Search This Blog

Showing posts with label kinerja PNS. Show all posts
Showing posts with label kinerja PNS. Show all posts
TESIS PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BKN

TESIS PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BKN

(KODE : PASCSARJ-0279) : TESIS PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BKN (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam konteks administrasi negara, peran sumberdaya aparatur menjadi unsur yang sangat vital bagi berlangsungnya kehidupan pemerintahan dan pembangunan. Di Indonesia peran tersebut dimainkan oleh Pegawai Negeri Sipil, yang dalam pemerintahan seringkali disebut sebagai "mesin birokrasi". Sorotan utama terhadap terciptanya good governance dan mengenai perlunya diciptakan clean government serta efisien menjadikan peran Pegawai Negeri Sipil menjadi perhatian yang cukup serius. Artinya, pembenahan Pegawai Negeri Sipil harus menjadi pusat perhatian karena memiliki fungsi yang sangat strategis.
Kebutuhan akan reformasi menuju terciptanya Pegawai Negeri Sipil yang efisien semakin dirasakan sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pembangunan dan akibat perubahan eksternal pada tingkat regional dan global. Kecenderungan umum dalam pertumbuhan di segala bidang juga melahirkan tuntutan mengenai perlunya Pegawai Negeri Sipil yang lebih profesional, terampil, terbuka dan berorientasi pelayanan kepada masyarakat.
Namun demikian, pada saat ini penilaian terhadap aparatur negara, khususnya Pegawai Negeri Sipil, masih memperlihatkan fenomena yang tidak menggembirakan. Wajah buruk yang diperlihatkan Pegawai Negeri Sipil (birokrasi) Indonesia yang sangat menonjol di mata masyarakat adalah penyelewengan internal, misalnya inefisiensi, pengambilan keputusan yang berbelit-belit, prosedur pelayanan yang sangat panjang, koordinasi antar instansi yang masih lemah dan sebagainya. Sebagai sebuah ilustrasinya dapat digambarkan bahwa Pegawai Negeri Sipil belum berfungsi secara maksimal sebagai penggerak pembangunan dan melayani masyarakat, bahkan sering dirasakan menjadi beban dalam penyelenggaraan program-program pemerintahan dan pembangunan. Kemampuan Pegawai Negeri Sipil masih sangat terbatas dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat. Kinerja birokrasi identik dengan ketidakefisienan dan "high-cost economy". Hal ini ditengarai dengan tingginya angka ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) di bidang manufaktur yang menunjukkan rata-rata 5,59, dimana untuk menghasilkan output satu satuan dibutuhkan 5 komponen input (Sofian Effendi, 2003 : 3).
Pegawai Negeri Sipil juga masih terlihat jauh dari sikap "abdi masyarakat" dalam memberikan pelayanan publik yang menjadi tugas mereka. Sebagai gambaran, berdasarkan penelitian terhadap aparat/birokrasi Pemerintah Daerah, kemampuan pelayanan publik yang dilakukan ternyata hanya mencapai 43,98 persen. Namun untuk tugas-tugas birokrasi yang mencerminkan kekuasaan atau wewenang pemerintah (yaitu pengaturan dan pengawasan), seperti pemberian ijin, pelaksanaan aturan, dan pengawasan kegiatan masyarakat paling sedikit mencapai 75 persen (Adi Sasono dalam Miftah Thoha dan Agus Dharma, 2001 : 56).
Sementara itu, menurut laporan Global Competitiveness Report dari World Economic Forum, menyebutkan rangking kemampuan daya saing Indonesia pada tahun 2006 berada pada peringkat 51 dan tahun 2007 justru kembali menurun kepada peringkat 54. Studi dari Booz-Allen & Hamilton menemukan fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat good governance paling rendah diantara negara-negara tetangganya. Indeks good governance Indonesia adalah 2,8, sedangkan Singapura 8,9; Malaysia 7,7; Thailand 4,8; dan Filipina 3,47 (Riant Nugroho, 2008 : 35). Disebutkan juga dalam laporan itu bahwa Kemampuan Manajemen birokrasi menempati urutan ke-42 dari 48 negara dan kemampuan daya saing terhadap negara-negara lain menempati urutan ke-41 dari 48 negara. Bahkan, sebelumnya diungkapkan oleh Der Spiegel, Transparency International, Economic Intelligent Unit, JETRO yang menganggap bahwa justru birokrasi-lah yang menjadi pangkal bagi hambatan (liabilities) terhadap kemampuan daya saing Indonesia di tingkat global (Iman Taufik dalam Miftah Thoha dan Agus Dharma, 2001 : 96). Oleh karena itu, perlu diupayakan pengaturan atau pengelolaan terhadap aparatur/birokrasi, baik di tingkat Pusat maupun tingkat daerah dengan suatu bentuk manajemen yang baik. Pengelolaan aparatur negara (khususnya Pegawai Negeri Sipil) sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 pada intinya memuat Manajemen Pegawai Negeri Sipil (MPNS), dimana didalamnya mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum. Disinilah arti pentingnya penerapan manajemen yang baik dalam bidang kepegawaian untuk mewujudkan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil untuk mendukung kinerja pemerintah.
Masalah di atas menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dalam kaitannya dengan peran pelayanan yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil. Untuk itu, Pegawai Negeri Sipil harus memiliki kinerja yang tinggi agar anggapan buruk yang selama ini melekat pada aparatur negara dapat dihindari. Kinerja Pegawai Negeri Sipil ditunjukkan dengan usaha-usaha mereka dalam melaksanakan dan menghasilkan output-output yang berkenaan dengan tugas dan pekerjaannya. Dengan demikian, pembinaan terhadap Pegawai Negeri Sipil harus terus dikembangkan sesuai dengan dinamika organisasi dan lingkungan strategisnya.
Dalam konteks organisasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), sebagai salah satu instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengelola kepegawaian di Indonesia, maka peran tersebut perlu untuk senantiasa diperhatikan. Dalam hal ini, BKN perlu mewujudkan peran pelayanan yang optimal sesuai dengan harapan masyarakat pengguna (user) atau para konsumen yang berkepentingan dalam menggunakan jasa pelayanan BKN. Pelayanan yang berkualitas (pelayanan prima) dapat menunjukkan adanya kinerja yang optimal, baik kinerja pegawai maupun kinerja organisasinya.
Terkait dengan pelayanan yang selama ini dilaksanakan, terutama dalam pelayanan administrasi kepegawaian, terdapat beberapa hal yang belum memenuhi target atau terealisasi dengan baik. Secara lebih jelas gambaran belum optimalnya pelayanan kepegawaian di lingkungan BKN. 
Kualitas pelayanan di lingkup BKN belum dikatakan optimal. Hal ini juga menjelaskan terdapat beberapa kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan perencanaannya. Dengan kala lain, sumber daya manusia (pegawai) belum memiliki kinerja yang baik, sehingga belum dapat mengimplementasikan program-program atau kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditentukan.
Berkaitan dengan tingkat pelayanan kepegawaian dan kinerja pegawai di atas, BKN dituntut untuk menonjolkan citra yang baik di mata masyarakat, terutama keberadaan atau kondite yang melekat pada setiap pegawainya. Sebagai pegawai yang menangani administrasi kepegawaian yang menyangkut nasib dan masa depan pegawai lainnya, pegawai BKN harus mampu menjalankan peran dan fungsinya secara profesional. Profesionalitas pegawai dalam menjalankan peran dan fungsinya menuntut adanya disiplin dalam segala hal sebagai prasyarat tercapainya tujuan organisasi.
Kondisi tersebut akan dapat terwujud apabila setiap diri pegawai mematuhi semua peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan organisasi serta adanya disiplin yang tinggi terhadap kepatuhan untuk melaksanakannya. Dalam konteks ini, disiplin merupakan instrumen untuk mencapai suatu tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Hal ini berarti bahwa disiplin menjadi prasyarat bagi terwujudnya tujuan dari organisasi (instansi-instansi pemerintah). Dengan kata lain, disiplin merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan yang berhasil guna dan berdayaguna.
Pada kenyataan di lapangan, berdasarkan penelitian awal penulis memperlihatkan bahwa pegawai BKN memiliki tingkat disiplin yang kelihatan semakin menurun sehingga mengundang keprihatinan semua pihak. Menurunnya atau bahkan rendahnya disiplin pegawai terlihat secara kasat mata di lapangan, yakni dari semakin meningkatnya tingkat kemangkiran, keterlambatan masuk kantor dan pulang kerja lebih awal dari jam kerja yang ditentukan.
Adanya kekurangdisiplinan para pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Negara menunjukkan pada setiap bulannya masih terdapat pegawai yang tidak masuk kerja tanpa memberitahukan kepada atasan dan unit kerjanya atau tanpa keterangan (TK). Bahkan, selama dua bulan terakhir (Oktober dan Nopember 2009) terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari para pegawai yang terlambat datang (TL) atau masuk kerjanya. Gambaran ini semakin mencolok apabila dilihat di lapangan yang memperlihatkan masih banyak pegawai yang pulang lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Di sisi lain, sebagaimana digambarkan dari hasil kajian dari tim Badan Kepegawaian Negara memperlihatkan bahwa disiplin kerja juga merupakan salah satu "isu strategis" yang menjadi perhatian serius dari pimpinan organisasi. Dalam hal ini, pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Negara sebagian besar ditengarai masih belum memiliki disiplin yang tinggi. Hal ini juga disebabkan penegakan disiplin kerja belum dilaksanakan secara konsisten dalam organisasi ini (Infokom Kepegawaian, 2009 : 15).
Sementara itu, penulis juga mencoba mengkaitkan belum optimalnya pelayanan kepegawaian di BKN dengan masalah sistem kompensasi yang berlaku di lingkup organisasi ini. Sebagaimana diketahui sistem kompensasi yang berlaku selama ini di lingkungan Pegawai Negeri Sipil dianggap belum mampu menyentuh rasa keadilan dan kesejahteraan pegawai (Pegawai Negeri Sipil). Hal ini dikarenakan sistem kompensasi yang ditetapkan belum mendasarkan pada keadilan internal (internal equity) dan keadilan keluar (external equity) (M. Irfan, 2009 : 33). Bahkan, menurut hasil penelitian bahwa imbalan yang diterima PNS hanya dapat memenuhi separo kebutuhan hidup sehari-hari (Z.A. Achmady, dalam Miftah Thoha, 1999 : 114).
Dalam konteks pemberian sistem kompensasi di BKN, terdapat beberapa hal yang belum berjalan dengan baik. Dalam hal ini, adalah terkait dengan pemberian tunjangan diantara para pegawai. Misalnya, adanya pembedaan penentuan besaran Tunjangan Kinerja (TK), penentuan pemotongan TK dan penentuan besaran uang Lauk Pauk (LP). Dengan demikian, sistem kompensasi di lingkungan organisasi ini belum memberikan gambaran yang sesuai dengan harapan pegawai secara keseluruhan.
Dari uraian-uraian di atas, penulis mencoba memfokuskan penelitian ini mengenai pengaruh antara kedua faktor tersebut, yakni disiplin kerja pegawai dan sistem kompensasi terhadap kualitas pelayanan kepegawaian di lingkungan organisasi pemerintahan dalam konteks ini adalah Badan Kepegawaian Negara. Dengan demikian, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ditemukan dan sekaligus untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian (tesis) ini, maka penulis menentukan judul tesis ini : "PENGARUH DISIPLIN KERJA DAN SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BKN".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah pokok pada penelitian ini, yaitu : 
a. Bagaimana pengaruh disiplin kerja pegawai terhadap kinerja PNS di lingkungan Badan Kepegawaian Negara ?
b. Bagaimana pengaruh sistem kompensasi terhadap kinerja PNS di lingkungan Badan Kepegawaian Negara ?
c. Bagaimana disiplin kerja pegawai dan sistem kompensasi secara bersamaan mempengaruhi kinerja PNS di lingkungan Badan Kepegawaian Negara ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 
a. Menganalisis mengenai pengaruh disiplin kerja pegawai terhadap kinerja pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Negara.
b. Menganalisis mengenai pengaruh sistem kompensasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Negara.
c. Menganalisis pengaruh disiplin kerja pegawai dan sistem kompensasi secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Negara.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan : 
a. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melihat gambaran mengenai pengaruh disiplin kerja pegawai dan sistem kompensasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan organisasi publik (Pemerintah).
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wacana untuk diterapkan dalam meningkatkan kinerja pegawai pada organisasi Pemerintah.
c. Secara pribadi diharapkan dapat menambah pengetahuan terhadap kajian mengenai sikap Pegawai Negeri Sipil, yang ditunjukkan dari aspek-aspek yang melingkupinya (disiplin kerja pegawai dan sistem kompensasi).

TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN KOMPETENSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN KOMPETENSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

(KODE : PASCSARJ-0274) : TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN KOMPETENSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar. Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh peran dan kinerja para anggotanya. Keberhasilan pencapaian kinerja organisasi merupakan hasil dari kinerja individu dalam organisasi. Jika kinerja individu dalam organisasi baik maka kinerja organisasi akan baik. Oleh karena itu setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) dan bagaimana sumber daya manusia dikelola.
Pengelolaan sumber daya manusia pada organisasi Pemerintah tidak lepas dari faktor pegawai yang diharapkan dapat berprestasi sebaik mungkin demi mencapai tujuan organisasi. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai SDM yang berada di Pemerintahan, turut bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan nasional sehingga kedudukan dan peran PNS sangat penting sebagai pelaksana dari usaha kegiatan Pemerintah dalam rangka pembangunan. Untuk itu peningkatan kinerja aparatur merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
SDM mempunyai peranan penting bagi organisasi karena sumberdaya manusia sebagai pengelola sistem, agar sistem ini tetap berjalan, tentu dalam pengelolaannya harus memperhatikan aspek-aspek penting seperti kompetensi, pelatihan, dan disiplin serta tingkat kenyamanan bekerja sehingga pegawai yang bersangkutan dapat terdorong untuk memberikan segala kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi. SDM dengan kinerja yang baik maka pada akhirnya akan menghasilkan kinerja organisasi yang baik.
Kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan pegawai di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan memerinci standar masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehingga mencapai standar kualitas profesional dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang baik (Wibowo, 2009). Kompetensi pegawai dapat tercapai dengan cara memberikan pelatihan kepada pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya dan tujuan organisasi.
Pelatihan merupakan salah satu faktor yang membentuk kinerja seseorang. Dalam suatu organisasi perlu melibatkan sumber daya manusianya (pegawainya) pada aktifitas pelatihan. Pelatihan diharapkan dapat mencapai hasil lain dari pada memodifikasi perilaku pegawai dalam bekerja. Pelatihan adalah jantung dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja (Mondy, 2008).
Tidak terpenuhinya standar PNS ini disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya, PNS tidak ditempatkan sesuai kemampuan. Terlebih, banyak pula PNS tidak mengikuti pelatihan meski Pemerintah sudah membuat program khusus secara berkala. Azwar juga mengatakan kebanyakan PNS saat ini kurang memiliki inisiatif dan hanya menunggu perintah atasan. 
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya banyak pegawai yang masih belum menguasai bidang pekerjaannya, Pelatihan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini dengan sasaran pencapaian kinerja jangka pendek. Dalam kenyataannya masih banyak instansi yang salah mengikutsertakan pegawainya dalam program pelatihan. Sudah menjadi suatu fenomena umum di negeri ini, bahwa hampir seluruh unsur pimpinan pemerintahan senantiasa meletakan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) pada urutan teratas dari program kerjanya. Namun, dalam implementasinya, pengembangan SDM ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan tidak terpenuhinya anggaran dalam hal pengembangan SDM yang hasilnya baru akan terlihat beberapa puluh tahun kemudian. Hal yang banyak menjadi penyebab antara lain (1) ketiadaan PNS yang dapat memenuhi persyaratan untuk mengikuti diklat tersebut, (2) ketergantungan pimpinan unit yang sangat tinggi terhadap staf, (3) penunjukan staf untuk mengikuti diklat dilakukan secara subyektif atau tanpa kriteria yang jelas, (4) Instansi tidak memiliki program pengembangan staf yang terstruktur, (5) pasifnya para pengelola diklat dan atau kepegawaian di dalam mencari informasi diklat gelar dan non gelar dengan beasiswa dari luar instansinya (Priatna, 2013).
Kabupaten X merupakan daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Y. Kabupaten ini didirikan pada tahun 2009 yang terdiri dari 5 kecamatan, 2 Kelurahan dan 54 desa. Sebagai daerah pemekaran bam percepatan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila roda Pemerintahan dapat berjalan dengan baik sehingga program dan tujuan pembangunan daerah dapat tercapai secara maksimal dengan mengandalkan potensi sumber daya manusia yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Aparatur Pemerintah yang menggerakkan roda Pemerintahan tersebut.
Aparatur Pemerintah semakin dituntut memberikan pelayanan prima. Pelayanan Prima dari Pemerintah ditujukan kepada masyarakat, Departemen atau Lembaga Pemerintah, Non-Departemen atau Pemerintah Daerah Tingkat I dan II juga memberikan pelayanan kepada masyarakat secara keseluruhan, baik secara internal maupun eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan prima dapat tercapai apabila SDM yaitu PNS dapat diandalkan yang dapat bekerja secara profesional dan memiliki kinerja yang baik.
Sekretariat Daerah Kabupaten X (Setdakab) merupakan salah satu Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten X. Setdakab mempunyai tugas dan kewajiban membantu Bupati dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan/Desa, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah, pembinaan administrasi dan Aparatur Pemerintah Daerah, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
Dalam melaksanakan program Setdakab tersebut dibutuhkan SDM yang kompeten di bidangnya agar kinerja Setdakab dapat tercapai secara optimal. Banyak permasalahan manajemen Pemerintahan yang belum sepenuhnya teratasi, permasalahan manajemen Pemerintahan tersebut antara lain : masih rendahnya kinerja aparatur di lembaga Pemerintahan (Manajemen Kepegawaian Negara, 2010). Rendahnya kinerja aparatur merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Setdakab saat ini. Hal ini disebabkan karena saat ini Setdakab dihadapkan pada kondisi keterbatasan kualitas SDM dan sarana prasarana yang masih sangat terbatas. (LAKIP Setdakab, 2012).
Pencapaian kinerja Setdakab masih belum optimal karena masih terdapat program/kegiatan yang realisasinya masih belum tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Kinerja Setdakab merupakan hasil dari seluruh kinerja bagian yang terdapat dalam Setdakab. Kinerja bagian merupakan hasil dari setiap kinerja pegawai yang berada di dalamnya yang telah diberikan tugas dan tanggung jawab. Oleh karena itu kinerja pegawai Setdakab secara keseluruhan akan tercermin dari hasil pencapaian kinerja Setdakab dalam melaksanakan program kegiatan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan pelaksanaan kegiatan dari program kerja Setdakab X tahun 2012 direalisasikan lebih kurang 57,25%. Berhasil atau tidaknya pencapaian kinerja Setdakab tidak terlepas dari kinerja SDM yang terdapat di dalamnya yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) Setdakab (LAKIP Setdakab, 2012).
SDM yang handal adalah SDM yang memiliki kualitas, jujur, kompeten, profesional, berani dan konsisten. SDM yang dibutuhkan adalah yang handal/profesional, yaitu memiliki kemampuan pengetahuan teknis di bidangnya (Halide, 2010). Kehandalan berkaitan dengan kapasitas dan kualitas pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan : pasal 1 (10), "Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan".
Masalah yang dihadapi oleh Setdakab adalah masih sedikit PNS yang berkualitas yang ditandai dengan sedikitnya jumlah PNS yang kompeten yang mengakibatkan kurang maksimalnya kualitas kerja pegawai. Kompeten adalah keterampilan dan kemampuan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. PNS yang kurang kompeten terlihat dari kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan pegawai di bidangnya seperti kurangnya ketekunan mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai, kurangnya kemampuan pegawai dalam menerapkan ilmu yang dikuasai, kurangnya sikap ketaatan dan menghargai dalam melaksanakan tugas, dan kurangnya rasa tanggung jawab. Semua hal tersebut dapat menyebabkan hasil kerja menjadi tidak efektif dan efisien .
Kompetensi merupakan salah satu masalah kehandalan SDM yang dialami Setdakab yaitu masih kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai yang dapat mendukung tujuan instansi. Selain itu penempatan PNS pada struktur organisasi dan tata kerja belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa masih banyak terdapat bidang atau bagian pekerjaan yang belum terpenuhi penempatan pegawai pada bidang dan sub bidang yang ada. Selain itu faktor latar belakang pendidikan dan penguasaan tugas belum sepenuhnya dijadikan dasar pertimbangan dalam proses penempatan.
Dalam meningkatkan kinerja pegawai salah satu kegiatan yang dilakukan organisasi yaitu dengan memberikan pelatihan tepat sasaran dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta untuk meningkatkan kemampuan/kompetensi pegawai, yang mengarah pada kepentingan organisasi dengan meningkatkan efisiensi, efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan, semangat kerjasama dan tanggung jawab. Pelatihan pegawai merupakan kegiatan pokok sebuah organisasi dalam mengembangkan pegawainya dalam rangka pengembangan organisasi. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Pada Bab I ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) ditetapkan bahwa pendidikan dan pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil adalah proses penyelenggaraan belajar dan mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.
Pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktek dari pada teori, yang meliputi pengertian physical skill, social skill, managerial skill dan Iain-lain. 
Pegawai telah diikut sertakan dalam pelatihan dalam rangka meningkatkan kinerja pada bidang pekerjaan masing-masing. Berdasarkan pengamatan di lapangan pelatihan yang telah diikuti belum terlihat hasilnya karena masih banyak terkendala dalam menerapkan hasil dari pelatihan pada bidang pekerjaan masing-masing. Hal ini terlihat dari pegawai tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik sesuai dengan target yang telah ditetapkan, masih banyak waktu yang tersita hanya untuk memperbaiki kesalahan pekerjaan yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Dalam meningkatkan kinerja pegawai, selain dari diadakannya pelatihan maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui penerapan disiplin. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 2 dan pasal 3 telah diatur secara jelas kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil. Disiplin sebagai sikap dan tingkah laku pegawai yang mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatannya pada berbagai ketentuan yang berlaku dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.
Menurut Flippo (2001) dijelaskan tentang masalah kepegawaian yang menyangkut dengan kedisiplinan yaitu diantaranya tingginya tingkat absensi dan tingginya tingkat keterlambatan jam kerja. Jika tingkat absensinya tinggi maka kemungkinan kinerja pegawai juga rendah dan target yang diharapkan sulit tercapai, tingginya tingkat ketidakhadiran mencapai diatas 10% dari total jumlah pegawai, mengakibatkan banyak kegiatan menjadi terhambat dan berpengaruh terhadap kinerja pegawai secara keseluruhan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dalam penerapan disiplin, masih ditemukannya pegawai yang kurang menggunakan waktu secara baik. Hal ini dilihat dari masih adanya pegawai hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk kantor adalah pukul 08.00 WIB pagi tetapi hadir pukul 09.00 WIB pagi, sementara makan siang dan istirahat pukul 13.00-14.00 WIB tetapi pada kenyataannya masih ditemukannya pegawai yang kembali ke kantor pukul 15.00 WIB. Apel pagi yang tidak diikuti dan sebagian pegawai tidak melapor apabila tidak masuk kerja.
Tingkat ketidakhadiran tinggi karena mencapai atau sama dengan 10%, Hal ini sejalan dengan pendapat Flippo (2001) yang menyatakan tingginya tingkat ketidakhadiran mencapai diatas 10% dari total jumlah pegawai maka pekerjaan jadi terganggu yang mengakibatkan banyak kegiatan menjadi terhambat dan berpengaruh terhadap kinerja pegawai secara keseluruhan. Banyak pegawai yang tidak mematuhi peraturan disiplin yang diterapkan. 
Berdasarkan hasil pra-survey di lapangan pada aspek sikap pegawai masih ditemukannya pegawai yang tidak menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan dimana diantara pegawai masih saling bergantung terhadap pegawai lainnya terhadap suatu pekerjaan, ditemukannya egoisme pegawai dalam mengerjakan pekerjaan, yaitu perbedaan tahun masuk kerja dan tingkat golongan mengakibatkan pegawai yang ada merasa lebih senior atau lebih baik sehingga kerja sama maupun koordinasi yang diharapkan diantara pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tidak terjalin dengan baik, kurangnya penghargaan terhadap pegawai yang bekerja dengan baik yaitu tidak adanya penghargaan atau promosi terhadap pegawai yang bekerja dengan baik, tepat waktu yang mengakibatkan pegawai merasa usaha yang dilakukan tidak dihargai karena sama dengan pegawai yang sama sekali tidak menyelesaikan pekerjaannya, rendahnya pemahaman pegawai terhadap tugas-tugas yang diemban dan masih rendahnya inisiatif pegawai dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan.
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN KOMPETENSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Apakah pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi PNS Setdakab Kabupaten X ?
2. Apakah disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi PNS Setdakab Kabupaten X ?
3. Apakah kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X ?
4. Apakah pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X ?
5. Apakah disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X ?
6. Apakah pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS melalui variabel kompetensi di Setdakab Kabupaten X ?
7. Apakah disiplin berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS melalui variabel kompetensi Setdakab Kabupaten X ?.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan terhadap kompetensi PNS Setdakab Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh disiplin terhadap kompetensi PNS Setdakab Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh disiplin terhadap kinerja PNS Setdakab Kabupaten X.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan terhadap kinerja PNS melalui variabel kompetensi di Setdakab Kabupaten X.
7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh disiplin terhadap kinerja PNS melalui variabel kompetensi di Setdakab Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan, referensi dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan strategi bagi Dinas Setdakab Kabupaten X dalam upaya peningkatan kinerja pegawai
2. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana .
3. Sebagai tambahan dan memperluas pengetahuan bagi peneliti dalam bidang manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai kompetensi, pelatihan dan disiplin yang berkaitan dengan kinerja.