Search This Blog

Showing posts with label kepemimpinan kepala sekolah. Show all posts
Showing posts with label kepemimpinan kepala sekolah. Show all posts

TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP

(KODE : PASCSARJ-0543) : TESIS KONTRIBUSI PROFESIONALISME GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

tesis manajemen pendidikan

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa banyak perubahan bagi kehidupan manusia. Perubahan juga telah mengakibatkan bangsa Indonesia memasuki persaingan global. Agar mampu bersaing, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan diri mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dipersiapkan secara matang, terencana, terarah, berkelanjutan, efektif dan efisien sejalan dengan proses pembangunan di berbagai bidang.
Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu urgensi peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan dijadikan salah satu kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses yang integral dengan proses peningkatan sumber daya manusia (Umaedi, 1999).
Pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia berdaya saing global. Konsekuensinya, semua komponen pendidikan yang meliputi siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan segenap lapisan masyarakat harus bahu membahu bekerja keras untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang terampil, berbudi pekerti, sehat jasmani rokhani, kreatif dan inovatif serta proaktif (Indradjati Sidi, 1999 : 30).
Menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama-sama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan bidang pendidikan, seperti pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta berbagai pelatihan dan penataran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dalam kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Umaedi (1999 : 2) ada dua faktor yang dapat menjelaskan hal itu. Pertama, karena strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya banyak faktor yang diproyeksikan tingkat makro tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro dalam hal ini di tingkat sekolah.
Komponen yang sangat menentukan dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui proses pendidikan adalah guru. Guru memegang peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut peranan guru sulit digantikan dengan yang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan guru di sekolah tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang sangat cepat. 
Hal ini menurut Mohammad Fakry Gaffar (Dedi Supriyadi, 1998 : xv) disebabkan karena ada dimensi-dimensi pendidikan khususnya proses pembelajaran yang diperankan oleh guru tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sementara itu Soeyadi (1990 : 31) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kehadiran guru di hadapan murid tidak dapat digantikan semuanya oleh berbagai media pendidikan. Dengan demikian guru di hadapan murid sangat dinantikan kehadiran dan keberadaannya, karena kehadiran guru di kelas sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Demikian juga keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan guru dalam melaksanakan melalui kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas. Peran tersebut menempatkan guru sebagai pemegang kendali dalam menciptakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Memperhatikan peran strategis dalam proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja guru, meskipun ada faktor-faktor lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru pun perlu ditingkatkan. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas pendidikan itu diduga kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru.
Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kinerja guru sebagai pendidik. Mengingat pentingnya peranan kinerja guru, maka sekolah perlu meningkatkan kinerja guru agar tercapai tujuan pengajaran, visi dan misi sekolah. Dalam kenyataannya kinerja guru SMP menurut laporan Dinas P&K Kabupaten X masih harus ditingkatkan.
Aspek-aspek yang memerlukan peningkatan itu antara lain kemampuan membuat perencanaan pengajaran yang baik, keterampilan menggunakan media pengajaran, keterampilan mengkombinasikan beragam model dan metode pembelajaran, kemampuan mengaktifkan siswa dalam belajar. 
Dari nilai rata-rata Ujian Akhir Nasional SMP/MTs menunjukkan bahwa Kabupaten ini belum mencapai hasil yang memuaskan, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kinerja guru sudah banyak dilakukan, misalnya dengan mengadakan lokakarya, seminar, penataran, peningkatan kesejahteraan (kenaikan tunjangan fungsional guru) dan peningkatan kualifikasi pendidikan melalui program penyetaraan dan sebagainya.
Sejalan dengan itu, di Kabupaten X masih terdapat sekitar 45% guru TK sampai dengan SMA yang belum menempuh jenjang pendidikan S1. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten X memberi kesempatan kepada mereka untuk menempuh jenjang pendidikan Sl. Kebijakan tersebut ditempuh dengan sharing dana dari APBD dan biaya pribadi.
Meningkatkan kinerja guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam hal ini terdapat sejumlah aspek yang terkait baik yang melekat pada diri guru seperti moral, kemampuan, pengalaman, dan motivasi; maupun yang berada di luar guru seperti profesionalisme guru, kesejahteraan, iklim kerja, kepemimpinan kepala sekolah, gaji, kurikulum, sarana dan prasarana.
Tanpa memperkecil arti keseluruhan aspek tersebut, profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja mengajar guru. Aspek tersebut perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kinerja guru.
Profesionalisme guru atau guru profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Undang-Undang Guru dan Dosen, 2006 : 41). Untuk menjadikan guru profesional diperlukan pendidikan formal dari setiap jenjang pendidikan.
Dalam konteks sumber daya manusia Indonesia, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis sebagai lembaga yang menyiapkan sumber daya manusia berkualitas. Menyadari hal itu, pemerintah telah mencanangkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) pada jenjang pendidikan dasar sejak tahun 1999.
Kebijakan tersebut merupakan bentuk penguatan atas komitmen sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahan 2003 pasal 51, bahwa : "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."
Pelaksanaan proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah memerlukan guru yang secara individual maupun secara kolaboratif berkemampuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Guru yang berkinerja seperti itu memerlukan suasana kerja yang harmonis dan kondusif yang dicipta dan dikembangkan oleh kepala sekolah.
Penciptaan iklim kerja sekolah merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab kepala sekolah di samping peranannya sebagai pendidik, pemimpin, supervisor, inovator dan motivator. Kepala sekolah diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai dasar filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan kinerja guru dalam berbagai aspek.

B. Identifikasi Masalah
Latar belakang masalah di atas menunjukkan bahwa peningkatan kinerja mengajar guru tidak terlepas dari profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Untuk memahami arti keterkaitan itulah penelitian ini dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 
1. Perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil.
2. Kinerja guru, khususnya kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kabupaten X masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
3. Banyak faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja guru. Di antara faktor-faktor tersebut adalah profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah.
4. Profesionalisme guru secara umum belum memadai dibanding dengan tuntutan profesinya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas dan intensitas program-program peningkatan profesionalisme yang telah mereka tempuh.
5. Belum semua guru SMP Negeri di Kabupaten X berijasah S-l. Dengan demikian akan mempengaruhi kinerja guru pada umumnya dan khususnya kinerja guru SMP di Kabupaten X.
6. Prestasi siswa SMP Negeri di Kabupaten X belum seperti yang diharapkan.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, selanjutnya dapat penulis rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
2. Bagaimana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?
3. Bagaimana kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi profesionalisme guru dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMP Negeri di Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan manfaat utama yaitu : 
1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya, dan yang menyangkut kinerja guru pada khususnya.
2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain bagi guru, sekolah, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten X.
a. Bagi Guru
Para guru diharapkan dapat memperoleh umpan balik bagi upaya meningkatkan kemampuan profesionalisme dan kualitas kinerjanya.
b. Bagi sekolah khususnya kepala sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada kepala sekolah sehingga dapat dijadikan salah satu rujukan bagi upaya pembinaan profesi guru dan peningkatan kinerja guru sejalan dengan peningkatan kualitas kepemimpinannya.
c. Bagi pemerintah
Bagi pemerintah khususnya pengelola pendidikan dari tingkat kecamatan sampai tingkat pusat, dapat memperoleh manfaat berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesionalisme guru, kinerja guru, dan kepemimpinan kepala sekolah.

TESIS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH (STUDI PADA MA)

(KODE : PASCSARJ-0318) : TESIS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH (STUDI PADA MA) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mengenal Produktivitas Sekolah dalam konteks Administrasi Pendidikan
1. Pengertian administrasi pendidikan

Secara teoritis pengertian administrasi melayani secara intensif sedangkan secara etimologis administrasi dalam bahasa Inggris "administer" yaitu kombinasi dari kata latin yang terdiri dari AD dan MINISTRARE yang berarti "to serve" melayani membantu, dan memenuhi. Dengan kata lain administrasi secara etimologis adalah melayani secara intensif. (Sagala, 2009 : 40).
Dari segi proses administrasi dapat dimaknai sebagai suatu keseluruhan tingkat yang harus dilaksanakan yang dimulai dari proses pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas dan juga pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan sampai pada tujuan yang telah dirumuskan. Sementara dari sudut fungsi administrasi dapat dimaknai sebagai tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh individu atau kelompok orang, yang dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan, pembagian tugas sampai pada realisasi perwujudan tujuan yang telah disepakati. Administrasi adalah kegiatan kerja sama yang dilakukan manusia atau sekelompok orang sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Namun untuk memberikan pengertian administrasi secara luas dan komprehensif dapat diterangkan dengan meninjau pendapat para ahli diantaranya : Herbert A. Simon (1970) (Moh. Ali dkk. 2007 : 148) mendefinisikan administrasi sebagai aktivitas kelompok (orang) yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. The Lian Gie (1980) (Silalahi 2003;9). Menyebutkan bahwa Administrasi merupakan segenap rangkaian kegiatan penataan pekerjaan pokok yang dilakukan sekelompok orang yang bekerja sama, personal maupun material dalam usaha mencapai tujuan tertentu Sedangkan menurut Rifai (1972 : 51) administrasi adalah keseluruhan proses yang mempergunakan dan mengikut sertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai, baik personal maupun material dalam usaha mencapai tujuan bersama seefektif dan seefisien mungkin.
Merujuk dari beberapa pendapat di atas administrasi sebagai proses merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan mengikut sertakan semua potensi yang ada dan yang sesuai baik personal maupun materiel dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan bersama dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam administrasi perlu tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan dengan pertimbangan yang rasional. sebab administrasi merupakan proses yang kontinu dan berkesinambungan.
TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Sebagai proses yang kontinu dan berkesinambungan Henry Fayol (M. Rifai. 1987) Industrialis Perancis mengelompokkan beberapa jenis kegiatan dalam proses administrasi yang dikenal dengan "Unsur-Unsur Fayol" terdiri dari lima tahapan :
1. Merencanakan : mempelajari keadaan yang akan datang dan menyusun rencana operasional
2. Mengorganisasikan : menentukan kebutuhan personil dan materiel dan menyusun hubungan fungsi dan kegunaannya diantara komponen-komponen itu ;
3. Memerintah mengarahkan : membuat anggota-anggota staf mengetahui/menyadari dan melaksanakan tugasnya masing-masing ;
4. Mengkoordinasikan : mengkorelasikan dan menyatukan arah kegiatan-kegiatan
5. Memeriksa/mengontrol ; melihat dan mengatur semua yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang digariskan.
Proses di atas menggambarkan bahwa administrasi perlu rencana-rencana dan langkah-langkah yang memuat, mengarahkan mental (pikiran, kemauan dan perasaan) dan tenaga jasmani untuk mewujudkan sesuatu sebagai sasaran-sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. (Moh. Ali dkk. 2007;) Dengan demikian administrasi adalah sesuatu kegiatan yang menuju pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pemeriksaan/control.

Sedangkan fungsi administrasi menunjukkan bahwa dalam setiap administrasi perlu adanya pengorganisasian yang baik dan teratur dalam menjalankan tugas-tugas operasional. (Ngalim Purwanto. 2008 : 9)
Dalam konteks pendidikan, administrasi dapat dipandang sebagai seluruh kegiatan, aktivitas kelompok dalam menata dan memberdayakan sumberdaya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Beberapa pandangan ahli yang terkait dengan administrasi pendidikan antara lain adalah :
1. Ngalim Purwanto (2008 : 8). Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi ; perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, materiel, maupun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
1. Robert E. Wilson (1966) (Sagala 2008 : 39) administrasi pendidikan adalah koordinasi kekuatan penting untuk pengajaran yang lebih baik bagi seluruh anak-anak di dalam organisasi sekolah untuk mencapai tujuan dan menjamin pencapaian tujuan.
2. Engkoswara (2001 : 2) : administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan tujuan yang disepakati bersama
3. Hadari Nawawi (2005 : 38) ; administrasi pendidikan sebagai kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara terencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal.
Dari beberapa pendapat di atas administrasi pendidikan dapat dimaknai sebagai segala aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lebih dalam bekerjasama menciptakan suasana yang baik dalam menata sumberdaya dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif.

2. Kedudukan variabel Penelitian dalam Administrasi Pendidikan
Pelaksanaan administrasi pendidikan pada Madrasah Aliyah Kota dan Kabupaten sorong diarahkan pada peningkatan produktivitas madrasah secara efektif dan efisien melalui pemberdayaan Sumber daya yang potensial yang ada serta membantu mengembangkan kepribadian individu untuk tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan. Namun demikian untuk mendapatkan pengertian yang lebih komprehensif, diperlukan pemahaman tentang pengertian, proses dan substansi pendidikan.
Pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu sistem terencana untuk menciptakan manusia seutuhnya yang disebut juga sebagai manusia pembangunan.

TESIS PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU SMA

(KODE : PASCSARJ-0317) : TESIS PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Kajian-kajian awal tentang kepemimpinan didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan pemimpin dibentuk secara alami berdasarkan karakteristik fisik, watak personal dan kemampuan intelektual yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Kepemimpinan dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang. Dalam tulisannya yang terakhir, Razik dan Swanson (2010 : 356) menyatakan bahwa leadership is a process whereby leaders and followers intend mutually agreed-on changes. Kepemimpinan adalah proses dimana pemimpin dan pengikut/yang dipimpin saling bekerja sama untuk mencapai suatu perubahan yang telah disepakati bersama. Definisi ini merupakan kesimpulan dari beberapa kutipannya tentang pengertian kepemimpinan dari berbagai sumber (2010 : 61), diantaranya :
- Leadership is an influence relationship among leaders and followers who intend real changes that reflect their mutual purposes (Rost, 1991 : 98).
- Leadership is defined in terms which relate a vision of the future to strategies for achieving it, which are capable of co-opting support, compliance, and teamwork in its achievement and serve to motivate and sustain commitment to is purpose (Davids and Davidson, 1991 : 201).
Stephen P. Robbins (1991 : 354) yang dikutip dalam Abdul Azis Wahab (2008 : 82) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Pendapat ini memandang semua anggota kelompok organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan pengikut. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui transaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapai tujuan bersama. Senada dengan hal tersebut, Robbins (1995 : 132) mengemukakan batasan tentang kepemimpinan yang menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Pengertian ini juga menekankan pada kemampuan pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan anggota organisasi agar melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Gibson, Ivancevich dan Donelly (1997 : 334) yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar mencapai tujuan tertentu.
TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen yakni sebagai motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat dalam organisasi (Siagian, 2004 : 36). Sukses tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan tergantung atas cara-cara memimpin yang dipraktekkan oleh pemimpin organisasi tersebut. Sejalan dengan hal ini, Nurkolis (2006 : 153) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi kepemimpinan lainnya adalah diartikan sebagai suatu hubungan pengaruh antara pemimpin dan pengikut yang bermaksud melakukan perubahan nyata yang dicerminkan oleh maksud bersama mereka. Definisi ini mengandung tiga implikasi pokok, yaitu kepemimpinan melibatkan orang lain baik bawahan maupun pengikut, kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, serta adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara.
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Bush dan Glover (2003 : 10) dalam Brent Davies (2009 : 15) menyatakan bahwa :
Leadership as a process of influence leading to the achievement of desired purposes. There are five key activities of strategic leaders : direction setting, translating strategy into actions, aligning the people and the organization to the strategy, determining effective intervention points and developing strategic capabilities.
Perilaku kepemimpinan ini sangat berpengaruh terhadap perubahan budaya dalam suatu organisasi. Budaya organisasi ini dibentuk oleh pemimpin (top management) sesuai dengan tujuan organisasi yang ditetapkan. Budaya mengikat seluruh warga organisasi menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Budaya inilah yang akhirnya akan menentukan berhasil tidaknya suatu sistem dalam organisasi.
Dalam kegiatan sehari-hari, seorang pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu pula, seorang pemimpin harus mengembangkan kapabilitasnya secara terus menerus sehingga dapat mengarahkan organisasi sesuai dengan perkembangan jaman.
Tugas pemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya terjadi suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu pemimpin diharapkan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya karena apabila tidak memiliki kemampuan tersebut, maka visi-misi organisasi tidak akan dapat tercapai secara maksimal.

Dari uraian-uraian tentang pengertian kepemimpinan di atas, dapat diidentifikasi unsur-unsur utama sebagai esensi kepemimpinan itu sendiri (Wahab, 2008 : 83), yaitu :
a. Unsur pemimpin atau orang yang mempengaruhi
b. Unsur orang yang dipimpin (pengikut) sebagai pihak yang dipengaruhi
c. Unsur interaksi atau kegiatan/usaha dan proses mempengaruhi
d. Unsur tujuan yang hendak dicapai dalam proses mempengaruhi
e. Unsur perilaku/kegiatan yang dilakukan sebagai hasil mempengaruhi
Secara lebih ringkas, dapat dijabarkan bahwa unsur-unsur kepemimpinan dalam sebuah organisasi secara garis besar dapat dibagi atas dua, yaitu orang-orang sebagai motor atau daya penggerak di satu pihak dan orang-orang sebagai sumber di lain pihak.

TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PADA SMP

(KODE : PASCSARJ-0316) : TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PADA SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
LANDASAN TEORI


A. Konsep Efektivitas Pelaksanaan Pembelajaran
1. Posisi Pelaksanaan Pembelajaran Dalam Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu yang bersifat substansi maupun teknis, baik pengelolaan personal, spiritual dan material sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan (Syaiful Sagala, 2008 : 20).Sedangkan Banghart dan Trull (Syaiful Sagala, 2008 : 22) menyatakan bahwa : "Sistem kegiatan administrasi pendidikan mencangkup perencanaan dan penyediaan lingkungan fisik, perencanaan kurikulum, perencanaan sumber, program dan strategi pengajaran, kerjasama sekolah dan masyarakat, pelatihan guru dalam jabatan dan evaluasi ". Berdasarkan kutipan diatas menunjukkan bahwa administrasi pendidikan merupakan proses kerjasama orang dalam penataan dan pengelolaan sumber daya dengan menerapkan fungsi-fungsi administrasi sebagai upaya mencapai tujuan pendidikan.
Engkoswara (1999 : 26) membagi ruang lingkup atau wilayah kerja atau bidang garapan administrasi pendidikan menjadi tiga yaitu :
a. Sumber Daya Manusia (SDM), terdiri atas : peserta didik; tenaga kependidikan dan masyarakat pemakai jasa pendidikan.
b. Sumber Belajar (SB), ialah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media diantaranya kurikulum.
c. Sumber Fasilitas dan Dana (SFD), adalah faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Pengelolaan terhadap berbagai bidang tersebut bertujuan agar tujuan pendidikan secara produktif tercapai. Salah satu bidang garapan yang bersangkutan dengan permasalahan dalam penelitian ini adalah pengelolaan SDM dalam hal ini adalah guru. Menurut Syaiful Sagala (2007 : 99) :
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan edukatif, tetapi harus memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya pencapaian produktivitas pendidikan. Oleh karena itu yang berkaitan dengan perkembangan karier guru, kesejahteraan dan peningkatan kualitas mengajar guru merupakan tanggung jawab kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Menurut Syaiful Sagala (2007 : 88) : "Kepala sekolah orang yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah, menghimpun, memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan". Lipham dan Hoeh (1974 : 10) mengelompokkan tugas-tugas kepala sekolah berdasarkan lima katagori, yaitu :
a. Instructional program
b. Staff personnel
c. Student personel
d. Financial and physical resources
e. School-community relationships
Kepala sekolah sebagai seorang manajemen instruksional (pembelajaran), memiliki tanggung jawab dalam mengatur kelancaran pembelajaran sehingga tercapai situasi belajar mengajar yang baik, membantu guru dalam merumuskan perbaikan pengajaran, membangkitkan kepercayaan dan mendorong guru-guru agar penuh kesadaran dan tanggung jawab berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah.
Perubahan yang dilakukan kepala sekolah akan berdampak positif pada guru, terutama dalam meningkatkan proses pembelajaran secara maksimal. Fullan (1991 : 145) menjelaskan bahwa : ".. Principals key to change....". Sedangkan Lipham dan Hoeh (1974 : 11) menyatakan bahwa :
Activities of the principal relating to the instructional program include assessing the community context for education, determination educational needs, stating educational objectives, planning and implementing instructional change, and evaluating program outcomes.
Sedangkan Bosser dan Williams (Moedjiarto, 2002 : 86) menyatakan :
Manajemen instruksional (pembelajaran) mengembangkan misi sekolah secara jelas, secara sistematis memantau kemajuan siswa. Secara aktif mengkoordinasi kurikulum, melindungi jam pelajaran dari gangguan dan menetapkan standar yang tinggi untuk guru dan siswa.
Tim peneliti dari Seattle Public School, Washington (Moerdjiarto, 2002 : 88) menguraikan :
Kepala sekolah sebagai manajemen pembelajaran, merupakan pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan mampu menggerakkan dan mengupayakan berbagai sumber untuk mencapai tujuan tersebut, sumber-sumber sarana dan prasarana serta sumber daya manusia digerakkan untuk mencapai tujuan pembelajaran sekolah.
Moerdjiarto (2002 : 81) menyatakan bahwa : "Kemampuan manajemen pembelajaran diinterpretasikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan perkembangan belajar siswa. Kelancaran proses belajar mengajar menjadi titik perhatian terpenting".
Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sangat berperan dalam mengatur terlaksananya proses pembelajaran yang lancar dan efektif, sehingga mutu pendidikan dapat meningkat.

Selain itu peran kepala sekolah adalah melakukan supervisi sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing perkembangan siswa. Supervisi merupakan cara kepala sekolah dalam melakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan sistem formal yang mengukur atau menilai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan apa kendalanya. Penilaian terhadap efektivitas pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan penting dalam organisasi sekolah. Hal ini berguna dalam memperoleh informasi sejauh mana tingkat efektivitas pelaksanaan pembelajaran bila dibandingkan dengan standar yang diharapkan. Dan sekaligus sebagai dasar untuk mengadakan pembinaan dan perbaikan kinerja guru, terutama dalam efektivitas pelaksanaan pembelajaran di masa yang akan datang.

2. Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran adalah terjemahan dari kata instruction. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (Wina Sanjaya, 2008 : 213), yang menyatakan bahwa : Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated'. Oleh karena itu menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction) di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Menurut Wina Sanjaya (2008 : 216) : "Pembelajaran itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru".
Syaiful Sagala (2008 : 61-64) mengemukakan beberapa definisi tentang pembelajaran, yaitu :
a) Pembelajaran menurut Corey (1986 : 195) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
b) Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru.
c) Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 : 297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
d) Knirk dan Gustafon (1986 : 18) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Sedangkan Hamzah B. Uno (2008 : 5) mengatakan bahwa : "Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau rancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa". Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa : "Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar".
Sutikno (2005 : 27-28) mengemukakan beberapa definisi tentang pembelajaran, yaitu :
a) Pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Arief S. Sadirman et al., 1990).
b) Iskandar et al. (1995) mengartikan pembelajaran sebagai upaya-upaya untuk membelajarkan siswa.
c) Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
Sedangkan Gagne & Brig (Suryosubroto, 2002 : 18) mengemukakan bahwa :
Pengajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan guru yang dimiliki tentang dasar-dasar mengajar yang baik. Instruction is the means employed by teacher, designer of materials, curriculum specialist, and promote whose purpose is to develop and organized plan top promote learning.
Dari definisi-definisi pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli yang disebut sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah aktivitas dalam mengatur kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan lingkungan yang ada di kelas maupun di luar kelas dan memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan yang serta dorongan kepada siswa yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar.

TESIS HUBUNGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

(KODE : PASCSARJ-0314) : TESIS HUBUNGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kedudukan Guru dan Kepala Sekolah dalam Administrasi Pendidikan
Pendidikan yang sangat luas yaitu bimbingan menuju kedewasaan sampai pengertian pendidikan yang menyempit hanya pada proses belajar mengajar di sekolah memiliki implikasi luas yang mencengkeram dalam pemikiran-pemikiran pendidikan, sehingga kedewasaan dapat diartikan sebagai pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seorang individu (Satori, dkk. 2007 : 145).
Guru dan kepala sekolah merupakan unsur dalam mengantarkan pencapaian anak bangsa ke arah yang berkualitas sesuai dengan tujuan dan pengertian dari pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidik dalam mengelola institusi pendidikan menunjukkan bahwa tidak adanya peran guru dan kepala akan menghancurkan sistem administrasi. Kepala sekolah yang membuat kebijakan, menata, mengkoordinasikan dan menilai segala aktifitas pendidikan serta guru dalam mengelola proses pembelajaran untuk menunjang peningkatan kualitas pendidikan.
Berkaitan dengan hal tersebut, administrasi pendidikan menurut Jam'an Satori (2007 : 145) menyatakan,
“Administrasi pendidikan yang berkembang dewasa ini menganut filsafat pengakuan terhadap manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk etis. Sebagai makhluk individu, pengakuan mendalam terhadap perbedaan dan prestasi, serta ciri yang bervariasi sangat ditekankan. Berangkat dari perbedaan tersebut, manusia menyatu dalam antar hubungan di samping cara kerjanya dilandasi oleh nilai-nilai dan norma-norma tertentu yang bersifat etis.”
Pemerintah, pengawas, kepala sekolah, gum, dan konselor adalah pelaku administrasi dan manajemen pendidikan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Dan kegiatan administrasi pendidikan merupakan kegiatan makhluk sosial modern dalam mengelola pendidikan ke arah yang lebih baik. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaiful Sagala (2009 : 42) bahwa, "...dalam menganalisa peran dan fungsi yang terkait dengan administrasi dan manajemen pendidikan perlu mendapat perhatian. Karena sebagai obyek studi ilmu administrasi dan manajemen, merupakan fenomena masyarakat modern, karena sebagian besar kegiatan-kegiatan para warganya dilangsungkan dalam organisasi-organisasi modern.
Administrasi pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang (1) proses, (2) fungsi, dan (3) kelembagaan. Dari sudut proses, pengertian administrasi dapat dikatakan sebagai suatu keseluruhan tingkatan yang harus dilaksanakan yang dimulai dari proses pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas dan juga pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan sampai kepada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tahap penentuan tujuan dapat direalisasikan. Sementara dari sudut fungsi pengertian administrasi dapat dikatakan sebagai suatu tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh individu atau pun kelompok, sedangkan pengertian administrasi yang dilihat dari sudut pandang kelembagaan, administrasi dapat dikatakan sebagai individu atau kelompok yang menjalankan fungsi-fungsi administrasi.
Fungsi adalah kegiatan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam usaha mencapai tujuan. Fungsi-fungsi administrasi adalah fungsi perencanaan, penggerakan (Actuating), pengkoordinasian, pengarahan, dan pengawasan dan pemantauan (Sagala, 2009 : 54).
Gum dan kepala sekolah adalah tenaga kependidikan yang telah diberi tugas dan wewenangnya dalam satuan pendidikan. Tenaga kependidikan menurut UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah "anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan". Menurut PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan berbunyi, "standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan".
Secara rinci dapat dijelaskan bahwa yang termasuk pendidik dan tenaga kependidikan adalah : tenaga pendidik (pembimbing, pengajar, pelatih, guru), pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah), penilik pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar dan penguji.
Berdasarkan pernyataan di atas, kepala sekolah, guru, siswa dalam kerangka administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pengadaan dan pemberdayaan atas orang-orang yang bekerja untuk kepentingan kependidikan secara efektif dan efisien bagi kepentingan pencapaian tujuan pendidikan.
tesis manajemen pendidikan-2
Kepala sekolah dan guru adalah sumber daya manusia yang termasuk sumber daya manusia dalam administrasi pendidikan atau istilah sederhana dengan sebutan sebagai "administrasi tenaga kependidikan". Tenaga kependidikan yang dimaksud, menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah "anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan". Secara lebih rinci yang termasuk tenaga kependidikan adalah tenaga pendidik (pembimbing, pengajar, dan pelatih), pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, direktur, ketua, rektor dan pimpinan satuan pendidikan), pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji.
Administrasi tenaga kependidikan dalam kerangka administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pengadaan dan pemberdayaan atas orang-orang yang bekerja untuk kepentingan kependidikan secara efektif dan efisien bagi kepentingan pencapaian tujuan pendidikan.

B. Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian Perilaku
Modul Bappenas (2007 : 6) perilaku merupakan seperangkat perbuatan/ tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Menurut Nurhasanah (2007 : 545) pengertian perilaku adalah "tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan". Pendapat lain mengenai perilaku dikemukakan oleh Furqon (2005 : 150) menyatakan, "perilaku dalam arti luas sebagai manifestasi hayati (hidup) yakni mencakup perilaku motoris, kognitif, dan efektif.
Perilaku mengisyaratkan bahwa perilaku dapat terjadi karena adanya rangsangan manusia yang bersumber dari kekuatan-kekuatan atau nilai-nilai yang dimiliki oleh individu. Permadi (1998 : 34) menyatakan bahwa perilaku semua aktivitas yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Semua aktivitas tersebut adalah segala apa yang dipikirkan, dirasakan, dan yang ditanggapi. Pendapat tersebut menyatakan perilaku adalah interaksi situasi dengan faktor-faktor kognisi, sikap, dan respon individu, perilaku dapat terjadi pula apabila ada sesuatu yang dirasakan perlu apabila mendesak.
TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BERBASIS ISLAM

TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BERBASIS ISLAM

(KODE : PASCSARJ-0294) : TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BERBASIS ISLAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan adalah termasuk dalam kajian konsep kebutuhan manusia. Karena proses kepemimpinan berlangsung di mana saja dan kapan saja dalam hubungan timbal balik antar individu dan kelompok manusia. Overton dalam Syafaruddin dalam bukunya Kepemimpinan Pendidikan menjelaskan : "leadership is the ability to get done with and through others while gaining their confidence and cooperation ". Dipahami dari pendapat ini bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memperoleh tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan dan kerjasama.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi sering kali sebagian besar tergantung pada faktor pemimpin. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa faktor pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan organisasi. Faktor pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pemimpin tersebut sebagaimana dikatakan oleh Covey (dalam Muhaimin, dkk) dalam bukunya Manajemen Pendidikan, bahwa 90 persen dari semua kegagalan kepemimpinan adalah kegagalan pada karakter.
Lembaga pendidikan membutuhkan seorang pemimpin. Sebab, pemimpin itulah penggerak dan inspirator dalam merancang dan mengerjakan kegiatan. Pemimpin tidak hanya seorang manajer, ia juga harus pembangun mental, moral, spirit, dan kolektivitas kepada jajaran bawahannya. Seorang pemimpin seyogyanya tidak hanya menggunakan aturan tertulis, tapi juga sikap perilaku, sepak terjang, dan keteladanan dalam melakukan agenda transformasi ke arah yang lebih baik.
Di dalam kepemimpinan ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, unsur sarana, dan unsur tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan atau kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya di dalam praktek selama jadi pemimpin. Namun, secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan ketiga unsur tersebut dalam rangka menjalankan kepemimpinannya menurut caranya sendiri. Dan cara-cara yang digunakannya merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepribadian seorang pemimpin walaupun pengertian ini tidak mutlak. Cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan disebut tipe atau gaya kepemimpinan.
Adapun gaya-gaya kepemimpinan yang pokok, atau dapat juga disebut ekstrim, ada tiga, yaitu (1) Otokrasi. Dalam kepemimpinan yang otokrasi, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya, pemimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kekuasaan pemimpin yang otokrasi hanya dibatasi oleh undang-undang; (2) Laissez Faire. Tipe ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya; dan (3) Demokratis. Pemimpin yang demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar pekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan atau usaha-usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Adapun karakteristik dari beberapa gaya kepemimpinan tersebut antara lain : 1) Otokrasi memiliki sifat yaitu a) menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, b) mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, c) menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik dari anggotanya, d) terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya, e) caranya menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat mencari kesalahan/menghukum; 2) Laissez Faire memiliki sifat yaitu a) menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, setelah tujuan diterangkan kepadanya, b) ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, c) semua pekerjaan tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya; 3) Demokratis memiliki sifat yaitu a) dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia di dunia, b) selalu berusaha untuk menyinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahan, c) senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan, d) mengutamakan kerja sama dalam mencapai tujuan, e) memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan, dan membimbingnya.
Tannenbaum dan Schmidt (dalam Boone dan Kurtz) mengatakan bahwa pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat tergantung pada faktor : 1) pemimpin yakni sistem nilai dan keyakinan pada bawahan, 2) bawahan yakni harapannya terhadap prilaku kepemimpinan, 3) situasi yakni nilai dan tradisi organisasi. Debutts (dalam Boone dan Kurtz) menambahkan pula faktor tersebut sebagai berikut : 1) orang yang dipimpin dalam hal ini bawahan, 2) pekerjaan itu sendiri menyangkut keterlibatan bawahan dalam melaksanakan pekerjaan tentang kapan, di mana dan bagaimana dikerjakan, 3) dukungan manajemen menyangkut sistem penghargaan yang diberikan untuk manajer, 4) karakteristik pribadi yang menyangkut kesenangan, pengetahuan, dan kebutuhan yang diterima oleh pemimpin.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, gaya kepemimpinan kepala sekolah di SMAN X dan SMAN Y cenderung lebih menerapkan kepemimpinan demokratis, walaupun tidak sepenuhnya menerapkan gaya kepemimpinan tersebut dan masih didukung dengan gaya kepemimpinan yang lain. Karena sebagai pimpinan di lembaga pendidikan kepala sekolah tidak bisa menerapkan hanya satu gay a kepemimpinan saja, akan tetapi sebaiknya mengkombinasikan beberapa gaya tersebut dalam kepemimpinannya. Karena gaya kepemimpinan yang satu dan lainnya saling mendukung.
Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah memerlukan sosok kepala sekolah yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas yang tinggi, serta demokratis dalam pengambilan keputusan-keputusan mendasar. Kepala sekolah adalah "The Key Person" keberhasilan pelaksanaan otonomi sekolah. Kepala sekolah adalah orang yang di beri tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai sumber yang tersedia dan dapat menggali lagi untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah. Oleh karena itu dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah dituntut memiliki visi dan wawasan yang luas tentang sekolah yang efektif serta kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial dan supervisi pendidikan. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk membangun kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di sekolah. Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah harus mampu berperan sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator pendidikan. Dalam melaksanakan fungsinya kepala sekolah dituntut untuk melakukan (action) perubahan-perubahan dan pengembangan dalam pendidikan di sekolah yang dipimpinnya yang dapat berupa ide, program, layanan, proses atau teknologi yang diimplementasikan dalam sistem pendidikan.
Begitu besarnya peranan sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya inovasi pendidikan dan kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah. Namun, perlu dicatat bahwa keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya, tidak ditentukan oleh tingkat keahliannya dibidang konsep dan teknik kepemimpinan semata, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memilih dan menggunakan teknik atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dipimpin.
Wahjosumidjo mengemukakan bahwa penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat dan keterampilan, prilaku maupun fleksibilitas pemimpin. Agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu : kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan.
Kepala sekolah profesional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin hubungan/kerja sama dengan masyarakat dalam rangka membina pribadi peserta didik secara optimal. Kerja sama ini penting karena banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan sekolah secara sepihak, atau sering terjadi kesalahpahaman, perbedaan persepsi antara pihak sekolah dengan masyarakat. Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu mencari jalan keluar untuk mencairkan hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama ini terjadi, agar masyarakat khususnya orang tua peserta didik bisa mengerti, memahami dan maklum dengan ide-ide serta visi yang sedang berkembang di sekolah.
Menurut Robbins (dalam R.A. Sri Isminingsih) untuk menduduki posisi kepala sekolah tentunya menuntut dipenuhinya persyaratan, baik unjuk kerja, administratif, akademik maupun kepribadian. Terpenuhinya, persyaratan mengandung arti, bahwa kepala sekolah telah memiliki kelebihan sehingga mampu berperan sebagai pemimpin sekolah. Kemampuan yang dimiliki telah terseleksi baik seleksi diri, karier dan seleksi organisasi. Sedangkan Wiles dan Bondi (dalam R.A. Sri Isminingsih) mengatakan bahwa seseorang terseleksi untuk menjadi kepala sekolah antara lain mengacu pada tanggung jawab kualifikasi dan pengalaman.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, seorang kepala sekolah sebagai pimpinan dari lembaga pendidikan harus memiliki lima kompetensi antara lain : kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
Pentingnya kedudukan budaya dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdapat pemaknaan bersama antar anggota, sebagaimana diungkapkan oleh Robbins, pada dasarnya merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini dikarenakan selama ini organisasi hanya dilihat sebagai alat yang paling rasional untuk mengendalikan dan mengatur sekelompok orang. Owens mengatakan bahwa, bahkan secara ekstrim organisasi dipandang sebagai mesin yang menekankan pada otoritas formal dan legitimasi perintah. Simon dan Barnard dengan asumsi dasar mengatakan bahwa, manusia sebagai economic man dengan fokus utamanya adalah tercapainya kekuasaan (wealth power). Namun akhir-akhir ini, pandangan tersebut telah mengalami perubahan, di mana dalam sebuah organisasi ternyata terdapat pemaknaan bersama seluruh anggotanya yang di dalamnya ada nilai, norma, keyakinan, dan tradisi yang membentuk satu kesatuan sistem dalam organisasi sehingga itu menjadi kekuatan yang walaupun tidak terlihat tetapi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pikiran, perasaan dan tindakan anggota organisasi.
Pentingnya kedudukan budaya ini juga mulai menarik perhatian kalangan pendidikan. Peterson mengatakan bahwa budaya ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap motivasi anggota organisasi dan motivasi itu sendiri sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan keberhasilan sebuah organisasi. Begitu pentingnya kedudukan budaya ini dalam sebuah institusi pendidikan sampai-sampai membuat Edward Redalen membuat pernyataan bahwa, jika seorang pimpinan atau kepala sekolah ingin melakukan perubahan maka starting pointnya adalah melalui budaya. Jika tidak, sebaik apapun upaya perubahan yang dilakukan itu tidak akan pernah membawa hasil yang maksimal.
Pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) melakukan upaya dilakukan dalam konteks organisasi, apakah keluarga, masyarakat, sekolah, atau jenis organisasi lainnya. Penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah organisasi menunjukkan bahwa keberadaan organisasi pendidikan tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan secara lebih efektif dan efisien. Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah sebagai organisasi pendidikan formal tidaklah terpisah.
Dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan, ritual, mitos serta praktik-praktik yang berkembang sejak beberapa lama. Ke semua itu pada gilirannya, menciptakan pemahaman yang sama di antara para anggota mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya berperilaku.
Konteks eksternal organisasi yang sangat cepat berubah merupakan sebuah tantangan utama dari organisasi untuk dapat hidup terus. Sebagaimana makhluk hidup, organisasi juga harus pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya jika menginginkan untuk hidup dalam usia yang lebih panjang. Ketidakmampuan organisasi menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan dapat menyebabkan organisasi tersebut mengalami masalah serius bahkan dapat mengakibatkan kematian (kebangkrutan).
Organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia hidup dalam sebuah organisasi. Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (dalam Daman Hermawan dan Cepi Triatna) mendefinisikan organisasi sebagai "wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri". Lebih jauh ketiganya menyebutkan bahwa organisasi adalah suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian sasaran. Definisi ini menekankan pada upaya peningkatan pencapaian tujuan bersama secara lebih efektif dan efisien melalui koordinasi antar unit organisasi.
Setiap individu yang memasuki organisasi melakukan proses interaksi (adaptasi) dengan kebiasaan pada masing-masing individu dan dengan budaya organisasi. Proses ini merupakan aktifitas sumber kehidupan dalam struktur organisasi. Proses yang umum meliputi komunikasi, pengambilan keputusan, sosialisasi dan pengembangan basis. Budaya organisasi dapat menjadi positif atau negatif. Budaya organisasi yang positif akan membantu meningkatkan produktifitas, budaya yang negatif akan menghambat efektifitas kelompok dan desain organisasi yang lebih baik.
Budaya organisasi berbasis Islam dalam hal ini nilai-nilai Islami di sekolah. Pengembangan nilai Islami adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlaq mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur'an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.
Nilai-nilai budaya Islami yang dijadikan pilar dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di sekolah antara lain : 1) Nilai akhlakul karimah. Etika atau akhlakul karimah adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama dengan orang lain; 2) Nilai kejujuran. Yaitu jujur kepada dirinya sendiri, jujur kepada Tuhan, jujur kepada orang lain; 3) Nilai kasih sayang; 4) Nilai menghormati hukum dan peraturan; 5) Nilai tepat waktu/kedisiplinan; 6) Nilai bekerja sama; 7) Nilai jihad. Adapun karakteristik bentuk pembangunan budaya organisasi Islam yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut : 1) keadilan; 2) senyum, salam, sapa; 3) berjabat tangan; 4) doa bersama; 5) shalat dzuhur dan Jum'at berjamaah; 6) pendistribusian zakat fitrah; 7) pondok Ramadhan, untuk mewujudkan budaya tersebut melalui pembiasaan, keteladanan dan internalisasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna bahwa organisasi selalu unik dan selalu tampil khas, masing-masing memiliki budayanya sendiri-sendiri, hal ini dipengaruhi oleh visi dan misi serta tujuan. Walaupun organisasi itu sejenis, namun budayanya akan berbeda. Adapun budaya organisasi yang terdapat di SMAN X adalah budaya organisasi berbasis Islam yang tercantum dalam daftar kegiatan ekstrakurikuler yaitu Kerohanian Islam (Rohis), dan di SMAN Y adalah budaya organisasi berbasis Islam yang tercantum dalam visi dan misi sekolah.
Adapun alasan mengapa penulis mengambil judul "KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BERBASIS ISLAM (STUDI MULTI SITUS DI SMAN X DAN SMAN Y)" karena peneliti ingin mengetahui bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam, budaya yang sudah menjadi karakteristik atau identitas suatu organisasi/lembaga pendidikan tersebut serta apa latar belakang kepala sekolah membangun budaya organisasi berbasis Islam, serta dampak yang dihasilkan dari kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di kedua SMAN tersebut, merupakan rumusan masalah penelitian.
Sedangkan tempat yang menjadi sasaran peneliti untuk mengadakan penelitian adalah SMAN X dan SMAN Y. Peneliti memilih tempat tersebut karena seperti yang peneliti pernah ketahui bahwa di sekolah tersebut memiliki budaya yang khas yang mungkin belum pernah dimiliki oleh sekolah-sekolah umum yang lain yaitu kepemimpinan kepala sekolah yang didasari oleh nilai-nilai Islami dalam kepemimpinannya, serta adanya budaya organisasi berbasis Islam. 

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini lebih ditujukan untuk menjawab bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y tersebut. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam maka peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada : 
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y ?
2. Faktor apa yang melatarbelakangi kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y ?
3. Dampak apa saja yang dihasilkan dari kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk memahami, mendeskripsikan, dan menganalisa tentang : 
1. Mendeskripsikan dan menganalisa tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y.
2. Mendeskripsikan dan menganalisa tentang faktor apa yang melatarbelakangi kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y.
3. Mendeskripsikan dan menganalisa tentang dampak apa saja yang dihasilkan dari kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan lembaga pendidikan di Indonesia. Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini yaitu : 
1. Manfaat teoritis ilmu Manajemen Pendidikan Islam yaitu : dihasilkan kesimpulan-kesimpulan substantif yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y sebagai wujud pengembangan teori-teori gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi sebelumnya. Memberikan sumbangan pemikiran terkait "Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Membangun Budaya Organisasi berbasis Islam (Studi Multi Situs di SMAN X dan SMAN Y)" sehingga terbuka peluang dilakukannya penelitian yang lebih besar dan luas dari segi biaya maupun jangkauan lokasi yang relevan. 
2. Manfaat praktis : dapat memberikan pengetahuan tentang proses dibangunnya budaya organisasi berbasis Islam serta faktor pendukung dan kendala yang dihadapi sekolah dalam pembangunan budaya organisasi tersebut sehingga dapat dijadikan dasar kebijakan untuk pengembangan sekolah ditinjau dari segi fungsi-fungsi manajemen. Dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam di SMAN X dan SMAN Y. Tidak menutup kemungkinan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun budaya organisasi berbasis Islam yang dikembangkan di SMAN X dan SMAN Y bisa diterapkan oleh lembaga pendidikan lain secara lebih luas.