Search This Blog

Showing posts with label PGSD Kelas V. Show all posts
Showing posts with label PGSD Kelas V. Show all posts

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V TEMA EKOSISTEM

(KODE : PENDPGSD-0027) : SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA TEMA EKOSISTEM (KELAS V)

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi, mempengaruhi banyaknya penyimpangan yang sering dilakukan oleh anak-anak atau para remaja maka dari itu penerapan nilai sikap sejak dini sangatlah penting salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai moral sehingga mampu membentuk pribadi yang memiliki karakter yang baik. Melalui pendidikan, siswa diharapkan memiliki kepribadian yang bertaqwa kepada Tuhan, kreatif, dan mandiri. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menghidupkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan menerapkan kurikulum yang mengarahkan siswa untuk menguasai kompetensi. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam kurikulum yang diterapkan saat ini yaitu kurikulum 2013.
Menurut Prastowo (2013 : 219), di dalam kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi tertentu yang harus dicapai, adapun kompetensi yang dimaksud adalah sikap spiritual (KI-1), sikap sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4). Kaitannya dengan pembentukan warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dan penting, yaitu dalam membentuk siswa maupun sikap dalam berperilaku keseharian, sehingga diharapkan setiap individu mampu menjadi pribadi yang baik. Melalui pembelajaran tematik siswa dapat mengkaji Pendidikan Kewarganegaraan dalam forum yang dinamis dan interaktif yang dipadukan dengan berbagai mata
pelajaran lainnya. Jika memperhatikan tujuan pendidikan nasional di atas, pembangunan dalam dunia pendidikan perlu diusahakan peningkatannya. Proses pembelajaran diperlukan adanya hubungan timbal balik antara gum dan siswa sehingga terjalin komunikasi banyak arah yang terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan masyarakat sehingga menjadikan pembelajaran dapat terarah pada pencapaian kompetensi. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain : siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Penerapan kurikulum 2013 mengacu pada model pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013 : 117), pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna. Proses pembelajaran kurikulum 2013 yang menggunakan model pembelajaran tematik mengacu pada pendekatan Scientific. Menurut Kemendikbud (2013 : 209), pendekatan Scientific dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan mengolah informasi dan menyimpulkan atau mengkomunikasikan. 
Kondisi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 diharapkan dapat mengarahkan siswa untuk mampu merumuskan masalah dan melatih kemampuan berpikir analitis sehingga akan terwujud kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk belajar dengan memaknai apa yang dipelajarinya. Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan "insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diintegrasikan" (Kemendikbud, 2013). Tujuan perubahan kurikulum 2013 adalah untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa aktif.
Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, menuntut kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran yang dapat menunjang dan mendorong siswa untuk berpikir kritis. Penggunaan metode yang tepat dalam pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 sangatlah berperan penting dalam menentukan efektifitas pembelajaran. Guru SD dalam setiap pembelajaran perlu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk memahami mated yang diajarkan khususnya pada kurikulum 2013. Proses pembelajaran pun tidak harus berasal dari guru menuju siswa, ada banyak penelitian yang menemukan bahwa pembelajaran tutor sejawat ternyata lebih efektif karena sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan teman lainnya dalam mengerjakan tugas-tugas dengan kata lain pembelajaran ini dapat digolongkan dalam pembelajaran kooperatif dan dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Abdul Madjid (2011 : 135) "metode merupakan proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan".
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2012 : 3) Metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikal, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Semakin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan dan peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Menurut Lie dalam Kusumawardani (2002 : 85) pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang berorientasi pada belajar bersama dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan suatu permasalahan secara bersama-sama. Berdasarkan uraian diatas dalam pembelajaran ini diharapkan siswa mampu bekerjasama mendiskusikan untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Trianto dalam Kusumawardani (2007 : 49) macam-macam pembelajaran kooperatif antara lain : kepala bernomor (NHT), bertukar pasangan (Make a Match), Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Team Game Tournament (TGT), dan Sumbang Saran (Brainstorming).
Menurut Roestiyah (2008 : 74) penerapan metode brainstorming sebagai suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat. Metode Brainstorming dapat menguntungkan dalam pembelajaran, agar pembelajaran lebih efektif dan berhasil metode brainstorming dapat digabungkan dengan metode lainnya. Penelitian ini menggunakan metode Brainstorming yang dipadukan melalui simulasi agar mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih maksimal. Penggunaan metode Brainstorming dengan simulasi ini masih belum pernah digunakan dalam proses pembelajaran di SD X sehingga penerapan metode Brainstorming dengan simulasi ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam proses pembelajarannya siswa dapat aktif mengemukakan pendapat yang membangun pengetahuannya. Penggunaan metode ini siswa akan merasa senang karena dapat belajar berpendapat sambil berdiskusi, bermain dan berkompetisi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tanggal 13 Desember 2014 di SD X (Lampiran C), dapat dikemukakan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran masih kurang bervariasi atau bersifat konvensional. Pedoman dalam kurikulum 2013 mengharuskan guru lebih kreatif dalam memilih metode agar mampu mengemas pembelajaran sehingga lebih menarik. Informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari guru kelas V di SD X baik kelas V-A maupun V-B melalui data nilai Ujian Tengah Semester pada Tema 1 sampai Tema 4 semester 1 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk semua mata pelajaran dan akan dikatakan tuntas apabila telah mencapai skor > 75 dari nilai maksimal 100. Jumlah siswa kelas V-A yaitu 47 orang dan jumlah siswa kelas V-B yaitu 48 orang diperoleh dari data masing-masing kelas, untuk kelas V-A dari 47 siswa hanya 22 orang atau hanya 46,80% yang mendapatkan nilai > 75, sedangkan 25 orang atau 53,19% siswa lainnya mendapatkan nilai < 75. 
Begitu juga pada kelas V-B yaitu dari 48 siswa hanya 22 orang atau 45,83% yang mendapatkan nilai > 75, sedangkan 26 orang atau 54,16% siswa lainnya mendapatkan nilai < 75 (lampiran B). Salah satu penyebab kurangnya nilai ketuntasan pada hasil belajar tersebut adalah karena proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang mampu memadukan pendekatan saintifik dengan metode yang tepat. Permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran tematik diantaranya, kegiatan pembelajaran belum memberikan proses belajar bermakna bagi siswa, sehingga dalam membangun pengetahuan, siswa belum secara optimal mengembangkan kemampuan berpikirnya. 
Guru mendominasi proses pembelajaran, sehingga menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas siswa cenderung pasif dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa enggan bertanya dan mengemukakan pendapat, karena guru belum melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini juga berdampak pada rendahnya minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran kurikulum 2013 memang menggunakan pendekatan saintifik, akan tetapi pada tema pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran guru dapat memadukan metode lainnya salah satunya metode brainstorming dengan simulasi karena metode ini cocok dipadukan dengan pendekatan saintifik yang mengharuskan siswa untuk berfikir kritis dan memusatkan proses pembelajaran pada siswa. Berdasarkan paparan diatas maka sangat memungkinkan metode brainstorming dengan simulasi untuk diterapkan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran tematik di sekolah dasar dan diharapkan pada penelitian ini dapat menggali hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian eksperimental yang berjudul "PENGARUH PENERAPAN METODE BRAINSTORMING DENGAN SIMULASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V TEMA EKOSISTEM".

SKRIPSI PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0020) : SKRIPSI PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya untuk menuju perubahan yang lebih baik, sebagaimana dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 22 Tahun 2003 bahwa : 
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara."
Tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 dilakukan melalui pendidikan bermutu yang diatur dalam system pendidikan nasional. Semua kegiatan pendidikan baik di jalur formal, non formal, dan informal diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan bagian penting dari penyelenggaraan pendidikan karena kurikulum merupakan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum sebagai pedoman pendidikan, maka pembaharuan kurikulum perlu dilakukan agar kurikulum senantiasa sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi, tidak ketinggalan zaman, relevan dan kompetitif, sehingga tepat untuk diterapkan pada pelaksanaan pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan untuk membantu perkembangan peserta didik mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kegiatan pendidikan berintikan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber-sumber pendidikan lain, dan berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan sebenarnya berfungsi membantu mengembangkan potensi, kecakapan dan karakteristik peserta didik agar berkembang sesuai dengan harapan masyarakat. Tujuan dalam pendidikan merupakan sasaran-sasaran yang harus dicapai atau dikuasai oleh peserta didik untuk kehidupannya sebagai pribadi, warga masyarakat, belajar lebih lanjut dan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan. Dalam mengembangkan potensi dan kecakapan peserta didik diperlukan suatu pembaruan pendidikan, dimaksudkan dengan adanya pembaruan pendidikan, pendidikan diharapkan memenuhi tujuan dan fungsi pendidikan yang seutuhnya, sehingga jika semua tujuan dan fungsi tercapai maka akan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Menurut Abdul Malik Fadjar (dalam Poerwati, 2013 : 170-171) pentingnya perubahan pendidikan, terdapat empat hal yang harus tampak : (1) Pertumbuhan, (2) Perubahan, (3) Pembaruan, (4) Kontinuitas. Jadi, ada pertumbuhan, perubahan, pembaruan dan kontinuitas dalam dunia pendidikan kita, itu bukan hal yang negatif, tetapi justru sebaliknya untuk mengembangkan dan menyesuaikan dengan kemajuan zaman sekarang ini. Pendidikan Indonesia sebenarnya sudah menyesuaikan dengan kemajuan zaman tape terlalu banyak kendala-kendala, kendala-kendala tersebut antara lain penghargaan praktisi pendidikan terlalu rendah, kurang adanya pemberdayaan sumber daya praktis dan teoritis pendidikan, tuntunan kurang berlebihan, kurangnya penguasaan para praktisi pendidikan terhadap kurikulum yang berlaku selama ini, dan lemahnya sistem pengawasan.
Sejalan dengan pendidikan diatas, dunia pendidikan perlu banyak yang harus diperbaiki, kualitas sumber daya manusianya dan kurikulum yang pasti, serta masalah-masalah yang lain harus diselesaikan dengan tepat, cepat dan akurat, sehingga mutu pendidikan baik akan mempengaruhi output sumber daya manusia berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya.
Sekarang ini seiring perubahan kurikulum guru pun dituntut untuk bisa memilih bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan pada waktu sekarang. Pada kurikulum 2013 ini mewajibkan guru untuk menggunakan buku pegangan guru yang diterbitkan oleh pemerintah. Kaitannya dengan isi buku pun juga harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Dalam Standar Isi telah tertulis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi pedoman dalam pengembangan materi pokok atau bahan ajar untuk peserta didik.
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki pemahaman hakekat belajar sebagai proses mengakumulasi pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang harus dihafal siswa. Sebaliknya, apabila pemahaman guru tentang belajar adalah proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu. Seperti yang diungkapkan oleh Surya (2002 : 84) bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Dari definisi akan hakikat belajar dapat diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah merunut pada teori belajar gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti 'whole configuration' atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar ini seorang belajar jika ia mendapat "insight". Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan masalah itu (Nasution, 2004; Slameto, 2003).
Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004 : 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap perkembangan kognitif Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ke tahap operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004 : 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Poerwadarminta (1984 : 1.040) Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengarang sajak, dsb).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema "Air" dapat ditinjau dari mata pelajaran I PA dan Matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, Bahasa Indonesia, Penjasorkes, dan SBK. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.
Proses belajar anak tidak sekedar menghafal konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari halhal yang konkrit, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan falsafah konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara anak belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal adalah pembelajaran tematik.
Strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik (selanjutnya disebut pembelajaran tematik) sebenarnya telah diisyaratkan sejak kurikulum 1994, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan guru, baik yang disebabkan oleh proses pendidikan yang dilaluinya maupun kurangnya pelatihan tentang pembelajaran tematik mengakibatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik tidak dapat diwujudkan dengan baik. Terlebih lagi disadari, bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini memerlukan persiapan yang tinggi dari guru, dalam hal waktu, sumber, bahan ajar, serta perangkat pendukung lainnya. Oleh karena itu penelitian tentang implementasi model pembelajaran tematik di kelas rendah Sekolah Dasar beserta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, terutama untuk meningkatkan kemampuan dasar siswa SD dalam membaca, menulis dan berhitung, sangat diperlukan.
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (1989). Jacob (1989) dan Fogarty (1991) berpendapat bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu bersifat rentangan (continuum).
Bertolak dari konsep pendekatan integratif yang dianut Jacob tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked. Model-model itu merentang dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented, connected, nested), model yang memadukan antar berbagai bidang studi (model sequenced, shared, webbed, threaded, integrated), hingga memadukan dalam diri pembelajar sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan networked).
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut Tim Pengembang PGSD (1997 : 3-4) adalah : (1) Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. (2) Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari; (3) Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. (4) Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan discovery inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
Dalam pengamatan saya di SD dalam penerapan buku guru sering dijumpai sebuah permasalahan yang dalam penerapannya belum sesuai dan masih bingung untuk melaksanakan kurikulum 2013 dan guru pun mencari referensi buku lain seperti menggabungkan KTSP, buku Erlangga dan Iain-Iain untuk dijadikan sebuah pembelajaran, kesulitan dalam mencari kekurangan materi guru pun dibebani dengan evaluasi pembelajaran, guru harus menilai siswa dalam tiga kriteria penilaian yaitu penilaian sikap, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan dalam proses penilaian guru masih merasa bingung dan guru penjasorkes selalu menggabungkan dengan penilaian yang dahulu. Untuk penerapan buku siswa hanya dibekali oleh buku tematik terpadu, masih banyak siswa yang merasa bingung karena dalam buku belum banyak adanya contoh gambar tentang pembelajaran penjasorkes dan siswa merasa tidak menarik tentang materi pembelajaran penjasorkes kurangnya dalam contoh pembelajaran, siswa mengeluhkan dalam pekerjaan rumah (PR) siswa selalu kekurangan materi di dalam buku dan siswa selalu bertanya kepada orang tua.
Penerapan buku guru dan buku siswa di SD Negeri, belum sepenuhnya berjalan efektif dan masih banyak guru dan siswa yang merasa mengeluh tentang penerapan buku. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana Pelaksanaan Buku Guru dan Buku Siswa pada Pembelajaran Penjasorkes Kelas V Semester II di SD Negeri Se-Kecamatan X.
Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat judul "PENERAPAN BUKU GURU DAN BUKU SISWA PADA PEMBELAJARAN PENJASORKES KELAS V".

SKRIPSI KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MAPEL MATEMATIKA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0019) : SKRIPSI KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MAPEL MATEMATIKA KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan. membangun kemauan dan pengembangan kreatifitas dalam proses pembelajaran (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).Berkaitan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pendidik mempunyai peran penting dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan khususnya dalam pelajaran Matematika. Lampiran Permendiknas RI No. 22 (2006 : 134) menyebutkan Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis. sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran penting di sekolah dasar. Selain itu matematika juga sangat penting di kehidupan sehari-hari untuk perhitungan.
Setiap manusia pasti belajar ketika masih hidup. Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Belajar dapat dilakukan di rumah, tempat bermain sebagai pembelajaran formal. Siswa dapat belajar dengan bimbingan guru dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan. Dalam belajar seseorang menginginkan hasil belajar yang tinggi. Hasil belajar merupakan kemampuan seseorang dalam pencapaian berfikir yang tinggi, melalui proses belajar seseorang akan memiliki
atau di sekolah. Belajar di lingkungan sekolah khususnya di dalam kelas disebut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik. Proses belajar dapat berlangsung efektif, efisien dan menarik. Jika proses belajar itu didesain melalui prosedur yang sistemik dan sistematik.
Desain sistem pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan proses belajar yang dapat membantu individual untuk mencapai kompetensi secara optimal. Proses belajar dapat disebut sukses apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, yakni siswa melakukan interaksi dengan sumber belajar secara intensif. melakukan latihan untuk penguasaan kompetensi memperoleh umpan balik segera setelah melakukan proses belajar, menerapkan kemampuan dalam konteks nyata dan melakukan interaksi dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Kenyataan yang ada di lingkungan, cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau massage lisan kepada siswa belum mencapai tujuan pembelajaran dan belum dapat memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap.
Benny A (2009 : 56) mengatakan "komponen-komponen dalam sistem pembelajaran meliputi siswa, tujuan atau kompetensi, metode, media, strategi pembelajaran dan evaluasi. Output dari suatu komponen akan menjadi input bagi komponen-komponen yang lain".
Dengan melihat pengertian tersebut seorang guru sebagai pengajar harus dapat menjadi desainer program pembelajaran, hal ini dilakukan agar guru dapat mengimplementasikan model tersebut untuk menciptakan program pembelajaran yang memiliki efektifitas, efisien dan daya tarik.
Hasil observasi di SDN X banyak terdengar keluhan dari guru bahwa pembelajaran matematika kurang disenangi oleh siswa, ini terjadi oleh beberapa hal yang mempengaruhi kondisi tersebut. Kondisi yang mempengaruhi kondisi itu diantaranya kondisi materi matematika yang sulit, kondisi guru yang belum menguasai model pembelajaran, dan kondisi siswa yang jenuh karena pembelajaran mono ton masih konvensional. Jika ditinjau dari materi matematika merupakan hal yang abstrak yang terdiri dari fakta, konsep, dan prinsip. Jika hal tersebut kurang diperhatikan oleh guru, maka dapat menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya pembelajaran matematika.
Hasil observasi penelitian di SDN X khususnya di kelas V terdapat 75% jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran matematika. Hasil belajar siswa rendah dapat dilihat pada hasil tes matematika masih banyak siswa mendapat nilai dibawah KKM yaitu 65.
Adapun penyebab masalah yang terjadi di SDN X adalah kurang mengaktifkan siswa dalam pembahasan materi, guru membahas materi terlalu cepat, kurangnya pemanfaatan media pembelajaran sehingga materi yang dijelaskan terlalu abstrak. Cara penyampaian bahan pembelajaran kurang menarik dan membosankan, kurang bervariasinya metode pembelajaran, kurangnya contoh dan latihan, siswa tidak termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Hal ini penulis mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament untuk mengatasi permasalahan di atas. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematika dan menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa berkerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan guru, tetapi lebih sering menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar individual dan dorongan yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsop-konsep yang dipikirkan.
Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif sebagai salah satu metode atau model pengajaran yang menjadikan pelajaran matematika menyenangkan dan siswa akan lebih paham. Pembelajaran kooperatif ini siswa belajar dengan cara berkelompok, dari sisi sinilah siswa akan selalu aktif bertanya jawab terhadap teman satu kelompoknya. Cooperative Learning juga siswa untuk belajar secara aktif. Ada banyak jenis-jenis Cooperative Learning yang salah satunya adalah model Teams Games Tournament. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament memberikan kesempatan siswa untuk berkompetisi secara sportif, bekerjasama dalam kelompok dan mengungkapkan pendapat. Dari model tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh penerapan model tersebut terhadap hasil belajar siswa.
Dari uraian tersebut perlu diadakan penelitian tentang keefektifan model Teams Games Tournament terhadap hasil belajar matematika kelas V. Untuk itu penulis melakukan penelitian tentang "KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V".

SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0016) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF TENTANG PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V

contoh skripsi pgsd

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Indonesia di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan yang diusahakan dari waktu ke waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan bahwa pembangunan di bidang pendidikan adalah upaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, UU No. 20 Th. 2003 : pasal 3).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28c ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa : setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (Gayo, 2003 : 14).
Peningkatan mutu pendidikan menjadi kewajiban semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan. Salah satu usaha dalam peningkatan mutu pendidikan adalah penyediaan perpustakaan sebagai sumber belajar yang dapat memberikan fasilitas belajar.
Pengajaran merupakan suatu sistem yang mempunyai komponen yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu komponen dari sistem pengajaran adalah sumber belajar yang dapat dipergunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar (Syah, 2000 : 249). Kegiatan belajar mengajar memerlukan interaksi dengan sumber belajar. Agar diperoleh hasil yang maksimal dengan tingkat interaksi yang tinggi, maka proses interaksi perlu dikembangkan secara sistematik. Pengembangan proses interaksi dengan sumber belajar adalah merupakan suatu aktivitas dalam memanfaatkan sumber belajar. Aktivitas yang tinggi hendaknya memanfaatkan sumber belajar yang tersedia secara optimal terutama sumber belajar perpustakaan.
Perpustakaan diharapkan dapat menunjang kelancaran proses belajar mengajar sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Pencapaian tujuan ini untuk pengembangan pribadi siswa baik dalam mendidik diri sendiri secara berkesinambungan dalam memecahkan segala masalah, mempertinggi sikap sosial dan menciptakan masyarakat yang demokratis.
Keberadaan perpustakaan di Sekolah Dasar sangat penting artinya karena kegiatan mengajar di kelas pada umumnya bersifat terbatas dan kurang tuntas bahkan seringkali baru merupakan penggerak bagi perkembangan pelajaran siswa. 
Salah satu usaha untuk mengatasi keterbatasan kegiatan belajar mengajar adalah dengan menyediakan informasi yang mudah diperoleh siswa. Penyediaan informasi ini berupa buku-buku yang menunjang pencapaian hasil belajar. Hal ini karena buku yang dimiliki oleh siswa sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam studinya masih tergolong minim sekali. Berdasarkan hasil pengamatan secara sekilas, banyak siswa yang kurang membaca buku-buku pendukung sehingga jika siswa mendapatkan kosa kata di luar kegiatan belajar mengajar di kelas, mereka kurang memiliki kemampuan seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan usaha peningkatan aktivitas siswa yakni memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar. Berdasarkan kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tidak semua siswa telah memanfaatkan perpustakaan dengan baik sebagai sumber belajar.
Berdasarkan alasan tersebut maka penulis mengangkat judul skripsi : STUDI DESKRIPTIF TENTANG PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V.
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0007) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalam proses pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita kepada situasi belajar dimana learning with effort akan dapat digantikan dengan learning with fun. Jadi proses pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan akan menjadi pilihan tepat bagi para guru.
Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan yaitu sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching), kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Lebih dari itu kewajiban pendidikan dituntut untuk juga memasukkan nilai-nilai moral, budi pekerti luhur, kreatifitas, kemandirian dan kepemimpinan, yang sangat sulit dilakukan dalam sistem pembelajaran yang konvensional. Sistem pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.
Pada kenyataannya bahwa saat ini Indonesia memasuki era informasi yaitu suatu era yang ditandai dengan makin banyaknya medium informasi, tersebarnya informasi yang makin meluas dan seketika, serta informasi dalam berbagai bentuk yang bervariasi tersaji dalam waktu yang cepat. Penyajian pesan pada era informasi ini akan selalu menggunakan media, baik elektronik maupun non elektronik. Terkait dengan kehadiran media ini, Dimyati (1996 : 12) menjelaskan bahwa suatu media yang terorganisasi secara rapi mempengaruhi secara sistematis lembaga-lembaga pendidikan seperti lembaga keluarga, agama, sekolah, dan pramuka. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa kehadiran media telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem pendidikan kita, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
Dengan demikian hasil belajar seseorang ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang ada di luar individu adalah tersedianya media pembelajaran yang memberi kemudahan bagi individu untuk mempelajari materi pembelajaran, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik.
Selanjutnya hasil belajar digambarkan sebagai tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur berdasarkan pada jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Secara umum mutu pendidikan sekolah dasar (SD) dikatakan baik dan berhasil jika kompetensi siswa yang diperoleh melalui proses pendidikan berguna bagi perkembangan diri mereka untuk hari depannya, yaitu ketika mereka memasuki dunia kerja.
Peranan Media dalam proses belajar mengajar menurut Gerlac dan Ely (1971 : 285) ditegaskan bahwa ada tiga keistemewaan yang dimiliki media pengajaran yaitu : 
1. Media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian,
2. Media memiliki kemampuan untuk menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan, dan 3. Media mempunyai kemampuan untuk menampilkan sesuatu objek atau kejadian yang mengandung makna.
Begitu juga, Ibrahim (1982 : 12) mengemukakan fungsi atau peranan media dalam proses belajar mengajar antara lain : 
a. Dapat menghindari terjadinya verbalisme,
b. Membangkitkan minat atau motivasi,
c. Menarik perhatian,
d. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan ukuran,
e. Mengaktifkan siswa dalam belajar dan
f. Mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar.
Perlu disadari bahwa mutu pendidikan yang tinggi baru dapat dicapai jika proses pembelajaran yang diselenggarakan di kelas efektif dan fungsional bagi pencapaian kompetensi yang dimaksud. Oleh sebab itu usaha meningkatkan mutu pendidikan sekolah dasar (SD) tidak terlepas dari usaha memperbaiki proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang terdiri atas komponen-komponen yang bersifat sistemik. Artinya komponen-komponen dalam proses pembelajaran itu saling berkaitan secara fungsional dan secara bersama-sama menentukan optimalisasi proses dan hasil pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran tersebut menurut Mudhoffir (1999) dijabarkan atas pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan. Sedangkan menurut Winkel (1999), komponen pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran, kondisi awal, prosedur didaktik, pengelompokan siswa, materi, media, dan penilaian.
Dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran agar efektif dan fungsional, maka fungsi media pembelajaran sangat penting untuk dimanfaatkan. Pemakaian media dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk mempertinggi daya cerna siswa terhadap informasi atau materi pembelajaran yang diberikan.
Efektifitas penggunaan media pembelajaran sangat tergantung pada derajat kesesuaiannya dengan materi yang akan diajarkan. Disamping itu tergantung juga pada keahlian guru dalam menggunakan media tersebut. Dalam hal ini Dick & Carey (dalam Lamudji, 2005 : 34) menyatakan bahwa salah satu keputusan yang paling penting dalam merancang pembelajaran ialah dengan menggunakan media yang sesuai dalam rangka penyampaian pesan-pesan pembelajaran.
Perlu kita diketahui bahwa teknologi informasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Teknologi informasi harus disadari telah mampu membuat berbagai cara untuk mempermudah penyampaian informasi, seperti misalnya teknologi program Power Point. Merupakan suatu hal yang menarik untuk melakukan suatu penelitian dengan penggunaan media belajar Program Power Point dalam pembelajaran cahaya dan sifat-sifatnya di kelas V SDN X yang peneliti jadikan kelas eksperimen dalam penelitian ini.
Microsoft Power Point merupakan salah satu aplikasi milik Microsoft, disamping Microsoft Word dan Microsoft Excel yang telah di kenal banyak orang. Ketiga aplikasi ini lazim disebut Microsoft Office. Pada dasarnya, aplikasi Microsoft Power Point berfungsi untuk membantu user dalam menyajikan presentasi.
Aplikasi Power Point menyediakan fasilitas slide untuk menampung pokok-pokok pembicaraan yang akan disampaikan pada peserta didik. Dengan fasilitas animasi, suatu slide dapat dimodifikasi dengan menarik. Begitu juga dengan adanya fasilitas : front picture, sound dan effect dapat dipakai untuk membuat suatu slide yang bagus. Bila produk slide ini disajikan, maka para pendengar dapat ditarik perhatiannya untuk menerima apa yang kita sampaikan kepada peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN POWERPOINT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SDN X. 

B. Identifikasi Masalah
Dalam pembelajaran IPA tidak cukup hanya menggunakan alat peraga biasa seperti yang dilakukan guru sewaktu pembelajaran di kelas, hendaknya guru juga menggunakan alat atau benda seperti aslinya sehingga terkadang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu penelitian guna mengetahui sejauh mana pemanfaatan media di dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 
Dalam kegiatan belajar mengajar guru, masih kurang maksimal dalam menggunakan media pembelajaran salah satunya adalah penggunaan multimedia, yaitu media pembelajaran Power point saat kegiatan pembelajaran. 

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. Apakah penggunaan media pembelajaran power point berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN X ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Power Point Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri X.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil antara lain : 
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pembelajaran IPA khususnya penggunaan media power point.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah
Dengan adanya penelitian ini, memberikan masukan dalam pergeseran praktik pembelajaran konvensional menuju pembelajaran berbasis teknologi informasi dalam komunikasi dengan menggunakan multimedia pada pembelajaran IPA.
b. Bagi guru
Membuka cakrawala berfikir guru-guru dalam usaha meningkatkan kemampuan anak didik dalam penguasaan materi pelajaran dengan menggunakan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi sehingga pembelajaran mata pelajaran IPA tidak ketinggalan zaman.
c. Bagi siswa
Siswa diharapkan semakin menyukai mata pelajaran IPA, sehingga hasil belajar siswa semakin baik.

SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V

(KODE : PENDPGSD-0003) : SKRIPSI HUBUNGAN DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS V



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan diantaranya bidang pendidikan. Untuk menghadapinya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Berbicara mengenai mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar dimana aktivitas belajar siswa menunjukkan indikator lebih baik. Untuk mencapai pokok materi belajar siswa yang optimal tidak lepas dari kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Menumbuhkan motivasi belajar pada siswa di saat pembelajaran tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pendidik, orang tua, dan siswa. Sehingga siswa memegang peranan dalam mencapai disiplin belajar. Sebab itulah sebagai pendidik haruslah dapat menumbuhkan motivasi siswanya agar siswa juga memiliki rasa disiplin dalam belajarnya sehingga hasil belajar juga akan meningkat.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar karena penyelenggaraan pendidikan bukan suatu yang sederhana tetapi bersifat kompleks. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan baik faktor dari peserta didik maupun dari pihak sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari diri peserta didik yaitu disiplin belajar yang rendah. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan salah satunya yaitu dengan meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Agar proses belajar mengajar lancar maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib dengan penuh rasa disiplin yang tinggi. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan atau keterikatan terhadap sesuatu peraturan tata tertib.
Di samping itu pendidikan anak dalam keluarga sering kali berlangsung secara tidak sengaja, dalam arti tidak direncanakan atau dirancang secara khusus guna mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan metode-metode tertentu seperti dalam pendidikan di sekolah. Pendidikan dalam keluarga sering kali dilaksanakan secara terpadu dengan pelaksanaan tugas atau kewajiban orang tua terhadap anak. 
Orang tua memegang peranan untuk menimbulkan motivasi belajar dalam diri siswa. Karena keberhasilan siswa dalam meningkatkan motivasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar di sekolah saja, tetapi juga perlu didukung dengan kondisi dan perlakuan orang tua (pola asuh di rumah) yang dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik. Dari pengertian tersebut tampak jelas bahwa disiplin merupakan sikap moral seseorang yang tidak secara otomatis ada pada dirinya sejak ia lahir, melainkan dibentuk oleh lingkungannya melalui pola asuh serta perlakuan orang tua, guru, serta masyarakat. Individu yang memiliki sikap disiplin akan mampu mengarahkan diri dan mengendalikan perilakunya sehingga akan menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban terhadap peran-peran yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD X, masih banyak siswa yang kurang disiplin terhadap peraturan sekolah yang tidak boleh datang terlambat atau membuat gaduh kelas saat pelajaran berlangsung. Saat upacara hari Senin masih ada saja yang terlambat dan lupa tidak membawa perlengkapan upacara. Lupa tidak mengerjakan tugas, lupa tidak membawa buku pelajaran dan masih banyak lagi. Hal seperti itu merupakan tugas guru dan orang tua untuk memperbaiki disiplin anak. Selain disiplin, anak sering kurang berminat terhadap belajar.
Berdasarkan berita di media cetak Kompas, di daerah Jogjakarta terjaring 14 pelajar yang membolos dari sekolah. Para siswa membolos ke tempat hiburan dan obyek wisata seperti area permainan playstation dan swalayan. Dengan berita itu membuktikan bahwa ketertarikan mereka terhadap belajar itu kurang. Melihat banyak siswa yang membolos saat pelajaran itu merupakan tugas guru untuk memperbaiki metode saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, agar siswa tidak bosan dan termotivasi untuk belajar. Sebagai orang tua juga harus memantau bagaimana perilaku anaknya saat di sekolah ataupun di rumah. Dan orang tua juga harus bisa memotivasi anaknya agar semangat dalam belajarnya.
Sikap disiplin dan motivasi belajar yang tinggi penting dimiliki oleh setiap siswa karena dengan disiplin dan motivasi belajar yang tinggi akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur. Siswa yang menyadari bahwa belajar tanpa adanya suatu paksaan, siswa menunjukkan perilaku yang memiliki kecenderungan disiplin yang tinggi dalam dirinya disamping itu juga akan timbul suatu motivasi dalam diri siswa. Mereka menyadari bahwa dengan disiplin belajar dan juga adanya motivasi belajar dalam dirinya akan mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini terjadi karena dengan disiplin rasa segan, rasa malas, dan rasa membolos akan teratasi. 
Siswa memerlukan disiplin belajar dan adanya motivasi dalam belajar supaya dapat mengkondisikan diri untuk belajar sesuai dengan harapan-harapan yang terbentuk dari masyarakat. Siswa dengan disiplin belajar dan adanya motivasi yang tinggi akan cenderung lebih mampu memperoleh hasil belajar yang baik dibanding dengan siswa yang disiplin belajar dan kurangnya motivasi belajarnya rendah. Khususnya dalam mendalami pelajaran IPA, karena materi yang harus dipelajari cukup banyak dan IPA mencangkup beberapa pokok bahasan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dibutuhkan disiplin serta motivasi yang tinggi dari dalam diri siswa.
Siswa yang disiplin dalam belajar dan juga adanya motivasi belajar senantiasa bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas, siswa datang ke sekolah tepat waktu dan selalu mentaati tata tertib sekolah, apabila berada di rumah siswa belajar secara teratur dan terarah. Upaya untuk mengetahui tingginya tingkat disiplin belajar dan motivasi belajar siswa, peneliti mencoba untuk melaksanakan penelitian. Judul penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu "HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Apakah ada hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Apakah ada hubungan signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
2. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.
3. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri X.
4. Untuk membuktikan terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara disiplin belajar dan motivasi belajar dengan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 
1. Manfaat Akademik
Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan baru bagi peneliti khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara disiplin belajar dan motivasi belajar siswa dengan hasil belajar.
2. Manfaat Praktis
Memberi masukan kepada siswa akan pentingnya disiplin belajar dan motivasi belajar, bagi pihak sekolah akan pentingnya peraturan yang mengatur kedisiplinan siswa, dan bagi pihak orang tua untuk mendorong siswa untuk mempunyai motivasi belajar yang baik dan berdisiplin dalam belajar.