Search This Blog

Showing posts with label profesionalisme aparatur. Show all posts
Showing posts with label profesionalisme aparatur. Show all posts
TESIS HUBUNGAN ANTARA PROFESIONALISME DENGAN KINERJA PELAYANAN APARATUR PEMERINTAHAN KECAMATAN

TESIS HUBUNGAN ANTARA PROFESIONALISME DENGAN KINERJA PELAYANAN APARATUR PEMERINTAHAN KECAMATAN

(KODE : PASCSARJ-0211) : TESIS HUBUNGAN ANTARA PROFESIONALISME DENGAN KINERJA PELAYANAN APARATUR PEMERINTAHAN KECAMATAN (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan untuk menyediakan dan memberikan layanan publik yang berkualitas dan tepat sasaran merupakan salah satu indikator penting keberhasilan pemerintah daerah. Pemerintah dituntut memberikan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkembang dan berubah secara dinamis. Dengan demikian peranan dan cara kerja pemerintah harus berubah sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat. Pelayanan umum pemerintah yang melibatkan seluruh aparatur pemerintah semakin terasa dengan adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak atas pelayanan yang berkualitas. Namun ternyata hak masyarakat atau perorangan belum dapat dipenuhi secara memuaskan oleh aparatur pemerintah.
Berbagai media massa, seperti siaran televisi atau koran, sering melupakan dan mengulas berbagai kelemahan memberikan layanan publik atau aparat pemerintah pada berbagai lini dan berbagai daerah, mulai dari mengurus KTP, membuat izin usaha dan berbagai keperluan lainnya serta terjadinya korupsi. Untuk itu pemerintah telah bersikap benar dengan memprioritaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelayanan Publik dan Rancangan Undang-Undang Reformasi Pemerintah pada tahun 2008 sebagai acuan sebagaimana aparatur pemerintah memberikan layanan kepada masyarakat (Kompas Online, 22 Mei 2007). Keadaan seperti itu menuntut penyelenggaraan pemerintah menjadi profesional dan handal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Secara umum Sundarso dkk (2006) menyebutkan bahwa : 
"Masyarakat sekarang menuntut pelayanan yang sederhana, adanya kejelasan dan kepastian, keamanan, dan kenyamanan, keterbukaan, efisien dan ekonomis, keadilan dan ketepatan waktu. Ini mengakibatkan kinerja birokrasi pemerintah hams terus menerus memperbaiki dirinya. Bila tidak meningkatkan performance-nya, masyarakat akan kecewa dan bila tersedia alternatif pelayanan lain maka dapat dipastikan masyarakat akan mengambil alternatif tersebut" (hal. 2.14)
Sehubungan dengan lingkup dan penyedia layanan publik, Nurcholis (2004) menyebutkan bahwa : 
"Kesejahteraan masyarakat merupakan fungsi pelayanan Pemerintah Daerah artinya kesejahteraan masyarakat akan terwujud manakala Pemerintah Daerah memberikan pelayanan publik tersebut mencakup pelayanan perorangan dan kelompok, pelayanan dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi, dan pelayanan dalam bidang perlindungan masyarakat." (hal 4.13)
Organisasi pemerintah dalam menjamin terpenuhinya kepentingan masyarakat dapat dilihat dari fungsi pengaturan kehidupan masyarakat. Berhubungan dengan hal tersebut, lahirnya Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menggantikan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang mengubah secara mendasar praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan paradigma yang terjadi menyangkut kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangan camat. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. Pada masa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, disebutkan bahwa kecamatan merupakan wilayah administratif pemerintahan dalam rangka dekonsentrasi yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan tugas pemerintahan umum di daerah. Secara jelas disebutkan pada pasal 81 Undang-undang ini bahwa wewenang, tugas dan kewajiban camat sebagai kepala wilayah, sebagai berikut : 
a. Membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah.
b. Melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan instansi-instansi vertikal, dan dinas-dinas daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar-besarnya.
d. Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
e. Mengusahakan secara terus menerus agar segala peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segala tindakan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
f. Melaksanakan segala tugas pemerintah yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya.
g. Melaksanakan tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kecamatan sebagai wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Selanjutnya dinyatakan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan melainkan wilayah kerja dari perangkat daerah.
Perubahan pengertian kecamatan sebagaimana dikemukakan di atas membawa konsekuensi pada perubahan kedudukan camat sebagai pimpinan organisasi kecamatan. Camat sebagai perangkat daerah yang bertugas memberikan pelayanan tertentu, yang tidak lagi berkewajiban untuk ikut menjalankan sebagian tugas/kewenangan kabupaten/kota. Camat dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Artinya camat tidak memiliki kewenangan atributif, tetapi bersifat delegatif, yakni delegasi dari pejabat bupati/walikota. Besar kecilnya fungsi dan peran camat akan sangat tergantung seberapa besar delegasi kewenangan yang diberikan oleh bupati/walikota kepadanya.
Dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, tugas camat meliputi mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum, mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan, membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan dan melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Berdasarkan Kepmendagri nomor 158 tahun 2004 camat mempunyai tupoksi melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati wilayah, kebutuhan daerah dan tugas pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah kecamatan harus memiliki aparatur yang berkualitas, memiliki kinerja, motivasi yang tinggi serta organisasi yang valid.
Menurut pendapat Agus Dwiyanto (2006), mengatakan bahwa orientasi kekuasaan penyelenggaraan pelayanan publik yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayanan publik. Selanjutnya dikatakan oleh L. Poltak Sinambela (2006) bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat terus mengalami pembaruan, baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintah itu sendiri. Amri Yousa (2004) sependapat bahwa kecamatan yang merupakan perangkat daerah terdekat dengan masyarakat akan lebih mudah mengetahui tuntutan dan aspirasi masyarakat sekaligus memenuhinya. Karena itu menempatkan organisasi kecamatan sebagai pusat pelayanan (close to the customer) merupakan prasyarat untuk menjamin efektifitas pelayanan umum.
Oleh sebab itu birokrasi dan para pejabatnya agar tidak menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayan masyarakat, yang akan menyebabkan sikap dan perilaku birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Peningkatan kualitas birokrasi atau aparat menjadi titik sentral dari peningkatan daya saing, tidak terkecuali sumber daya manusia pada aparat kecamatan. Keterlambatan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia akan berakibat pada kurang responsifnya aparat terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat dan terhadap tantangan-tantangan yang muncul dalam era globalisasi. Namun, perlu tetap diingat bahwa kemampuan yang dimiliki tidak akan dapat dikembangkan jika mereka bekerja pada suatu sistem birokrasi pemerintah yang tidak memungkinkannya mengembangkan kemampuan tersebut.
Birokrat pemerintah harus mempunyai kemampuan yang generalis spesialis. Artinya, birokrasi pemerintah dituntut untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara meliputi segala aspek kehidupan. Namun, di sisi lain juga harus ahli di bidangnya yakni pemerintahan. Secara umum kualitas birokrasi pemerintah yang diharapkan akan menciptakan suatu kinerja birokrasi yang baik dan efektif.
Menurut pendapat Agus Dwiyanto (2006) mengatakan bahwa : 
Kajian mengenai kinerja birokrasi publik, terutama yang terlibat dalam pelayanan publik, memiliki nilai yang amat strategis. Informasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik dan faktor-faktor yang ikut membentuk kinerja birokrasi tentu amat penting untuk diketahui agar kebijakan yang holistik untuk memperbaiki kinerja bisa dirumuskan. Tanpa didasarkan pada informasi yang akurat dan reliabel, kebijakan reformasi birokrasi tidak akan mampu menyentuh semua aspek dimensi persoalan yang selama ini menghambat upaya perbaikan kinerja birokrasi publik. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerja birokrasi tidak pernah mampu menghasilkan perubahan yang berarti. Hal ini terjadi karena kebijakan tersebut gagal menyelesaikan berbagai masalah yang selama ini ikut memberikan kontribusi pada rendahnya kinerja birokrasi (hal. 11)
Berkaitan dengan kecamatan secara faktual keberadaan kecamatan sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service). Sebagai pusat pelayanan maka menurut Depdagri (2004 : 12) bahwa : "Kecamatan dalam penyelenggara pelayanan masyarakat berfungsi sebagai penyelenggaraan perijinan yang dilimpahkan, penyelenggaraan pemerintahan yang dilimpahkan, penyelenggaraan pembangunan/kegiatan yang dilimpahkan dan penyelenggaraan pelayanan dasar yang dilimpahkan".
Pelayanan publik yang diselenggarakan di kecamatan tersebut tidak terlepas dari kesan masyarakat terhadap birokrasi pemerintah, sebagaimana yang pendapat Miftah Thoha (1995) dalam Sundarso dkk (2006) mengatakan bahwa : 
Bagi para pelaku ekonomi, birokrasi adalah pola kerja aparat pemerintahan yang tidak profesional yang sering berarti biaya tambahan yang mau tidak mau harus dibebankan kepada konsumen. Bagi masyarakat awam, birokrasi hanya berstatus rakyat. Birokrasi adalah penggusuran, pungli, kolusi, korupsi, dan berbagai konotasi menyakitkan lainnya. Akibatnya birokrasi dipandang sebagai sosok yang selalu tampil dengan wajah seram, yang membuat hidup tidak tentram (hal 2.12).
Selanjutnya Achmad Batinggi (2005) menyatakan bahwa : 
Pelayanan umum dalam kenyataannya sangat luas karena menyangkut semua aspek, sehingga upaya peningkatannya dalam pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh seperti masalah yang dihadapi aparatur pemerintah kurangnya profesionalisme, baik yang menyangkut ketrampilan, keahlian dan tingkat pengetahuan dari aparatur pemerintah. Termasuk juga mekanisme dan prosedur serta sarana dan prasarana (2.14).
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kinerja yang lebih intensif dan optimal pada organisasi pelayanan publik.

B. Perumusan Masalah
Di dalam melaksanakan tugasnya aparatur pemerintah pada Kantor Camat X sering kali menghadapi berbagai permasalahan. Sebagai organisasi administratif, masalah yang dihadapi kecamatan lebih banyak bersifat manajerial dibandingkan misalnya dengan masalah yang bersifat politis. Kompleksitas masalah yang dihadapi berkaitan erat dengan banyaknya jumlah penduduk yang dilayani, tingkat heterogenitasnya, dan banyaknya jumlah desa dan jangkauan serta jarak yang tidak terlalu mudah ditempuh, pegawai yang tidak berdiam di lokasi bertugas.
Disamping itu masalah layanan publik di Kantor Camat X sangat mungkin berhubungan dengan profesionalisme aparatur pemerintahan kecamatan. Profesionalisme ini diindikasikan baik melalui perilaku kerja atau cara bekerja termasuk misalnya itikad kerja dalam memberikan layanan, kemampuan memberikan layanan dan lain sebagainya. Sampai saat ini belum pernah dilakukan kajian sistematis untuk mengukur profesionalisme kerja pegawai Kecamatan X.
Adapun pemerintah Kecamatan X yang merupakan komponen penyelenggaraan yang berada relatif tidak terlalu jauh dari ibukota kabupaten dan semakin terus berkembang memiliki permasalahan tersendiri. Maju dan cepat berkembangnya suatu wilayah tentunya dituntut kemampuan seorang camat dan stafnya dalam memberikan pelayanan publik dengan baik. 
Kantor Camat X sebagai organisasi publik beserta perangkatnya dalam memberikan pelayanan publik harus dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan. Untuk itu perlu ditingkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan keinginan masyarakat pengguna jasa layanan. Untuk organisasi pelayanan publik seperti Kantor Camat X, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Menurut Dharma Setyawan (2004) yang menyatakan bahwa dalam masyarakat yang menerima jasa atau yang dilayani dapat menilai hasil karya tersebut sebagai kinerja organisasi, dan para pemimpin organisasi yang bersangkutan mengevaluasi hasil karya individu dan unit kerja yang berada dalam tanggung jawabnya.
Dengan kondisi masyarakat yang sangat majemuk atau heterogen dan pesatnya perkembangan masyarakat dan sebagai wilayah memiliki jumlah penduduk cukup padat dan berkembang dengan pesat dalam wilayah Kecamatan X serta tingkat kemampuan perangkat kecamatan untuk bekerja secara profesional yang beragam, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut : 
1. Bagaimana kinerja pelayanan publik Kantor Camat X ?
2. Apakah ada hubungan antara profesionalisme dengan kinerja pelayanan aparatur pemerintahan kecamatan di Kantor Camat X ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian yang dilakukan bertujuan : 
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kantor Camat X.
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara profesionalisme dengan kinerja pelayanan aparatur pemerintahan kecamatan di Kantor Camat X.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai penjelasan dari penelitian itu sendiri, antara lain adalah : 
1. Memberi masukan tentang berbagai kekurangan dalam pelayanan publik pada pemerintahan kecamatan.
2. Memberi masukan bagi peningkatan pelayanan publik pada pemerintahan kecamatan khususnya maupun pemerintahan kabupaten.
3. Memberi kontribusi kepada pengembangan ilmu administrasi publik berupa terapan empiris teori administrasi publik.