Search This Blog

Showing posts with label kemampuan menulis. Show all posts
Showing posts with label kemampuan menulis. Show all posts

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT LAMARAN PEKERJAAN MELALUI METODE QUANTUM WRITING

(KODE : PTK-0711) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT LAMARAN PEKERJAAN MELALUI METODE QUANTUM WRITING (MAPEL BAHASA INDONESIA SMK KELAS XII)

contoh ptk bahasa indonesia smk kelas xii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasilkan kualitas manusia yang lebih tinggi untuk menjamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangunan. Peningkatan kualitas pendidikan harus dipenuhi melalui peningkatan proses pembelajaran, metode pembelajaran, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan agar relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan siswa di masa yang akan datang, pemerintah perlu mengupayakan suatu pembaharuan terhadap sistem pendidikan.
Pembaharuan sistem pendidikan dapat dilakukan salah satunya melalui peningkatan mutu mata pelajaran Bahasa Indonesia karena merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting di SMK yang saat ini telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya. Hal ini perlu di tingkatkan, karena Bahasa Indonesia sebagai simbol persatuan dan sebagai bahasa resmi yang telah disepakati bersama oleh seluruh bangsa Indonesia. Melalui bahasa manusia mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK juga harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis, maupun dalam hal pemahaman dan penggunaan. Kemahiran bahasa lisan menekankan pada aspek bicara dan menyimak, sedangkan kemampuan bahasa tulis menekankan pada aspek menulis dan membaca. Sesuai dengan perkembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) oleh pemerintah menghendaki terwujudnya suasana yang menarik agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi siswa adalah menulis surat karena surat merupakan suatu pernyataan tertulis maka pemakaian bahasa pada surat-menyurat sangat mempengaruhi informasi yang disampaikan. Khusus untuk pemakaian bahasa pada surat menyurat yang sifatnya resmi, maka penulisan harus sesuai dengan kaedah atau aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Menurut Tarigan (1994 : 1) keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yaitu menyimak (listening Skill), Berbicara (Speaking Skill), Membaca (Reading Skill) dan Menulis ( Writing Skill). Penguasaan keempat aspek ini merupakan keterampilan dasar. Untuk menunjang keberhasilan tujuan umum pembelajaran bahasa Indonesia, maka siswa terampil dalam berbahasa yang mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan apresiasi sastra.
Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut, aspek keterampilan menulis merupakan aspek yang paling tinggi dan paling kompleks tingkatannya. Aspek keterampilan menulis jauh lebih sukar dan jauh lebih rumit dibandingkan aspek kebahasaan yang lainnya, seperti keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan keterampilan membaca. Menulis merupakan salah satu dari pokok bahasan bahasa Indonesia yang bertujuan memberikan bekal keterampilan dan kemampuan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide atau pesan. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulis menulis juga dapat diartikan sebagai cara berkomunikasi dengan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis.
Keterampilan menulis dianggap sebagai keterampilan yang sulit dan rumit tetapi keterampilan menulis itu sangatlah penting untuk dipelajari dan dilakukan terus menerus. Keterampilan menulis harus didukung juga oleh keterampilan lainnya terutama keterampilan membaca, karena membaca dan menulis saling berkaitan. Menurut maksud dan menurut tujuannya surat dibagi menjadi empat macam surat yaitu : surat permohonan atau permintaan, surat keputusan, surat kuasa, dan surat lamaran.
Berdasarkan empat macam surat di atas, pelajaran menulis surat lamaran pekerjaan merupakan salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia yang pembelajarannya tidak difokuskan secara sungguh-sungguh, maka peneliti mengambil satu bentuk surat yang dijadikan penelitian yaitu surat lamaran pekerjaan karena dalam menulis surat lamaran pekerjaan siswa masih sangat sulit dalam menggunakan isi gagasan, pilihan kata, kalimat, paragraf, dan ejaan. Materi menulis surat lamaran pekerjaan ini diberikan pada siswa, untuk meningkatkan hasil belajar siswa perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan, khususnya dalam proses pembelajaran diperlukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta pemilihan metode yang tepat. Dalam upaya meningkatkan hasil menulis surat lamaran pekerjaan siswa kelas XII TFL SMKN X, penulis perlu melakukan inovasi kreatif, yaitu dengan cara menerapkan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa, sehingga menimbulkan proses pembelajaran yang aktif.
Hasil observasi awal yang dilakukan di SMKN X terungkap dari keluhan guru bahasa Indonesia, menjelaskan bahwa pokok bahasan menulis surat mereka rendah.
Rendahnya kemampuan menulis siswa dipengaruhi beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal terlihat pada kurang terampilnya siswa mempergunakan ejaan dan memilih kata sehingga penyusunan kalimat masih banyak mengalami kesalahan. Faktor eksternal muncul dari pemilihan strategi dan pendekatan yang digunakan guru. Guru masih terikat pada pola pembelajaran tradisional dan monoton. Kondisi seperti ini dapat menghambat para siswa untuk aktif dan kreatif sehingga menyebabkan rendahnya kualitas siswa. Sistem pembelajaran dengan pendekatan tradisional yang masih diterapkan guru tidak mampu menciptakan anak didik yang diidamkan, terutama untuk bidang keterampilan menulis. Hal ini dikarenakan dominasi guru dalam pembelajaran dengan pendekatan tradisional lebih menonjol dan dikuasai guru, sehingga keterlibatan siswa kurang mendapat tempat. Guru lebih banyak mendominasi sebagian besar aktivitas proses belajar-mengajar sehingga para siswa cenderung pasif. Jika keadaan tersebut terus berlanjut, tanpa ada solusi penanggulangannya secara tepat dikhawatirkan lama-kelamaan akan menurunkan kemampuan dan kualitas siswa dalam menulis.
Pemilihan strategi dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran merupakan hal yang harus betul-betul dipertimbangkan oleh guru agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat mencapai sasaran.
Dalam meningkatkan partisipasi aktif fisik dan mental siswa, guru hendaknya tidak mendominasi aktivitas belajar-mengajar, tetapi memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk berinteraksi dengan guru, dengan materi pelajaran maupun dengan sesama manusia. Demikian juga siswa hendaknya diberi kesempatan berlatih pada saat guru menyampaikan pelajaran yang berupa suatu keterampilan. Untuk itu agar pembelajaran menjadi menyenangkan dan hasil menulis surat lamaran pekerjaan siswa menjadi lebih aktif maka guru menerapkan metode pembelajaran Quantum Writing karena merupakan sebuah proses interaksi yang terjadi lewat proses menulis. Seseorang yang menjalankan konsep “Quantum writing”, akan merasakan bahwa dirinya sedang berinteraksi dengan dirinya yang unik, materi tulisan yang sedang ditulisnya, dan dengan pikiran-pikiran orang lain yang telah dibicarakannya sebelum dia menulis.
Pembelajaran dengan metode Quantum Writing mempunyai tahap-tahap dalam proses pembelajaran dalam menulis, tahap-tahap tersebut, yaitu tahap persiapan, draft kasar, berbagi, revisi, penyuntingan, penulisan kembali, dan evaluasi.
Dari latar belakang tersebut, maka penulis memilih judul yang akan memperbaiki kemampuan belajar Bahasa Indonesia dengan menulis surat lamaran pekerjaan yaitu berupa “PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT LAMARAN PEKERJAAN SISWA DI KELAS XII JURUSAN TEKNIK FABRIKASI LOGAM (TFL) SMKN X”.
SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA

(KODE : PTK-0581) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE IMLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA (BAHASA ARAB KELAS VII)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran Wibowo (2001 : 3). Suatu kaum akan menyampaikan maksud atau tujuan mereka kepada kaum yang lain dengan melalui bahasa. Maka dilihat dari kedudukannya, bahasa adalah sesuatu yang harus dipelajari dan dipraktekkan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka dalam proses pembelajaran bahasa juga harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi baik secara lisan atau tertulis dalam pemahaman dan penggunaan.
Pembelajaran bahasa Arab yang ideal di Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah adalah pembelajaran yang memungkinkan para siswa menguasai empat keterampilan berbahasa (Maharat al-Istima, al-Kalam, al-Qira'ah, dan al-Kitabah) secara proporsional. Hal ini dikarenakan bahasa Arab bukan hanya sekedar berfungsi pasif, yaitu sebagai media untuk memahami (al-fahm) apa yang dapat didengar, berita, teks, bacaan dan wacana, melainkan berfungsi aktif, yaitu memahamkan (al-ifham) orang lain melalui komunikasi lisan dan tulisan (Wahab 2004 : 1).
Belajar bahasa asing (termasuk Bahasa Arab) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (mahaarah al-istima'), kemampuan berbicara (mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (mahaarah al-qira'ah), dan kemampuan menulis (mahaarah al-kitaabah).
Keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan antara satu dan lainnya. Keterampilan menulis mempunyai peranan penting sama dengan keterampilan lainnya dalam pembelajaran bahasa arab. Selain itu, keterampilan menulis digunakan manusia sebagai tempat untuk menuangkan segala imajinasi, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan pengalamannya untuk mencapai maksud.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam komunikasi secara tidak langsung, keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih (Wagiran 2005 : 2).
Menurut Djuarie (2005 : 120), menulis merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatihkan. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Ebo (2005 : 1) bahwa setiap orang biasa menulis. Artinya, kegiatan menulis itu dapat dilakukan oleh setiap orang dengan cara dibina dan dilatihkan.
Pembelajaran menulis merupakan salah satu pembelajaran yang memerlukan perhatian khusus baik oleh guru mata pelajaran atau pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan kurikulum pembelajaran. Saat ini pembelajaran menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori, tidak banyak melakukan praktik menulis. Menurut Tarigan (dalam Hasani 2005 : 1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut.
Keterampilan menulis yang tidak diimbangi dengan praktik menjadi salah satu faktor kurang trampilnya siswa dalam menulis. Siswa pada sekolah menengah atas seharusnya sudah lebih dapat untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya secara tertulis. Hermawan(2011 : 151) mengungkapkan bahwa keterampilan menulis (maharah al-kitabah) adalah kemampuan dalam mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran, mulai dari aspek yang sederhana seperti menulis kata-kata sampai pada aspek yang kompleks yaitu mengarang. Namun pada kenyataannya, kegiatan menulis belum sepenuhnya terlaksana. Menyusun suatu gagasan, pendapat, dan pengalaman menjadi suatu rangkaian berbahasa tulis yang teratur, sistematis, dan logis bukan merupakan pekerjaan mudah, melainkan pekerjaan yang memerlukan latihan terus-menerus.
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya mempelajari bahasa asing akan lebih sulit difahami daripada bahasa ibu (bahasa sendiri) karena selain kosakata yang jarang digunakan, struktur kata dan kalimat pun memerlukan waktu khusus untuk dipelajari. Oleh sebab itu, pengajaran Bahasa Asing dalam lembaga formal dan informal memerlukan metode pengajaran yang tepat sesuai dengan tujuan umum pengajaran bahasa itu sendiri.
Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode dalam pengajaran bahasa itu ada beberapa macam. Hal ini wajar dan merupakan akibat yang logis karena berbeda-bedanya asumsi. Dan tidak dapat dikatakan metode mana yang paling baik. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam penggunaan suatu metode harus diketahui tujuan apa yang akan dicapai dalam pengajaran bahasa arab.
Djamarah (2010 : 46) menyatakan bahwa, metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode digunakan guru sebagai strategi untuk membuat siswa menjadi lebih aktif, lebih semangat, lebih inovatif, dan mempermudah siswa dalam mengikuti pelajaran. Metode latihan terbimbing adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu dengan memberikan bantuan yang terus menerus dan sistematis dengan memperhatikan potensi-potensi yang ada pada individu untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.
Metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari proses pengajaran, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah (Suryosubroto, 1997 : 148). Dalam pengajaran Bahasa Arab, metode merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut. Makin tepat metodenya, diharapkan efektif pula dalam pencapaian tujuan pengajaran tersebut.
Menurut Yusuf dan Anwar (1997 : 186) ada beberapa metode pengajaran Bahasa Arab, yakni metode bercakap-cakap, membaca, imla', mengarang, menghafal dan tata bahasa.
Metode imla' disebut juga metode dikte atau metode menulis dimana guru mengucapkan materi pelajaran dan siswa disuruh menulisnya di buku tulis. Imla juga dapat dilakukan dengan cara guru menuliskan materi pelajaran imla 'di papan tulis kemudian dihapus dan kemudian siswa disuruh untuk menulisnya kembali di buku tulis (Yusuf dan Anwar dalam Anshor 2009 : 135). Kesulitan menulis dengan metode imla' yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa Arab dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan bahasa Arab di kalangan siswa itu sendiri, hal ini disebabkan oleh karena kebanyakan dari mereka berasal dari SD yang belum mengenal bahasa Arab sama sekali dan belum pernah mempelajarinya. Di samping itu, ada juga yang berasal Madrasah Ibtidaiyyah, namun tidak semua dari mereka mampu menuliskan kosakata (mufradath) ataupun kalimat Bahasa Arab secara baik dan benar.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Arab kelas VII, diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran Bahasa Arab khususnya dalam keterampilan menulis, masih banyak mengalami kendala seperti (1) kurangnya pengetahuan tentang keterampilan menulis Bahasa Arab, (2) faktor latar belakang siswa yang beragam, beberapa siswa berasal dari SD yang belum memiliki dasar mengenal Bahasa Arab, (3) hasil prestasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Arab rata-rata mendapatkan nilai rendah, terutama dalam bidang keterampilan menulis.
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi siswa tersebut, peneliti akan memfokuskan pada aspek keterampilan menulis melalui metode imla'. Dalam penelitian ini, peneliti memilih siswa kelas VII sebagai subjek penelitian.
TESIS KEEFEKTIFAN STRATEGI ANOTASI MELALUI MEDIA HIPERTEKS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS WACANA

TESIS KEEFEKTIFAN STRATEGI ANOTASI MELALUI MEDIA HIPERTEKS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS WACANA

(KODE : PASCSARJ-0304) : TESIS KEEFEKTIFAN STRATEGI ANOTASI MELALUI MEDIA HIPERTEKS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS WACANA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR)



BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Kajian Anotasi
1. Definisi Anotasi
Secara etimologi kata anotasi adalah bermakna catatan atau keterangan (Echols & Shadily, 1996 : 29) sedangkan proses menganotasi (annotate) bermakna membubuhi keterangan. Ariew & Ercetin (2000) menggunakan kosakata lain untuk menggambarkan kondisi sama dalam penelitiannya yang berjudul "Exploring the Potential of Hypermedia Annotations for Second Language Reading" dengan menyebutkan proses menganotasi dengan menggunakan kosakata gloss. Terkait dengan kosakata gloss yang digunakan oleh Ariew & Ercetin maknanya bertambah jelas dengan tambahan kata "catatan" sehingga arti lengkap dari gloss itu sendiri adalah membubuhi catatan atau keterangan (Powell, 1997).
Proses membubuhi catatan atau keterangan dalam kajian anotasi berkaitan erat dengan proses membaca kritis yang dilakukan oleh pembaca yang berpikir kritis pula sehingga peneliti merasa cocok menyebutkan orang yang membaca dan melakukan proses mengkritisi bacaan dengan sebutan annotator. Adapun langkah-langkah yang dikerjakan dalam proses menganotasi wacana dijelaskan oleh Axelrod & Cooper (1988 : 381) dalam bukunya "The St. Martin's Guide to Writing" adalah sebagai berikut : 
Annotations are the notes we make in margins of books we own. Annotation can be explanations of outrage or of insight, questions, brief summaries, sequential labeling of arguments or main points, even doodles — anything at all that records succinctly what the reader is learning and feeling.
Pernyataan ini bermakna bahwa anotasi adalah catatan yang kita buat pada margin buku dimana anotasi dapat berupa ungkapan kasar, atau pandangan, pertanyaan, ringkasan singkat, mengurutkan kronologi dari argumen atau poin utama, bahkan sampai pada gambar tak bermakna.
Menuangkan catatan atau keterangan sangat penting dalam proses membaca seksama dan membaca kritis karena banyak tujuan pasca membaca. Gunar (2000) menyatakan "annotating is essential for close and critical reading of texts in preparation for writing assignments, analyses, research and test or exam responses". Adapun nilai tambah dari proses membaca seksama dan membaca kritis menurut Gunar adalah siswa ataupun individu dapat mendapatkan bahan untuk tujuan tahap dua setelah membaca yakni untuk persiapan menulis tugas, analisis, penelitian dan tes atau menjawab ujian.
Menulis setelah membaca adalah merupakan aspek yang begitu mendasar dan bermakna, proses mengkritisi bacaan dan isinya dianggap sebagai kemampuan pembaca dalam berinteraksi dengan penulis wacana. Bahkan Marshall (1998) menyatakan bahwa : 
Annotation is fundamental aspect of hypertext. In theory, hypertexts grow and change by way of addition — readers respond to hypertext with commentary, make new connections and create new pathways, gather and interpret materials, and otherwise promote an accretion of both structure and content.
Anotasi merupakan aspek fundamental dari hiperteks. Secara teoritis, hiperteks tumbuh dan berubah dengan cara menambahkan yaitu pembaca merespon hiperteks dengan membubuhkan komentar, membuat hubungan-hubungan dan menciptakan jalan, mengumpulkan dan memaknai materi serta mempromosikan sebuah penambahan tatabahasa maupun isinya.
Dengan demikian maka peneliti beranggapan bahwa anotasi merupakan sebuah strategi yang dapat memperkaya wacana dengan tambahan catatan atau keterangan yang bersumber dari tingkat pengetahuan dan pengalaman individu sehingga menghasilkan wacana yang bervariasi dari segi isinya. 2. Dimensi Anotasi
Pada implementasinya strategi anotasi mengandung cakupan yang begitu luas. Anotasi dapat ditafsirkan sebagai suatu strategi yang dapat menghubungkan kata, frasa, kalimat, atau bahkan keseluruhan wacana. Anotasi yang lebih dikenal oleh Ariew & Ercetin (2000) dengan sebutan gloss mengandung pengertian bahwa bagian wacana yang dianotasi dapat mengandung isi yang begitu beragam dan tidak dapat disamaratakan antara satu anotasi dengan anotasi yang lainnya. Ini beralasan karena tiap pembaca dari sebuah wacana mempunyai latar belakang kehidupan, pengalaman, latar belakang pendidikan yang begitu heterogen sehingga pengaruhnya dapat dilihat dari keragaman hasil anotasi yang dilakukannya.
Marshall (1998) mengemukakan bahwa banyak dimensi yang dapat dijadikan ukuran atas penilaian terhadap proses anotasi dan hasil proses aktivitas tersebut. Beliau mengemukakan ada beberapa dimensi anotasi yang dapat di kenali diantaranya : 
1) Formal versus informal annotations; 2) Explicit versus tacit annotations; 3) Annotation as writing versus annotation as reading; 4) Hyper extensive versus extensive versus intensive annotation; 5) Permanent versus transient annotations; 6) Published versus private annotations; 7) Global versus institutional versus workgroup versus personal annotations
Agar dapat memahami dimensi anotasi secara jelas, berikut ini adalah penjelasan mengenai batasan atau mang lingkup strategi anotasi ditinjau dari siswa batasan penerapannya. 
1) Anotasi Formal dan Informal
Secara sederhana anotasi formal atau anotasi resmi dapat tertuang dalam contoh penulisan catatan atau keterangan seperti pada mekanisme pertanyaan. Marshall (1998) menyatakan "...these annotations are, theoretically, more apt to be interpreted in the same way by different query mechanism." Hasil penganotasian memungkinkan pembaca dapat menemukan informasi yang akurat dan linear dengan rujukan maksud kata yang di anotasi. 
Pembaca cenderung diarahkan untuk memberikan keterangan yang bukan merupakan perluasan kata "nama" tetapi cenderung bermakna "siapakah namamu?". Begitu pula dengan contoh anotasi lainnya pada contoh biodata siswa di atas. Semua kata anotasi pada gambar 1 cenderung mengharapkan jawaban yang akurat dari pembaca atau penulis biodata tersebut.
Lain halnya dengan anotasi informal, Marshall (1998) menyatakan "toward the informal end of the spectrum we find marginalia of the sort that we write to ourselves as we read a journal article. " Dengan kata lain beliau menyatakan bahwa kita menuangkan pandangan atau pendapat menurut pandangan atau pendapat kita pada margin ketika kita membaca seperti halnya sebuah artikel jurnal.
Dari dua penjabaran di atas kita dapat memaknai bahwa anotasi formal merupakan anotasi yang mengarahkan pembaca untuk menuangkan ide dan gagasannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh individu yang menganotasi kata-kata yang telah ditentukan sedangkan anotasi informal adalah segala bentuk ide atau gagasan yang berupa catatan atau keterangan (glosses) yang dituangkan pada margin bacaan yang isinya cenderung berdasarkan atas pemahaman orang yang menganotasi. Dan kata yang dianotasi dibuat oleh pembaca.
2) Anotasi Eksplisit dan Tacit
Secara alamiah, kebanyakan anotasi yang dihasilkan oleh individu adalah telegraphic, incomplete dan tacit (Marshall, 1998). Telegraphic dalam konteks ujaran atau berbicara menurut Peterson (1996 : 192) adalah : 
Once they overcome the two-world limit, children move on to a style of speech which resembles adult telegrams and newspaper headlines. Despite no fixed limit on length, their sentences contain only the main content world. Grammatical "extras" like articles, preposition, inflections and auxiliary verbs, are usually left out.
Pernyataan di atas bermakna bahwa setelah anak-anak menguasai dan mengucapkan ujaran dua kata (bubbling), maka kemampuan berbicaranya berkembang dengan meniru gaya orang dewasa seperti telegram dan tajuk pokok surat kabar. Meskipun tidak ada batasan panjang yang tepat, namun kalimat-kalimat mereka telah berisi kata-kata yang mengandung topik utama. Tambahan tatabahasa seperti kata sandang, kata depan, infleksi dan kata kerja bantu biasanya diabaikan.
Penyampaian gagasan yang bercirikan telegraphic adalah mengutamakan maksud dengan melakukan pengabaian atas pembuatan kalimat sempurna. Sehingga pada kajian tertentu dapat mengarahkan pada penilaian penulisan kalimat yang tidak lengkap (incomplete).
Menganalisa isi tulisan anotasi adalah satu hal lagi yang perlu dicermati karena terkadang isi tulisan yang dihasilkan merupakan unsur yang tidak mudah dipahami karena pembaca tidak mengetahui latar belakang kenapa gloss yang dibubuhkan seperti demikian. Menurut Marshall (1998) "sebuah link yang tidak dapat dijabarkan, asal-usul bacaan, atau penunjuk halaman buku semua hal tersebut dihadapkan pada kesulitan dalam menginterpretasi makna bagai siapapun daripada orang yang membubuhkan anotasinya itu sendiri" hal tersebut disebut tacit dan penjelasan yang paling tepat berada pada orang yang melakukan anotasi. 
3) Anotasi sebagai tulisan dan Anotasi sebagai bacaan
Proses penerapan strategi anotasi terhadap sebuah wacana yang dipelajari dapat menghasilkan berbagai hasil anotasi. Menurut Ariew & Ercetin (2000) proses menganotasi dapat berupa teks, grafik, audio dan video. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada proses anotasi dengan menggunakan tulisan sebagai hasil proses anotasi.
Tulisan adalah gambaran pendapat seseorang dalam mengkritisi wacana yang sedang dipelajari. Jenis tulisan yang dihasilkan dapat berupa teks biasa yang dituangkan dalam satu lembaran yang linier dengan teks tersebut, tetapi bisa juga hasilnya berupa teks yang tidak linier dengan teks tersebut dan cenderung tidak mengganggu komposisi wacana (Davis, 1989) yang telah ditulis oleh penulisnya sendiri dan teks ini pada umumnya berbentuk teks elektronik dan disebut dengan apa yang kita kenal dengan sebutan hiperteks (hypertext).
Dampak yang dihasilkan dari proses penganotasian yang dilakukan oleh pembaca dapat memberikan keuntungan dimana hasilnya dapat menjadi anotasi sebagai bahan bacaan bagi pembaca selanjutnya. Kronologisnya bila pembaca pertama mendapatkan informasi yang dianggap perlu ditambahkan atau perlu dikritisi maka bagi pembaca yang kedua akan mendapatkan tulisan yang telah diperkaya oleh pendapat pembaca yang pertama. Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti setuju dengan pernyataan Moultrop (1993) bahwa membaca dan menulis merupakan dimensi yang sungguh merupakan satu kesatuan (continuum) dan bukanlah dimensi yang terpisah-pisah (dichotomy).