Search This Blog

TESIS MANAJEMEN KURIKULUM PEMBELAJARAN PESANTREN DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN DAKWAH

TESIS MANAJEMEN KURIKULUM PEMBELAJARAN PESANTREN DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN DAKWAH

(KODE : PASCSARJ-0290) : TESIS MANAJEMEN KURIKULUM PEMBELAJARAN PESANTREN DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN DAKWAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, ketika kehidupan semakin kompleks karena terjadinya berbagai diferensiasi dalam bidang kehidupan, maka keinginan untuk menghadirkan ajaran agama yang lebih kontributif dan kontekstual menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting yang tidak bisa ditunda-tunda lagi (point of no return). Karena sebagaimana dapat diketahui betapapun istimewanya ajaran suatu agama yang terekam melalui ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits, ajaran-ajaran tersebut tidak akan mempunyai makna ketika tidak mampu dijabarkan menjadi panduan operasional-fungsional yang dapat dirasakan bagi kebutuhan umat manusia. untuk itu dibutuhkan alat penyampaian ajaran agama yang baik dan mengena pada umat, alat tersebut adalah berupa dakwah dengan berbagai komponennya.
Dakwah yang merupakan kegiatan dengan tujuan mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan, juga merupakan tanggung jawab umat Islam khususnya dalam menyebarkan ajaran agama, begitu pentingnya keberadaan dakwah, sehingga Allah SWT mengisyaratkan agar ada sebagian di antara umat manusia ini yang senantiasa mengajak dalam berbuat baik dan meninggalkan segala keburukan, dalam Firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 104 dijelaskan : 
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung".
Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan problematika yang semakin kompleks. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya perubahan dan perkembangan dinamika masyarakat yang semakin maju dan modern.
Perkembangan era teknologi dan transportasi yang begitu canggih secara tidak sadar telah menggiring umat manusia pada berbagai pilihan. Satu sisi, pilihan tersebut membawa hikmah dan manfaat bagi kehidupan manusia akan tetapi di sisi yang lain perkembangan tersebut juga membawa dampak yang kurang baik.
Mengingat aktifitas dakwah tidak terlepas dari masyarakat, maka perkembangannya pun seharusnya juga mengimbangi atau berbanding lurus dengan perkembangan masyarakat, artinya aktifitas dakwah hendaknya dapat mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat, sehingga aktifitas dakwah tidak hanya menjadi pelengkap hidup semata akan tetapi, lebih dari itu yaitu sebagai roda dalam mengiringi perkembangan masyarakat modern sekarang ini.
Tantangan dakwah yang sebegitu kompleks pada masa sekarang ini menuntut para Da’i (juru dakwah) untuk tidak sekedar menguasai materi dakwah saja, akan tetapi lebih dari pada itu, pandai juga harus dapat mengetahui perubahan dan kebutuhan masyarakat, artinya Da’i juga harus mampu membawa masyarakat pada garis nilai-nilai ajaran agama tanpa mengesampingkan kebutuhan masyarakat pada teknologi kemajuan zaman. Untuk itu penting kiranya para Da’i atau calon Da’i memiliki pendidikan yang cukup dan mumpuni, dalam berdakwah nantinya.
Pendidikan yang dibutuhkan oleh para calon Da’i adalah bukan sekedar pendidikan keagamaan atau keislaman semata, akan tetapi lebih dari pada itu, yaitu pendidikan yang fokus dalam dakwah beserta ilmunya, atau dapat dikatakan sebagai pendidikan dakwah, yaitu pendidikan yang difokuskan pada bidang dakwah baik mengenai materi dan metodenya.
Pendidikan dakwah menjadi bekal para calon Da’i untuk berdakwah dalam masyarakat. Kebutuhan para Da’i akan penguasaan materi-materi dalam berdakwah, metode-metode dalam berdakwah, sampai pendekatan-pendekatan di dalam berdakwah hanya akan didapatkan melalui pendidikan dakwah yang baik, di samping pengetahuan dasar tentang agama, yaitu tentang landasan syariat, akidah, akhlaq, fiqih dan balaghah serta mantiq.
Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam dengan kurikulum Agama Islam salaf selama ini dipercaya sebagai tempat pendidikan agama, terbukti mampu menjadi salah satu tempat pendidikan dakwah yang masih eksis.
Pesantren mendidik santri untuk dapat memahami kitab-kitab klasik, seperti Tafsir Qur'an, kitab Hadits, kitab Akhlaq, sampai kitab fiqih, di samping itu santri juga dididik untuk dapat berinteraksi sosial dengan masyarakat, baik masyarakat di dalam pesantren maupun di lingkungan pesantren.
Pesantren juga mendidik santri untuk selalu berhitmah (mengabdi) baik kepada guru, kyai, santri senior, pada sesama santri lainnya, adanya ta'dhim dan tawadhu' di dalam pesantren juga sebagai bagian dari pendidikan di pesantren, di mana hal tersebut mengajarkan santri agar memiliki sifat rendah hati dan sopan santun dalam bermasyarakat.
Pendidikan dakwah tidak hanya sekedar sebagai kegiatan mentransfer pengetahuan agama semata, namun lebih dari itu semua, yaitu melatih seorang santri menjadi seorang Da’i yang mampu mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama Islam pada masyarakat dengan baik dan santun.
Keberadaan pesantren sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam pendidikan juga mendapat penguatan dari UU Sisdiknas 2003. Pasal 54 menjelaskan : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pesantren Pengembangan dan Dakwah X merupakan pesantren yang memfokuskan pendidikannya pada pendidikan dakwah, hal ini bukan berarti pendidikan yang diterapkan tidak sama dengan pesantren lainnya, akan tetapi memfokuskan di sini difahami sebagai komitmen pesantren untuk mencetak kader-kader Da’i yang memang betul-betul siap untuk terjun ke masyarakat dan mendampingi masyarakat dalam menghadapi perkembangan zaman sekarang ini.
Penekanan pendidikan dakwah di pesantren ini dapat dilihat dari kegiatan yang diterapkan pada santri, di mana santri tidak hanya diajarkan memahami materi-materi agama saja, akan tetapi santri juga diarahkan pada kegiatan yang bersifat pembahasan terhadap permasalahan-permasalahan yang saat ini mungkin terjadi, dengan mencari solusi atas permasalahan tersebut, hal tersebut sering disebut sebagai Masail Fiqhiyyah.
Satu program yang paling menonjol dalam bidang pendidikan dakwah di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X adalah adanya pendidikan dakwah secara nyata, yaitu dakwah keliling yang diprogramkan pesantren untuk santri di lingkungan luar pesantren. dalam program ini santri sengaja dikirim dan ditempatkan pada daerah yang membutuhkan pengajaran agama. kegiatan ini sering disebut dengan Khorij, dan kegiatan ini dilaksanakan tiga hari dalam tiap minggunya, selain itu juga ada dakwah bulanan dan juga dakwah tahunan.
Pengelolaan pendidikan dakwah dengan baik menjadi syarat utama dalam mencetak Da’i yang handal, di samping kurikulum dan pembelajaran dengan manajemen yang baik pula. Terpenting lagi adalah pembinaan pribadi santri yang baik dan berkesinambungan akan menjadikan santri sebagai Da’i yang mumpuni dan solid.
Penelitian ini didasari oleh : Pertama, manajemen kurikulum dan pembelajaran pesantren terlebih manajemen kurikulum dan pembelajaran pesantren merupakan masalah menarik untuk diteliti, karena manajemen pendidikan pesantren terlebih manajemen kurikulum dan pembelajaran pesantren merupakan motor penggerak dalam pendidikan islam dan pendidikan dakwah. Kedua, rata-rata kurikulum dan pembelajaran di pesantren mengarah pada pemahaman materi, sedangkan tujuan dakwah secara nyata tidak tersentuh sama sekali, sehingga hal tersebut menarik untuk diteliti. Ketiga, dari pengamatan peneliti manajemen kurikulum dan pembelajaran, serta pembinaan santri di pesantren X termasuk baik, hal ini terlihat dari kebanyakan alumni pesantren yang berhasil mendirikan pesantren cabang, dengan tetap solid terhadap jamaah pesantren X.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya tulisan yang mengupas masalah manajemen pesantren dalam meningkatkan pendidikan dakwah, untuk itu penulis menulis tulisan yang berjudul "MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PESANTREN DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN DAKWAH (STUDI KASUS DI PESANTREN PENGEMBANGAN DAN DAKWAH X)".

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka fokus penelitian secara umum dari penelitian ini adalah "Bagaimana manajemen pendidikan di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X". Adapun secara khusus penelitian ini difokuskan pada beberapa hal sebagai berikut : 
1. Bagaimana Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran yang dipakai di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X dalam meningkatkan pendidikan dakwah santri ?
2. Bagaimana Manajemen santri di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X dalam meningkatkan kualitas pendidikan dakwah santri ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan Manajemen Pendidikan di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X Dalam Meningkatkan Pendidikan Dakwah. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan : 
1. Mendeskripsikan Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran yang dipakai di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X dalam meningkatkan pendidikan dakwah santri.
2. Mendeskripsikan Manajemen pembinaan santri di Pesantren Pengembangan dan Dakwah X dalam meningkatkan pendidikan dakwah santri. 

D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang berjudul "Manajemen Kurikulum Dan Pembelajaran Pesantren Dalam Meningkatkan Pendidikan Dakwah (Studi Kasus di Pesantren Pengembangan Dan Dakwah X)" ini selain sebagai persyaratan menempuh gelar magister, juga diharapkan akan bermanfaat menambah kazanah keilmuan dalam bidang manajemen pendidikan, selain itu juga dapat menambah referensi tentang manajemen kurikulum dan pembelajaran pesantren secara umum. Selain dari pada itu, yang paling utama adalah penelitian ini dapat menambah sumbangsih terhadap dunia pendidikan Islam terlebih pada pendidikan di pesantren. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah kazanah keilmuan dalam bidang penelitian dan manajemen terlebih lagi dalam bidang manajemen pendidikan Islam, sekaligus dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan acuan bagi semua pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan manajemen pendidikan di pesantren.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi lembaga pendidikan Islam, terlebih pendidikan pesantren dalam mengembangkan pesantrennya, terlebih bagi pesantren yang memfokuskan pendidikan pada pendidikan dakwah. 
3. Manfaat Bagi Lembaga Pesantren
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu referensi dan rujukan bagi dunia pesantren dalam mengembangkan pesantren. Terlebih pada Pesantren Pengembangan dan Dakwah X dalam meningkatkan pendidikan dakwah di pesantren terkait.

TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

(KODE : PASCSARJ-0289) : TESIS PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU, DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Kemajuan dan keunggulan suatu bangsa tidak hanya ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM) atau majunya pendidikan. Pendidikan dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, informal dan non-formal. Madrasah Ibtidaiah (MI) merupakan satuan pendidikan formal bagi anak usia 6-12 tahun, yang bernaung di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pendidikan di MI mengacu pada kurikulum dari Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama, kepala sekolah pengambil keputusan di tingkat mikro yang bisa menentukan kebijakan mulai dari perencanaan pendidikan, proses, evaluasi dan tindakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi siswa dan mutu pendidikan dapat tercapai apabila masukan, proses, guru (pendidik), sarana dan prasarana serta biaya tersedia terlaksana dengan baik. Dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah guru. Seorang guru dituntut untuk dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan di lingkungan sekolah pada proses belajar mengajar.
Guru berperanan dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki. Kepala sekolah melakukan supervisi kepada guru agar profesional, guru yang profesional ketika menjalankan tugas akan bertanggung jawab.
Bentuk supervisi sesuai data dari kepala sekolah bahwa supervisi dilaksanakan minimal satu bulan sekali. Sedangkan praktik di lapangan 75% kepala sekolah MI se-Kecamatan X sebanyak 16 sekolah tidak sesuai dengan anjuran pengawas MI. Kemajuan kinerja guru seharusnya meningkat lebih baik. Supervisi kepala sekolah juga mempengaruhi budaya kerja.
Budaya kerja merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar yang tepat tentang sesuatu yang harus dikatakan atau dilakukan oleh pegawai. Budaya meningkatkan komitmen organisasi dari perilaku pegawai atau guru.
Budaya kerja guru di sebuah madrasah meliputi keempat aspek dalam kegiatan proses belajar mengajar yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi. Di MI se-Kecamatan X masih dijumpai beberapa guru yang terlambat masuk kelas pada pergantian jam pelajaran, guru mengajar tanpa persiapan perangkat pembelajaran, sebagian besar guru dalam membuat perencanaan pengajaran masih kesulitan, ini dibuktikan adanya rencana pembelajaran yang dibuat diterapkan dalam proses pembelajaran. 
Dalam proses pembelajaran sebagian besar guru tidak bisa menuntaskan materi sesuai dengan yang direncanakan. guru menganalisis hasil evaluasi dalam setiap pokok bahasan, dan hasilnya diinformasikan kepada siswa setelah itu ditindak lanjuti, ini jarang terjadi ketika belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM hams ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Disamping budaya kerja guru yang bisa mempengaruhi prestasi siswa ada juga faktor lain yang mempengaruhi yaitu kepuasan kerja guru.
Suatu gejala yang dapat membuat rendahnya prestasi belajar siswa adalah rendahnya kepuasan kerja guru dimana timbul gejala seperti kemangkiran, malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran, indisipliner guru dan gejala negatif lainnya. Sebaliknya kepuasan yang tinggi diinginkan oleh kepala sekolah karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi sekolah telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara harapan guru dengan imbalan yang disediakan oleh organisasi.
Meningkatnya kepuasan kerja bagi guru merupakan hal yang sangat penting, karena menyangkut masalah hasil kerja guru yang merupakan salah satu langkah dalam meningkatkan mutu prestasi belajar siswa. Ada beberapa alasan mengapa kepuasan kerja guru dalam tugasnya sebagai pendidik perlu untuk dikaji lebih lanjut.
Menurut Hasibuan (202 : 2007) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja guru harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang menikmati kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Terpenuhinya fasilitas di tempat kerja guru seperti perangkat pembelajaran, buku perpustakaan, internet, laboratorium dan alat peraga, memudahkan guru untuk mendapatkan materi pembelajaran. Fasilitas ini tidak terpenuhi dampaknya guru tidak bisa menyampaikan materi yang inginkan sehingga prestasi siswa bisa menurun, sebaliknya jika fasilitas terpenuhi kemungkinan ketika mengajar siswa menerima pelajaran dengan baik dan prestasi siswa akan meningkat.
Permendiknas No. 19 Tahun 2007 Tentang Pengawasan dan Evaluasi disebutkan bahwa supervisi pengelolaan dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah. Pengelolaan pendidikan di sekolah pada hakikatnya dititikberatkan pada manajemen kepala sekolah dan guru yang profesional, untuk tujuan sekolah adalah meninjau tentang manajemen kepala sekolah dengan melakukan supervisi dan kualitas gurunya dengan budaya kerja yang baik untuk menciptakan kepuasan kerja guru, sehingga harapan dan tujuan sekolah untuk mewujudkan siswa yang berprestasi bisa terwujud.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah menjalani serangkaian proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut digambarkan secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas dinyatakan dengan angka antara 0 sampai 100. Sedangkan secara kualitas digambarkan dengan kategori sangat baik, baik, sedang dan kurang.
Berdasarkan Kemendiknas Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Pasal 3, bahwa jumlah peserta dalam satu kelas untuk tingkat SD/MI 30-40 siswa. Hal ini dapat dibandingkan dengan siswa yang ada di MI di Kecamatan X rata-rata setiap kelas 15-20 siswa. Itu artinya lebih sedikit jumlah siswa seharusnya prestasi lebih meningkat, karena guru dalam mengajar dan membimbing siswa bisa lebih fokus. Kenyataan di lapangan menurut data di Kementerian Agama Kabupaten X dari tahun 2010-2013 belum ada siswa yang berprestasi di tingkat regional ataupun tingkat nasional dari MI di Kecamatan X.
Peningkatan prestasi siswa belum optimal walaupun pada rata-rata nilai terakhir ada sedikit peningkatan. Apakah keberhasilan siswa merupakan prestasi kinerja guru ? Tentunya perlu ada penelitian untuk membuktikan asumsi tersebut.
Banyak keterbatasan bukan berarti pada MI di Kecamatan X kategori rendah dalam prestasi siswa. Kesimpulan dari berbagai pendapat di atas jika dikaitkan dengan kondisi prestasi siswa menimbulkan pertanyaan : kondisi tersebut disebabkan oleh siswa atau guru ? Sebab dilihat dari sarana dan prasarana, fasilitas belajar mengajar dan ketersediaan sumber belajar kondisi di MI di Kecamatan X lebih memadai daripada kondisi di daerah-daerah lain. Jawaban sementara untuk pertanyaan di atas bisa disebabkan oleh siswa atau guru atau kepala sekolah atau ketiga-tiganya. Tetapi mengingat bahwa pada jenjang MI peran kepala sekolah dan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar mengajar fokus pada prestasi siswa, maka penelitian ini memfokuskan pada perhatian kepala sekolah terhadap guru dan budaya kerjanya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengangkat judul "PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH, BUDAYA KERJA GURU DAN KEPUASAN KERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MI" Penelitian ini memfokuskan pada variabel supervisi kepala sekolah, budaya kerja guru dan kepuasan kerja guru sehingga menghasilkan pada prestasi belajar siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dari penelitian tentang pengaruh supervisi kepala sekolah budaya kerja dan kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa di MI di Kecamatan X maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 
1. Apakah ada pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa ?
2. Apakah ada pengaruh budaya kerja terhadap prestasi belajar siswa ? 
3. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa ?
4. Apakah ada pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja dan kepuasan kerja terhadap prestasi siswa MI di Kecamatan X bertujuan untuk : 
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
2. Mengetahui seberapa besar Pengaruh budaya kerja terhadap prestasi belajar siswa.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi belajar siswa.
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi kepala sekolah, budaya kerja, dan kepuasan kerja secara bersama-sama terhadap prestasi belajar siswa.

D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberi kontribusi terhadap manajemen pendidikan umumnya khususnya manajemen pendidikan supervisi kepala sekolah meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Dapat menyumbangkan pengembangan keilmuan untuk penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa di sekolah.
c. Menambah khasanah ilmiah yang berkaitan dengan hubungan prestasi siswa dengan supervisi kepala sekolah, budaya kerja guru yang baik serta kepuasan kerja guru.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan dan kepala sekolah ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini sebagai masukan agar lebih tanggung jawab untuk selalu meningkatkan diri dengan menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan demi meningkatkan prestasi belajar siswa.

TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH

TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH

(KODE : PASCSARJ-0288) : TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN (1999)1 adalah mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan akhlak yang mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggung jawab, trampil serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjalankan amanat GBHN tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002, dan lebih terfokus lagi, setelah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan dan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut ditjen. Kelembagaan Islam. Adalah menjadi tanggung jawab pendidikan, utamanya dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Kompetensi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi era kemajuan dunia dewasa ini, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) yang
diberlakukan pada tahun 2003, dan maupun di kawasan negara-negara Asia Pasifik (APEC) yang berlaku pada tahun 2010 untuk negara-negara maju dan 2020 untuk negara-negara anggotanya termasuk Indonesia.
Dalam rangka pengembangan mutu tersebut, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Mulai tahun 2001 pemerintah mencoba menggunakan paradigma baru manajemen pendidikan baik secara makro maupun secara mikro. Paradigma baru manajemen pendidikan makro adalah desentralisasi pendidikan yang dilandasi oleh Undang-Undang No 22 dan 25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang melahirkan otonomi pendidikan. Sedangkan manajemen mikro di bidang pendidikan adalah dicobanya sebuah model pendidikan dari madrasah, oleh madrasah dan untuk madrasah. Model manajemen tersebut biasa di sebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM).
Secara umum manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah (MPMBM), dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada madrasah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga madrasah (kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan) dan warga masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkatkan mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian esensi MPMBM adalah otonomi, fleksibilitas/keluwesan dan pelibatan. Dengan otonomi yang besar, maka madrasah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola madrasahnya, sehingga madrasah lebih mandiri.
Dengan kemandiriannya madrasah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Dengan fleksibilitas, madrasah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya madrasah secara optimal. Demikian juga, dengan partisipasi/pelibatan warga madrasah dan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan madrasah, maka rasa memiliki mereka terhadap madrasah dapat ditingkatkan. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan rasa dedikasi warga madrasah dan warga masyarakat terhadap madrasah.
Sedangkan kedudukan madrasah dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003/ bab IV/ pasal 17, ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : (ayat 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, (ayat. 2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiah (MI) atau bentuk lain yang sederajat. serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Dan lebih terfokus lagi yakni pasal 51 (ayat 1) bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Merujuk pada Undang-Undang tersebut di atas, maka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang diterapkan oleh DEPDIKNAS bagi sekolah umum, maka hal serupa berlaku juga bagi madrasah sebagai institusi penyelenggaraan pendidikan berciri khas Islam di bawah naungan Departemen Agama. Dengan manajemen mutu berbasis madrasah ini penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih fokus dan terencana dengan baik.
Semangat kemandirian masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam di Madrasah (MI) sangat tinggi. Hanya saja, semangat keagamaan dan dakwah tersebut pada umumnya belum banyak disertai dengan profesionalitas dalam manajemen madrasah, serta belum banyak didukung oleh sumberdaya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan (kurikulum), sistem pembelajaran, sumberdaya manusia, sumber dana maupun sarana dan prasarana yang memadai, sehingga sebagian besar proses dan hasil pendidikannya belum menunjukkan kualitas mutu yang diharapkan.
Kecenderungan masyarakat terhadap pendidikan pada madrasah, umumnya masih didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah belum secara menyeluruh menyentuh masyarakat yang secara ekonomi mampu (menengah ke atas).
Penyebabnya adalah madrasah di pandang sebagai lembaga pendidikan yang kurang berkualitas atau bermutu bila di bandingkan dengan sekolah umum lainnya. Tetapi anggapan tersebut tidak semuanya benar, banyak di antara madrasah yang berhasil mengembangkan lembaganya bahkan lebih unggul dan sederajat dengan sekolah-sekolah unggul lainnya.
Lebih khusus Madrasah Ibtidaiah Negeri X (MIN X), adalah salah satunya, lembaga ini lebih dikenal masyarakat luas bahkan tingkat nasional dan internasional. Sebagai gambaran bahwa kecenderungan masyarakat Kota X dan sekitarnya terhadap MIN Malang 1 sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti. Kecenderungan ini dapat dilihat pada saat tahun ajaran baru. Para orang tua siswa berbondong-bondong melamar sebagai calon siswa/i baru dan berharap dapat diterima di MIN X ini. Sebagai contoh data pendaftaran siswa baru tahun pelajaran 2007/2008, jumlah pendaftar siswa baru mencapai 600-700, angka ini hampir merata setiap tahunnya. Sedangkan yang diterima hanya 160 calon siswa baru, jumlah ini disesuaikan dengan daya tampung yang ada.
Jika ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua siswa, maka dapat dikategorikan masyarakat dengan status/pekerjaannya; pegawai negeri 28,6%; TNI/Polri 1,4%; karyawan swasta 54,2%; guru/dosen 4%; pedagang 0,3%, serta lain-lainnya 10,7%.7 Jika dilihat angka presentasi tersebut di atas, maka dapat dipastikan status masyarakat atau orang tua siswa adalah mereka (orang tua siswa) yang memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas atau dikategorikan masyarakat mampu.
Dengan pola MPMBM ini pula menurut koordinator humas MIN X. Madrasah memiliki keleluasaan untuk menjalin hubungan atau kerja sama kemitraan dengan warga masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di madrasah. Kerja sama kemitraan tersebut diantaranya komite madrasah (adalah representatif dari unsur terpenting dalam masyarakat) pemerintah (Kan Depag. Kota X dan Dinas P&P Kota X) Perguruan Tinggi di Kota X. Dengan pola kerja sama kemitraan yang dikembangkan di MIN X ini masyarakat merasa memiliki madrasah, hal ini dapat dibuktikan dengan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam proses penyelenggaraan pendidikan diantaranya komite madrasah yang berperan penting dan berfungsi menyediakan sarana dan prasarana serta membantu kesejahteraan para pegawai non PNS (GTT dan PTT) di lingkungan MIN X sesuai dengan kemampuan. Serta dukungan orang tua siswa yang bergabung dalam paguyuban orang tua siswa (POS). Pos ini berfungsi membantu proses penyelenggaraan pendidikan di luar jam pelajaran dengan berperan langsung mendesain materi sesuai dengan bahan ajar dan lokasi kunjungan serta berbagai fasilitas lain yang diperlukan.
Dalam implementasi program mutu pada MIN X, lebih difokuskan pada pencapaian visi. misi, tujuan (baca bab III poin b tentang situs penelitian) adapun ruang lingkup dari target/sasaran yang ingin dicapai adalah juga bagian dari gugusan substansi manajemen madrasah yang meliputi; kurikulum dan pembelajaran, pengembangan sumber day a manusia, sarana dan prasarana, administrasi dan keuangan, kesiswaan dan humas, layanan khusus serta standar operasional manajemen kelas. Komponen-komponen tersebut di atas adalah bagian terpenting dari sasaran yang juga diimplementasikan dalam manajemen pendidikan dalam proses pencapaian pendidikan yang bermutu di MIN X.
Di samping komponen-komponen disebutkan di atas, ada juga faktor-faktor lain yang turut membantu pencapaian pendidikan yang bermutu di MIN X diantaranya kesungguhan dan kedisiplinan. Sebagaimana dicontohkan oleh Kepala Madrasah untuk hadir pertama kali dengan memberikan ucapan selamat datang kepada siswa, guru dan karyawan yang datang. Lingkungan dan layanan, lingkungan yang bersih dan sehat merupakan cermin sikap tanggung jawab. Disamping pelayanan yang optimal tetap diberikan sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan menerapkan manajemen yang terbuka.
Upaya dan kerja keras yang diwujudkan bersama antara warga madrasah dan warga masyarakat agar dapat terwujud pengelolaan madrasah yang unggul baik secara kuantitas maupun kualitas (sarana/prasarana, keuangan dan SDM) terwujud dengan berbagai prestasi-prestasi yang dimilikinya. Prestasi adalah ukuran keberhasilan suatu lembaga, untuk itu prestasi akademik maupun non-akademik akan menjadi tujuan utama lembaga ini baik di tingkat kota, provinsi, nasional maupun international. Dalam hal ini MIN X telah menunjukkan bahwa dirinya memang berprestasi, hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah prestasi yang diraih lembaga ini baik lokal, provinsi, nasional dan internasional.
Dengan demikian layak untuk diteliti bagaimana implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah yang diterapkan di MIN X, agar nantinya hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga-lembaga pendidikan berciri khas Islam (madrasah) pada khususnya.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitian ini sebagai berikut : 
1. Bagaimana penyusunan sasaran mutu pada MIN X ?
2. Bagaimana pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pada MIN X ?
3. Bagaimana monitoring dan evaluasi pelaksanaan mutu pada MIN X ?

C. Tujuan penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan penyusunan sasaran mutu pada MIN X.
2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pada MIN X.
3. Untuk mendeskripsikan monitoring dan evaluasi pelaksanaan mutu pada MIN X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian dengan judul Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah (Studi kasus MIN X) diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak. Dan selain itu juga sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan bagi peneliti. Manfaat dapat ditinjau dari dua aspek yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Diantaranya sebagai berikut : 
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan bagi semua pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini dijadikan pedoman bagi pengelola pendidikan untuk mengembangkan pola yang berorientasi pada implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah. Terutama lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah) dan pihak-pihak yang memanfaatkan hasil penelitian demi peningkatan mutu di lembaga pendidikan serta dijadikan bahan koleksi ilmiah pada perpustakaan.
3. Bagi Pengelola Pendidikan
a. Pengelola pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber informasi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dari implementasi manajemen berbasis madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dijadikan bahan evaluasi guna mencapai tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
b. Pengelola pendidikan dapat mengambil kebijakan tentang pemecahan masalah secara tepat, efektif dan efisien serta memperhatikan permasalahan yang timbul dan berkembang di tengah-tengah masyarakat
c. Pengelola pendidikan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan kajian serta informasi baru tentang implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah.
4. Manfaat bagi Pendidik
a. Pendidik dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan atas dasar temuan penelitian ini untuk mengimplementasikan manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah yang lebih efektif dan efisien.
b. Pendidik dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran yang meningkat serta dapat mengetahui cara-cara yang lebih baik untuk dapat mengelola manajemen kelembagaan dengan baik demi mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan bersama.

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN

TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN

(KODE : PASCSARJ-0287) : TESIS PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN DAN KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA MADRASAH TERHADAP KINERJA GURU MAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi, di tengah peliknya pendidikan dewasa ini dengan berbagai kendala yang dihadapi serta harapan ke depan, diperlukan pemimpin yang profesional untuk mewujudkan visi pendidikan yang telah dirinci dalam misi dan program-program yang jelas dan terarah. Dalam menghadapi kehidupan terbuka dalam abad 21 dengan masalah-masalah globalnya, menurut Tilaar diperlukan pemimpin-pemimpin yang sesuai yang disebut pemimpin profesional, pemimpin yang tidak hanya menguasai kemampuan dan keterampilan untuk memimpin tetapi juga dituntut dari padanya dua hal, yaitu : pemimpin yang dapat mengejawantahkan nilai-nilai moral di dalam sistem pendidikan, dan pemimpin yang memiliki dan menguasai nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu berarti kepemimpinan tidak sekedar dilandasi oleh kemampuan seseorang dalam mengatur dan menjalankan mekanisme kepemimpinannya, melainkan menganggap kepemimpinan lebih dilandasi oleh nilai-nilai spiritual (spiritual leader), dimana pemimpin dijadikan model/panutan bagi bawahannya.
Kepala madrasah sebagai pemimpin profesional di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting, mengingat posisinya yang secara struktural sebagai pimpinan legal formal memiliki kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya.
Gorton mengemukakan bahwa "perangkat sekolah seperti kepala sekolah, dewan guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sukses atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk menumbuhkan iklim kerja sama agar dengan mudah dapat menggerakkan sumber day a manusia yang ada, sehingga pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien".
Dalam lembaga pendidikan, baik itu sekolah atau madrasah disamping dibutuhkan kepala madrasah profesional, juga perlu adanya tenaga kependidikan yang kompeten dan profesional. Hal ini dikarenakan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kualitas tenaga pendidik, dalam hal ini guru, karena guru memegang peran sentral dalam proses belajar mengajar, dimana guru harus berinteraksi langsung dengan para siswa.
Madrasah sebagai sebuah organisasi, harus mampu membangun kredibilitas dan kinerjanya secara baik sesuai harapan dari stakeholdernya yaitu tidak hanya menjadi lembaga kepercayaan masyarakat (trustworthy institution) tetapi juga sebagai agen dari pembangunan (agent of development). Kredibilitas dan kinerja yang baik tersebut ditentukan oleh beberapa pihak baik kinerja pendidik maupun tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini didukung pendapat Prawirosentoso bahwa "kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing". Hal yang sama dikatakan oleh Mangkunegara yang mendefinisikan "kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya".
Paparan di atas mengimplikasikan bahwa guru memegang peran yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan pembelajaran di madrasah. Dengan demikian kinerja guru harus terus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya mengemban amanat pendidikan seperti yang telah digariskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Berbagai upaya dan strategi harus dilakukan dengan baik terencana agar kinerja guru terus meningkat dan dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah kepemimpinan kepala madrasah, hal ini sebagaimana hasil penelitian Ana Susana yang menunjukkan bahwa : 
Ada hubungan antara variabel pengetahuan administrasi terhadap motivasi kerja guru MTs Negeri di Kabupaten X. Ada hubungan antara variabel kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi kerja guru MTs Negeri di Kabupaten X. Secara simultan ada hubungan antara pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi kerja guru.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin bagus pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala madrasah maka motivasi kerja guru akan semakin meningkat pula. Sebaliknya jika pengetahuan administrasi dan kepemimpinan kepala sekolah jelek, maka motivasi kerja guru akan rendah.
Kepala madrasah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan madrasah. Perilaku kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kinerja guru. Oleh karena itu dalam pendidikan modern, kepemimpinan kepala madrasah perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini penting untuk diperhatikan agar kepala madrasah dapat berperan dengan baik dalam mencapai tujuan madrasah yang telah direncanakan. Kepala madrasah harus memiliki faktor pendukung terhadap kepemimpinannya, sebagaimana diungkapkan oleh Sergiovanni (1991), sebagai berikut : (1) memiliki kepribadian yang kuat, (2) memahami tujuan pendidikan dengan baik, (3) memiliki pengetahuan yang luas, dan (4) memiliki keterampilan profesional.
Gorton (1991) mengemukakan bahwa "pemimpin pendidikan merupakan sosok yang mengorganisasikan sumber-sumber daya insani dan sumber-sumber daya fisik untuk mencapai tujuan organisasi pendidikan secara efektif dan efisien". Peran utama adalah mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur dan kebijaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan efisiensi pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian paparan tersebut memperkuat keberadaan perilaku kepemimpinan kepala madrasah yang memiliki dampak terhadap kinerja guru.
Hal di atas mengisyaratkan bahwa keberhasilan madrasah sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala madrasah, karena kepala madrasah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh madrasah menuju tujuannya.
Gorton (1976) mengemukakan bahwa "kepala sekolah sebagai pemimpin di suatu sekolah dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang ada di sekolahnya". Dengan demikian kepala sekolah mempunyai peranan besar dalam meningkatkan kualitas guru dan harus terus menerus membina moral kerja guru, sehingga setiap guru akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Pencapaian tujuan sekolah baik secara kuantitas maupun kualitas tidak terlepas dari orang-orang yang tergabung dalam organisasi sekolah. Griffiths dalam Gorton (1976) menguraikan bahwa baik buruknya sekolah ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakannya. Oleh karena itu kemampuan setiap pemimpin dalam mempengaruhi bawahan sangat berpengaruh dalam mengembangkan pola perilaku, baik berupa tingkah laku, tindakan, maupun cara-cara dalam seluruh kegiatan yang digunakan untuk mencapai tujuan sekolah. Upaya mempengaruhi bawahan ini, biasanya tampak dalam pola perilaku tertentu, yang disebut dengan perilaku kepemimpinan.
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi/madrasah sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan lembaga pendidikan. Seorang pimpinan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam daerah wewenangnya yang disebut sebagai kinerja manajerial. Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan organisasi.
Kinerja guru di madrasah tidak hanya dipengaruhi oleh pelaksanaan tugas dan pekerjaannya termasuk seberapa besar kewenangan dan tanggung jawabnya, tetapi ditentukan juga antara lain oleh faktor kepemimpinan kepala madrasah dan budaya organisasi yang berlaku dan berjalan di madrasah tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruki, A.S (2001) yang mengatakan bahwa "performance management sebenarnya menjamah semua elemen, unsur atau input yang hal didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi dan kinerja karyawannya. Elemen tersebut adalah teknologi yang digunakan, kualitas dari input, kualitas lingkungan fisik seperti keselamatan kerja, kesehatan kerja., kepemimpinan serta iklim dan budaya organisasi".
Bila diamati, bahwa guru sudah menunjukkan kinerja maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar, akan tetapi masih ada sebagian guru belum menunjukkan kinerja yang baik, tentunya secara tidak langsung akan berpengaruh pada kinerja guru secara makro.
Namun pada kenyataannya di lapangan, masih ada sebagian guru yang belum menyadari sepenuhnya tugas dan tanggungjawab yang diembannya sehingga kewajibannya sering terabaikan. Kadangkala guru hanya menerapkan metode mencatat pelajaran sampai selesai, memberikan tugas menyelesaikan soal-soal latihan kemudian meninggalkan kelas hingga pelajaran selesai, sehingga suasana kelas berubah menjadi tidak kondusif karena guru tidak hadir di kelas tanpa ada alasan yang jelas. Bahkan seringkali siswa keluar kelas karena gurunya tidak ada dan guru kurang menanamkan nilai-nilai kedisiplinan kepada siswa. Fenomena tersebut sangat memprihatinkan, hal ini dikarenakan kinerja guru yang rendah, untuk itu diperlukan adanya pembenahan-pembenahan yang lebih baik agar guru memahami tugas dan tanggungjawabnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa disiplin dalam proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang patut mendapat perhatian. Sikap disiplin yang ditunjukkan oleh guru menunjukkan salah satu bentuk kinerja guru. Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan amanah, profesi, yang diembannya, rasa tanggungjawab moral yang diembannya. Semua itu akan terlihat dari kepatuhan dan loyalitas di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas.
Kinerja guru yang berkualitas ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kepemimpinan kepala madrasah. Hal ini karena kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias untuk mencapai tujuan. Kinerja yang optimal merupakan perwujudan dari kualitas guru, dan dengan kerja yang optimal berarti para guru benar-benar dapat berfungsi sebagai pegawai yang dapat bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi yang hendak dicapai. Apabila tujuan peningkatan kinerja guru dapat terpenuhi, maka tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.
Kepala madrasah, di samping sebagai pemimpin ia juga sebagai manajer pendidikan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Sebagai manajer, kepala madrasah harus memiliki pengetahuan yang luas untuk mengarahkan semua sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini adalah memberdayakan guru untuk mencapai kinerja secara maksimal. Ol eh karena itu sebagai manajer maka kepala madrasah harus mampu menggerakkan para guru untuk mencapai kinerja yang maksimal melalui pemberian dorongan dan motivasi, atau dengan kata lain kepala madrasah harus mampu menjadi motivator yang handal. Masalah inti motivasi ialah membangun cara merangsang sekelompok orang yang masing-masing memiliki kebutuhan yang khas dan kepribadian yang berbeda untuk bekerja sama menuju pencapaian sasaran organisasi dengan memperhatikan keinginannya (wants) dan kebutuhannya (needs).
Seperti yang dikatakan di atas, bahwa kepala madrasah harus mempunyai kemampuan manajerial yang bagus untuk memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tapi pada kenyataannya di lapangan, kepala madrasah lemah dalam kompetensi manajerialnya sehingga tidak mampu menjalankan organisasi dengan baik. Hal ini sebagaimana diungkapkan Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas Surya Dharma bahwa "kebanyakan kepala sekolah di Indonesia lemah dalam kompetensi manajerial dan supervisi".
Pada umumnya, kepala madrasah di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai manajer profesional, karena pengangkatannya tidak didasarkan pada kemampuan dan pendidikan profesional, tetapi lebih pada pengalaman menjadi guru. Hal ini disinyalir pula oleh laporan Bank Dunia (1999) bahwa "salah satu penyebab menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah kurang profesionalnya kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan".
Data dari Depdiknas, dari dua ratus lima puluh ribu (250.000) kepala sekolah di seluruh tanah air, lebih dari 70% tercatat memiliki dua sisi kelemahan, yakni manajerial dan supervisi. Direktur Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Surya Dharma mengungkapkan kelemahan tersebut karena di sejumlah daerah penunjukan kepala sekolah asal comot saja.
Menyadari hal tersebut, maka keterampilan manajerial dan supervisi merupakan kemampuan yang mesti dimiliki kepala madrasah. Di samping tiga kompetensi lainnya yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi kewirausahaan, dan kompetensi sosial.
Terkait dengan keterampilan manajerial kepala madrasah dan merujuk pada Permendiknas Nomor 13 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kepala madrasah. Di antaranya : penyusunan rencana sekolah, mengembangkan organisasi sekolah, memberdayakan sumber daya sekolah secara optimal, mengembangkan sekolah menuju organisasi pembelajaran yang efektif, menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif, kemampuan mengelola guru dan staf, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, pengembangan kurikulum, keuangan sekolah yang akuntabel, transparan dan efisien, ketatausahaan sekolah, sistem informasi dalam mendukung program dan pengambilan keputusan, kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah, serta adanya monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program sekolah dengan prosedur yang tepat.
Robert L Katz mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki administrator yang efektif adalah keterampilan teknis (technical skill), keterampilan hubungan manusiawi (human relation skill), dan keterampilan konseptual (conceptual skill).14 Dilain pihak, Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang manajer, yang mencakup : (1) Cultural flexibility; (2) Communication skills  (3) Human Resources Development skills; (4) Creativity; dan (5) Self Management of learning.
Keberhasilan madrasah banyak ditentukan oleh peran guru dan kepala madrasah, meskipun keberhasilan kinerja guru juga sangat ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang berperan terhadap kinerja guru adalah kemampuan manajerial kepala madrasah. Hal ini sebagaimana hasil penelitian Gemnafle menyimpulkan bahwa "keterampilan manajerial memberikan kontribusi 33,79 terhadap kinerja guru. Lebih lanjut Gemnafle menyimpulkan bahwa terdapat jalur hubungan kausal langsung yang cukup signifikan antara keterampilan manajerial kepala sekolah dengan kinerja guru dalam mengajar pada SMU Negeri dan swasta".
Dari paparan di atas, peneliti tertarik untuk menulis tesis dengan judul '"Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan Keterampilan Manajerial Kepala Madrasah Terhadap Kinerja Guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X". Hal ini didasarkan pada alasan bahwa : pertama, kepemimpinan merupakan masalah menarik untuk diteliti, karena kepemimpinan kepala madrasah merupakan motor penggerak dan penentu arah yang hendak ditempuh dalam mewujudkan tujuan madrasah. Kedua, rata-rata kepala madrasah lemah dalam hal keterampilan manajerial, sebagaimana data dari Depdiknas dan juga laporan dari Bank Dunia, sehingga hal ini menarik untuk diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja guru. Ketiga, dari
pengamatan peneliti kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X termasuk baik, hal ini terlihat dari kedisiplinan guru-guru, adanya supervisi secara kontinyu oleh kepala madrasah, ini tentunya tidak lepas dari kepemimpinan dan kemampuan manajerial kepala madrasah dalam mengelola lembaga tersebut.
Dipilihnya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X dikarenakan 1). Di wilayah Kotamadya X, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang ada dibawah naungan Departemen Agama Kota X hanya dua madrasah tersebut, sehingga keduanya dijadikan obyek penelitian 2). MAN 1 dan MAN 3 termasuk madrasah yang unggul/berprestasi baik dari segi prestasi akademik maupun non akademik, hal ini tentunya tidak terlepas dari kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan juga kinerja gurunya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah umum penelitian ini adalah "apakah ada pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?". Sedangkan rumusan masalah khusus penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
2. Apakah ada pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
3. Apakah ada pengaruh positif signifikan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?
4. Apakah ada pengaruh positif signifikan secara simultan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian secara umum adalah untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 
1. Untuk menjelaskan gambaran perilaku kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
2. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan perilaku kepemimpinan kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
3. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.
4. Untuk menjelaskan pengaruh positif signifikan secara simultan perilaku kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis : bagi berbagai pihak antara lain : 
1. Manfaat Teoritis : 
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam implementasi teoretik peningkatan kinerja guru.
2. Manfaat Praktis : 
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan kontribusi pemikiran kepada berbagai pihak antara lain : 
a. Bagi Madrasah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan madrasah, khususnya bagi madrasah yang bersangkutan mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi Kepala Madrasah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi kepala madrasah agar berupaya meningkatkan keterampilan manajerial dan juga kepemimpinannya guna meningkatkan kinerja guru di lembaga yang dipimpinnya.
c. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi guru agar selalu berupaya meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik dan pengajar, serta menambah wawasan dan pengetahuan guru tentang bagaimana mengoptimalkan kinerja dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di madrasah.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan atau setidaknya dapat memperkaya informasi empirik dalam hal kepemimpinan, keterampilan manajerial kepala madrasah dan kinerja guru yang dapat dipakai sebagai data banding atau rujukan dengan mengubah atau menambah variabel lain sekaligus dapat menyempurnakan penelitian ini.

TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN

TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN

(KODE : PASCSARJ-0286) : TESIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan dan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sebagaimana dimaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan adalah sebuah aktivitas yang kompleks, di mana dalam kondisi ideal diharapkan dapat mengakomodasikan seluruh kebutuhan dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembentukan mental dan kepribadian peserta didik sebagai bentuk dari upaya memanusiakan manusia muda menjadi manusia yang bertakwa, cakap, bertanggung jawab, cerdas, mandiri, kreatif, terampil, atau dengan kata lain menjadi manusia yang seutuhnya, yang dalam konteks keindonesiaan disebut manusia Indonesia seutuhnya.
Apapun jalur, jenis dan jenjangnya, pendidikan membutuhkan institusi inti di mana kegiatan pendidikan tersebut berpusat. Dalam jalur pendidikan informal, keluarga dapat dianggap sebagai institusi inti, sedangkan institusi inti dalam jalur pendidikan nonformal dapat berupa lembaga-lembaga kursus dan semacamnya. Sementara sekolah adalah institusi inti dalam jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kualitas atau mutu pendidikan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang terjadi dalam institusi pendidikan tersebut, meskipun sangat dipahami bahwa mutu pendidikan (formal) sangat dipengaruhi oleh banyak faktor di luar lembaga pendidikan. Seperti diketahui, sebagai sebuah kegiatan sadar tujuan, pendidikan adalah sebuah aktivitas yang sangat kompleks yang melibatkan banyak pihak dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik di dalam internal lembaga maupun di luar lembaga.
Di tengah berbagai kritik tentang fungsi dan peran sekolah sebagai institusi pendidikan, tak dapat dipungkiri bahwa sekolah adalah lembaga yang sampai saat ini diakui paling efektif dalam menjalankan fungsi pencerahan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa secara massal. Meskipun ada pemikiran semacam de schooling society yang dimotori oleh Ivan Illich, sampai saat ini sekolah adalah institusi yang menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat untuk membentuk manusia seutuhnya dalam rangka membudayakan manusia, meskipun ada institusi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu keluarga dan masyarakat.
Lingkungan keluarga mungkin akan sangat mempengaruhi pembentukan mental dan kepribadian, lingkungan masyarakat mungkin akan sangat mempengaruhi perilaku, tapi dari institusi-institusi tersebut sangat sulit diharapkan terjadinya proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara sistematis dan terencana, dan sejauh ini fungsi tersebut hanya bisa diperankan oleh sekolah, apapun bentuk sekolah tersebut. Seperti diketahui, sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik dan profesional (Slamet, 2005).
Sebagai sebuah institusi yang menyelenggarakan fungsi-fungsi pendidikan, sekolah diharapkan tidak hanya menjadi pusat dan wahana transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga menjadi wahana transformasi nilai-nilai dan pengembangan sumber daya manusia muda secara komprehensif. Hal ini dapat dimengerti karena peserta didik berada dalam suatu interaksi dengan pendidik dan warga sekolah lain serta lingkungannya dalam waktu yang relatif lama. Untuk sekolah lanjutan, keberadaan peserta didik di sekolah berkisar antara 40 jam sampai dengan 50 jam per minggu, dan kurang lebih ada 40 sampai 46 minggu dalam satu tahun ajaran. Durasi waktu sepanjang ini tentu mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap diri peserta didik, sehingga desain sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil atau mini society dapat membawa pengaruh-pengaruh positif ke dalam peserta didik melalui berbagai interaksi dan proses yang terjadi di sekolah, baik yang terjadi di dalam maupun di luar kelas.
Sekolah adalah sebuah organisasi yang mempunyai tujuan spesifik, yaitu menyelenggarakan fungsi-fungsi pendidikan dengan output dan outcome berupa human resources atau sumber daya manusia. Keberhasilan atau kinerja sekolah dapat diukur dari banyak aspek, mulai dari kualitas dan kelengkapan sarana dan prasarana, kinerja kepala sekolah, tertib administrasi, penataan dan tampilan lingkungan, pelaksanaan pemelajaran, kedisiplinan warga sekolah, prestasi siswa, dan outcome lembaga tersebut. Tetapi yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana sebuah lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan atau tamatan dalam ujud manusia seutuhnya, yang diukur bukan semata-mata dari kemampuan akademis saja, tetapi bagaimana output atau outcome dari lembaga tersebut dapat mengembangkan seluruh potensi dirinya secara optimal. Hal terpenting dalam proses pencapaian tujuan pendidikan yang ideal adalah bagaimana seluruh potensi sumber daya yang ada dimanfaatkan dan diberdayakan secara sinergis dalam sebuah proses yang sistematis dan terencana.
Sekolah adalah salah satu bentuk organisasi yang di ada di masyarakat yang menjalankan salah satu kebutuhan dan misi kehidupan masyarakat beradab, yaitu menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Organisasi merupakan struktur koordinasi yang terencana yang formal, melibatkan dua orang atau lebih, dalam rangka mencapai tujuan bersama. Organisasi dicirikan dengan hubungan kewenangan dan tingkatan pembagian kerja (Robbins 2002). Dari pengertian tersebut paling tidak ada tiga komponen sebagai pembentuk organisasi, yaitu anggota organisasi, tujuan bersama, dan sistem. Anggota organisasi adalah manusia, dan manusia adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi tersebut.
Organisasi adalah wahana manusia untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan hidupnya. Organisasi adalah wadah atau sarana yang digunakan oleh manusia untuk mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan saling berinteraksi untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Organisasi ada didorong oleh kemunculan sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi manusia di dalam meraih tujuan yang ingin dicapainya, di mana tantangan dan masalah itu tentu harus dipecahkan. Dengan kata lain sebenarnya organisasi adalah salah satu alat dari manusia untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapinya.
Masalah dan tantangan adalah adanya kesenjangan antara harapan atau kondisi ideal yang diinginkan yang diinginkan dengan kenyataan yang ada. Ada banyak sumber masalah, antara lain keterbatasan sumber daya (scarcity) dan konsep tentang ketidakpastian masa depan atau uncertainly (Dermawan 2004). Kedua hal tersebut sebenarnya adalah inti dari munculnya sebuah mekanisme di dalam organisasi, yaitu bagaimana seluruh anggota organisasi yang tersusun dalam sebuah tatanan tertentu membuat pilihan-pilihan mengenai apa yang terbaik menurut anggota organisasi tersebut di dalam mencapai tujuan. Di dalam keterbatasan mengenai sumber daya dan ketidakpastian masa depan, anggota organisasi harus mengambil keputusan untuk memilih alternatif-alternatif yang dirasa paling menguntungkan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, organisasi sebenarnya adalah "mesin pembuat keputusan", termasuk di dalamnya organisasi penyelenggara pendidikan.
Bila ditelusuri lebih jauh lagi, pengambilan keputusan sebenarnya adalah fitrah dari manusia, yang harus dijalani oleh manusia dalam setiap langkah kehidupannya dari waktu ke waktu. Pengambilan keputusan adalah prasyarat dari sebuah tindakan, baik itu bersifat mayor ataupun minor. Pengambilan keputusan merupakan proses memilih suatu rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif (Tjiptono, 2001).
Dalam organisasi yang paling sederhana yang terdiri dari dua orang, baik secara alamiah ataupun disengaja pasti akan ada yang menjadi pemimpin atau manajer, dan lainnya secara otomatis menjadi anggota atau pengikut, serta kedua unsur tersebut pasti akan membuat keputusan-keputusan dalam sebuah mekanisme yang relatif sederhana. Dalam organisasi yang lebih kompleks di mana unsur pimpinan dapat bersifat majemuk atau kolektif dan semakin banyak jenjang yang ada dalam struktur organisasi tersebut maka akan semakin banyak pimpinan atau manajer pada masing-masing level, di mana "mesin pengambilan keputusan" akan menjadi semakin rumit.
Meskipun setiap anggota organisasi harus "mengambil keputusan", sifat atau karakteristik keputusan dan cara pengambilan keputusan pada masing-masing level tentu berbeda-beda. Keputusan yang diambil oleh pimpinan puncak akan memberi pengaruh secara signifikan terhadap organisasi, terlebih bila keputusan tersebut bersifat strategis, misalnya penentuan visi dan mi si organisasi. Dengan memahami alur pemikiran di atas, dapat dilihat bahwa kualitas dari sebuah lembaga sebenarnya dimulai dari kualitas keputusan yang diambil dalam organisasi atau lembaga tersebut, baik dilihat dari proses maupun hasilnya.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu tanggung jawab pokok setiap pemimpin atau manajer. Kualitas keputusan seorang pemimpin atau manajer sangat penting peranannya bagi dua hal. Pertama, kualitas keputusan pemimpin atau manajer secara langsung mempengaruhi peluang karir, penghargaan, dan kepuasan kerja. Kedua, keputusan manajerial memiliki kontribusi terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi. Meskipun setiap pemimpin atau manajer memiliki latar belakang, gaya hidup, dan karakter yang berbeda, tetapi manajer dalam level apapun (puncak, madya, maupun lini pertama) harus mengambil keputusan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dan bertanggung jawab atas hasil-hasil keputusan yang mereka buat.
Pemimpin atau manajer dalam konteks sekolah atau lembaga pendidikan antara lain adalah Kepala Sekolah atau Direktur, Wakil Kepala Sekolah atau Wakil Direktur, dan sebagainya. Di dalam struktur organisasi Sekolah Menengah Kejuruan ada yang disebut dengan Ketua Jurusan, yang berperan sebagai pemimpin atau manajer dalam sebuah jurusan atau departemen. Keputusan yang dibuat oleh para manajer ini akan memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan dan jalannya organisasi. Semakin berkualitas sebuah keputusan diambil, maka perkembangan dan jalannya organisasi dimungkinkan lebih baik, dan berdampak kepada kualitas output maupun outcome-nya. Namun yang perlu diingat bahwa keputusan yang baik saja tidak cukup, karena perlu ditindaklanjuti dengan tindakan yang juga berkualitas dan sumber daya yang memadai menyusul pengambilan keputusan tersebut.
Dengan melihat apa yang terjadi di organisasi khususnya organisasi pendidikan atau sekolah sebagai sebuah dengan pendekatan proses, maka secara logis dapat dikatakan bahwa output dan outcome yang berkualitas bukan dihasilkan oleh tindakan yang asal-asalan, tetapi tindakan yang terpilih dari sekian banyak alternatif yang ada. Menentukan tindakan terpilih adalah sebuah proses pengambilan keputusan, dengan demikian kualitas sebuah lembaga dimulai dari bagaimana pengambilan keputusan tersebut di buat. Adair (dalam Syafaruddin, 2004 : 7) menjelaskan, "the first requirement for success in any enterprise, then is high quality management decision". Keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan sangat bergantung pada tingginya mutu keputusan yang diambil oleh para manajer yang memimpin.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa di dalam lembaga yang berkualitas maka keputusan-keputusan yang diambil pun adalah keputusan yang berkualitas, apakah dilihat dari proses ataupun hasil dari keputusan tersebut. Demikian pula sebaliknya, bila keputusan-keputusan yang diambil tidak berkualitas, hampir dipastikan bahwa organisasi tersebut tidak berkualitas. Dengan demikian maju atau mundurnya lembaga pendidikan, berkualitas atau tidaknya sekolah, salah satu faktornya adalah pada apa dan bagaimana keputusan tersebut di ambil. Hipotesis tersebut di atas berlaku secara umum, berarti juga berlaku pada lembaga pendidikan kejuruan, baik negeri maupun swasta.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan studi mengenai bagaimana proses pengambilan keputusan dilakukan di Lembaga Pendidikan Kejuruan.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, fokus dari penelitian ini adalah bagaimana pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan dilakukan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
Adapun dari fokus penelitian tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa subfokus, yaitu : 
1. Model pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
2. Teknik pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian, secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menemukan sekaligus mendeskripsikan proses pengambilan keputusan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X di dalam menangani atau mengelola pendidikan dan pelatihan. Tujuan umum tersebut dijabarkan menjadi tujuan khusus, yaitu : 
1. Mendeskripsikan model pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.
2. Mendeskripsikan teknik pengambilan keputusan dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pendidikan Kejuruan X.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 
1. Memberi gambaran mengenai proses pengambilan keputusan di lembaga pendidikan unggulan sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan lembaga pendidikan. 
2. Memberi masukan kepada para pengelola dan pemerhati lembaga pendidikan mengenai bagaimana cara pengambilan keputusan yang berkualitas.
3. Secara konseptual dapat memperkaya teori manajemen pendidikan, terutama dalam bidang kepemimpinan pendidikan.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya atau peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam dengan topik dan fokus serta setting yang lain untuk memperoleh perbandingan sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian ini.

TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK

(KODE : PASCSARJ-0285) : TESIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN KEGIATAN ORGANISASI KESISWAAN DAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SMK (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu : 
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Pendidikan juga merupakan persoalan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah SWT. serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.
Mengingat begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka kegiatan pendidikan harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan melalui kerja sama secara demokratis. UNESCO (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan konsep Islam, yaitu pertama, pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu : a) Learning to know (belajar untuk mengetahui), b) Learning to do (belajar untuk dapat berbuat), c) Learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), dan d) Learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain); kedua, life long learning ( belajar seumur hidup).3 Kultur yang demikian harus dikembangkan dalam pembangunan manusia, karena pada akhirnya aspek kultur dari kehidupan manusia lebih penting dari pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana yang dikatakan Ahmad Watik Pratiknya; bahwa sumber daya manusia yang berkualitas menyangkut tiga dimensi, yaitu : (1) dimensi ekonomi, (2) dimensi budaya, dan (3) dimensi spiritual (iman dan takwa). Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan juga perlu mengacu pada pengembangan nilai tambah.
Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (human resources), pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan peserta didik secara utuh, yang meliputi aspek kedalaman spiritual, aspek prilaku, aspek ilmu pengetahuan dan intelektual, dan aspek keterampilan.
Sejalan semakin pesatnya tingkat perkembangan saat ini, maka tuntutan akan ketersediaan sumber daya manusia semakin tinggi. Dengan demikian kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang harus dihasilkan oleh sekolah maupun madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia berkualitas baik secara intelektual, integritas, maupun perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali dirinya dengan kurikulum yang memadai.
Kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirancang untuk mengantarkan siswa kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta pembentukan akhlak yang mulia. Keimanan dan ketakwaan serta kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu jika siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam, sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan kesadaran untuk melaksanakannya dengan benar. Kurikulum dan pembelajaran PAI yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-nilai akhlakul karimah.
Akhir-akhir ini, pendidikan agama Islam dianggap kurang berhasil dalam membentuk sikap dan perilaku akhlak peserta didik serta moralitas etika bangsa. Mochtar Buchari (1992) menilai pendidikan agama gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibat pendidikan agama hanya melahirkan peserta didik yang hanya mampu menghafalkan pelajaran tetapi tidak mau mengamalkan. Terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan ajaran agama, kaya teori dan miskin aplikasi. Sehingga melahirkan peserta didik yang berkemampuan verbal dan kurang memperhatikan nilai-nilai akhlakul karimah. Kenyataan tersebut diperparah dengan kurangnya jam pelajaran agama yang hanya dua jam pelajaran, sementara tuntutannya sangat berat dalam membentuk generasi yang berkepribadian mulia. Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun pondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum dapat berperan secara maksimal.
Dari fenomena di atas, untuk mengatasi semua persoalan ini; Abudin Nata memberikan solusi yang tepat yaitu dengan menambah jam pelajaran agama yang diberikan di luar jam pelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum tambah atau kegiatan ekstra kurikulum perlu ditambahkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekanan utamanya pada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian kegiatan pendidikan formal dikemas dalam bentuk kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kurikuler dan kokurikuler telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memfokuskan pada pembelajaran klasikal baik dalam kelas maupun di luar kelas. Namun pada sisi lain, ekstrakurikuler juga harus berjalan sesuai dengan standar yang ada. Ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sangat menentukan perubahan yang terjadi pada peserta didik dan sangat tergantung dari efektivitas penyelenggaraan kegiatannya.
Dalam hal ini, kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat ditemukan dalam program pengembangan diri. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan diri terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu bimbingan konseling dan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS/Organisasi Siswa Intra Sekolah). Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam melalui wadah organisasi kesiswaan (OSIS) dapat menciptakan budaya keagamaan di sekolah ?
Melalui kiprah organisasi kesiswaan, peran strategis siswa dapat diaktualisasikan. Organisasi kesiswaan dapat menjadi wahana pembelajaran sesungguhnya, baik dalam kerangka prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Organisasi kesiswaan juga dapat mencipta budaya keagamaan dan pentradisian akhlakul karimah. Pokok pangkal sikap yang tumbuh dan berkembang dalam tradisi organisasi kesiswaan dapat melahirkan kepekaan sosial siswa dalam merespon fenomena sekolah, masyarakat lokal, maupun kebangsaan.
Menelaah kegiatan ekstrakurikuler pada sekolah, kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler keagamaan perlu selalu didorong, sehingga menampakkan kegiatan sekolah yang penuh dengan semangat keagamaan (religious). Dalam artian bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mengandung unsur pembelajaran yang terdapat di dalamnya kegiatan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah akan memberikan banyak manfaat tidak hanya terhadap siswa tetapi juga bagi efektifitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Begitu banyak fungsi dan makna kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Hal ini akan terwujud, manakala pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dengan sebaik-baiknya khususnya pengaturan siswa, peningkatan disiplin siswa dan semua petugas. Biasanya mengatur siswa di luar jam pelajaran lebih sulit dari mengatur mereka di dalam kelas. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler melibatkan banyak pihak, memerlukan peningkatan manajemen yang lebih baik mulai dari perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan kegiatan, sampai pada pengevaluasian kegiatan.
Dalam beberapa kegiatan ekstrakurikuler guru terlibat langsung dalam pelaksanaannya. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan, pengawasan dan pembinaan juga menjaga agar kegiatan tersebut tidak mengganggu atau merugikan aktifitas akademis. Maka dari itu pentingnya buku pedoman organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan dapat membantu tugas guru pembimbing dalam mengembangkan kegiatan organisasi kesiswaan dengan menyusun program kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, suasana yang ada di sekolah.
Sebagaimana peraturan Dirjen Pendidikan Agama Islam (2009) "Bahwa dalam rangka optimalisasi Pendidikan Agama Islam di sekolah perlu dilakukan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler. Agar kegiatan ekstrakurikuler PAI di sekolah semakin terarah dan tepat sasaran diperlukan pedoman tentang penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler PAI adalah upaya pemantapan, pengayaan, dan perbaikan nilai-nilai serta pengembangan bakat, minat dan kepribadian peserta didik dalam aspek pengamalan dan penguasaan kitab suci, keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, ibadah, sejarah, seni, dan kebudayaan, dilakukan di luar jam intra kurikuler, melalui bimbingan guru PAI, guru mata pelajaran lain, tenaga kependidikan dan tenaga lainnya yang berkompeten, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah".
Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMK X yang diamati oleh pengembang selama ini, kegiatan ekstrakurikuler hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata. Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja atau memperingati hari besar Islam, seperti memperingati Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan peringatan-peringatan lainnya yang bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut.
Dengan mendasarkan pada manajemen organisasi, model pengembangan yang sesuai dengan paparan di atas adalah model Recursive, Reflection, Design and Development, R2D2. Model ini mengamanatkan bahwa pengembangan dilakukan dengan berkolaborasi dalam tim, yang dilakukan secara recursive. Berdasarkan karakteristik dari model R2D2 yang recursive dan fleksibel, maka pedoman guru pembina yang dikembangkan ini menggunakan model R2D2. Pemilihan model R2D2 ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu : 1) sifat dari materi yang akan dikembangkan bukanlah merupakan hal yang bersifat prosedural, 2) pedoman dikembangkan berdasarkan adanya permasalahan yang ada di lapangan, sehingga sifatnya adalah bottom-up, 3) adanya perubahan-perubahan yang bersifat dinamis dalam perkembangan keilmuan dibidang manajemen kegiatan organisasi, 4) dalam pengembangan pedoman ini mengikutsertakan pengguna (ket; guru) dalam proses desain dan pengembangan khususnya untuk merancang program kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Budaya Keagamaan yang akan disajikan. Berbagai macam pertimbangan atas permasalahan di atas, pengembang merasa perlu mengembangkan pedoman bagi guru pembina dengan menggunakan teori model pengembangan R2D2.

B. Rumusan Masalah
Terkait dengan konteks penelitian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang dijadikan dasar pada pengembangan ini adalah : belum adanya buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X. Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah pengembangan manajemen melalui buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agam Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X dirumuskan sebagaimana di bawah ini : 
1. Bagaimana proses penyusunan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan ?
2. Bagaimana implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X ?

C. Tujuan Pengembangan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini tujuannya : 
1. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.
2. Mendeskripsikan implementasi buku pedoman kegiatan organisasi kesiswaan melalui ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan di SMK X.

D. Manfaat Pengembangan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis, praktis maupun institusional. Secara teoritis, penelitian ini akan berguna sebagai bahan masukan bagi pengembangan tentang model manajemen kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya keagamaan di sekolah.
Secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan berharga bagi pemerintah, para praktisi pendidikan, kepala sekolah, para pendidik, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama sekolah untuk melakukan penelitian lebih mendalam, guna memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler melalui wadah organisasi kesiswaan sekolah.
Adapun secara institusional, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi beberapa pihak diantaranya : 
1. Bagi sekolah
Bagi SMK X, penelitian pengembangan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 
a. Tersedianya contoh model pengembangan kegiatan organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam pembinaan budaya keagamaan.
b. Langkah-langkah pengembangan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh guru Pembina organisasi kesiswaan dan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam dalam memperbaiki proses manajemen kegiatan.
2. Bagi almamater
Untuk mengembangkan kajian keilmuan Manajemen Pendidikan Islam.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan dapat dijadikan panduan untuk mengadakan penelitian selanjutnya terlebih tentang pengembangan model manajemen organisasi kesiswaan dan kegiatan ekstrakurikuler PAI dalam pembinaan budaya agama di sekolah.

TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN SDN

TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN SDN

(KODE : PASCSARJ-0284) : TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN SDN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Upaya peningkatan mutu merupakan agenda setiap institusi pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjosoedarmo (2004), "Berkembangnya tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap mutu layanan jasa pendidikan merupakan sebuah tantangan baru bagi setiap institusi atau lembaga pendidikan di tengah kondisi persaingan yang semakin ketat. Untuk mempertahankan eksistensinya, setiap institusi pendidikan harus memiliki daya saing yang ditunjukkan melalui peningkatan mutu layanannya."
Pada era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan merupakan salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia yang berkorelasi positif dengan mutu pendidikan. Mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan. Komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
Mutu pendidikan tercapai apabila input, proses, output, guru, sarana dan prasarana serta biaya pada seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab.
Sekolah dalam hal ini kepala sekolah, guru dan stakeholder mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peningkatan mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman. Oleh karena itu pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu. 
Menurut Syaodih (dalam Mulyasa 2006), Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia (seperti administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan professional), sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, sumber belajar yang memadai, biaya yang mencukupi, manajemen dan strategi yang tepat serta lingkungan yang mendukung. Jika komponen berfungsi optimal akan menentukan terciptanya sekolah yang memiliki mutu lulusan yang unggul, yaitu mutu peserta didik yang mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Keberhasilan sekolah ditingkat pendidikan dasar biasanya dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN) yang diperoleh. Kalau sekolah sukses meluluskan siswanya 100% dengan nilai rata-rata UN bagus, maka dikatakan sekolah itu cukup bermutu.
Menurut Maswir (2009) dikatakan bahwa sebuah prestasi dari sekolah, dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN) dan input dari sekolah tersebut. Mengukur sebuah prestasi sekolah dengan membandingkan input dengan output. Sekolah yang dapat memproses peserta didik dalam memperoleh hasil Ujian Nasional (UN) lebih tinggilah yang berprestasi. Karena pendidikan itu adalah proses, maka mengukurnya juga dari proses yang telah dilakukan.
Hasil penelitian Dedi Cristiawan (2004) tentang Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Tulungagung menyatakan bahwa langkah-langkah yang digunakan adalah 1) Melakukan strategi mencari siswa yang berkualitas, 2) Melakukan strategi keseimbangan antara sekolah dengan siswa dan mengurangi friksi dan menjalin kerjasama yang baik, 3) Melakukan strategi diversifikasi dengan menciptakan jaringan kerja antar lembaga sekolah dengan lembaga dibawahnya, 4) Menciptakan strategi defensive (pertahanan) terhadap kondisi dalam menghadapi era globalisasi dan persaingannya. Namun diantara 4 strategi tersebut yang paling berperan dalam peningkatan mutu sekolah adalah strategi mencari siswa yang berkualitas dengan menerapkan strategi agresif menjemput bola dalam mendapat siswa yang berkualitas.
Berbeda dengan Munirul (2008), ada beberapa strategi yang digunakan oleh MTsN Babat Lamongan dalam meningkatkan mutu pendidikannya yaitu : peningkatan mutu akademis, peningkatan mutu guru/profesionalisme guru dan tenaga kependidikan lainnya, peningkatan mutu sarana dan prasarana, serta peningkatan hubungan dengan masyarakat. Namun ada beberapa hal yang belum terpenuhi dalam strategi tersebut yaitu tidak dibentuknya tim pengendali dan tim yang mengevaluasi terhadap pelaksanaan strategi tersebut.
Sedangkan Baharun, (2006) menambahkan bahwa strategi meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Pesantren Jadid Paiton Probolinggo meliputi (1) Sinkronisasi kurikulum pada lembaga pendidikan formal dan non formal, (2) mengimplementasikan manajemen berbasiskan mutu, (3) standarisasi (kualifikasi) tenaga kependidikan, (4) participative decision making, (5) pemberdayaan stake holder, (6) evaluasi kerja program, dan (7) mengimplementasikan strategi promosi (syiar) pesantren. Dari pelaksanaan strategi manajemen di pondok pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo tersebut, sangat efektif dalam meningkatkan prestasi santri dalam bidang akademik maupun non akademik, perilaku civitas pesantren yang Islami, kepercayaan stake holder bertambah, dan jumlah santri yang terus meningkat.
Berdasarkan kajian latar belakang dan penelitian sebelumnya maka penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah strategi peningkatan mutu pendidikan di SDN X sama dengan penelitian sebelumnya atau ada hal-hal serupa.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : "Bagaimanakah strategi peningkatan mutu pendidikan di SDN X ?"

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi peningkatan mutu pendidikan di SDN X. 

D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk : 
1. Mengembangkan ilmu manajemen khususnya dibidang pengembangan manajemen pendidikan.
2. Memberikan kontribusi akademis dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pendidikan khususnya di bidang peningkatan mutu pendidikan di sekolah. 
3. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah sehingga sekolah tersebut dapat lebih maju.