiono (2010 : 58) menguraikan bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak sebagai berikut : 
a) Mencoret-coret, untuk mampu menggambar, anak memulainya dengan tahapan mencoret terlebih dahulu. Mencoret biasanya dimulai sejak anak berusia sekitar 18 bulan ini, pada dasarnya kegiatan mencoret merupakan sarana anak mengekspresikan diri. Meski apa yang digambarnya dalam coretannya belum tentu langsung terlihat isi pikirannya. Selain itu, kegiatan ini juga dalam melatih koordinasi tangan-mata anak.
b) Menggambar dan melukis, kegiatan menggambar dan melukis dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dengan biaya yang relatif murah. Sediakan alat-alat yang diperlukan seperti kertas, pensil warna dan krayon. Biarkan anak melukis atau menggambar apa yang ia inginkan sesuai imajinasi dan kreativitasnya karena menggambar dan melukis merupakan ajang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
c) Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan menuntut kemampuan anak memanipulasi bahan. Kreativitas dan imajinasi anak pun terlatih karenanya. Selain itu, kerajinan tangan dapat membangun kepercayaan diri anak.
d) Mengunjungi berbagai tempat, dapat memperkaya pengalaman visual spasial anak, seperti mengajaknya ke museum, kebun binatang, menempuh perjalanan alam lainnya.
e) Melakukan permainan konstruktif dan kreatif, sejumlah permainan seperti membangun konstruksi dengan menggunakan balok, maze, puzzle, permainan rumah-rumahan ataupun peralatan video, film, peta atau gambar, dan slide.
f) Mengatur dan merancang, kejelian anak untuk mengatur dan merancang, juga dapat diasah dengan mengajaknya dalam kegiatan mengatur ruang di rumah, seperti ikut menata kamar tidurnya. Kegiatan seperti ini juga baik untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, bahwa ia mampu memutuskan sesuatu.
g) Pengenalan informasi visual, informasi visual mengacu pada pesan pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk nonverbal. Pesan pengetahuan disampaikan dalam bentuk grafik/diagram dan denah.

3. Indikator Kecerdasan Visual Spasial Anak Usia Dini
Menurut Armstrong (dalam Musfiroh, 2010 : 4.7) Anak yang cerdas dalam visual spasial sangat peka tatanan dan peka terhadap perubahan tatanan itu dan anak memberikan reaksi. Mereka suka mengerjakan maze, dan permainan lain yang memerlukan ketajaman melihat. Anak-anak sering memanfaatkan waktu mereka untuk menggambar, merancang sesuatu, membangun balok-balok, lego atau melamun.
Kecerdasan visual spasial muncul pada masa kanak-kanak. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial peka terhadap bentuk dan peristiwa, mampu merekam bentuk-bentuk tersebut dalam memorinya, serta memanggilnya dalam bentuk melamun, menggambar atau menyatakan dalam kata-kata. Anak-anak mampu mendeskripsikan peristiwa dengan urutan-urutan yang jelas dan terperinci. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial mampu melihat bentuk, warna, gambar, tekstur secara lebih detail dan akurat.
Anak yang mengalami perkembangan kecerdasan visual spasial yang sangat menonjol kadang mengalami kesulitan mengidentifikasi simbol bahasa tertulis. Anak-anak mengerti simbol sebagai gambar dan melihatnya dari berbagai perspektif, yang hal tersebut tidak berlaku dalam dunia simbol linguistik. Kecerdasan visual spasial memiliki indikator sebagai berikut : 
1. Individu yang cerdas secara visual spasial (lebih) mudah membaca peta, gambar, grafik, dan diagram.
2. Individu yang cerdas secara visual spasial menonjol dalam seni lukis dan seni kriya.
3. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu.
4. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu menggambar sosok orang atau benda menyerupai aslinya.
5. Individu yang cerdas secara visual spasial film, slide, gambar dan foto.
6. Individu yang cerdas secara visual spasial menikmati permainan yang membutuhkan ketajaman, seperti zigzag, maze.
7. Anak memiliki kepekaan terhadap warna, cepat mengenali warna dan mampu memadukan warna dengan lebih baik dari pada anak-anak sebayanya.
8. Anak suka menjelajah lokasi di sekitarnya dan memperhatikan tata letak benda-benda di sekitarnya, serta cepat menghafal letak benda-benda.

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI TK

(KODE : PTK-0569) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI TK (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 

A. Berhitung Pada Anak Usia Dini 
l. Pengertian Berhitung
Berhitung menurut Suyanto (2005 : 158) menghitung yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari angka satu. Jika sudah mahir anak dapat melanjutkan menghitung kelipatan, misalnya kelipatan dua, lima, atau sepuluh. Mengingat begitu pentingnya kemampuan berhitung bagi manusia, maka kemampuan berhitung ini perlu diajarkan sejak dini, dengan berbagai media dan metode yang tepat jangan sampai dapat merusak pola perkembangan anak
Menurut Sujiono (2004 : 112) banyak pendapat tentang definisi berhitung dari berbagai sumber rujukan, diantaranya menurut pusat pembinaan dan pengembangan bahasa berhitung adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai bilangan.
Sedangkan menurut Sumantri (2011 : 98) berhitung adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial, baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya tanpa itu matematika hanya sebuah kumpulan rumus-rumus yang mati.
Dari pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan sesuatu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep untuk melatih kecerdasan dan keterampilan anak dalam penyelesaian soal-soal yang memerlukan pecahan.

2. Manfaat Berhitung
Melihat paparan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya minat anak untuk belajar permainan melalui berhitung. Menurut Sisdiknas (2000 : 2) berhitung memiliki manfaat agar anak dapat mengetahui dasar-dasar pembelajarannya sebagai berikut; a) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, b) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat, c) Memiliki ketelitian, konsentrasi dan daya apresiasi yang tinggi, d) Memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.
Pembelajaran pada anak berdasarkan konsep berhitung yang benar. Manfaat pembelajaran berhitung meliputi : a) Menghindari ketakutan anak pada matematika sejak awal; b) Membantu anak belajar matematika secara alami melalui kegiatan bermain anak berdasarkan konsep matematika yang benar.
Dari uraian berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa manfaat berhitung antara lain : a) Anak mampu berfikir logis; b) Memiliki ketelitian, konsentrasi dan daya apresiasi yang tinggi; c) Menghindari ketakutan anak pada matematika sejak awal.
Permainan berhitung yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain untuk : 
1. Membelajarkan anak berdasarkan konsep berhitung yang benar, menarik dan menyenangkan.
2. Menghindari ketakutan terhadap matematika berhitung sejak awal.
3. Membantu anak belajar matematika berhitung secara alami melalui kegiatan bermain.

3. Tahap-tahap Berhitung
Menurut Depdiknas, 2000 : 6 dalam Susanto, tahap yang dilakukan untuk membantu mempercepat penguasaan berhitung anak usia dini melalui tiga tahap yaitu : 
a) Tahap Konsep
Pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa kongkrit, contoh : pengenalan warna, bentuk dan menghitung.
b) Tahap transmisi/peralihan
Proses berfikir merupakan masa peralihan dari pemahaman kongkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, di mana benda kongkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak secara individual berbeda. Contoh : pengenalan lambang bilangan atau angka.
c) Tahap lambang
Merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang. Contoh : pengenalan lambang angka disertai gambar jumlahnya. Menurut Ahmad Susanto, tahap berhitung meliputi : tahap konsep tahap transmisi/peralihan, tahap lambang.
a) Tahap konsep
Pada tahap ini anak berekspresi untuk menghitung segala macam benda-benda yang dapat dihitung dan yang dapat dilihatnya. Kegiatan menghitung-hitung ini harus dilakukan dengan memikat, sehingga benar-benar dipahami oleh anak.
b) Tahap transmisi/peralihan
Tahap transmisi merupakan masa peralihan dari kongkret ke lambang, tahap ini adalah saat anak mulai benar-benar memahami.
c) Tahap lambang
Tahap di mana anak sudah diberi kesempatan menulis sendiri tanpa paksaan, yakni berupa lambang bilangan, bentuk-bentuk.
Sedangkan menurut Reys dalam Susanto (2011 : 101) mengemukakan lima tahapan dalam berhitung, lima tahapan ini yaitu :