Search This Blog

Showing posts with label peningkatan mutu pendidikan. Show all posts
Showing posts with label peningkatan mutu pendidikan. Show all posts

TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI ANALISIS SWOT DI SMP

(KODE : PASCSARJ-0546) : TESIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI ANALISIS SWOT DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan banyaknya jumlah sekolah menengah pertama baik negeri maupun swasta di kota X, maka persaingan antar sekolah semakin tinggi dari tahun ke tahun. Bagi sekolah yang mampu bersaing akan memperoleh jumlah siswa sesuai dengan daya tampung-nya, tetapi bagi sekolah yang tidak mampu bersaing tidak mungkin akan dapat memenuhi daya tampung-nya. Jumlah lulusan Sekolah Dasar di kota X yang setiap tahunnya rata-rata 3000 anak, terlalu kecil untuk diperebutkan oleh 24 Sekolah Menengah Pertama. Selain itu, para orang tua juga mempunyai kriteria memilih sekolah yang bermutu untuk menyekolahkan anaknya.
Mereka cenderung menilai mutu sebuah sekolah dari prosentase kelulusan setiap tahun dan rata-rata nilai yang dicapai oleh sekolah tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari data-data yang diterbitkan dari kantor Depdiknas kota X. Bahkan menjadi berita-berita yang dimuat di koran atau media masa lain yang berasal dari data kantor Depdiknas. Oleh karena itu setiap sekolah menyusun beberapa strategi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah, agar dapat meluluskan murid dengan prosentase kelulusan tinggi dan nilai rata-rata yang tinggi pula. Untuk memperbaiki mutu maka sekolah memerlukan strategi yang tepat yang tertuang dalam rencana strategi (Renstra).
SMPN X merupakan salah satu sekolah negeri dari 10 SMP Negeri yang ada di kota X. SMPN X termasuk sekolah yang ternama karena setiap tahun ranking kelulusan selalu naik, bahkan cenderung 100% di beberapa tahun terakhir ini. SMPN X merupakan peralihan fungsi dari SKKP (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama) sejak tahun 1995, di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu. Siswa-siswi yang bersekolah di SMPN tidak hanya berasal dari dalam kota X saja, tetapi juga berasal dari luar kota X, antara lain dari Kabupaten Semarang. Hal ini bisa dilihat dari data pendaftaran murid baru di SMPN X. Bisa diambil kesimpulan bahwa keberadaan SMPN X memang tidak hanya dikenal di kota X saja, tapi juga sampai di wilayah kabupaten lain.
Banyak orang yang ingin menyekolahkan anaknya di SMPN X. Perbandingan antara siswa yang diterima dan siswa yang mendaftar cukup tinggi. Hal tersebut bisa dilihat dari persentase siswa yang mendaftar di SMPN X yang selalu lebih dari 100% dibanding dengan siswa yang diterima setiap tahunnya. Berbeda lagi jika dibandingkan dengan SMPN 1, SMPN 2, dan SMPN 3 yang memang sudah mempunyai nama baik dalam hal mutu lulusannya di mata masyarakat kota X.
Namun demikian jumlah pendaftar di sekolah-sekolah tersebut justru tidak sebanyak di SMPN, karena calon pendaftar sudah memprediksi sendiri nilai minimal pada jurnal penerimaan siswa baru. Batas nilai minimal yang cukup tinggi membuat para calon pendaftar yang memiliki nilai mendekati batas nilai minimal tidak berani mendaftarkan diri. Hal ini menjadikan pendaftaran calon siswa di ketiga SMPN tersebut tidak begitu banyak.
Mutu pendidikan sebuah sekolah tertuju pada mutu lulusan. Sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu didukung oleh faktor-faktor penunjang yang bermutu. Yaitu administrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional, sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, sumber belajar yang memadai, biaya yang mencukupi, manajemen dan strategi yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Keberhasilan sekolah biasanya dilihat dari hasil Ujian Nasional yang diperoleh. Jika sekolah sukses meluluskan siswanya 100% dengan nilai rata-rata Ujian Nasional bagus, maka dikatakan bahwa sekolah tersebut bermutu.
Berdasarkan data kelulusan, terlihat bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Dilihat dari kelulusan tahun pelajaran 2005/2006 yang masih 97,06%, meningkat ke tahun 2009/2010 yang sudah menjadi 100% kelulusannya, disusul lagi pada tahun pelajaran 2010/2011 yang juga 100%. Dengan kondisi yang demikian maka SMPN X semakin melejit namanya sebagai sekolah yang berpredikat baik di mata masyarakat. Oleh karena itu SMPN harus mempertahankan capaian tersebut bahkan terus berupaya meningkatkan kualitas/mutu layanan pendidikannya.
Sallis (2008) mengungkapkan sekolah seharusnya menerapkan pendekatan Total Quality Management (TQM) untuk meningkatkan kualitas layanannya. Dengan pendekatan TQM sekolah secara berkelanjutan melakukan upaya perbaikan. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini diarahkan untuk menganalisis peluang SMPN menerapkan strategi peningkatan kualitas melalui pendekatan SWOT, singkatan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities and Treats (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalahnya sebagai berikut : 
1. Apa Strategi yang digunakan untuk meningkatkan mutu di SMPN X?
2. Apa saja yang menjadi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang muncul dalam meningkatkan mutu di SMPN X?
3. Apa strategi yang telah digunakan untuk peningkatan mutu di SMPN X berdasarkan analisis SWOT?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : 
1. Untuk menganalisis strategi yang digunakan dalam meningkatkan mutu di SMPN X;
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman untuk meningkatkan mutu SMPN X;
3. Untuk menemukan strategi yang telah digunakan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMP Negeri 9 X berdasarkan analisis SWOT.

TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PENINGKATAN MUTU PRESTASI BELAJAR (STUDI DI MTS)

(KODE : PASCSARJ-0319) : TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PENINGKATAN MUTU PRESTASI BELAJAR (STUDI DI MTS) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mutu
1. Konsep Mutu (Kualitas)
Permasalahan mutu pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan suatu sistem yang saling berpengaruh. Mutu keluaran dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Mutu masukan pendidikan dapat dilihat dari kesiapan murid dalam mendapatkan kesempatan pendidikan. Dalam renstra Depdiknas (2005 : 27) disebutkan bahwa :
Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap mutu pendidikan meliputi (1) kesediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya; (2) prasarana dan sarana belajar yang belum tersedia dan belum didayagunakan secara optimal; (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran; dan (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif.
Salah satu rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan menjadi kurang optimal.
Muatan belajar yang terlalu terstruktur dan sarat beban juga mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial di lingkungan. Keadaan ini menjadi proses belajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreativitas murid, guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif.
Istilah konsep kualitas atau mutu perlu memperoleh pengkajian yang cermat dan hati-hati, sebab menurut Anna Coote dalam Edward Salis (1993 : 21) "Quality is a slippery concept. It implies different things to different people". Kualitas adalah sebuah konsep yang dapat membingungkan, pengertiannya menjadi sesuatu yang berbeda bagi setiap orang. Bahkan para ahli pun menyimpulkan tidak ada yang sama. Definisi kualitas berbeda-beda.
Edward Salis (1993 : 24). Kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan dan keinginan konsumen. Menurut Juran (1995 : 9), kualitas adalah produk yang memiliki keistimewaan, membebaskan konsumen dari rasa kecewa akibat kegagalan. Produk adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut Crosby (1979). 'kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan'. Menurut Deming (1991). 'kualitas harus dapat memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa datang' perbedaan pengertian seperti dikemukakan, menyebabkan kita perlu memahaminya dengan sungguh-sungguh supaya mendapat gambaran yang jelas. Demikian juga menurut Joseph M. Juran yang diakui sebagai seorang "Bapak Mutu" berpandangan tentang mutu adalah :
- Meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir.
- Perbaikan mutu merupakan proses berkesinambungan, bukan program sekali jalan.
- Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator.
- Pelatihan massal merupakan prasyarat mutu.
- Setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.
(Arcaro, 2005 : 9)
Kualitas bukan sesuatu yang dapat dicapai dengan mudah, melainkan sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan secara simultan oleh semua orang dalam semua tingkatan organisasi, pada setiap waktu. Keterkaitannya pada kualitas menjadi sikap setiap pribadi, yang diperlihatkan dalam setiap aspek pekerjaan, yang bermuara pada kepuasan konsumen.
Konsep kualitas tak dapat dilepaskan dari manajemen mutu, sebab kualitas bukan barang tambang yang sudah jadi, melainkan sebuah proses dinamis yang baru dapat dicapai setelah diusahakan dari waktu ke waktu. Di program dengan baik, melibatkan semua orang dengan komitmen yang tinggi. Baru dapat dicapai dalam kurun waktu yang relatif lama, dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya.
TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Ada tiga konsep dasar dalam memahami konsep kualitas, yaitu Quality Assurance, Contact Conformance dan Customer Driven. (Stephen Murgatroyd and Colin Morgan 1994 : 45).
- Quality assurance merujuk kepada ketentuan berdasarkan standar; persyaratan kualitas dan ketetapan metode seperti yang telah ditetapkan oleh badan ahli, kualitas harus melalui uji penilaian memastikan bahwa proses pengerjaan sesuai dengan norma standar produk teknologi; keselamatan, kekuatan, daya tahan dan keandalannya, diuji berdasarkan standar sebelum barang atau jasa tersebut di lempar ke pasar.
- Contract Conformance. Definisi ketiga, kualitas harus sesuai kontrak, atau memenuhi kesepakatan bersama, dimana standar kualitas spesifikasinya ditetapkan berdasarkan negosiasi ketika kontrak disepakati. Misalnya pada kontrak pendirian bangunan; harga, waktu pengerjaan, spesifikasi bahan, puas, komitmen untuk memenuhi spesifikasi sesuai perjanjian dalam kontrak kesepakatan. Persyaratan mutu ditetapkan oleh mereka yang terlibat dalam pekerjaan, bukan oleh para ahli. Mutu ditetapkan oleh orang yang memberi pelayanan, bukan oleh pihak yang mendapat pelayanan.
- Customer Driven. Definisi yang ketiga, pengertian kualitas harus memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas dalam pengertian dimana kebutuhan, harapan dan keinginan pelanggan, bahkan melebihinya. Misalnya keselamatan penerbangan, jasa angkutan, hotel, perumahan, transportasi.
Pengertian kualitas dalam arti sehari-hari digunakan sebagai suatu pengertian yang absolut. Pengertiannya digunakan untuk mendefinisikan sesuatu yang ideal, seperti keindahan, kebaikan atau kebenaran. (E. Salis 1993). Kualitas suatu produk diupayakan untuk memenuhi harapan ideal tersebut, sehingga harus mendekati kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian pengertian kualitas diterjemahkan sebagai suatu produk atau jasa yang paling sempurna seperti diharapkan konsumennya. Produk berkualitas yang dimiliki konsumen akan menempati posisi kelas/prestise tersendiri dalam kehidupan seseorang, sehingga membedakannya dengan yang tidak memilikinya. Kualitas dalam konteks absolut pengertiannya sama dengan ideal, kelas tinggi atau puncak.

Pengertian kualitas secara garis besar berorientasi kepada memberi kepuasan kepada pelanggan yang menjadi tujuan organisasi, pelanggan ditempatkan sebagai raja. Raja adalah subjek yang harus menjadi pusat segala pelayanan ideal, supaya memuaskannya. Pelanggan jangan dikecewakan sebab memiliki kekuatan daya beli yang independen, pelanggan harus mendapat keistimewaan seperti raja karena memiliki keinginan yang harus dipenuhi. Selain dalam pengertian yang absolut kualitas juga dapat diartikan sebagai suatu yang relatif, yaitu suatu pemahaman tentang kualitas ditinjau dari sudut pandang ketepatan dengan tujuan asal. Yaitu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Jadi bukan sesuatu yang eksklusif, ideal, mewah, atau mahal, melainkan memenuhi keinginan dari setiap orang yang memilikinya. Kualitas dalam arti yang relatif pengertiannya cenderung akrab dengan setiap orang yang ingin memiliki barang atau jasa. Misalnya sepatu, baju atau barang apa saja yang berkualitas adalah barang yang memenuhi standar berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan. Begitu juga pada layanan jasa, misalnya cafetaria berkualitas adalah jasa layanan yang sesuai dengan tujuan asalnya.
Russel (1996) dalam Wahyu Ariani (2003 : 13), "kualitas memiliki dua perspektif yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, dimana bila kedua hal tersebut disatukan akan dapat tercapai kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen (customer satisfaction)".
Pengertian kualitas dalam arti relatif memberi makna pada memenuhi standar yang dapat diukur dari spesifikasinya, dan kemudian barang atau jasa yang telah memenuhi standar tersebut dapat memenuhi kebutuhan, keinginan atau bahkan melebihi harapan konsumen pemiliknya.

2. Dimensi Kualitas
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walau demikian, ada sebagian orang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur.
TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH

TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH

(KODE : PASCSARJ-0288) : TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN (1999)1 adalah mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan akhlak yang mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggung jawab, trampil serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjalankan amanat GBHN tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002, dan lebih terfokus lagi, setelah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan dan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut ditjen. Kelembagaan Islam. Adalah menjadi tanggung jawab pendidikan, utamanya dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Kompetensi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi era kemajuan dunia dewasa ini, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) yang
diberlakukan pada tahun 2003, dan maupun di kawasan negara-negara Asia Pasifik (APEC) yang berlaku pada tahun 2010 untuk negara-negara maju dan 2020 untuk negara-negara anggotanya termasuk Indonesia.
Dalam rangka pengembangan mutu tersebut, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Mulai tahun 2001 pemerintah mencoba menggunakan paradigma baru manajemen pendidikan baik secara makro maupun secara mikro. Paradigma baru manajemen pendidikan makro adalah desentralisasi pendidikan yang dilandasi oleh Undang-Undang No 22 dan 25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang melahirkan otonomi pendidikan. Sedangkan manajemen mikro di bidang pendidikan adalah dicobanya sebuah model pendidikan dari madrasah, oleh madrasah dan untuk madrasah. Model manajemen tersebut biasa di sebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM).
Secara umum manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah (MPMBM), dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada madrasah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga madrasah (kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan) dan warga masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkatkan mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian esensi MPMBM adalah otonomi, fleksibilitas/keluwesan dan pelibatan. Dengan otonomi yang besar, maka madrasah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola madrasahnya, sehingga madrasah lebih mandiri.
Dengan kemandiriannya madrasah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Dengan fleksibilitas, madrasah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya madrasah secara optimal. Demikian juga, dengan partisipasi/pelibatan warga madrasah dan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan madrasah, maka rasa memiliki mereka terhadap madrasah dapat ditingkatkan. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan rasa dedikasi warga madrasah dan warga masyarakat terhadap madrasah.
Sedangkan kedudukan madrasah dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003/ bab IV/ pasal 17, ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : (ayat 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, (ayat. 2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiah (MI) atau bentuk lain yang sederajat. serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Dan lebih terfokus lagi yakni pasal 51 (ayat 1) bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Merujuk pada Undang-Undang tersebut di atas, maka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang diterapkan oleh DEPDIKNAS bagi sekolah umum, maka hal serupa berlaku juga bagi madrasah sebagai institusi penyelenggaraan pendidikan berciri khas Islam di bawah naungan Departemen Agama. Dengan manajemen mutu berbasis madrasah ini penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih fokus dan terencana dengan baik.
Semangat kemandirian masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam di Madrasah (MI) sangat tinggi. Hanya saja, semangat keagamaan dan dakwah tersebut pada umumnya belum banyak disertai dengan profesionalitas dalam manajemen madrasah, serta belum banyak didukung oleh sumberdaya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan (kurikulum), sistem pembelajaran, sumberdaya manusia, sumber dana maupun sarana dan prasarana yang memadai, sehingga sebagian besar proses dan hasil pendidikannya belum menunjukkan kualitas mutu yang diharapkan.
Kecenderungan masyarakat terhadap pendidikan pada madrasah, umumnya masih didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah belum secara menyeluruh menyentuh masyarakat yang secara ekonomi mampu (menengah ke atas).
Penyebabnya adalah madrasah di pandang sebagai lembaga pendidikan yang kurang berkualitas atau bermutu bila di bandingkan dengan sekolah umum lainnya. Tetapi anggapan tersebut tidak semuanya benar, banyak di antara madrasah yang berhasil mengembangkan lembaganya bahkan lebih unggul dan sederajat dengan sekolah-sekolah unggul lainnya.
Lebih khusus Madrasah Ibtidaiah Negeri X (MIN X), adalah salah satunya, lembaga ini lebih dikenal masyarakat luas bahkan tingkat nasional dan internasional. Sebagai gambaran bahwa kecenderungan masyarakat Kota X dan sekitarnya terhadap MIN Malang 1 sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti. Kecenderungan ini dapat dilihat pada saat tahun ajaran baru. Para orang tua siswa berbondong-bondong melamar sebagai calon siswa/i baru dan berharap dapat diterima di MIN X ini. Sebagai contoh data pendaftaran siswa baru tahun pelajaran 2007/2008, jumlah pendaftar siswa baru mencapai 600-700, angka ini hampir merata setiap tahunnya. Sedangkan yang diterima hanya 160 calon siswa baru, jumlah ini disesuaikan dengan daya tampung yang ada.
Jika ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua siswa, maka dapat dikategorikan masyarakat dengan status/pekerjaannya; pegawai negeri 28,6%; TNI/Polri 1,4%; karyawan swasta 54,2%; guru/dosen 4%; pedagang 0,3%, serta lain-lainnya 10,7%.7 Jika dilihat angka presentasi tersebut di atas, maka dapat dipastikan status masyarakat atau orang tua siswa adalah mereka (orang tua siswa) yang memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas atau dikategorikan masyarakat mampu.
Dengan pola MPMBM ini pula menurut koordinator humas MIN X. Madrasah memiliki keleluasaan untuk menjalin hubungan atau kerja sama kemitraan dengan warga masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di madrasah. Kerja sama kemitraan tersebut diantaranya komite madrasah (adalah representatif dari unsur terpenting dalam masyarakat) pemerintah (Kan Depag. Kota X dan Dinas P&P Kota X) Perguruan Tinggi di Kota X. Dengan pola kerja sama kemitraan yang dikembangkan di MIN X ini masyarakat merasa memiliki madrasah, hal ini dapat dibuktikan dengan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam proses penyelenggaraan pendidikan diantaranya komite madrasah yang berperan penting dan berfungsi menyediakan sarana dan prasarana serta membantu kesejahteraan para pegawai non PNS (GTT dan PTT) di lingkungan MIN X sesuai dengan kemampuan. Serta dukungan orang tua siswa yang bergabung dalam paguyuban orang tua siswa (POS). Pos ini berfungsi membantu proses penyelenggaraan pendidikan di luar jam pelajaran dengan berperan langsung mendesain materi sesuai dengan bahan ajar dan lokasi kunjungan serta berbagai fasilitas lain yang diperlukan.
Dalam implementasi program mutu pada MIN X, lebih difokuskan pada pencapaian visi. misi, tujuan (baca bab III poin b tentang situs penelitian) adapun ruang lingkup dari target/sasaran yang ingin dicapai adalah juga bagian dari gugusan substansi manajemen madrasah yang meliputi; kurikulum dan pembelajaran, pengembangan sumber day a manusia, sarana dan prasarana, administrasi dan keuangan, kesiswaan dan humas, layanan khusus serta standar operasional manajemen kelas. Komponen-komponen tersebut di atas adalah bagian terpenting dari sasaran yang juga diimplementasikan dalam manajemen pendidikan dalam proses pencapaian pendidikan yang bermutu di MIN X.
Di samping komponen-komponen disebutkan di atas, ada juga faktor-faktor lain yang turut membantu pencapaian pendidikan yang bermutu di MIN X diantaranya kesungguhan dan kedisiplinan. Sebagaimana dicontohkan oleh Kepala Madrasah untuk hadir pertama kali dengan memberikan ucapan selamat datang kepada siswa, guru dan karyawan yang datang. Lingkungan dan layanan, lingkungan yang bersih dan sehat merupakan cermin sikap tanggung jawab. Disamping pelayanan yang optimal tetap diberikan sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan menerapkan manajemen yang terbuka.
Upaya dan kerja keras yang diwujudkan bersama antara warga madrasah dan warga masyarakat agar dapat terwujud pengelolaan madrasah yang unggul baik secara kuantitas maupun kualitas (sarana/prasarana, keuangan dan SDM) terwujud dengan berbagai prestasi-prestasi yang dimilikinya. Prestasi adalah ukuran keberhasilan suatu lembaga, untuk itu prestasi akademik maupun non-akademik akan menjadi tujuan utama lembaga ini baik di tingkat kota, provinsi, nasional maupun international. Dalam hal ini MIN X telah menunjukkan bahwa dirinya memang berprestasi, hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah prestasi yang diraih lembaga ini baik lokal, provinsi, nasional dan internasional.
Dengan demikian layak untuk diteliti bagaimana implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah yang diterapkan di MIN X, agar nantinya hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga-lembaga pendidikan berciri khas Islam (madrasah) pada khususnya.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitian ini sebagai berikut : 
1. Bagaimana penyusunan sasaran mutu pada MIN X ?
2. Bagaimana pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pada MIN X ?
3. Bagaimana monitoring dan evaluasi pelaksanaan mutu pada MIN X ?

C. Tujuan penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan penyusunan sasaran mutu pada MIN X.
2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pada MIN X.
3. Untuk mendeskripsikan monitoring dan evaluasi pelaksanaan mutu pada MIN X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian dengan judul Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah (Studi kasus MIN X) diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak. Dan selain itu juga sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan bagi peneliti. Manfaat dapat ditinjau dari dua aspek yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Diantaranya sebagai berikut : 
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan acuan bagi semua pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini dijadikan pedoman bagi pengelola pendidikan untuk mengembangkan pola yang berorientasi pada implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah. Terutama lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah) dan pihak-pihak yang memanfaatkan hasil penelitian demi peningkatan mutu di lembaga pendidikan serta dijadikan bahan koleksi ilmiah pada perpustakaan.
3. Bagi Pengelola Pendidikan
a. Pengelola pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber informasi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dari implementasi manajemen berbasis madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dijadikan bahan evaluasi guna mencapai tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
b. Pengelola pendidikan dapat mengambil kebijakan tentang pemecahan masalah secara tepat, efektif dan efisien serta memperhatikan permasalahan yang timbul dan berkembang di tengah-tengah masyarakat
c. Pengelola pendidikan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan kajian serta informasi baru tentang implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah.
4. Manfaat bagi Pendidik
a. Pendidik dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan atas dasar temuan penelitian ini untuk mengimplementasikan manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah yang lebih efektif dan efisien.
b. Pendidik dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran yang meningkat serta dapat mengetahui cara-cara yang lebih baik untuk dapat mengelola manajemen kelembagaan dengan baik demi mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan bersama.