Search This Blog

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

(Kode KEBIDANN-0020) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan reproduksi tersebut muncul dan terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta tanggung jawab yang rendah. Akses untuk mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai alat-alat dan fungsi reproduksi juga tidak mudah didapatkan (Bambang, 2005).
Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melampaui beberapa tahap diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas, reproduksi, menopause/klimakterium, pasca menopause dan senium/lansia (Manuaba, 2002). Satu hal yang paling terlihat dan pasti terjadi pada wanita dewasa pada masa penuaan adalah terjadinya menopause atau berhentinya menstruasi (Kuntjoro, 2002). Proses menuju menopause terjadi ketika fungsi indung telur mulai mengalami penurunan dalam memproduksi hormon. Pada saat mulai terjadi penurunan fungsi ini gejala-gejala menopause mungkin mulai terasa meskipun menstruasi tetap datang. Saat itu mulai nampak ada perubahan pada ketidakteraturan siklus haid.
Gejala-gejala lain yang menandai datangnya masa menopause atau sindroma menopause seperti hot flushes (semburan panas dari dada hingga wajah), night sweat (keringatan di malam hari), fatigue (mudah capek), kekeringan vagina, penurunan libido, dispareunia (rasa sakit ketika berhubungan sexual), perubahan pada kulit, kegemukan badan bahkan osteoporosis (keropos tulang) pada jangka panjang (Kuntjoro, 2002).
Menurut Menkes Dr. dr. Siti Fadillah Supari, Sp.JP (K), berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia diatas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta orang atau 7,6% dari total penduduk, sedangkan tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,3 juta atau 11,5% dari total penduduk. Jawa Tengah yang jumlah penduduknya mencapai 35 juta, sekitar 60% nya adalah perempuan artinya jumlah wanita menopause di Jawa Tengah sekitar 1,5 juta orang (Supari, F, S, 2005).
Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa jumlah wanita usia 40- 60 tahun di Desa Banjarsari Kulon mencapai 385 orang (23,66%) dari jumlah penduduk wanita yang berjumlah 1.627 orang. Dari usia tersebut wanita usia 40-48 tahun berjumlah 136 orang (8,35%). Diketahui juga bahwa belum terdapat program kesehatan yang terkait dengan menopause. Program kesehatan yang ada masih terbatas pada pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan KB. Dari hasil wawancara terhadap beberapa wanita premenopause diketahui bahwa mereka masih belum mengetahui tentang menopause dan gejala-gejala yang menyertainya sehingga mereka tidak mengetahui penyebab dari keluhan-keluhan yang mereka alami. Untuk itu sangat penting dilakukan suatu usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi masa menopause melalui program kesehatan reproduksi.
Menopause memang sangat berhubungan dengan terjadinya osteoporosis. Pada perempuan yang sudah menopause terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Perubahan hormon ini menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium secara drastis, sehingga penyerapan kalsium menjadi tidak efisien (Anonim, 2002). Osteoporosis menjadi salah satu ancaman bagi wanita menopause. Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang). Tingginya angka resiko osteoporosis tersebut, dikatakan Menkes Siti Fadillah Supari dalam acara pencanangan Bulan Osteoporosis Nasional dan Tulang Kuat di Jakarta, Kamis 22 September 2005, salah satu penyebabnya yaitu meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 2005, angka harapan hidup masyarakat Indonesia mencapai 67,68 tahun. Faktor lain yang tak kalah penting adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencegah datangnya penyakit itu sendiri. Hal itu ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per hari (Supari, S,F, 2005).
Selain beberapa faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause juga sangat berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama pengetahuan mengenai osteoporosis dan asupan kalsium untuk mencegahnya di masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah mengurangi kecemasan dan mampu melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium (Mustopo, 2005).
Guna mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan wanita premenopause dengan asupan kalsium, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause di Desa X “.

B. Rumusan Masalah
“Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause di Desa X” ?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause di Desa X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan wanita tentang osteoporosis dan asupan kalsium.
b. Mengidentifikasi pengetahuan wanita tentang hubungan antara osteoporosis dengan asupan kalsium.
c. Mengidentifikasi sumber bahan makanan yang sering dikonsumsi sebagai sumber kalsium.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause.
2. Aspek Aplikatif
a. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama osteoporosis dan asupan kalsium pada masa premenopause.
b. Diharapkan dapat memberikan masukkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten X dalam membuat kebijakan tentang pentingnya pencegahan osteoporosis dan asupan kalsium pada masa premenopause, serta memberi informasi mengenai faktor-faktor yang harus dihindari dan yang harus diperhatikan.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

(Kode KEBIDANN-0019) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Masa Trotzalter Terhadap Status Gizi Balita Di Posyandu X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi masih merupakan masalah serius di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2004, prevalensi status kekurangan gizi relatif tinggi yakni 28,47%. Angka ini akan cenderung meningkat pada tahun 2005-2006. Masalah gizi ini terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota yang beriringan dengan angka kemiskinan, namun masalah gizi sendiri sebenarnya merupakan masalah yang kompleks karena berhubungan dengan berbagai aspek termasuk sosial budaya dan stabilitas negara (Nency dan Arifin, 2003).
Pertumbuhan anak sangat berkaitan dengan nutrisi yang dikonsumsi. Kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari menentukan status gizi anak. Status gizi yang baik mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang baik pula, sebaliknya status gizi yang buruk memudahkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu makan bukan hanya kebutuhan fisik utama semata namun juga diperlukan sebagai faktor penunjang pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan itu merupakan langkah awal bagi perkembangan (Soetjiningsih, 1998).
Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2004).
Kekurangan gizi berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Efek malnutrisi sangat buruk jika terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali (irreversibel). Dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak menjadi vital karena otak adalah salah satu organ yang penting bagi anak untuk menjadi manusia yang berkualitas (Nency dan Arifin, 2003).
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dan ikut berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak, namun peran utama terletak pada ibu sebagai orang yang mutlak berinteraksi dengan anak (Soetjiningsih, 1998). Pada penentuan status gizi anak tentunya ibu pula yang mempunyai proporsi besar, sehingga bekal pengetahuan dan keterampilan maupun waktu yang cukup bersama anak seharusnya dimiliki oleh seorang ibu (Khomsan, 2003).
Periode kritis pada anak balita dikenal dengan masa trotzalter yang dialami anak usia 2-4 tahun. Masa ini terjadi setelah anak mengalami ketergantungan (dependensi) yang mutlak pada ibunya. Timbulnya kecenderungan untuk menentang dan memberontak maupun ingin melakukan segala kemauannya pada masa ini merupakan transisi untuk melepaskan diri dari pengaruh luar. Apabila masa kritis ini tidak disikapi dengan bijaksana oleh orang tua dapat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu dalam pengasuhannya menuntut kesabaran dan kebijaksanaan orang tua, terutama ibu (Kartono, 1995).
Sifat anak pada masa trotzalter mengarah pada ketidakstabilan emosi sehingga seringkali orang tua mangalami kesulitan mengendalikan anak dalam segala hal termasuk makan. Makan dapat menjadi masalah yang serius jika anak cenderung memilih makanan sesuai kemauannya tanpa memperhatikan nilai gizi maupun frekuensi makannya. Masalah dalam makan muncul karena anak cenderung tidak mau diatur oleh siapa pun. Keadaan berbeda dijumpai pada kelompok umur lain pada balita. Pada anak kurang dari 2 tahun sifat ketergantungan mutlak pada ibu sangat nampak. Sifat tersebut memudahkan orang tua dalam mengatur dan mengontrol anak sehingga memudahkan pemenuhan gizinya disamping pada usia ini anak masih menyusu ibu (Sediaoetama, 2004). Demikian pula pada anak umur 4 tahun ke atas akan lebih mudah pengasuhannya karena sifat egois dan meledak-ledak yang semula mendominasi sudah mulai berangsur menghilang (Kartono,1995).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten X pada bulan Mei XXXX, wilayah kerja Puskesmas X menduduki peringkat terendah untuk prevalensi kurang gizi dari 21 puskesmas yang ada yaitu sebesar 4%, sedangkan untuk wilayah Puskesmas X yang menduduki peringkat balita kurang gizi terbanyak adalah Desa X yaitu 7,57%. Adapun Posyandu X adalah salah satu Posyandu yang memiliki jumlah balita terbanyak yaitu 88 anak balita di desa tersebut.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita. Penelitian ini akan dilakukan di Posyandu X Desa X Wilayah Kerja Puskesmas X Kabupaten X, Propinsi X.

B. Rumusan Masalah
“Apakah ada pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh masa trotzalter terhadap status gizi balita.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perbedaan status gizi balita masa trotzalter dan non trotzalter
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh masa trotzalter terhadap gizi balita.
2. Aspek Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

(Kode KEBIDANN-0018) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2002).
Akan tetapi masih banyak masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah anemia. Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan zat besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Diperkirakan 20% sampai 80% anak di Indonesia menderita anemia gizi besi.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 2001 prevalensi anemia pada remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 3,5 juta remaja dan WUS menderita anemia gizi besi (Sutaryo dalam Republika, 2006).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X.

B. Rumusan Masalah
Seberapa besar pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar prosentase motivasi belajar siswa kelas 1 yang mengalami anemia di SMP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi institusi sekolah agar dapat lebih memperhatikan siswanya yang menderita anemia.
b. Sebagai masukan bagi orang tua agar dapat lebih memperhatikan kesehatan anaknya.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Desa X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Desa X

(Kode KEBIDANN-0017) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indikator dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat diantaranya adalah Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Hal ini disebabkan karena ibu dan bayi merupakan kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Dalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup (tahun 1997) menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Hasil SKRT 2001 (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare), proporsi kematian karena tetanus neonatorum yaitu 9,5% (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan hasil laporan bulanan kesehatan ibu dan anak (LB3–KIA) di kabupaten X, selama tahun XXXX jumlah kasus kematian maupun kesakitan akibat tetanus neonatorum yaitu 5 kasus, sedangkan pada periode Januari hingga Desember XXXX ada 1 kasus. Dilihat dari hasil laporan Imunisasi periode Januari sampai dengan Oktober XXXX, Puskesmas X cakupan Imunisasi TT1 sebesar 17,83%, TT2 sebesar 83,09%, TT3 sebesar 7,13%, TT4 sebesar 0%, TT5 sebesar 0% dengan sasaran WUS (Wanita Usia Subur) 3365 jiwa, maka cakupan Puskesmas X masih rendah (Subdin P2P Dinkes X, XXXX).
Penyakit Tetanus adalah penyakit menular yang tidak ditularkan dari manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya adalah sejenis kuman yang dinamakan Clostridium Tetani, kuman ini terutama spora atau bijinya banyak berada di lingkungan. Basilus Clostridium Tetani, tersebar luas di tanah dalam bentuk spora, binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour atau persinggahan sementara. Kuman tetanus dalam kehidupannya tidak memerlukan/kurang oksigen (anaerob). Tetanus timbul akibat masuknya spora Clostridium Tetani masuk lewat pertahanan alamiah tubuh, seperti kulit, mukosa, sebagian besar lewat luka tusuk, luka bakar kotor, patah tulang terbuka dan tali pusat (Achmadi. U.F, XXXX). Meskipun Tetanus Neonatorum terbukti sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian neonatal, sesungguhnya dapat dicegah, pencegahan yang dilakukan diantaranya adalah pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) serta perawatan tali pusat yang memenuhi syarat kesehatan. Imunisasi TT seharusnya diperoleh wanita usia subur sebanyak 5 kali, kenyataannya masih belum optimal, hal ini dipengaruhi faktor perilaku (Behavior Clauses) manusia dari tingkat kesehatan, ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi orang/masyarakat yang bersangkutan disamping lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas, (sarana-sarana kesehatan) sikap dan perilaku para petugas kesehatan (Notoadmodjo, S. 2003).
Dengan adanya kejadian kasus TN (Tetanus Neonatorum), tahun XXXX sebanyak 5 kasus dan tahun XXXX sebanyak 1 kasus di kabupaten X, khususnya di desa (daerah pedesaan), merupakan masalah yang sangat kompleks. Data sensus penduduk kabupaten X tahun 2000, rata-rata pendidikan sangat rendah yaitu 354.208 jiwa tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 198.458 jiwa (BPS dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten X, XXXX), sehingga informasi tentang Imunisasi Tetanus Toksoid sangat terbatas.
Oleh karena itu dengan adanya kasus Tetanus Neonatorum (TN) di kabupaten X, serta cakupan Imunisasi di Puskesmas X periode Januari sampai dengan Oktober XXXX yang rendah, maka penulis ingin meneliti mengenai hubungan pengetahuan tentang Imunisasi TT dengan status Imunisasi TT di daerah Puskesmas X, sebagai sampel WUS (Wanita Usia Subur) di desa X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan data dan latar belakang dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur di desa X Puskesmas X Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang pengertian imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
b. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang jadwal pemberian dan masa perlindungan Imunisasi TT.
c. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang manfaat imunisasi TT.
d. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang reaksi Imunisasi TT dan efek samping.
e. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang indikasi kontra Imunisasi TT.
f. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang penyakit Tetanus.
g. Dapat mengidentifikasi status Imunisasi TT pada WUS.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Sebagai dasar sebagai peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai Wanita Usia Subur (WUS) terhadap status Imunisasi TT (Tetanus Toksoid).
2. Aspek Aplikatif
a. Bagi Petugas Kesehatan
Dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil cakupan Imunisasi TT WUS sampai status TT5, menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Tetanus Neonatorum, dan meningkatkan ketrampilan, pengetahuan tentang Imunisasi TT.
b. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang imunisasi TT, sehingga masyarakat, khususnya Wanita Usia Subur (WUS) mendapat pelayanan Imunisasi TT secara lengkap (TT5).
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

(Kode KEBIDANN-0016) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan modal utama pembangunan. Pembangunan yang berhasil membutuhkan manusia yang berkualitas, yang memungkinkan pembangunan dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab menuju pada keberhasilan pembangunan.
Salah satu aspek kepribadian yang penting adalah harga diri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu sikap optimis, kemampuan mengendalikan hal-hal yang terjadi akan dirinya, mempunyai pandangan yang positif, dan mempunyai penerimaan terhadap diri sendiri. Hal ini akan membuat seseorang mampu melanjutkan kehidupannya meskipun dia menghadapi kejadian-kejadian buruk dan masa lalunya yang buruk (Robinson & Shaver, 1990).
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan mempunyai pikiranpikiran positif, dan orang yang mempunyai harga diri rendah biasanya mempunyai pikiran negatif tentang upaya dan masa depannya. Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan sedikit mengalami kecemasan, mau menerima banyak resiko dan mau meningkatkan usaha mereka untuk meraih sukses (Antony & Miles, 1996). Disamping itu seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan lebih termotivasi untuk menambah kemampuan mereka, sedangkan yang harga dirinya rendah akan termotivasi untuk melindungi diri mereka dari kegagalan dan kekecewaan (Baumuster & Huthon, 1994).
Masa remaja adalah masa persiapan dalam memasuki dunia kedewasaan. Pada masa ini seorang remaja akan mengalami perubahan fisik, sexual, psikologis maupun perubahan sosial. Hal ini terjadi pada umur 12-21 tahun. Perubahan itu kemudian menyebabkan remaja berusaha mencapai kematangan dan mencoba menggunakan kesempatan seluas-luasnya bagi pertumbuhan kepribadiannya sendiri (Hurlock, 2002).
Masa remaja menuntut pemenuhan kebutuhan harga diri, kasih sayang, dan rasa aman. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi akan menyebabkan gangguan kepribadian. Pemenuhan kebutuhan merupakan pembangunan seutuhnya, pembangunan lahir batin, dan yang paling penting adalah kebutuhan harga diri (Coopersmith, 1995).
Harga diri merupakan aspek kepribadian yang pada dasarnya dapat berkembang. Kurangnya harga diri pada remaja dapat mengakibatkan masalah akademik, olah raga, dan penampilan sosial. Selain itu dapat juga menimbulkan gangguan pada proses pikir dalam konsentrasi belajar, dan berinteraksi dengan orang lain, terutama yang masih mengikuti pendidikan sehingga berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar (Elliot & Littlefield, 2000).
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk (Ngalim. P, 2004).
Proses belajar akan berhasil bila seseorang mampu memusatkan perhatian pada pelajaran, tetapi apabila pada dirinya terdapat masalah kejiwaan, seperti kecewa, malu, sedih, dan kurang percaya diri maka dengan sendirinya akan mempengaruhi prestasi belajar (Warsiki, 1993).
Prestasi belajar merupakan penampakan dari hasil belajar. Prestasi belajar dapat diukur dengan evaluasi belajar, antara lain tes sumatif yang dapat menentukan indeks prestasi (Winkel, 2005).
Mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X tahun 2007 ada 63 mahasiswa. Hasil evaluasi mahasiswa semester III Indek Prestasi (IP) antara 3,51-4,00 (1,59%), indek prestasi antara 2,75-3,50 (36,51%), indek prestasi antara 2,00-2,74 (61,90%). Berdasarkan hasil yang didapat maka prestasi yang dicapai mahasiswa masih tergolong rendah. Adapun hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa dosen di Akademi Kebidanan X menyatakan bahwa sebagian besar keaktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar cukup baik, walaupun ada beberapa mahasiswa yang kurang dan tidak aktif.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti ”Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X?”.

B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Akademi Kebidanan X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Semester III Akbid X.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Mengetahui bahwa harga diri yang baik akan diikuti dengan peningkatan prestasi belajar.
2. Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan pada dunia pendidikan dan orang tua akan pentingnya harga diri terhadap pencapaian hasil belajar.
b. Memberi masukan pada remaja mengenai hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

(Kode KEBIDANN-0015) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Deskripsi kecerdasan emosional sudah ada sejak dikenalnya perilaku manusia. Didalam berbagai kitab suci, didalam filsafat Yunani, karya-karya Shakespeare, Thomas Jeffernon dan di dalam psikologi modern, aspek emosi sebagai bagian dari pemikiran sudah didiskusikan sebagai elemen fundamental dalam sifat dasar manusia. Mereka yang mengasah kecerdasan emosionalnya memiliki kemampuan unik untuk berkembang disaat sebagian lain terlalu sibuk menggelepar. Kecerdasan emosional merupakan “sesuatu” yang ada dalam diri setiap kita yang sedikit sulit diraba.
Awal tahun 1918, sebuah gerakan muncul untuk mencari sebuah cara mengukur kecerdasan intelektual (IQ). Ilmuwan-ilmuwan awal pada masa itu mengeksplorasi IQ sebagai metode cepat untuk memisahkan pelaku yang memiliki kualitas rata-rata dengan pelaku yang istimewa. Ada banyak orang yang demikian cerdas namun dibatasi oleh kemampuan mereka dalam mengelola perilaku dan hubungan sosial mereka. Barulah pada awal tahun 1980-an muncul istilah kecerdasan emosional (EQ). (Travis Bradberry & Jead Breaves, 2007: 54)
Memasuki abad 21, legenda IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan manusia, digugurkan oleh munculnya konsep Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient). Kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari anggapan yang dianut selama ini. Kecerdasan bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat dimensi tunggal semata, yang hanya bisa diukur dari satu sisi dimensi saja (dimensi IQ). Kesuksesan manusia dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ. Menurut hasil penelitian, setidaknya 75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya (EQ) dan hanya 4% ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya (IQ). (www.cakrawala.com)
Konsep kecerdasan emosional menjelaskan mengapa dua orang dengan tingkat IQ yang sama bisa saja memiliki tingkat keberhasilan hidup yang berbeda. Kecerdasan emosional merujuk pada elemen fundamental dalam perilaku manusia yang berbeda dengan intelektualitas.
Kecerdasan inteligensi (IQ), kepribadian dan kecerdasan emosional (EQ) adalah tiga buah kualitas berbeda yang dimiliki semua orang. Perpaduan dari kualitas-kualitas tersebut akan menentukan bagaimana kita akan berfikir dan bertindak. Mustahil bagi kita untuk menentukan sebuah kualitas berdasarkan kualitas yang lain. Seseorang bisa saja cerdas secara intelektual namun tidak secara emosional, dan semua orang dengan segala bentuk kepribadian sama-sama bisa memiliki skor EQ dan atau IQ yang tinggi. Ketiga kualitas tersebut, hanya kecerdasan emosional yang merupakan kualitas yang fleksibel dan bisa berubah. (Travis Bradberry & Jead Breaves, 2007: 56)
Menggunakan ungkapan Howard Gardner, kecerdasan emosional terdiri dari kecakapan, diantaranya intrapersonal intelligence merupakan kecakapan mengenai perasaan kita sendiri yang terdiri dari :
1. Kesadaran diri, meliputi : keadaan emosi diri, penilaian pribadi dan percaya diri
2. Pengaturan diri, meliputi : pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada adaptif dan inovatif
3. Motivasi, meliputi :dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimis.
Motivasi membentuk cara pandang manusia terhadap dunia. Seseorang cenderung memberikan perhatian secara selektif, maka yang dianggap penting olehnya otomatis menjadi yang paling dia cermati. Seseorang yang termotivasi untuk berhasil lebih jeli menemukan cara-cara untuk bekerja lebih baik, untuk berusaha, untuk membuat inovasi atau menemukan keunggulan kompetitif. (Daniel Goleman, 2005: 178)
Berdasarkan keterkaitan kedua hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV Kebidanan Universitas X?”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecerdasan emosional pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
b. Mengidentifikasi motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.
c. Menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa D IV kebidanan Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teirotis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan lebih lanjut dan manfaat praktis dalam rangka memecahkan masalah aktual.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pemahaman serta pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kecerdasan emosional dan motivasi belajar.
b. Mendukung teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
c. Salah satu sumber bagi penelitian berikutnya.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

(Kode KEBIDANN-0014) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Haid Pada Mahasiswi D IV Kebidanan Di Universitas X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Fisiologi alat reproduksi wanita merupakan sistem yang komplek sebagai pertanda kematangan alat reproduksi wanita dapat dilihat sudah teraturnya menstruasi atau haid. Dengan interval 28 sampai 30 hari yang berlangsung lebih kurang 2 sampai 3 hari disertai dengan ovulasi. Sejak saat ini wanita memasuki masa reproduksi aktif sampai memasuki atau mencapai mati haid (Manuaba, 1998). Pada masing-masing wanita mempunyai variasi dalam siklus haidnya, yang masih dalam batas normal (Prawiroharjo, 2006).
Untuk kejadian menstruasi dipengaruhi beberapa faktor yang mempunyai sistem saraf pusat dengan panca indranya, sistem hormonal, perubahan pada ovarium dan uterus, serta rangsangan estrogen dan progesterone pada pancaindra langsung pada hipotelamus dan melalui perubahan emosi.
Semakin dewasa umur wanita semakin besar pengaruh rangsangan dan emosi terhadap hipotalamus. Kecemasan sebagai rangsangan melalui system saraf diteruskan ke susunan saraf pusat yaitu bagian otak yang disebut limbic system melalui transmisi saraf. Selanjutnya melalui saraf outonom (simpatis/parasimpatis) akan diteruskan kekelanjar-kelenjar hormonal (endokrin) sehingga mengeluarkan sekret (cairan) Neurohormonal menuju hifofisis melalui system prontal guna mengeluarkan gonodotropin dalam bentuk FSH (Follikel Stimulazing Hormone) dan LH (Leutinizing Hormone) untuk selanjutnya mempengaruhi terjadinya proses menstruasi atau haid (Manuaba, 1998).
Produksi kedua hormon ini adalah dibawah pengaruh RH (Realizing Hormone) yang disalurkan dari hipotalamus ke hifofisis. Pengeluaran RH sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik ekstrogen terhadap Hipotalamus juga pengaruh dari luar seperti, cahaya, bau-bauan dan hal-hal psikologik. Bila penyaluran normal berjalan baik maka produksi gondotropin akan baik pula (Prawiroharjo, 2005).
Adanya gangguan kejiwaan berupa kecemasan, syok emosional, dapat menimbulkan perubahan siklus haid. Biasanya bersifat sementara dan menghilang jika penyebabnya sudah tidak ada lagi (Prawiroharjo, 2005). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik normal atau abnormal mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1, dan diperkirakan antara 2%-4% diantara penduduk suatu saat dalam kehidupan pernah mengalami gangguan cemas (Dadang Hawari, 2006).
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, penulis ingin mengetahui hubungan antara gangguan kejiwaan berupa kecemasan dapat mempengaruhi siklus haid atau menstruasi.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dalam penelitian ini perumusan masalah yang dirumuskan adalah : Adakah hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid atau menstruasi pada mahasiswi D-IV Kebidanan Universitas X ?

C. Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid pada mahasiswi D IV Kebidanan Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Dapat memberikan informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada bidang ilmu kebidanan.
2. Manfaat Praktis
Dengan diketahuinya ada tidaknya hubungan antara tingkat kecemasan dan siklus menstruasi atau haid dapat digunakan :
a. Perlu tidaknya intervensi psikiatrik pada mahasiswi dengan gangguan siklus haid.
b. Bagi terapis untuk menangani penderita yang mengalami gangguan siklus menstruasi atau haid dengan memandang penderita secara holistik.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

(Kode KEBIDANN-0013) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Dengan Pemberian Kolostrum Di RS X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
ASI (Air Susu Ibu) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat- zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi. Kualitas zat gizinya juga terbaik karena mudah diserap dan dicerna oleh usus bayi. (Widjaja,2004). Sehingga penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam “Pelestarian Penggunaan ASI”, yang perlu ditingkatkan adalah pemberian asi eksklusif, yaitu pemberian ASI segera setelah bayi lahir sampai umur 6 bulan dan memberikan Kolostrum pada bayi. (Rahayu,1998)
Komposisi ASI paling sesuai untuk pertumbuhan bayi dan juga mengandung zat pelindung dengan kandungan terbanyak pada Kolostrum. Kolostrum adalah ASI berwarna kekuningan yang keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-ketujuh. (Utami, 2001)
Kolostrum sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir, karena kolostrum lebih banyak mengandung antibodi dibanding dengan ASI yang matur, serta dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan. Kadar kandungan karbohidrat dan lemak lebih rendah dibandingkan dengan ASI matur. Sedangkan Mineral, terutama Natrium, Kalium dan Klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur. Serta lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI yang matur. (Soetjiningsih,1997)
Penelitian disuatu negara berkembang yang dipublikasikan di Pediatrics 30 Maret 2006, menunjukkan bahwa bila bayi dibiarkan menyusu sendiri dalam usia 30-60 menit, tidak saja akan mempermudah keberhasilan menyusui tetapi juga akan dapat menurunkan 22% angka kematian bayi dibawah 28 hari. (Suecox, 2006).
Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (Susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian Kolostrum 62,6%. (Rahayu, 1998).
Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang mempengaruhi awal pemberian Kolostrum yaitu petugas kesehatan, psikologi ibu yaitu kepribadian dan pengalaman ibu, sosio-budaya, tata laksana rumah sakit, kesehatan ibu dan anak, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, lingkungan keluarga, peraturan pemasaran pengganti ASI dan jumlah anak. (Dwi Hapsari, 2000) Faktor-faktor tersebut diteliti dalam data SDKI 1997 yang melaporkan bahwa hanya 8,3% yang disusui dalam satu jam pertama setelah lahir dari 52,7% yang disusui dalam 24 jam pertama. (Dwi Hapsari, 2000)
Pada ilmu pengetahuan terkini mengenai menyusui menunjukkan bahwa sangatlah penting bagi semua bayi manusia untuk mendapatkan Kolostrum dari ibunya. Dalam 48 jam pertama kehidupan bayi-bayi manusia tidak membutuhkan air susu terlalu banyak, hanya setengah sendok teh Kolostrum saat pertama menyusui dan 1-2 sendok teh di hari kedua. Kolostrum melapisi saluran pencernaan bayi dan menghentikan masuknya bakteri kedalam darah yang menimbulkan infeksi pada bayi. (Suecox, 2006)
Setelah di lakukan survey pendahuluan di RS X, bahwa 5 orang (16%) dari 30 orang ibu yang melahirkan di RS X masih terdapat ibu menyusui yang tidak memberikan ASI pertama (kolostrum) diawal setelah melahirkan dengan alasan tertentu, misalnya karena larangan orang tua, asi pertama kotor, dll. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengetahuan ibu menyusui yang kurang tentang ASI.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diadakan penelitian mengenai adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di Rumah Sakit X Kabupaten X Provinsi Jawa X.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI di RS X.
b) Mengetahui angka pemberian Kolostrum oleh ibu menyusui di RS X.
c) Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ASI dengan pemberian Kolostrum di RS X.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Aspek Teoritis
Memberi informasi mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian Kolostrum RS X.
2. Aspek Aplikatif
a. Memberi informasi bagi ibu menyusui di RS X mengenai manfaat, kandungan, jenis dan pentingnya Kolostrum sehingga ibu dapat memberikan Kolostrum pada bayinya.
b. Memberi masukan bagi RS X dalam membuat kebijakan tentang ASI dalam pemberian Kolostrum.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pilihan Ibu Menjadi Akseptor KB Suntik Di BPS X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pilihan Ibu Menjadi Akseptor KB Suntik Di BPS X

(Kode KEBIDANN-0012) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pilihan Ibu Menjadi Akseptor KB Suntik Di BPS X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintah terus menekan laju pertambahan penduduk yang semakin hari semakin meningkat. Program Keluarga Berencana (KB) dinilai merupakan investasi yang banyak menghabiskan anggaran sehingga sedikit sekali pemerintah kabupaten atau pemerintah kota yang memprioritaskan program tersebut. Saat ini pertumbuhan penduduk Indonesia 1,6 persen per tahun. Suatu pertumbuhan yang cukup mengkhawatirkan, karena dari pertumbuhan ini masih dihasilkan sekitar 3-4 juta jiwa manusia baru di Indonesia per tahun (BKKBN, XXXX)

Jumlah penduduk Indonesia adalah nomor 5 terbesar di dunia, pertambahan penduduk dapat menimbulkan masalah antara lain masalah sosial ekonomi, kesehatan, pendidikan, pangan, bahan makanan, perumahan dan sanitasi lingkungan hidup, kesempatan kerja maupun pengangguran. Pada saat ini keluarga berencana bukan lagi suatu program atau gagasan, tetapi merupakan falsafah hidup masyarakat (Rustam, 1998).
Menurut Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) 5.772.970 dari jumlah total PUS 4.460.782 (77,27%) merupakan peserta KB aktif sedangkan PUS bukan peserta KB 1.312.188 (22,73%). Alat kontrasepsi yang paling banyak diminati akseptor KB adalah KB suntik (BKKBN, 2004). Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik, adapun tempatnya dibatasi hanya di Bidan Praktek Swasta (BPS) X X. Judul ini ditunjang dengan data selama tahun XXXX-XXXX di BPS tersebut ada 113 akseptor KB baru dimana 7% memakai pil, 3% memakai IUD, 90% memakai KB suntik. Menurut L.Green (1980) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor enambling, faktor reinforcing dimana dalam penelitian kali ini peneliti hanya meneliti faktor pendidikan, pekerjaan, peran suami, jumlah anak, motivasi bidan, dan pengetahuan ibu tentang kontrasepsi metode suntik saja (Notoatmodjo, Soekidjo, 2003).

B. Rumusan Masalah
Apakah faktor pendidikan, faktor pekerjaan, faktor peran suami, faktor pengetahuan, faktor jumlah anak, faktor motivasi bidan berhubungan dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik di BPS X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran secara umum faktor-faktor yang berhubungan dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik di BPS X.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.
b) Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.
c) Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.
d) Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.
e) Mengetahui hubungan antara peran suami dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.
f) Mengetahui hubungan antara motivasi bidan dengan pilihan ibu menjadi akseptor KB suntik.

D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi pelayanan kesehatan agar penelitian ini menjadi acuan bagi tenaga kesehatan untuk melestarikan akseptor KB suntik.
2. Bagi peneliti sebagai pengalaman mengenai cara dan proses berpikir ilmiah, khususnya mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan .
3. Bagi masyarakat agar lebih menyadari manfaat penggunaan KB sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Satu Dan Dua SMP X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Satu Dan Dua SMP X

(Kode KEBIDANN-0011) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Satu Dan Dua SMP X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang semakin pesat memacu perkembangan dunia ke arah globalisasi yang akan berakibat secara langsung terhadap terjadinya persaingan yang semakin ketat di berbagai bidang kehidupan. Kualitas sumber daya manusia yang baik diperlukan untuk menyongsong era globalisasi tersebut sehingga masyarakat mampu berperan secara aktif dan produktif (Priyo Sudibyo dalam Jurnal Dinamika, XXXX).
Sektor pendidikan dan sektor kesehatan merupakan sektor utama dan berada pada posisi yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini. Pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar di bidang pendidikan sedangkan di bidang kesehatan, pemerintah meningkatkan berbagai upaya kesehatan masyarakat melalui perbaikan gizi, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Nasrin dan Rahmat, 1994). Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih banyak terjadi di seluruh dunia terutama di Negara-negara berkembang.
Berdasarkan laporan WHO, jumlah orang di seluruh dunia yang mengalami anemia masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2 milyar dari total jumlah penduduk dunia (5,5 milyar). Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 100 juta orang yang mengalami anemia. Sedangkan survei kesehatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota X diperoleh jumlah remaja wanita yang menderita anemia sebesar 49,3% dari 300 responden yang diperiksa di seluruh puskesmas wilayah X (Sudoyo dalam Portal PT Combiphar, XXXX).
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Kasus anemia yang terjadi di Indonesia pada umumnya karena kekurangan zat besi. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 3,5 juta remaja dan wanita usia subur menderita anemia gizi besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (Sutaryo dalam Republika, XXXX).
Anemia bisa menyerang laki-laki dan wanita dari berbagai kelompok umur tetapi anemia lebih banyak diderita kaum wanita. Wanita rentan mengalami defisiensi zat besi disebabkan oleh menstruasi yang terjadi setiap bulan serta pola makan yang tidak baik seperti melakukan diit agar tetap langsing. Pola makan yang tidak baik itu mengakibatkan asupan zat besi dari makanan sangat kurang sehingga dapat menimbulkan anemia gizi besi (Samuel dalam Republika, XXXX).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI, XXXX).
Banyak sekolah yang telah didirikan di daerah X sebagai tempat untuk belajar anak-anak bangsa. SMP X merupakan sekolah menengah pertama yang terletak di pinggiran kota. Berdasarkan data di SMP X, sebagian besar siswa di sekolah ini berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga masih banyak siswa yang mengkonsumsi makanan rendah gizi. Konsumsi makanan yang rendah gizi tersebut dapat menyebabkan siswa mudah menderita anemia.
Beberapa uraian di atas sangat menarik perhatian penulis sehingga penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah yang diajukan adalah apakah ada pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang pengaruh anemia terhadap prestasi belajar siswa putri kelas I dan II SMP X.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa kelas I dan II yang menderita anemia maupun yang tidak menderita anemia.
2. Untuk mengetahui karakteristik siswa kelas I dan II yang menderita anemia.

D. Manfaat Penelitian
1. Dapat meningkatkan pengetahuan siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya pengaruh anemia terhadap prestasi belajar.
2. Sebagai bahan pertimbangan agar pihak yang terkait lebih memperhatikan keadaan siswa, khususnya penderita anemia karena generasi muda ini akan menjadi generasi penerus bangsa.
3. Dapat menyadarkan pihak yang terkait terhadap tanggung jawab mereka untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Suplementasi Zat Besi Dengan Penambahan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Trimester III

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Suplementasi Zat Besi Dengan Penambahan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Trimester III

(Kode KEBIDANN-0010) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Suplementasi Zat Besi Dengan Penambahan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Trimester III

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah bidang kesehatan. GBHN telah menetapkan bahwa pembangunan yang sedang kita galakkan bersama dewasa ini bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya (BP7, 1998).
Anemia merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 1998). Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia pada tahun XXXX adalah 70% atau tujuh dari 10 wanita hamil menderita anemia (Bustaman, 2004).
Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Batas kadar normal untuk wanita sekitar 12 gram persen dan pria 14 gram persen. Angka prevalensi anemia tahun XXXX jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka prevalensi anemia pada tahun 1998 sebesar 50, 6% (SKRT, 1998), dan pada tahun 2001 sebesar 40% (SKRT, 2001).
Haemoglobin terdapat dalam darah merah dan bertugas membawa oksigen ke paru-paru ke seluruh bagian tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya hemoglobin akan mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen. Tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen menimbulkan gejala-gejala seperti lemah, letih, lesu, lunglai, mudah letih, kulit pucat, pusing bahkan sakit kepala (Depkes RI, 1998).
Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat saat hamil terutama dalam trimester III dan melahirkan. Darah bertambah banyak dalam kehamilan (hipervolemia) akan tetapi bertambahnya sel darah masih kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Dan pada waktu persalinan banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan bila darah ibu kental. Karena alasan tersebut, setiap ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi suplemen zat besi (Wiknjosastro, XXXX).
Dampak anemia selain pada ibu juga terjadi pada janin yang dikandung. Dapat dilihat bahwa angka kematian ibu hamil di Indoensia merupakan angka tertinggi di ASEAN yakni 307 per 100 ribu kelahiran hidup (Badan Litbang Kesehatan, XXXX). Ini sesuai dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun XXXX. Dampak bagi bayi berdasarkan hasil SKDI tahun XXXX tercatat angka kematian bayi 35 per 1000 kelahiran hidup (Badan Litbang Kesehatan, XXXX).
Pada tahun XXXX di Kabupaten X pernah diadakan pendataan kondisi anemia masyarakat golongan rawan dengan melakukan pemeriksaan Hb terhadap 340 ibu hamil. Pendataan tersebut menunjukkan bahwa kadar Hb kurang dari 11 gr% sejumlah 174 ibu hamil atau anemia 51,18% (Dinkes dan Kesos Kabupaten X, XXXX). Di Puskesmas X masih ada ibu hamil yang menderita anemia ringan, berdasarkan survei bulan September XXXX sampai Januari 2007 terdapat kurang lebih 50,2% ibu hamil menderita anemia ringan. Sejauh ini pemeriksaan kadar haemoglobin di Puskesmas X dilakukan pada sekitar trimester I dan III kehamilan. Selama pemberian tablet besi tidak semua ibu hamil diberikan penambahan vitamin C (terdapat 12,2%). Ada yang diberikan tablet zat besi saja (8%) dan adapula pemberian tablet zat besi bersama vitamin lain selain vitamin C (31,6%) seperti vitamin B12, B kompleks dan kalk atau sesuai kebutuhan ibu hamil saat periksa hamil. Pada saluran pencernaan besi mengalami proses reduksi dari bentuk besi menjadi ferro yang mudah diserap. Proses reduksi dibantu oleh adanya vitamin C dan asam amino. Penyerapan besi meningkat menjadi tiga kali bila seorang mengkonsumsi roti yang mengandung besi bersama vitamin C (Steinkamp dalam Sediaoetama, XXXX).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian zat besi dengan penambahan vitamin C terhadap kenaikan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas X”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dibuat rumusan masalah yaitu : “adakah pengaruh pemberian zat besi dengan penambahan vitamin C terhadap kenaikan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas X?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian zat besi dengan penambahan vitamin C terhadap kenaikan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui prevalensi anemia kehamilan di Puskesmas X.
b. Mengetahui kenaikan kadar hemoglobin ibu hamil yang mendapat suplementasi zat besi saja di Puskesmas X.
c. Mengetahui efektifitas suplementasi zat besi dengan penambahan vitamin C terhadap kenaikan kadar hemoglobin dibanding dengan suplementasi zat besi saja pada ibu hamil di Puskesmas X.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai pengaruh suplementasi zat besi dengan penambahan vitamin C terhadap kenaikan kadar hemoglobin.
2. Bagi Responden
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman responden tentang pentingnya pemenuhan zat besi selama kehamilan.
3. Bagi profesi bidan / tenaga kesehatan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida

(Kode KEBIDANN-0009) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan saat yang dinantikan oleh ibu hamil untuk merasakan kebahagiaan melihat dan memeluk bayinya. Namun di sisi lain persalinan bisa mengalami penyimpangan atau persalinan yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun bayinya dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hal ini dapat diketahui dengan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup per tahun.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan melalui jalan lahir normal, dengan kekuatan ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat, presentasi belakang kepala dengan berat badan 2500-4000 gram, tidak ada komplikasi pada ibu maupun pada janin (Manuaba, 1998 dan Mochtar, 1998). Persalinan merupakan titik kulminasi dari kehamilan, yaitu titik tertinggi dari seluruh persiapan yang telah dilakukan. Dalam hal ini sangat tergantung pada persiapan fisik maupun mental, dan tentunya setiap ibu hamil mengharapkan kelahiran yang lancar, bukan terbebas dari rasa sakit tetapi persalinan yang santai dan menyenangkan. Jika setiap ibu hamil telah mengetahui seluk-beluk persalinan dan kelahiran serta melakukan latihan senam hamil, maka dalam menghadapi proses persalinan ibu tidak akan merasa begitu sakit dan justru menikmati persalinan (Stoppard, 2002).
Sebagian besar wanita yang hamil pertama kali hanya mengetahui sedikit mengenai proses yang terjadi pada dirinya, mengapa terjadi berbagai perubahan, serta bagaimanakah kehamilan dan persalinan berjalan normal. Kurangnya pengetahuan dan kesiapan akan apa yang dihadapi dalam persalinan dapat mengakibatkan rasa cemas dan takut, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan. Mengingat hal-hal tersebut, apabila didalam proses persalinan tidak disertai persiapan maka persalinan tidak dapat berjalan menyenangkan (Sani, 2002).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, jumlah keseluruhan ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di RB. X pada bulan Januari XXXX sebanyak 148 orang, terdiri atas primigravida 51 orang dan multigravida 97 orang. Studi pendahuluan pada tanggal 4 Februari XXXX terdapat 10 primigravida yang memeriksakan kehamilan, 7 diantaranya menyatakan tidak siap dan merasa takut dalam menghadapi persalinan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan primigravida tentang kesiapan menghadapi persalinan.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, serta mengingat pentingnya pengetahuan untuk membentuk kesiapan dalam menghadapi persalinan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan Persalinan Dengan Kesiapan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida di Rumah Bersalin X.”

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada primigravida di rumah bersalin X?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan pengetahuan persalinan dengan kesiapan menghadapi persalinan pada primigravida di rumah bersalin X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengukur pengetahuan primigravida tentang persalinan.
b. Untuk mengukur kesiapan primigravida dalam menghadapi persalinan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pemahaman tentang pengetahuan dan kesiapan primigravida dalam menghadapi persalinan.
2. Manfaat Praktis
Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam memberikan pelayanan kebidanan tentang persalinan dan kesiapan menghadapi persalinan.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengetahuan Tentang Sindrom Klimakterium Pada Wanita Usia 40-60 Tahun Di Desa X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengetahuan Tentang Sindrom Klimakterium Pada Wanita Usia 40-60 Tahun Di Desa X

(Kode KEBIDANN-0008) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengetahuan Tentang Sindrom Klimakterium Pada Wanita Usia 40-60 Tahun Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan reproduksi tersebut muncul dan terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta tanggung jawab yang rendah. Akses untuk mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai alat-alat dan fungsi reproduksi (Bambang, 2005). Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melampaui beberapa tahap diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas, reproduksi, klimakterium dan senium/lansia (Manuaba,1998).
Sepanjang daur kehidupan seorang wanita akan mengalami satu masa yang sifatnya fisiologis, sebagai fase dimana proses penuaan wanita ditandai dengan perpindahan dari masa reproduksi ke masa non produksi yang dinamakan periode klimakterium (Fiedman, 1998). Dalam periode ini ± 75% wanita akan mengalami perubahan-perubahan yang dapat menimbulkan gangguan (Mustopo, 2005). 25% wanita dalam masa ini ditemukan keluhan yang cukup berat (Wiknjosastro, 1999).
Berdasarkan perhitungan statistik, diperkirakan di tahun 2020 jumlah penduduk indonesia akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah perempuan yang hidup dalam usia menopause adalah sekitar 30,3 juta jiwa dari jumlah lakilaki (Fadilah, 2005).
Jumlah dan proporsi penduduk perempuan yang berusia diatas 50 tahun dan diperkirakan memasuki usia menopause dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia diatas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta orang atau 7,6% dari total penduduk, sedangkan tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,3 juta atau 11,5% dari total penduduk. Untuk X, jumlah penduduknya mencapai 35 juta. Dari jumlah itu, sekitar 60% perempuan, artinya, jumlah wanita menopause di X sekitar 1,5 juta orang (Winarsi, 2005).
Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa jumlah wanita usia 40-60 tahun di Desa X mencapai 357 orang (25%) dari jumlah penduduk wanita yang berjumlah 1435. Disamping itu juga belum terdapat program kesehatan yang terkait dengan menopause, program kesehatan yang ada masih terbatas pada pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan KB. Dari hasil wawancara terhadap beberapa wanita menopause, diketahui bahwa mereka masih belum mengetahui tentang menopause dan gejala-gejala yang menyertainya sehingga mereka tidak mengetahui penyebab keluhan-keluhan yang mereka alami hal ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang sindrom klimakterium, antara lain ibu sulit tidur pada malam hari/insomnia, jantung berdebar-debar, haid sudah tidak teratur bahkan haid benar-benar berhenti, vagina terasa kering sehingga tidak dapat menikmati hubungan seksual, hot flash/terasa panas pada muka dan leher, nyeri pada pinggang, mudah marah dan tersinggung, sulit konsentrasi.
Guna mengetahui gambaran mengenai pengetahuan wanita usia 40-60 tahun tentang sindrom klimakterium, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian “Pengetahuan Tentang Sindrom Klimakterium Pada Wanita Usia 40-60 tahun di Desa X Kecamatan X Kabupaten X”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengetahuan wanita usia 40-60 tahun mengenai sindrom klimakterium di Desa X Kecamatan X Kabupaten X?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran Pengetahuan Wanita usia 40-60 tahun Mengenai Sindrom Klimakterium di Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan wanita usia 40-60 tahun tentang perubahan fisik sindrom klimakterium di Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
b. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan wanita usia 40-60 tahun mengenai perubahan psikologis sindrom klimakterium di Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Menambah karakteristik pengetahuan wanita usia 40-60 tahun mengenai sindrom klimakterium
2. Manfaat praktis
a. Bagi Pemerintah/institusi kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan dalam perencanaan dan pelaksanaan program Kesehatan reproduksi wanita terutama pada wanita menopause.
b. Bagi pembaca
Sebagai bahan informasi mengenai gejala-gejala perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis yang dialami.
c. Bagi penulis
Memperdalam pengetahuan mengenai sindrom klimakterium pada wanita usia 40-60 tahun.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Efektivitas Program Pemberian Tablet Merah Terhadap Peningkatan Hemoglobin Ibu Hamil Dengan Anemia Ringan

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Efektivitas Program Pemberian Tablet Merah Terhadap Peningkatan Hemoglobin Ibu Hamil Dengan Anemia Ringan

(Kode KEBIDANN-0007) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Efektivitas Program Pemberian Tablet Merah Terhadap Peningkatan Hemoglobin Ibu Hamil Dengan Anemia Ringan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr/dl pada trimester 1 dan 3, atau kadar < 10,5 gr/dl pada trimester 2 (Saifudin, 2001).
Anemia merupakan masalah kesehatan lain yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang lebih 50% atau 1 diantara 2 ibu hamil di Indonesia menderita anemia (Anonim a, 2005).
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, fungsi dari hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Jika anemia terjadi pada ibu hamil, maka asupan oksigen untuk janin pun akan berkurang. Hal ini akan menghambat pertumbuhan organ-organ pada janin, termasuk organ-organ yang penting semisal otak. Tak hanya mengancam pertumbuhan janin, anemia juga merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan. Biasanya, kematian terjadi akibat perdarahan (Anonim b, 2006).
Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan (Saifudin, 2001). Saat ini, angka kematian ibu hamil di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN yakni 307 dari 100 ribu kelahiran. Bandingkan dengan Malaysia, yang hanya 40-50 dari 100 ribu kelahiran (Anonim b, 2006).
Kontribusi anemia terhadap kematian ibu di Indonesia diperkirakan mencapai 50% hingga 70%. Dengan kata lain bahwa 50% hingga 70% kematian ibu di Indonesia sesungguhnya dapat dicegah apabila prevalensi anemia ibu hamil dapat ditekan sampai serendah-rendahnya (Hadi, 2002).
Anemia ibu hamil bisa terjadi akibat kekurangan zat besi yang disebut anemia defisiensi besi. Selain itu bisa juga karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 yang disebut anemia megaloblastik (Anonim c, 2006).
Dalam penanggulangan anemia pada ibu hamil, Departemen Kesehatan menyusun program kuratif dengan pemberian tablet tambah darah kepada seluruh ibu hamil, dimana Dinas Kesehatan sebagai ujung tombak pelaksana pemberian tablet tambah darah tersebut. Tablet tambah darah (yang seterusnya dikenal dengan tablet merah) diberikan kepada seluruh ibu hamil berjumlah 90 tablet, tiap tablet salut berisi Ferro Sulfat 200 mg dan Asam Folat 0,25 mg.
Sejak tahun 1974 pemerintah telah melakukan program suplementasi besi pada ibu hamil melalui puskesmas dan posyandu. Namun sekalipun suplementasi besi pada ibu hamil telah lama dikerjakan di beberapa kabupaten di X, prevalensi anemia pada ibu hamil masih mencapai 80% (Anonim d, 2001).
62,3% anemia ibu hamil terjadi karena defisiensi besi dan 37,7% karena anemia dengan penyebab yang lain (Wiknjosastro, 1999).
Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui efektivitas program pemberian tablet merah terhadap peningkatan hemoglobin ibu hamil dengan anemia ringan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah program pemberian tablet merah efektif terhadap peningkatan hemoglobin ibu hamil dengan anemia ringan ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program pemberian tablet merah terhadap peningkatan hemoglobin ibu hamil dengan anemia ringan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor prevalensi anemia ibu hamil di daerah penelitian.
b. Mengetahui ketaatan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet merah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Praktis
Dapat bermanfaat dalam rangka perbaikan program penanganan anemia ibu hamil.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan Ketepatan Jadwal Imunisasi Dasar Bayi Di Polindes X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan Ketepatan Jadwal Imunisasi Dasar Bayi Di Polindes X

(Kode KEBIDANN-0006) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan Ketepatan Jadwal Imunisasi Dasar Bayi Di Polindes X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih mengalami banyak masalah kesehatan yang cukup serius terutama dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 46 per 1000 kelahiran hidup (Anonim2, 2007).
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) adalah dengan program imunisasi. Banyak penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian seperti dipteri, tetanus, hepatitis B dan masih banyak penyakit lainnya (Anonim2, 2006).
Berdasarkan Depkes RI (2001) insidensi penyakit menular pada tahun 2000 yang dapat mematikan anak yaitu dipteri sebanyak 23 kasus, pertusis sebanyak 142 kasus, tetanus neonaturum sebanyak 466 kasus, polio sebanyak 48 kasus dan campak sebanyak 56 kasus. Beberapa penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian seperti tuberkulosis, hepatitis B, dipteri, tetanus, pertusis, polio, dan campak sebagaian dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Cakupan imunisasi meliputi seluruh propinsi di Indonesia hampir 97% dari 302 kabupaten telah mencapai target Universal Child Immunization (UCI). Hal ini berarti bahwa cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B, mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi, kabupaten bahkan di setiap desa, sedangkan jumlah sasaran bayi di Indonesia per tahun 4,6 juta (Ranuh dkk, XXXX).
Berdasarkan data subdit Imunisasi Ditjen PPM dan PLP Depkes tahun 2004 cakupan imunisasi di Indonesia adalah cakupan perantigen yaitu 1 dosis BCG mencapai target 99,6%, untuk 3 dosis DPT mencapai target 90,6%, untuk 4 dosis polio mencapai target 85%, sedangkan 3 dosis hepatitis B hanya mencapai 62% dan 1 dosis campak mencapai target 91,7%. Dari data tersebut diketahui hampir semua jenis imunisasi mencapai cakupan yang ditargetkan oleh Universal Child Immunization (UCI) minimal 80% (Ranuh dkk, XXXX).
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam imunisasi adalah ketepatan jadwal imunisasi. Apabila ibu tidak tepat dalam mengimunisasikan bayinya akan berpengaruh terhadap kekebalan dan kerentanan bayi terhadap suatu penyakit. Sehingga bayi harus mendapatkan imunisasi tepat waktu agar terlindung dari berbagai penyakit berbahaya. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan jadwal imunisasi adalah tingkat pendidikan formal ibu. Tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang imunisasi. Pengetahuan tentang imunisasi akan mempengaruhi motivasi ibu untuk mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai jadwal yang telah ditentukan (Basuki dan Parwati, 2001).
Berdasarkan hasil evaluasi dari Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di Kecamatan X masih ditemukan beberapa insidensi penyakit menular. Insidensi penyakit campak ditemukan sebanyak 7 kasus dan hepatitis B sebesar 4 kasus namun tidak ditemukan jumlah insidensi dipteri, pertusis, tetanus dan polio (Pemerintah Kabupaten X, XXXX).
Setelah dilakukan pengamatan pada 10 ibu yang mempunyai bayi berumur 9-12 bulan di Polindes X Kecamatan X didapatkan 6 orang (60%) sudah mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan 4 orang (40%) belum mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Selain itu tingkat pendidikan formal ibu yang mengimunisasikan bayinya juga bervariasi yaitu 1 orang (10%) lulus SD, 3 orang (30%) lulus SLTP, 4 orang (40%) lulus SLTA dan 2 orang (20%) lulus Akademi/Perguruan Tinggi.
Bertolak dari pemikiran tersebut diatas serta mengingat pentingnya pendidikan untuk membentuk pengertian dan penerimaan program imunisasi, maka peneliti ingin mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan ketepatan jadwal imunisasi dasar bayi di Polindes X Kecamatan X.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah : “Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan ketepatan jadwal imunisasi dasar bayi di Polindes X Kecamatan X ?“

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan ketepatan jadwal imunisasi dasar bayi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pendidikan formal ibu yang mengimunisasikan bayinya di Polindes X Kecamatan X.
b. Untuk mengetahui ketepatan jadwal imunisasi dasar pada bayi di polindes X Kecamatan X.
c. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan ketepatan jadwal imunisasi dasar bayi di Polindes X Kecamatan X.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Polindes X Kecamatan X Diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan program imunisasi di Polindes X Kecamatan X.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Sebagai bahan refrensi ilmu kesehatan anak khususnya imunisasi.
b. Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan ketepatan jadwal imunisasi dasar bayi.
4. Bagi Responden
Diharapkan dapat bermanfaat dalam merumuskan cara peningkatan kesadaran ibu untuk mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal yang telah ditetapkan khususnya di Polindes X Kecamatan X.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X

(Kode KEBIDANN-0005) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada bayi baru lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi pada bayi, oleh karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan. Bayi-bayi yang beresiko tinggi salah satunya yaitu kuning atau ikterus (Nuchsan, 2000).
Penelitian di dunia kedokteran menyebutkan bahwa 70% bayi baru lahir mengalami kuning atau ikterus, meski kondisi ini bisa dikategorikan normal namun diharapkan untuk tetap waspada (Anonim2, 2006). Sehingga tidak sampai terjadi hiperbilirubinemia pada keadaan dimana terjadi peningkatan kadar hiperbilirubin serum yang dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah (SDM) dan resorpsi lanjut dari bilirubin yang terkonjugasi dari usus kecil (Doenges, 2001). Salah satu penyebab ikterik adalah Inkompatibilitas ABO atau ketidakcocokan golongan darah. Kejadian ini ditemukan pada ibu dengan golongan darah O yang melahirkan bayi bergolongan darah A atau B, sekitar 20-40% dari seluruh kehamilan (Noortiningsih, 2003). Kondisi ini terjadi pada perkawinan yang inkompatibel dimana darah ibu dan bayi yang mengakibatkan zat anti dari serum darah ibu bertemu dengan antigen dari eritrosit bayi dalam kandungan. Sehingga tidak jarang embrio hilang pada sangat awal secara misterius, sebelum ibu menyadari bahwa ia hamil. Namun apabila janin yang dilahirkan hidup, maka dapat terjadi ikterus yang dapat mengarah pada ikterus patologis atau hiperbilirubinemia. Apabila hal ini tidak ditangani secara tepat dapat menimbulkan kematian atau kelainan perkembangannya seperti gangguan perkembangan mental, tuli, lambat bicara dan lain-lain (Suryo, 2005).
Survey pendahuluan yang di lakukan di RSU X menyebutkan jumlah persalinan pada tahun 2006 sebanyak 1527 persalinan, dimana untuk angka kejadian ikterus sebanyak 60 dalam tahun 2006 baik ikterus fisiologis maupun ikterus patologis (Rekam Medik RSU X, 2006), untuk yang diakibatkan karena Inkompatibilitas ABO yang juga memegang peranan penting dalam terjadinya Hiperbilirubinemia, angka kejadiannya tidak dihitung dengan pasti.
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai “Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO di RSU X“

B. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian difokuskan pada:
1. Berapa persentase golongan darah ABO dari ibu yang melahirkan, suaminya dan bayi yang dilahirkan yang mengalami hiperbilirubinemia di RSU X?
2. Berapa persentase angka kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO di RSU X?
3. Bagaimana Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X.
2. Tujuan Khusus.
a. Memaparkan persentase golongan darah ABO dari ibu yang melahirkan, suaminya dan bayi yang dilahirkan yang mengalami hiperbilirubinemia di RSU X.
b. Memaparkan persentase angka kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO di RSU X Tahun XXXX.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mendapatkan informasi dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO Di RSU X.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi RSU X
Hasil penelitian dapat memberikan masukkan atau tambahan ilmu pengetahuan untuk membuat rencana penatalaksanaan yang tepat dalam kasus hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO.
b. Bagi Institusi Pendidikan Kebidanan.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
c. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melaksanakan penelitian ilmiah.
d. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi khususnya mengenai Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO.
e. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pertimbangan melakukan skrening pasangan suami istri pada perbedaan golongan darah.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi D-IV Kebidanan X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi D-IV Kebidanan X

(Kode KEBIDANN-0003) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi D-IV Kebidanan X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ciri khas kedewasaan manusia ialah perubahan-perubahan siklik pada alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Hal ini adalah suatu proses yang kompleks dan harmonis meliputi serebrum, hipotalamus, hipofisis, alat genital, kortek adrenal, grandula tireoidea dan kelenjar-kelenjar lain (Prawirohardjo, 2005). Menurut Manuaba (1999), sebagai puncak kedewasaan wanita mulai mengalami perdarahan rahim pertama ‘menarche’ Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gejala ini disebut dengan Sindrom Premenstruasi (Anonim, 2005)
Gejala ini dapat beragam dari gejala yang belum pasti dengan rasa sakit yang ringan sampai dengan serangkaian gejala yang sangat berat. Sejumlah banyak gejala dapat terjadi dan ini dapat tetap sama atau bervariasi dari bulan ke bulan. Pada umumnya adalah manifestasi dari produksi hormon progesteron di bagian akhir dari siklus haid. Lebih cepat masa haid datang, biasanya gejala-gejala ini dirasakan (Knight, 2000). Sebuah hasil penelitian mengungkapkan, satu dari tiga perempuan berusia reproduktif mengalami Sindrom Premenstruasi dan satu dari 20 perempuan mengalami kesakitan yang berlebihan hingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari (Anonim, 2005).
Tubuh dan pikiran mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Gangguan mental dapat menimbulkan gejala-gejala pada fisik (Ragawaluya, 1997). Gejala ini meliputi depresi, mudah marah, tegang, sakit kepala, tidak dapat memusatkan pikiran, diare, konstipasi, buah dada nyeri, cepat lelah, gelisah, kebiasaan makan berubah, tidak dapat tidur waktu malam dan bedebar-debar (Colemon, 2000)
Menurut Llewellyn (2001), gangguan alam perasaan (mood) negatif dan gangguan fisik pada fase luteal berlangsung cukup berat, sehingga menganggu kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Prawirohardjo (2005), Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah menderita Sindrom Premenstruasi ialah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormon dalam siklus haid dan terhadap faktor psikologis.
Ansietas atau kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf atonomik (SSA) (Kaplan and Sadock, 1999). Menurut Sanders (1996), bila mengalami stress dan tekanan lain, Sindrom Premenstruasi itu bisa berlangsung lebih lama.
Seseorang yang mengalami stressor psikososial yang ditangkap melalui panca indra akan diteruskan ke susunan saraf pusat yaitu bagian saraf otak yang disebut limbic system melalui transmisi saraf dan selanjutnya melalui susunan saraf outonom akan diteruskan ke kelenjar hormonal yang merupakan system imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya (Hawari, 2006)
Berdasarkan studi pendahuluan pada hari Jum’at, 16 Maret XXXX terhadap 6 mahasiswi DIV Kebidanan semester II jalur reguler, didapatkan hasil bahwa 6 mahasiswi tersebut mengalami Sindrom Premenstruasi. Gejala yang sering dialami antara lain payudara terasa nyeri, perut kembung, perubahan nafsu makan, mudah tersinggung, mudah marah dan sukar berkonsentrasi. Tiga dari 6 mahasiswi merasa terganggu kegiatannya dengan adanya Sindrom Premenstruasi ini.
Agar gejala-gejala Sindrom Premenstruasi tidak mengganggu kegiatan belajar mahasiswi dan hubungan dengan lingkungannya, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara tingkat kecemasan dengan Sindrom Premenstruasi.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Sindrom Premenstruasi pada Mahasiswi DIV Kebidanan X?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi DIV Kebidanan X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan mahasiswa DIV Kebidanan.
b. Untuk mengetahui gejala Sindrom Premenstruasi yang dialami mahasiswi DIV Kebidanan.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik : Menambah pengetahuan tentang tingkat kecemasan yang berkaitan dengan Sindrom Premenstruasi.
2. Maanfaat Praktis:
a. Bagi pemberi pelayanan kesehatan, hasil penelitian diharapkan bisa menjadi acuan dalam pemberian penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.
b. Perlu tidaknya intervensi psikiatrik pada mahasiswi dengan Sindrom Premenstruasi yang disebabkan oleh kecemasan.
Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Ruang Kebidanan Kandungan Rumah Sakit X

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Ruang Kebidanan Kandungan Rumah Sakit X

(Kode KEBIDANN-0002) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Tingkat Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Ruang Kebidanan Kandungan Rumah Sakit X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, persaingan menjadi sangat tajam baik dari pasar domestik maupun di pasar internasional, dan hal ini mulai berkembang dalam industri jasa rumah sakit. Rumah sakit sebagai industri mempunyai fungsi social dan ekonomi. Persaingan dalam industi jasa adalah dengan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan handal. Untuk memenangkan persaingan rumah sakit harus mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. (Supranto, 2001)
Prioritas utama Departemen Kesehatan adalah memperluas jangkauan serta pemerataan pelayanan kesehatan dengan berbagai program dan sejak repelita V telah mulai dicanangkan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Namun dalam pelaksanaanya belum menunjukan hasil yang signifikan.
Keadaan ini terbukti dari data yang disajikan yaitu banyaknya keluhan pasien, masyarakat, dan LSM terhadap mutu pelayanan kesehatan. (Pohan, 2003)
Menurut data yang diambil oleh Roesmil Kusnandi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, didapat 80,7% pasien merasa tidak puas dengan pelayanan di poliklinik rawat jalan. (Roesmil, 2000)
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan selalu menggunakan data yang akurat, sehingga setiap pengambilan keputusan dapat dilaksanakan berdasarkan fakta. Penggunaan data akan membangun prilaku jujur, “evidence based”, dan logis. Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien, sehingga tuntutan pasien terhadap petugas kesehatan dapat dihindari jika pelayanan kesehatan menerapkan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. (Pohan, 2003)
Bagian rawat inap merupakan indikator kerja rumah sakit untuk memikat pasien. Bila kualitas pelayanan medisnya tidak senantiasa dipelihara dan ditingkatkan, besar kemungkinan jumlah pasien akan menyusut. Selain itu dengan meningkatnya jumlah pasien rawat inap akan meningkatkan rasio tingkat hunian atau BOR (Bed Occupancy Rate) sehingga pendapatan rumah sakit akan meningkat.
Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta di kabupaten X sekaligus rumah sakit yang digunakan sebagai lahan praktek mahasiswa. Rumah sakit ini sudah berdiri selama delapan belas tahun, tetapi untuk pelayanan khusus kebidanan baru berdiri selama tiga tahun dan sampai saat ini, belum pernah diteliti tentang tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga belum dapat diketahui tingkat penerimaan masyarakat dengan hadinya rumah sakit ini.
Menurut data yang ada pada periode Januari-Desember XXXX, jumlah pasien rawat inap adalah 540 pasien dengan 12 kapasitas tempat tidur untuk pasien kebidanan dan kandungan serta BOR 30%. Faktor kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan akan mempengaruhi jumlah kunjungan. Apabila pasien tidak puas (misal menunggu terlalu lama, ”provider” kurang ramah, ketrampilanya juga kurang), akan membuat pasien kecewa. Faktor kepuasan pasien juga dapat menciptakan persepsi masyarakat tentang citra rumah sakit.
Dengan dilakukanya pengukuran tingkat kepuasan pasien pada pelayanan akan tersedia umpan balik yang segera, berarti, dan objektif.
Berdasarkan hasil pengukuran, orang lain dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaanya, membandingkan dengan standart kerja, dan memutuskan untuk melakukan perbaikan.

B. Identifikasi Masalah
Bagaimanakah tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi tampilan.
b. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi kehandalan.
c. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi ketanggapan.
d. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap diruang kebidanan dan kandungan RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi jaminan.
e. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di RS X terhadap kualitas pelayanan kesehatan dari dimensi empati.

D. Manfaat
1. Dapat dijadikan bahan evaluasi tentang bagaimana jalanya pelayanan yang telah di berikan selama ini.
2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi pengambilan keputusan dalam perbaikan kualitas pelayanan.
3. Dapat dijadikan dasar menentukan standar kerja dan standart prestasi yang harus di capai menuju mutu yang semakin baik.
4. Dapat memberikan umpan balik yang segera bagi pelaksana.
Tesis Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

Tesis Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

(Kode ILMU-HKMX0030) : Tesis Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi melakukan tindak pidana di masa yang akan datang. Pancasila sebagai landasan idiil dari sistem pemasyarakatan, menyebutkan adanya keseimbangan dan keselarasan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungannya dengan masyarakat, hubungannya dengan alam, dengan bangsa-bangsa lain maupun hubungannya dengan Tuhan. Dalam hal ini, Bahrudin Soerjobroto mengemukakan :
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu pelanggar hukum dengan pribadinya sebagai manusia, antara pelanggar dengan sesama manusia, antara pelanggar dengan masyarakat serta alamnya, kesemuanya dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.1
Sejalan dengan perkembangan paradigma yang terus berubah di tengah-tengah masyarakat serta upaya penegakan hak asasi manusia dalam sistem tata peradilan pidana, maka dilakukan pembenahan serta perubahan-perubahan pada sistem kepenjaraan melalui payung hukum pemasyarakatan yaitu Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Untuk mengadopsi norma-norma hukum lama yang masih relevan maupun instrumen internasional, aspek sosial, maupun opini masyarakat. Perubahan paradigma sosial, budaya, ekonomi dan hukum dalam masyarakat merupakan hasil interaksi sosial pada tataran internasioanal yang dampaknya berimbas pada kondisi nasional, dampak tersebut cukup berpengaruh terhadap perkembangan sistem tata peradilan pidana di Indonesia termasuk sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan.3 Lembaga Pemasyarakatan di mata masyarakat dipandang berfungsi sebagai tempat membatasi ruang gerak orang yang dijatuhi hukuman pidana penjara. Oleh karena itu masyarakat umum lebih mengenal sebagai penjara dari pada Lembaga Pemasyarakatan. Fungsi pemenjaraan ini lebih merupakan usaha untuk memastikan bahwa terpidana tidak akan mengulangi perbuatannya sepanjang masa penghukumannya. Dengan kata lain fungsi pemenjaraan merupakan strategi untuk membuat agar terpidana tidak mampu melakukan pelanggaran hukum, atau dalam konsep penologi disebut incapacitation.4Menurut Moeljatno :
Terjadinya kejahatan dipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomi yang buruk pada golongan rakyat yang memiliki status sosial dan ekonominya rendah dan yang biasanya memiliki banyak anak, ditambah lagi dengan adanya kemungkinan faktor lain seperti korelasi antara besarnya keluarga dan kurangnya mental orang tua, serta kurangnya pengawasan terhadap anak. 5
Pembaharuan sistem pidana penjara secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak serta kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan yang wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan norma-norma yang ada di masyarakat, merupakan dasar pertimbangan sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dan bertanggung jawab di masyarakat.6Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan sistem pembinaan pemasyarakatan disamping untuk mencegah diulangnya kejahatan serta perlindungan terhadap masyarakat, juga berupaya untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan dalam derap langkah kehidupan masyarakat yang dinamis. Ditempatkannya warga binaan pemasyarakatan di masyarakat, diharapkan melalui pembinaan yang terus menerus akan tumbuh partisipasi masyarakat terhadap sistem pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan, yang sangat diperlukan bagi keberhasilan sistem pembinaan. Harus disadari walaupun pembinaan yang diberikan selama di Lembaga Pemasyarakatan itu baik, tetapi kalau narapidana itu sendiri tidak sanggup ataupun masyarakat itu sendiri yang tidak mau menerimanya, maka pembinaan tidak akan mencapai sasarannya. Konsekuensi terhadap dilaksanakannya perlakuan yang memfokuskan kegiatan narapidana di tengah-tengah masyarakat, maka selesainya masa pidana itu pun tidak berakhir di Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi berakhir di tengah-tengah masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan sistem pembinaan pemasyarakatan, salah satu upaya yang ditempuh adalah pelaksanaan pemberian Cuti Menjelang Bebas (CMB), yang merupakan bagian dari hak-hak warga binaan pemasyarakatan. Pelaksanaan pemberian hak-hak warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo. Permen Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Cuti Menjelang Bebas (CMB) adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana yang dipidana satu tahun keatas, di luar Lembaga Pemasyarakatan untuk beberapa waktu sebesar remisi terakhir maksimum 6 (enam) bulan, setelah menjalani ? (dua pertiga) masa pidana, sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik.7
Sering terjadi kerancuan penafsiran antara cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat dan pidana bersyarat. Untuk pembebasan bersyarat, narapidana telah menjalani ? (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal penahanan dengan ketentuan ? (dua pertiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Sisa masa pidana tidak perlu dijalani selama ia tidak melanggar syarat-syarat yang ditetapkan untuk itu. Sedangkan untuk pidana bersyarat, hukuman terhadap terpidana tetap dijatuhkan tetapi tidak perlu dijalani, kecuali jika dikemudian hari ternyata terpidana sebelum habis masa percobaan berbuat sesuatu tindak pidana lagi atau melanggar syarat-syarat yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi keputusan hukum tetap ada hanya pelaksanaan hukuman itu yang tidak dilaksanakan.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, disebutkan :
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Dasar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 adalah sebagai sarana penunjang pelaksanaan hak-hak warga binaan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pasal-pasal tersebut hak-hak warga binaan diatur dan dijamin, mengingat adanya pengakuan hak-hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan mengharuskan mereka diperlakukan sebagai subjek, dimana kedudukannya sejajar dengan manusia lain. Pemidanaan tidak lagi ditujukan sebagai efek penjeraan, melainkan sebagai upaya preventif atau mencegah terjadinya kejahatan.
Berdasarkan praktek di Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya, ternyata pemberian hak-hak narapidana khususnya tentang pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) tidak efektif dan optimal, karena ada narapidana yang tidak memperoleh remisi sehingga tidak dapat diberikan hak Cuti Menjelang Bebas (CMB).
Bertitik tolak dari kenyataan di Lembaga Pemasyarakatan tersebut di atas dan uraian penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan bagaimana pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini jika dihubungkan dengan Permen Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, mendorong minat Penulis untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan”.

B. Perumusan Masalah
Masalah adalah setiap persoalan dalam kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya.8Rumusan masalah ini dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah yang akan diteliti, guna mempermudah pencapaian sasaran dan tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ?
2. Apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ?
3. Upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian
Seiring dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian, perumusan terhadap suatu permasalahan yang dihadapi selalu dikaitkan dengan kemanfaatan penelitian baik dalam praktek maupun dalam teori.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya yang berhubungan dengan sistem pembinaan narapidana.
b. Dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang Pemasyarakatan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan penjelasan hal ikhwal mengenai pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Dapat mengungkapkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.

E. Keaslian Penelitian
Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini merupakan pendalaman dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan penelusuran studi kepustakaan dan pemantauan yang penulis lakukan di Perpustakaan Universitas X tentang penelitian “Pelaksanaan Cuti Menjelang Bebas (CMB) Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan”, belum pernah ada dilakukan penelitian dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Oleh karena itu, menurut penulis, penelitan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi seorang peneliti.
Tesis Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP

Tesis Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP

(Kode ILMU-HKMX0029) : Tesis Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak hal dalam kehidupan kita dipengaruhi oleh korporasi, apabila pengaruhnya positif tentu tidak perlu dirisaukan, akan tetapi justru banyak dari pengaruh tersebut yang merugikan individu dan masyarakat secara luas. Timbulnya kejahatan korporasi disadari oleh dunia Internasional, hal ini ditandai dengan adanya kongres PBB ke V tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggaran Hukum (the Prevention of Crime and Treatment of Offender) pada tahun 1975 dan dipertegas kembali dalam kongres PBB VII tahun 1985, yang menunjukkan terdapat kejahatan-kejahatan bentuk baru dilakukan oleh korporasi.1
Korporasi tersebut bukanlah barang baru melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan. Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman serta kemajuan peradapan dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan beserta kompleksitasnya. Disisi lain ketentuan pidana yang berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk merumuskannya, sehingga banyak bermunculan tindakan-tindakan ilegal namun tidak dapat dikategorikan sebagai crime. Tindak pidana (crime) dapat diidentifikasi karena adanya kerugian (harm) yang mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban pidana atau criminal liability. Persoalan yang mengundang perdebatan adalah bagaimana menerapkan pertanggungjawaban pada tindak pidana korporasi atau corporate liability, mengingat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia pada Pasal 59 yang dianggap sebagai subjek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person).
KUHP juga masih menganut asas sociates delinquere non potest dimana badan hukum atau korporasi tidak dapat melakukan tindak pidana. 4 Asas ini sebetulnya berlaku pada abad yang lalu diseluruh negara Eropa kontingental. Hal ini sejalan dengan pendapat hukum pidana individualistik dari aliran klasik yang berlaku pada waktu itu, kemudian juga dari aliran positif dalam hukum pidana. Pada memori penjelasan KUHP yang diberlakukan pada tanggal 1 September 1886 disebutkan bahwa suatu perbuatan pidana hanya dapat dilakukan oleh perorangan (naturlijke person). Pemikiran fiksi tentang sifat badan hukum tidak berlaku pada bidang hukum pidana.5
Seiring dengan perkembangan zaman akhirnya korporasi diterima sebagai subjek tindak pidana hal ini diawali dengan adanya Undang-Undang No. 7 Drt. 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, pada Pasal 15 yang menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana. Setelah itu diikuti dengan berbagai undang-undang lainnya, seperti Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga faktanya sekarang pengaturan tentang berbagai masalah dalam masyarakat dominan diatur di luar KUHP. Diterimanya korporasi sebagai subjek hukum menjadikan korporasi dapat bertindak seperti manusia, keberadaan dan ihwal korporasi seperti hak, kewajiban, tindakan hingga tanggungjawabnya ditentukan oleh undang-undang. Selain itu dengan diterimanya korporasi sebagai subjek hukum membawa dampak yang positif dalam aktivitas bisnis karena dapat menguasai kumpulan modal dari banyak orang di atas suatu jangka waktu yang tidak dipengaruhi oleh kematian atau penarikan diri dari individu-individu, akan tetapi di sisi lain juga menimbulkan perluasan dari pengertian siapa yang merupakan pelaku tindak pidana (dader).
Permasalahan akan segera muncul sehubungan dengan pertanggungjawaban pidana dari korporasi, karena asas utama dari pertanggungjawaban pidana adalah harus ada kesalahan (schuld) pada pelaku, sehingga bagaimanakah harus mengkonstruksikan kesalahan dari suatu korporasi, serta bagaimana pertanggungjawaban pidana dan unsur kesalahan pada korporasi, apakah tetap dapat dipertahankan seperti halnya pada manusia. Konsekuensi dari persoalan tersebut menjadikan peraturan perundang-undangan yang tidak spesifik merumuskan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi sulit untuk diaplikasikan sehingga memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran.6
Menghindari berbagai penafsiran tersebut, sudah seharusnyalah undang-undang yang memuat tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dirumuskan secara spesifik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memenuhi rumusan kebijakan legislasi menyangkut sistem pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana. 7
Kebijakan legislasi yang berlaku pada saat ini khususnya yang memuat tentang pertanggungjawaban korporasi meliputi, perumusan perbuatan yang dilarang (dalam hal apa dan bagaimana suatu kejahatan dikatakan sebagai kejahatan korporasi) dan penentuan kesalahan pelaku masih kurang jelas, begitu juga dalam menentukan siapa-siapa yang dapat melakukan tindak pidana tersebut. Penentuan kesalahan korporasi, yang merupakan urat nadinya hukum pidana juga sangat sulit, karena kesalahan yang dilimpahkan kepada korporasi bukanlah korporasi secara pribadi, sebab pada hakikatnya yang melakukan tindak pidana adalah orang (pengurus korporasi). Begitu juga masalah sanksi pidana yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berhubungan dangan pertanggungjawaban korporasi, belum tertata secara jelas mana yang pidana pokok, pidana tambahan serta tindakan. Meskipun hal tersebut telah ada tetapi apa dasarnya menetapkan suatu sanksi sebagai pidana pokok atau pidana tambahan, undang-undang tidak menjelaskan.
Akibat dari ketidak jelasan tersebut akan terjadi keragu-raguan pada majelis hakim untuk menjatuhkan sanksi pidana, sehingga kecil kemungkinan terealisasinya kepastian hukum dan peraturan hukum yang ideal. 9 Selain itu berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya oleh aparatur penegak hukum dalam penanganan masalah kejahatan korporasi masih beranjak dari paradigma lama yakni melihat konsep kejahatan secara konvensional, berakibat penanganannya juga tidak berbeda dengan penanganan kejahatan konvensional lainnya.10
Permasalahan tersebut akan semakin berpengaruh dalam aspek hukum kehidupan masyarakat karena pada semua tingkat di dalam korporasi terdapat pelembagaan mengenai ketidak bertanggungjawaban dengan membiarkan korporasi menjalankan fungsinya, namun dibalik itu seolah-olah membiarkan individu-individu dalam korporasi tertutup oleh tirai yang seakan-akan bertindak sesuai dengan moral. Begitu juga pejabat-pejabat yang lebih tinggi dapat membebaskan dirinya dari pertanggungjawaban dengan memberikan alasan bahwa tindakan–tindakan ilegal dalam mencapai tujuan-tujuan korporasi yang begitu luas berlangsung tanpa sepengatahuan mereka. Begitu pula dengan pendelegasian tanggungjawab dan perintah yang tidak tertulis menjaga mereka yang di puncak struktur korporasi jauh dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan dan perintah mereka, seperti halnya para pimpinan kejahatan terorganisir, kekayaan tetap tidak tersentuh hukum.11Dilatarbelakangi oleh begitu kompleksnya persoalan pertanggungjawaban pidana korporsi pada tindak pidana di luar KUHP tersebut maka sudah sepatutnyalah masalah penting ini diangkat sebagai suatu karya ilmiah. B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum pidana?
2. Bagaimanakah pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap tindak pidana di luar KUHP?
3. Bagaimanakah kebijakan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam rangka pembaharuan hukum pidana?

C. Tujuan Penelitian :
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui rumusan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum pidana.
2. Mengetahui pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap tindak pidana di luar KUHP.
3. Mengetahui kebijakan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam rangka pembaharuan hukum pidana.

D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya :
1. Secara teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara teoritis terhadap penanganan pertanggungjawaban pidana korporasi pada tindak pidana di luar KUHP.
2. Secara praktis :
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
a. Aparat penegak hukum agar dapat mengetahui bagaimana pertanggungjawaban korporasi terhadap tindak pidana diluar KUHP tersebut sehingga memudahkan dalam penangangan tindak pidana korporasi.
b. Bagi pemerintah sebagai sumbangan pemikiran terhadap pembaharuan hukum pidana dalam perumusan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana korporasi pada tindak pidana diluar KUHP sehingga penegakan hukum yang menyangkut tindak pidana korporasi dapat dilakukan dengan baik.
c. Bagi akademisi sebagai langkah awal dalam pengembangan dan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui inventarisasi perundang-undangan khususnya dalam hal mengetahui prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.

E. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan judul ”Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak Pidana Di Luar KUHP” belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas X, akan tetapi isu hukum yang berkaitan dengan korporasi telah pernah diteliti oleh beberapa orang yakni :
1. Mahmud Mulyadi, tesis pada tahun 2001 dengan judul proses pembuktian dan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup.
2. Edy Yunara, tesis pada tahun 2004 dengan judul pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap tindak pidana korupsi.
3. Zairida, tesis pada tahun 2005 dengan judul pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Permasalahan dan penyajian dari penelitian ini tidaklah sama dengan penelitian-penelitian tersebut. Permasalahan dan penyajian dalam penelitian ini merupakan hasil dari pemikiran dan ide penulis sendiri yang didasarkan pada referensi buku-buku dan informasi dari media cetak serta elektronik. Mangacu kepada alasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.