Search This Blog

Showing posts with label contoh tesis manajemen. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis manajemen. Show all posts

TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA

(KODE : PASCSARJ-0550) : TESIS PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 merupakan landasan perubahan sistem pemerintahan daerah termasuk perimbangan Keuangan Negara. Perubahan itu mengarah pada pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Arifin et al. 2003). Diberlakukannya kedua undang-undang di atas, untuk menghilangkan ketimpangan, ketidakharmonisan, dan kurang kreatifnya daerah akibat diberlakukannya UU No 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah dan telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pembentukan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Perimbangan keuangan mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem manajemen aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut memiliki suatu kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdayaguna dan berhasil guna serta mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah termasuk optimalisasi dan pemanfaatan dari aset-aset yang ada.
Aset daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tak berwujud (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Bab I pasal 1). Barang berwujud atau disebut dengan aktiva tetap adalah barang yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap antara lain terdiri dari tanah, jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi dan jaringan, gedung, mesin dan peralatan, kendaraan, mebel dan perlengkapan serta buku-buku perpustakaan. Salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa.
Rumah sakit jiwa adalah suatu institusi pelayanan kesehatan jiwa yang kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan rumah sakit jiwa menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian serta mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Agar rumah sakit jiwa mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit jiwa harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan serta sarana dan prasarana yang memadai.
Rumah Sakit Jiwa Daerah merupakan rumah sakit jiwa terbesar di propinsi ini yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas medis dan fasilitas penunjang. Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik.
Rumah sakit jiwa sebagai penyedia pelayanan kesehatan sangat perlu melakukan inovasi-inovasi bam guna meningkatkan pelayanannya, bukan hanya pelayanan yang dilakukan oleh dokter, perawat dan pegawai yang harus maksimal, namun ketersediaan alat-alat medis maupun non medis sangat mempengaruhi kemajuan rumah sakit, dimana dalam memberikan pelayanannya harus bisa mengikuti perkembangan teknologi agar bias bersaing dengan rumah sakit lain sebagai kompetitornya. Rumah sakit jiwa yang memiliki SDM dan fasilitas yang memadai akan semakin banyak dipilih oleh masyarakat.
Kemajuan rumah sakit tidak terlepas dari arti penting aset yang dimiliki dan pengelolaannya, yang juga turut mempengaruhi perkembangan rumah sakit tersebut. Aset ini menjadi penting karena nilainya yang material, sehingga mekanisme yang baik dalam manajemen sangat diperlukan. Oleh karena itulah aset sangat penting bagi rumah sakit karena dalam operasionalnya tidak terlepas dari alat-alat medis tersebut.
Ketersediaan aset tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis di masa depan untuk rumah sakit sebagai sebuah entitas. Adanya peralatan sebagai aset tetap mempengaruhi performa rumah sakit dalam menjalankan kegiatannya untuk melayani setiap pasien. Sebagai sumber daya utama rumah sakit untuk melakukan aktivitasnya, maka pengelolaan dan sistem yang berlaku terhadap aset yang ada, harus diperhatikan.
Pengelolaan (manajemen) aset Rumah Sakit merupakan salah satu faktor penentu kinerja usaha yang sehat, sehingga dibutuhkan adanya analisis optimalisasi dalam penilaian aset Rumah Sakit, yaitu: inventarisasi, identifikasi, legal audit, dan penilaian yang dilaksanakan dengan baik dan akurat. Sekarang ini, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) merupakan suatu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja sehingga transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah (Siregar, 2004).
Fenomena yang ada di Rumah Sakit Jiwa daerah adalah belum berjalannya sistem manajemen aset sesuai dengan standar. Beberapa alat tidak berfungsi maksimal karena kurangnya pemeliharaan dan biaya operasional untuk pemeliharaan tidak diprioritaskan, jajaran management Rumah Sakit Jiwa Daerah seharusnya melakukan kerjasama dengan pihak luar, untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan baik untuk peralatan maupun peningkatan SDM.
Aset-aset yang dimiliki pada kenyataannya membuat biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar, sementara kondisinya yang “idle” (tidak digunakan) menyebabkan inefisiensi bagi pengelola. Program pengelolaan aset terpadu, meliputi restrukturisasi aset dan implementasi teknologi (sistem) informasi manajemen aset merupakan langkah strategis untuk ikut mendorong peningkatan pemanfaatannya (Siregar, 2002).
Manajemen aset merupakan proses pengelolaan aset (kekayaan) baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial, dan nilai tukar, mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen planning, organizing, leading dan controlling. bertujuan mendapat keuntungan dan mengurangi biaya (cost) secara efisien dan efektif (Hariyono, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, belum maksimalnya manajemen aset yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan memilih judul: “Pengaruh Manajemen Aset terhadap Optimalisasi Aset Rumah Sakit Jiwa Daerah”.

TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD

(KODE : PASCSARJ-0549) : TESIS HUBUNGAN KEPRIBADIAN TIPE A, KEPRIBADIAN TIPE B, DAN ETOS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA GURU-GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru merupakan salah satu sumber daya manusia yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas guru. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), menyebutkan bahwa Education Development Index (EDI) Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Angka ini menempatkan Indonesia berada di urutan ke-65 dari 128 negara (Kompas, 22 Januari 2010).
Tahun 2011 mengalami penurunan Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia (Kompas, 2 Maret 2011). Menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan dari kinerja pendidikan termasuk di dalamnya adalah kualitas guru. Melihat pentingnya kedudukan, fungsi dan peranan guru dalam menentukan keberhasilan lembaga kependidikan, maka perhatian terhadap guru tidak boleh diabaikan termasuk salah satunya adalah masalah kepuasan kerja guru.
Garrett (dalam Ouyang dan Paprock, 2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja guru jarang dikaji, padahal kepuasan kerja guru merupakan salah satu faktor penentu dalam kualitas guru. Kepuasan kerja guru tidak hanya memberikan kontribusi dalam motivasi dan perbaikan guru, dan pengembangan peserta didik. Gejala yang dapat membuat rusaknya kondisi organisasi sekolah adalah rendahnya kepuasan kerja guru dengan gejala seperti malas bekerja, banyaknya keluhan guru, rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran dan indisipliner guru (Yunus, 2004).
Dalam dunia pendidikan, kepuasan kerja guru dapat memberikan implikasi yang kuat terhadap pembelajaran siswa. Secara khusus dapat mempengaruhi kualitas pelajaran yang diberikan kepada siswa. Guru yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik kepada siswanya. Hal ini tentunya akan mengganggu suasana lingkungan sekolah, dan menyebabkan turunnya kualitas pendidikan (Baker, 1997).
Faktor pendorong timbulnya kepuasan kerja seseorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan pada saat melakukan pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan dapat tidaknya seseorang menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya (Rita, 2002).
Etos kerja penting dimiliki seorang guru, karena dengan etos kerja yang tinggi seorang guru akan memberikan sikap dan penilaian yang positif pada profesinya. Wardiman (dalam Republika, 7 Juli 1997) mengemukakan bahwa guru mempunyai arti yang sangat penting dalam menciptakan pendidikan yang baik. Karena itu jangan sampai guru meninggalkan tugasnya untuk mencari penghasilan tambahan di tempat lain atau guru lebih suka pekerjaan sambilannya daripada pekerjaan pokoknya.
Scott (1990) menyatakan bahwa jika "etos", hubungannya dengan kepuasan kerja dapat diidentifikasi, maka para manajer dapat mampu menemukan cara-cara terbaik untuk mempengaruhi iklim organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja sambil tetap mempertahankan etos kerja.
Pada bulan Juli, penulis melakukan wawancara dengan beberapa kepala sekolah dan guru-guru yang berada di UPTD. Kepala sekolah menyatakan kadang mereka merasa kecewa dengan perilaku teman-teman guru yang sering terlambat bahkan tidak hadir melaksanakan tugasnya. Ada guru yang tidak betah berada di sekolah, dengan berbagai alasan meninggalkan sekolah sebelum waktunya. Tugas-tugas administrasi kelas tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Di lain pihak, ada guru yang mengeluh merasa tertekan karena tuntutan kepala sekolah yang terlalu banyak. Ada guru yang tidak puas dengan kepala sekolah yang memberlakukan aturan secara sepihak. Ada pula guru yang kecewa karena kepala sekolah tidak berada di sekolah dengan alasan urusan ke kantor UPTD. Antar sesama guru terjadi kecemburuan karena adanya perbedaan perlakuan kepala sekolah terhadap masing-masing guru.
Berbagai persoalan yang dikemukakan berdasarkan hasil wawancara tersebut menjadi alasan bagi penulis memilih UPTD X sebagai lokus penelitian. Penulis melihat bahwa timbulnya ketidakpuasan kerja di kalangan kepala sekolah dan guru, ada kaitannya dengan perbedaan tipe kepribadian masing-masing guru, serta etos kerja guru yang masih rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil pra-penelitian yang dilakukan terhadap 30 guru sekolah dasar UPTD X.
Dari 30 orang guru sekolah dasar UPTD X yang menjadi responden, 19 orang guru (63,33%) memiliki kepribadian tipe A, sebanyak 16 orang guru (53,3%) memiliki etos kerja rendah, dan sebanyak 15 orang guru (50%) merasa kurang puas dengan pekerjaannya.
Menarik untuk disimak bahwa berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan, ternyata kepribadian tipe A, kepribadian tipe B tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja guru. Padahal menurut Rita (2002), salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh orang tersebut pada saat melakukan pekerjaannya. Jika penelitian ini diterapkan pada sampel yang lebih besar yaitu keseluruhan jumlah guru sekolah dasar UPTD X maka muncul pertanyaan adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dengan kepuasan kerja?
Berdasarkan hasil pra-penelitian di atas, penulis hendak melanjutkan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar yaitu terhadap seluruh guru sekolah dasar UPTD X, untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara kepribadian tipe A, kepribadian tipe B dan etos kerja dengan kepuasan kerja guru-guru sekolah dasar UPTD X.

TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN

(KODE : PASCSARJ-0548) : TESIS ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

tesis manajemen

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumber daya manusia mempunyai peranan penting bagi sekolah karena dengan memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan sekolah dalam upaya mencapai tujuan. Sumber daya yang ada tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik, untuk mengelolanya dibutuhkan sumber daya manusia. Adanya sumber daya manusia yang kreatif menyebabkan sekolah dinamis. Dalam kegiatannya sekolah seharusnya mempunyai sistem penilaian kinerja yang efektif.
Dalam kultur masyarakat Indonesia sampai saat ini pekerjaan guru masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti kepala sekolah dan pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas keseharian performance guru di hadapan siswa. Program kunjungan kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan tetapi tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali bekerja seperti sedia kala, kadang tanpa persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi.
Seiring perkembangan zaman, profesi guru yang dulunya dihormati dan menempati posisi yang terpandang di masyarakat lambat laun mengalami pergeseran. Adapun faktor yang menyebabkannya adalah moralitas guru yang tidak terjaga, kurangnya kemampuan profesi guru, dan tingkat ekonomi yang tergolong masih rendah. Tingkat kesejahteraan guru yang masih kurang terjamin memaksa guru untuk mencari kerja sambilan, sehingga melemahkan konsentrasinya pada peningkatan kualitas dan kapasitas dirinya. Tanpa disadari profesi guru masih menjadi sesuatu yang dimarjinalisasi kan. Pada satu sisi masyarakat menganggap guru seperti malaikat yang siap menolong untuk merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang buta huruf hingga dapat membaca. Masalah guru dan dunia pendidikan merupakan masalah yang tidak pernah habis-habisnya menjadi wacana terutama menyangkut keprofesian nya itu.
Masalah yang ditemukan dalam pemberian imbalan terhadap guru berupa tunjangan profesi guru yang membuat guru lebih materialistis seperti: ingin mendapatkan tunjangan profesi guru tanpa melihat prestasi yang diperoleh, mementingkan pribadi sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mengakibatkan tidak fokus atau memperhatikan masalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Guru merasa masih kurangnya imbalan berupa tunjangan baik tunjangan fungsional guru maupun dalam bentuk pemberian tunjangan profesi dan masih kurangnya pemerataan dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. 
Salah satu fenomena yang terjadi masih ada guru berkisar 58% yang mengurus berkas pengusulan penerima tunjangan profesi guru ke Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten X jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru berkisar 42%, sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar terganggu diakibatkan guru yang selalu izin dalam mengurus hal-hal dimaksud. Hal ini juga menjadi hambatan bagi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang menghambat murid untuk mendapatkan ilmu yang diperoleh dari sekolah, kendala inilah yang menyebabkan terjadinya masalah dalam lingkungan sekolah.
Menurut Mahsun, (2006) "Kinerja guru merupakan suatu hasil yang dicapai oleh guru tersebut dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu serta gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi sekolah yang tertuang dalam strategic planning suatu sekolah".
Guru sebagai unsur utama dalam mencapai tujuan sekolah serta mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Kinerja yang maksimal dari guru dapat diperoleh jika sekolah mampu mengarahkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Guru yang dapat bekerja secara optimal akan dapat dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dan juga menyamakan persepsi terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan beban tugas masing-masing dan diharapkan tidak lagi menemui permasalahan.
Kinerja guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten X belum seperti yang diharapkan. Masih terkendala dalam melaksanakan tugas, dan guru belum bekerja secara optimal. Ada banyak contoh perilaku guru yang mempunyai kinerja yang baik tetapi berdasarkan sumber data yang ada, di Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten X ada beberapa perilaku guru yang harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal misalnya : dari segi kemampuan guru dalam melakukan perencanaan program pembelajaran yang belum optimal. 
Banyaknya guru yang tidak menjalankan kewajibannya berupa tidak menyiapkan pembelajaran dengan baik, tidak kreatif dalam membuat rencana pembelajaran yang baru, melakukan pelanggaran terhadap waktu mengajar membuktikan kinerja guru belum optimal. Padahal dengan persiapan pembelajaran guru yang baik maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pengaruh lingkungan kerja yang buruk tidak bisa dihilangkan dengan pemberian imbalan (Gie, 2009). Tetapi apabila kondisi fisik demikian buruknya sehingga mustahil menyelenggarakan pekerjaan yang berdaya guna, para guru hanya akan menanggapi bonus atau perangsang yang lain apabila mereka diyakinkan bahwa manajemen akan segera mengambil tindakan guna memperbaiki kondisi kerja. Dan apabila janji akan perbaikan tersebut ternyata tidak jadi dilaksanakan setiap akan kehilangan daya efektifnya.
Lingkungan kerja sebagai kondisi, situasi dan keadaan kerja yang menimbulkan tenaga kerja memiliki semangat dan moral/kegairahan kerja yang tinggi, dalam rangka meningkatkan kinerja guru sesuai dengan yang diharapkan". Simamora (2006) mengemukakan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat dimana pekerja melakukan kegiatannya dan segala sesuatu yang membantunya di dalam pekerjaan. Menurut Gie, (2009) ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja. 
Flippo (2005) menjelaskan tentang masalah-masalah tingginya tingkat absensi dan tingginya tingkat keterlambatan jam kerja. Jika tingkat absensinya tinggi kemungkinan kinerja guru juga rendah dan target yang diharapkan sulit tercapai, tingginya tingkat ketidakhadiran mencapai diatas 10% dari total jumlah guru, mengakibatkan banyak kegiatan menjadi terhambat dan berpengaruh terhadap kinerja guru secara keseluruhan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dalam penerapan disiplin, masih ditemukannya guru yang kurang menggunakan waktu secara baik. Hal ini dilihat dari masih adanya guru hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk mengajar adalah pukul 08.00 WIB pagi tetapi hadir pukul 09.00 WIB pagi. Apel pagi yang tidak diikuti dan sebagian guru tidak melapor apabila tidak masuk kerja.
Tunjangan profesi yang diberikan kepada guru adalah penghargaan atas kinerja dan produktifitas yang menguntungkan. Pemerintah yang telah memberikan tunjangan profesi kepada guru harus memperhatikan lebih lanjut dampaknya terhadap para guru. Pemerintah atau aparat terkait harus memperhatikan gurunya secara utuh, loyalitas guru sampai sejauh mana prestasi kerja yang dicapai. Dengan demikian pemberian tunjangan profesi guru adalah sistem yang paling efektif sebagai pendorong semangat kerja. Mulyasa (2008) menyatakan pemberian tunjangan profesi kepada guru akan memberikan motivasi bagi para guru untuk melaksanakan tugasnya dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Guru akan selalu berusaha untuk menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas.
Faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan suatu negara, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan, Faiz (2008). Ketentuan mengenai anggaran pendidikan telah diamanatkan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 31 ayat (4) yang berbunyi Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan terhadap pengalokasian anggaran pendidikan tersebut telah ditegaskan kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi "Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD" Dalam hal ini ketentuan tersebut berarti lebih menggariskan bahwa anggaran 20% harus benar-benar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan lainnya.
Sehubungan dengan penghasilan guru, pasal 13 ayat 1 butir a menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas profesionalnya guru berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Lebih lanjut di jelaskan pada pasal 14 ayat 2 bahwa gaji pokok sebagaimana dimaksud pada ayat 1 guru yang di angkat pemerintah paling sedikit dua kali gaji pokok.
Pengamatan pada aspek sikap terhadap pekerjaan misalnya masih ditemukannya pemikiran dalam diri guru bahwa pekerjaan itu bukanlah yang harus dikerjakan, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan, ditemukannya egoisme guru dalam mengerjakan pekerjaan, kurangnya penghargaan terhadap guru yang bekerja dengan baik, rendahnya pemahaman guru terhadap tugas-tugas yang diemban (pengetahuan tentang peraturan, sistem kerja dan prosedur kerja) dan masih rendahnya inisiatif guru dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan. Di Dinas Pendidikan Kabupaten X. Pelaksanaan administrasi masih banyak terkendala. Jadi untuk mengatasi masalah yang terjadi guru harus berupaya bekerja secara maksimal.
Guru dituntut mempunyai kinerja yang lebih baik lagi dalam mengembangkan target dalam pencapaian bagi sekolah. Guru harus dituntut untuk lebih bekerja secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan sekolah. Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN DAN TUNJANGAN PROFESI GURU TERHADAP KINERJA GURU DI DINAS PENDIDIKAN".

TESIS PENGARUH MOTIVASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PDAM

(KODE : PASCSARJ-0535) : TESIS PENGARUH MOTIVASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PDAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB II 
URAIAN TEORITIS


A. Teori Tentang Motivasi
1. Pengertian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Maslow (1994) menyatakan motivasi berhubungan dengan lima macam kebutuhan penting yang secara bersama-sama membentuk sebuah hierarki. Hierarki tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan.
Flippo (1992), menyatakan bahwa “pada dasarnya motivasi adalah suatu ketrampilan dalam memadukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi sehingga keinginan karyawan dipuaskan bersamaan dengan tercapainya sasaran organisasi”.
Sedangkan Robbins (2001), menyatakan bahwa “Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Kebutuhan adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil tertentu tampak menarik, seperti kebutuhan aktualisasi diri : menggunakan kemampuan, skill, dan potensi dan kebutuhan penghargaan : status, titel.
Pemberian rangsangan motivasi kepada bawahan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Heidjrahman, 1990) : 
a. Motivasi tidak langsung
Motivasi tidak langsung merupakan kegiatan manajemen yang secara implisit mengarahkan kepada upaya memenuhi motivasi internal serta kepuasan kebutuhan individu dalam organisasi.
b. Motivasi langsung
Motivasi langsung merupakan pengaruh kemauan karyawan yang secara langsung atau sengaja diarahkan kepada internal motif pegawai dengan jelas memberikan rangsangan yang lebih terarah.
c. Motivasi negatif
Motivasi negatif merupakan macam kegiatan yang disertai ancaman dan hukuman terhadap pegawai yang tidak mau atau tidak mampu melaksanakan perintah yang diberikan.
d. Motivasi positif
Motivasi positif merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain dengan cara memberikan penambahan kepuasan tertentu misalnya memberikan promosi, memberikan insentif dan kondisi kerja yang lebih baik dan sebagainya.
Sedangkan beberapa alternatif metode guna memotivasi seseorang adalah sebagai berikut : 
a. Ancaman
Ancaman bersikap baik merupakan metode pemberian motivasi sebagai usaha untuk meningkatkan semangat para pegawai dengan memberikan kondisi kerja yang baik, berbagai tunjangan, upah yang tinggi, dan pengawasan yang baik.
b. Tawar menawar
Tawar menawar secara impulsif dalam manajemen mendorong para pegawai menghasilkan sejumlah keluaran yang pantas, dengan membuat suatu persetujuan untuk memberikan sebagai imbalannya dan pengawasan yang pantas.
c. Persaingan
Persaingan untuk mendapatkan kenaikan upah, promosi yang diberikan kepada orang yang bekerja sangat baik, persaingan untuk memenuhi kepuasan beberapa bentuk kebutuhan.
d. Internalisasi motivasi
Internalisasi motivasi adalah pemberian rangsangan motivasi dengan cara memberikan peluang pemuasan kebutuhan melalui pekerjaan itu sendiri, sehingga pegawai akan senang melakukan pekerjaan dengan baik.
Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh Maslow sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat kerja. Namun yang paling penting bagi seseorang adalah motivasi yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi intrinsik), sesuai dengan pendapat Terry dalam Hasibuan (2003) bahwa “Motivasi yang paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan”. Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar”.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu perangsang keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seseorang bersemangat dalam bekerja karena terpenuhi kebutuhannya. Pegawai yang bersemangat dalam bekerja disebabkan telah terpenuhinya kebutuhannya seperti gaji yang cukup, keamanan dalam bekerja, bebas dari tekanan dari pimpinan maupun rekan sekerja, dan kebutuhan lainnya, hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja yang akhirnya mampu menciptakan kinerja yang baik.
Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada di dalam maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment, sehingga Herzberg dalam Luthans (2003) menyatakan bahwa pada manusia terdapat sepuluh faktor pemuas {motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation, yang meliputi : 1) Prestasi yang diraih (achievement), 2) Pengakuan orang lain (recognition), 3) Tanggung jawab (responsibility), 4) Peluang untuk maju (advancement), 5) Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself), dan 6) Pengembangan karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemeliharaan (maintenance factor) yang disebut dengan dissatisfies atau extrinsic motivation meliputi : 1) Kompensasi, 2) Keamanan dan keselamatan kerja, 3) Kondisi kerja, 4) Status, 5) Prosedur perusahaan, 6) Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atasan, dan bawahan.

TESIS ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PEMASARAN OBJEK WISATA DALAM MENARIK KUNJUNGAN WISATAWAN

(KODE : PASCSARJ-0534) : TESIS ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PEMASARAN OBJEK WISATA DALAM MENARIK KUNJUNGAN WISATAWAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB II 
TINJAUAN TEORITIS

A. Teori Tentang Pariwisata 
1. Pengertian Pariwisata
Margenroth dalam Yoeti (1996) menyatakan bahwa pariwisata adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk sementara waktu, untuk berpesiar ke tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidup dan kebudayaan atau keinginan yang beranekaragam dari pribadinya.
McIntosh dan Gupta dalam Pendit (2002) menyatakan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses penarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.
Hunzieker dan Krapt dalam Yoeti (1996) menyatakan kepariwisataan adalah keseluruhan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu.
Berdasarkan defmisi pariwisata yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata hanya untuk menikmati perjalanan tersebut, bertamasya atau berekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. 

2. Bentuk-Bentuk Pariwisata
Menurut Pendit (2002)bentuk-bentuk pariwisata dapat dibagi menurut : 
a. Asal wisatawan
Perlu diketahui apakah wisatawan itu berasal dari dalam atau luar negeri. Kalau asalnya dari dalam negeri berarti wisatawan hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya sendiri dan selama ia mengadakan perjalanan, maka disebut pariwisata domestik, sedangkan ia datang dari luar negeri disebut pariwisata internasional.
b. Akibatnya terhadap neraca pembayaran
Kedatangan wisatawan luar dari luar negeri adalah membawa mata uang asing. Pemasukan valuta asing ini berarti memberi dampak positif terhadap neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjunginya, yang ini disebut pariwisata aktif. Sedangkan kepergian seorang warga negara keluar negeri memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri nya, disebut pariwisata pasif.
c. Jangka waktu
Kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau negara diperhitungkan pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang, yang mana tergantung kepada ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu yang dimaksudkan.
d. Jumlah wisatawan
Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlah wisatawan yang datang, apakah sang wisatawan datang sendiri atau rombongan. Maka timbullah istilah-istilah pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.
e. Alat angkut yang digunakan
Dilihat dari segi penggunaan alat angkutan oleh wisatawan, maka kategori ini dapat dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api, pariwisata mobil, tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara, kapal laut, kereta api atau mobil. 

3. Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata
Objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kepariwisataan. Dimana objek dan daya tarik wisata dapat menyukseskan program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya bangsa sebagai asset yang dapat dijual kepada wisatawan. Objek dan daya tarik wisata dapat berupa alam, budaya, tata hidup, dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja yang mempunyai daya tarik wisata atau menarik wisatawan dapat disebut sebagai objek dan daya tarik wisata. Dalam kepariwisataan faktor manfaat dan kepuasan wisatawan berkaitan dengan “tourism resourch dan tourist service”. Objek dan atraksi wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang mempunyai daya tarik tersendiri yang mampu mengajak wisatawan berkunjung. Hal-hal yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata, antara lain : 
a. Natural Amenities, adalah benda-benda yang sudah tersedia dan sudah ada di alam. Contoh : iklim, bentuk tanah, pemandangan alam, flora dan fauna.
b. Man Made Supply, adalah hasil karya manusia seperti benda-benda bersejarah, kebudayaan, dan religi.
c. Way of Life, adalah tata cara hidup tradisional, kebiasaan hidup, adat-istiadat.
d. Culture, adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di daerah objek wisata.
Untuk dapat menjadi suatu daerah tujuan wisata yang baik, maka kita harus mengembangkan tiga hal yaitu : 
a. Something to see, adalah segala sesuatu yang menarik untuk dilihat
b. Something to buy, adalah segala sesuatu yang menarik atau mempunyai ciri khas tersendiri untuk dibeli
c. Something to do, yaitu suatu aktifitas yang dapat dilakukan di tempat tersebut.
Ketiga hal tersebut merupakan unsur-unsur yang kuat untuk suatu daerah tujuan wisata sedangkan untuk pengembangan suatu daerah tujuan wisata ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain : 
a. Harus mampu bersaing dengan objek wisata yang ada di daerah lain
b. Memiliki sarana pendukung yang memiliki ciri khas tersendiri
c. Harus tetap tidak berubah dan tidak berpindah-pindah kecuali di bidang pembangunan dan pengembangan
d. Harus menarik

TESIS ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH MAKAN DI RUMAH MAKAN MIE AYAM

(KODE : PASCSARJ-0533) : TESIS ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH MAKAN DI RUMAH MAKAN MIE AYAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)

contoh tesis manajemen

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Wijaya (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Studi Eksploratif Perilaku Mahasiswa Universitas Kristen Petra dalam Memilih Fast Food Restaurant dan Non Fast Food di Surabaya”. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif deskriptif, di mana penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana preferensi mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya dalam mengkonsumsi makanan dan minuman di rumah makan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif studi dibagi dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jurusan di mana mereka menempuh studi. Besarnya sampel ditetapkan sebanyak 200 orang. Penyebaran kuesioner dilaksanakan selama 3 minggu, mulai akhir November 2004 sampai dengan awal Desember 2004. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sehubungan dengan frekuensi kunjungan dan dengan siapa responden berkunjung ke sebuah restoran. Selain itu, keputusan makan di fast food restaurant lebih dipengaruhi oleh faktor kualitas makanan, kecepatan layanan, dan harga yang relatif terjangkau. Sedangkan kualitas makanan, keramahan layanan dan kenyamanan restoran merupakan faktor yang lebih mempengaruhi pembelian di non fast food restaurant.
Penelitian lain dilakukan oleh Priyono (2004) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen dalam Memilih Kafe di Kota Surakarta”. Penelitian dilakukan dengan pendekatan survei dengan penentuan sampel secara acak.
Metode analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah analisis regresi berganda. Dari analisis yang dilakukan diperoleh bahwa : iklan, hiburan live, suasana, kencan dan lokasi paling berpengaruh terhadap keputusan pemilihan kafe. Sedangkan secara simultan keseluruhan faktor (iklan, tata suara, hiburan live, suasana, keamanan, harga makanan dan minuman, variasi makanan dan minuman, kencan, lokasi dan meeting) berpengaruh terhadap keputusan pemilihan kafe. Dengan menggunakan uji determinasi keseluruhan faktor yang diajukan dapat menjelaskan alasan pemilihan kafe oleh konsumen.

B. Teori tentang Pemasaran dan Bauran Pemasaran 
1. Pengertian Pemasaran
Setiap perusahaan tidak lepas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan untuk dapat memasarkan produk yang dijualnya. Kegiatan pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kotler dan Keller (2006), menyatakan bahwa “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Selanjutnya Lamb, Hair, dan Me Daniel (2001), menyatakan bahwa “Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi”.
Secara filosofis, pemasaran bertujuan untuk menciptakan hubungan-hubungan pertukaran yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat pertukaran. Pertukaran nilai tersebut bukan hanya dengan para konsumen. Kegiatan ini merupakan bagian dari masyarakat yang berkembang karena pertukaran nilai antara berbagai anggota masyarakat sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka. 

2. Pengertian Bauran Pemasaran
Kotler (2005), menyatakan bahwa “Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran, alat-alat pemasaran tersebut diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut “empat P” : Produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion)”.
Lamb, Hair dan McDaniel (2001) menyatakan bahwa, “Bauran pemasaran adalah paduan strategi produk, promosi, tempat dan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju”. Namun menurut Lupiyoadi (2001), definisi di atas menggambarkan pengertian bauran pemasaran untuk produk barang nyata. Bauran pemasaran untuk produk barang mencakup 4P; Product, Price, Place, Promotion. Namun untuk bauran pemasaran jasa para ahli pemasaran menambah tiga unsur lagi, yaitu : People, Process dan Customer Service. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa di mana produksi/operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan mengikutsertakan konsumen dan pemberian jasa secara langsung.
Pendekatan pemasaran 4P berhasil dengan baik untuk barang, tetapi elemen-elemen tambahan perlu diperhatikan dalam bisnis jasa. Booms dan Bitmer (dalam Kotler, 2005) mengusulkan 3P tambahan untuk pemasaran jasa yaitu : orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process). Karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, pemilihan, pelatihan, dan motivasi karyawan dapat menghasilkan perbedaan yang sangat besar dalam kepuasan pelanggan. Perusahan-perusahan juga mencoba memperlihatkan mutu jasanya melalui bukti fisik dan dapat memilih diantara berbagai proses yang berbeda-beda untuk menyerahkan jasanya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka variabel bauran pemasaran jasa adalah sebagai berikut : 
1. Produk (Product)
Menurut Kotler (2005), “Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pasarnya. Yang dimaksud dengan produk dalam kaitan ini adalah seperangkat sifat-sifat yang nyata dan tidak nyata yang meliputi bahan-bahan yang dipergunakan, mutu, harga, kemasan, warna, merek, jasa, dan reputasi penjual”.
Lupiyoadi (2001), menyatakan bahwa “Produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai manfaat kepada konsumen. Yang perlu diperhatikan dalam produk adalah konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk tetapi membeli benefit dan value dari produk tersebut”.
Stanton (1996), menyatakan “Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya”.
TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA

(KODE : PASCSARJ-0276) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di desa, kelurahan, dan kecamatan.
Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina perekonomian desa. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.
Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia, khususnya di beberapa kabupaten, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten X berkewajiban meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dengan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.
Pemerintahan Kabupaten X dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas SDM, sudah melaksanakan pelatihan penjenjangan dan pelatihan teknis Pemerintahan Desa sebagai aplikasi dari Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2001 tentang peningkatan aparatur pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa, yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan desa. Pelatihan tersebut dilakukan secara bertahap baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah di desa.
Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintahan Kabupaten X pada tahun 2006 yang lalu adalah menyerahkan sepeda motor dinas kepada 34 (tiga puluh empat) kepala desa dan 11 (sebelas) staf kecamatan. Tujuan diberikannya sepeda motor dinas kepada para kepala desa tersebut sebagai upaya meningkatkan motivasi, kinerja dan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan diharapkan dapat mendukung dan membantu Pemerintahan Kabupaten X dalam mempercepat proses pembangunan. Dengan pemberian sepeda motor dinas ini, hendaknya dibarengi dengan peningkatan kinerja, misalnya pemungutan pajak bumi dan bangunan dari masyarakat menjadi lebih proaktif.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para pimpinan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering para pimpinan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga organisasi/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pada dasarnya kinerja kepala desa tidak cukup hanya dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi bisa juga dilakukan melalui peningkatan motivasi kepada mereka. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat.
Kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten X tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman kerja sebagai kepala desa akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut : 
a. Sejauhmana faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X ?
b. Bagaimana kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah daerah di Kabupaten X dalam upaya peningkatan kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di masa mendatang.
b. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
c. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI

TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI

(KODE : PASCSARJ-0275) : TESIS ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGGAJIAN (REMUNERASI) BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI BEA CUKAI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tentang pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan organisasi adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi obyek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan pegawai dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang di evaluasi dengan menggunakan tolok ukur tertentu secara obyektif dan dilakukan secara berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja pegawai atau dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan diukur.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X merupakan salah satu instansi pemerintah di lingkungan Departemen Keuangan yang tengah berbenah dalam rangka memperbaiki kinerjanya. Usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja KPPBC Tipe Madya Pabean X seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Departemen Keuangan meliputi 4 (empat) pilar utama, yaitu : penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan remunerasi.
Penataan organisasi di KPPBC Tipe Madya Pabean X dimulai sejak diresmikannya Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai X yang semula Tipe A1 menjadi Tipe Madya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada tanggal 24 Desember 2008. Penataan organisasi dimaksud ditandai dengan ditambahnya 2 (dua) unit baru. Pertama; Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi yang mempunyai tugas melakukan bimbingan, konsultasi dan layanan informasi di bidang Kepabeanan dan Cukai. Kedua, Seksi Kepatuhan Internal yang mempunyai tugas melakukan monitoring dan pengawasan pelaksanaan tugas dibidang pengawasan, administrasi, dan pelayanan Kepabeanan dan Cukai.
Penyempurnaan proses bisnis di KPPBC Tipe Madya Pabean X diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu KPPBC Tipe Madya Pabean menyusun Standar Pelayanan Publik (SPP) yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan ketiga langkah tersebut KPPBC Tipe Madya Pabean X diharapkan mampu memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di KPPBC Tipe Madya Pabean X terus dilakukan dengan pemberian pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Pendidikan maupun Pelatihan dimaksud adalah dengan memberikan program pelatihan rutin bulanan berupa Program Pembinaan Keterampilan Pegawai (P2KP) kepada pegawai yang dianggap belum menguasai suatu bidang tugas tertentu (kompetensi tugas) maupun berupa sosialisasi peraturan-peraturan baru yang berkaitan dengan peraturan Kepabeanan dan Cukai, baik yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan maupun oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Selain pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis (hard skill), pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X juga diberikan pelatihan untuk pengembangan diri (soft skill) seperti pelatihan tentang motivasi dengan mengundang pembicara dari luar organisasi.
Perbaikan remunerasi juga telah diberlakukan di KPPBC Tipe Madya Pabean X mulai bulan Juli 2007, yaitu sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 290/KMK.01/2007 tentang Besaran Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) sedangkan untuk Gaji Pokok masih mengacu pada sistem lama sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil dimana besaran gaji pokok ditentukan berdasarkan Golongan, Pangkat, dan Masa Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).
TKPKN diberikan kepada pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X berdasarkan peringkat jabatan yang telah ditentukan. Nilai TKPKN bagi pegawai pelaksana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 190/PMK.01/2008 tentang Pedoman Penetapan, Evaluasi, Penilaian, Kenaikan dan Penurunan Jabatan dan Peringkat Bagi Pemangku Jabatan Pelaksana di lingkungan Departemen Keuangan.
Peringkat jabatan pegawai pelaksana ditentukan berdasarkan kompetensi teknis pegawai pelaksana tersebut yang meliputi kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait dengan bidang tugas pekerjaannya. Yang menjadi indikator dalam program penilaian yaitu Pelaksanaan pekerjaan; Perilaku dan sikap terhadap pekerjaan dan disiplin kehadiran. Hasil dari program penilaian terhadap pegawai akan dijadikan dasar untuk merekomendasikan pegawai agar dinaikkan peringkat jabatannya, sama pada peringkat jabatannya, atau diturunkan peringkat jabatannya. Dalam pelaksanaannya proses penilaian ini masih mengalami beberapa kesulitan terutama dalam memberikan skor yang sesuai kepada pegawai yang dinilai, faktor subyektivitas masih dominan dalam penentuan skor penilaian.
Berbagai pelatihan yang pernah diikuti pegawai juga menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan peringkat jabatan. Jenis pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti pegawai KPPBC X selama periode 2009 antara lain : Pelatihan Pengawasan Lintas Batas Tumbuhan dan Satwa Liar, DTSS Sarana Pengangkut, Pelatihan Penggunaan Identifier Refrigerant, dan jenis-jenis pelatihan lainnya. Sertifikasi hasil pelatihan tersebut menjadi bahan pertimbangan pejabat penilai dalam menentukan peringkat jabatan pegawai pelaksana. Namun tidak semua pegawai memiliki kesempatan yang sama dalam program pelatihan dimaksud karena keterbatasan anggaran dan fasilitas yang tersedia.
Berdasarkan beberapa permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas, penulis sangat tertarik untuk membuat suatu penelitian tentang si stem remunerasi berbasis kompetensi yang telah diterapkan di KPPBC Tipe Madya Pabean X di mana penilaian berbasis kompetensi (Competency Based Assessment) dan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training) sangat menentukan dalam penentuan peringkat jabatan pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean X. Dalam penelitian ini subyek dibatasi hanya untuk pegawai pelaksana di lingkungan KPPBC Tipe Madya Pabean X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 
1. Sejauhmana pengaruh sistem penggajian (remunerasi) yang berupa program penilaian dan program pelatihan berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai pelaksana di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X ?
2. Sejauhmana perbedaan kinerja antara pegawai pemangku jabatan pelaksana administrasi dengan pegawai pemangku jabatan pelaksana pemeriksa di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X dengan diterapkannya sistem penggajian (remunerasi) berbasis kompetensi ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sistem penggajian (remunerasi) yang berupa program penilaian dan program pelatihan berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai pelaksana di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X.
2. Untuk mengetahui perbedaan kinerja antara pegawai pelaksana administrasi dengan pegawai pelaksana pemeriksa di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 
1. Bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean X dapat dipakai sebagai salah satu cara dalam melakukan penyempurnaan sistem penggajian yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dengan pendekatan terhadap kompetensi individu dan aspirasi pegawai, sehingga dapat diterapkan model penggajian (remunerasi) yang sesuai dengan kondisi organisasi.
2. Bagi Sekolah Pascasarjana untuk mengembangkan studi kepustakaan dan sebagai bahan penelitian selanjutnya mengenai analisis pengaruh penerapan sistem remunerasi berbasis kompetensi terhadap kinerja pegawai.
3. Bagi peneliti sebagai sarana menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan terutama dalam hal penggajian (remunerasi) dan kompetensi serta kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, juga untuk memperluas wawasan tentang model terutama dalam hal mengembangkan model penggajian berbasis kompetensi terhadap pegawai.
4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti tentang sistem penggajian yang lebih baik di masa mendatang. 

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

(KODE : PASCSARJ-0267) : PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan.
Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Investor perlu mengetahui dan memahami ketiga nilai tersebut sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham karena dapat membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai intrinsik saham adalah price book value (PBV). PBV atau rasio harga per nilai buku merupakan hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham.
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang. Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya : keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten.
Saat ini dunia usaha sangat tergantung pada masalah pendanaan. Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh banyaknya lembaga-lembaga keuangan yang mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat adanya kemacetan kredit pada dunia usaha tanpa memperhitungkan batas maksimum pemberian kredit di masa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan kredit yang disetujui. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam menetapkan struktur modal yang diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya modal perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pemilik perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada di atas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan, yaitu rasio leverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan produktivitas dan kinerja perusahaan. Teori struktur modal menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan (financial policy) perusahaan dalam menentukan struktur modal (bauran antara hutang dan ekuitas) bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (value of the firm).
Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan penggunaan hutang diperoleh dari pajak (bunga hutang adalah pengurangan pajak) dan disiplin manajer (kewajiban membayar hutang menyebabkan disiplin manajemen), sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya keagenan dan biaya kepailitan.
Teori trade-off memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan dengan asumsi keuntungan pajak masih lebih besar dari biaya tekanan financial dan biaya agen. Teori trade-off juga memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan tingkat profitabilitas atau kinerja keuangan perusahaan. Pengurangan bunga hutang pada perhitungan penghasilan kena pajak akan memperkecil proporsi beban pajak, sehingga proporsi laba bersih (net income) setelah pajak menjadi semakin besar, atau tingkat profitabilitas semakin tinggi.
Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan struktur modal diantara adalah Christianti (2006) menemukan bahwa adanya perbedaan kepentingan outsider dengan insider menyebabkan terjadinya agency cost dimana manajer cenderung menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan tetapi untuk kepentingan opportunistic. Sugihen (2003) menemukan bukti bahwa struktur modal berpengaruh tidak langsung dan negatif terhadap nilai perusahaan. Para pelaku pasar yakin bahwa apabila pengaruh eksternal ini kembali normal, maka perusahaan kembali membaik dan nilai pasar ekuitas ditentukan oleh permintaan dan penawaran.
Pertumbuhan (growth) adalah seberapa jauh perusahaan menempatkan diri dalam sistem ekonomi secara keseluruhan atau sistem ekonomi untuk industri yang sama. Pada umumnya, perusahaan yang tumbuh dengan cepat memperoleh hasil positif dalam artian pemantapan posisi di era persaingan, menikmati penjualan yang meningkat secara signifikan dan diiringi oleh adanya peningkatan pangsa pasar. Perusahaan yang tumbuh cepat juga menikmati keuntungan dari citra positif yang diperoleh, akan tetapi perusahaan harus ekstra hati-hati, karena kesuksesan yang diperoleh menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap adanya isu negatif. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian penting karena dapat menurunkan sumber berita negatif yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan, mengembangkan dan membangun kecocokan kualitas dan pelayanan dengan harapan konsumen.
Pertumbuhan cepat juga memaksa sumber daya manusia yang dimiliki untuk secara optimal memberikan kontribusinya. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pada pengendalian biaya.
Growth dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana total aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009).
Ratusan perusahaan saat ini telah menerapkan perencanaan strategis secara menyeluruh dalam upaya mereka untuk meraih pendapatan laba yang lebih tinggi. Tujuan jangka panjang menunjukkan hasil yang diharapkan dengan menjalankan strategi tertentu. Strategi mempresentasikan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan panjang. Tujuan harus kuantitatif, terukur, realistis, dapat dimengerti, menantang, hierarkis, dapat dicapai dan selaras dengan unit organisasi. Salah satu tujuan biasanya dinyatakan dalam bentuk pertumbuhan aset. Tujuan jangka panjang dibutuhkan pada tingkat korporasi, divisi, dan fungsional dalam organisasi. Tujuan tersebut merupakan ukuran penting dalam tujuan keuangan perusahaan mencangkup sesuatu yang diasosiasikan dengan pertumbuhan dalam pendapatan, pertumbuhan dalam laba, tingkat pengembalian investasi yang tinggi, dan perbaikan arus kas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006), Variabel yang diteliti adalah pertumbuhan perusahaan, perubahan harga saham dan kebijaksanaan struktur modal, hasil analisis yang didapat adalah pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon secara positif oleh investor, sehingga meningkatkan harga saham dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kebijaksanaan struktur modal, yang memberi arti bahwa jika perusahaan melakukan pertumbuhan maka manajer menetapkan struktur modal yang lebih banyak menggunakan ekuitas daripada hutang.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen, merupakan persoalan yang kompleks karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal dan efisiensi dari kegiatan perusahaan yang menyangkut nilai serta keamanan dari berbagai tuntutan yang timbul terhadap perusahaan. Perusahaan perlu melakukan analisis laporan terhadap laporan keuangan, karena laporan keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Laporan keuangan sebagai sumber informasi, akan lebih bermanfaat jika dilihat secara komprehensif misalnya dengan membandingkan suatu periode dengan periode yang lain. Salah satu cara pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat profitabilitasnya.
Profitabilitas adalah rasio dari efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas terdiri atas profit margin, basic earning power, return on assets, dan return on equity. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on equity (ROE). Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik. Rasio yang meningkat menunjukkan bahwa kinerja manajemen meningkat dalam mengelola sumber dana pembiayaan operasional secara efektif untuk menghasilkan laba bersih (profitabilitas meningkat). Jadi dapat dikatakan bahwa selain memperhatikan efektivitas manajemen dalam mengelola investasi yang dimiliki perusahaan, investor juga memperhatikan kinerja manajemen yang mampu mengelola sumber dana pembiayaan secara efektif untuk menciptakan laba bersih.
ROE menunjukkan keuntungan yang akan dinikmati oleh pemilik saham. Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai sinyal positif dari perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal. Penelitian yang dilakukan oleh Wirawati (2008) menunjukkan bahwa variabel return on equity (ROE), berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya di atas maka dalam penelitian ini digunakan variabel penelitian seperti struktur modal, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, dan nilai perusahaan. Perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan profitabilitas sebagai variabel intervening endogen. Digunakan variabel profitabilitas sebagai variabel intervening endogen guna untuk mengetahui apakah profitabilitas dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini : 
1) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
2) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
3) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
4) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
5) Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas.
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan.
4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.
5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan, serta sebagai referensi bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa yang akan datang.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para manajer dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan.

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

(KODE : PASCSARJ-0266) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi persaingan era globalisasi saat ini setiap perusahaan perbankan tidak akan terlepas dengan permasalahan seberapa besar kemampuan perusahaan perbankan tersebut dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Sumber dana perusahaan bagi perusahaan perbankan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan eksternal perusahaan. Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil kegiatan operasi perusahaan, yang terdiri atas laba yang tidak dibagi (laba ditahan) dan depresiasi. Sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari hutang (pinjaman) dan modal sendiri. Apabila perusahaan perbankan dalam pemenuhan kebutuhan modalnya semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka perusahaan perbankan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modalnya.
Salah satu tugas dari seorang manajer keuangan dalam mencapai tujuannya adalah mengambil keputusan pendanaan perusahaan. Dana sangat terkait dengan manajemen pendanaan. Manajemen pendanaan pada hakekatnya menyangkut keseimbangan antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan dari aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan dari pasiva akan menentukan struktur financial (Struktur Modal) dan struktur modal perusahaan Riyanto, 2005).
Menurut Hidayat (2004), hasil kegiatan operasional suatu perusahaan perbankan secara konsepsional dipengaruhi oleh keputusan manajemen dalam menetapkan struktur modal. Dengan demikian jika sebuah perusahaan perbankan beroperasi pada tingkat efisiensi yang sama untuk memperoleh pendapatannya maka kebijakan penetapan sumber pembelanjaan tidak akan menyebabkan perubahan terhadap pencapaian hasil kegiatan operasional. Sebaliknya, keputusan penetapan sumber dana pada tingkat efisiensi operasional tersebut akan mempunyai keragaman pengaruh terhadap penghasilan perusahaan perbankan. Ini berarti bahwa penetapan struktur pembelanjaan atau struktur modal yang berbeda akan mempunyai kekuatan berlainan bagi perubahan penghasilan dan nilai perusahaan. Keadaan tersebut disebabkan karena setiap perubahan struktur modal akan selalu disertai oleh adanya perubahan tongkat resiko finansialnya.
Sinaga (2003) mengemukakan bahwa struktur modal suatu badan usaha tercermin dalam semua pos pada sisi pasiva neraca perusahaan. Seluruh pos ini bila dikurangi dengan kewajiban jangka pendek adalah struktur pemodalan perusahaan. Sisi kanan neraca perusahaan ini, identik dengan sumber dana yang diperoleh perusahaan yang menciptakan adanya kewajiban termasuk ekuitas atau modal sendiri. Kewajiban yang tercipta harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi kekayaan perusahaan.
Sinaga (2003) juga menjelaskan bahwa pada pola pembelanjaan mengatakan permanent assets harus dibelanjai dengan sumber dana dari pinjaman jangka panjang. Permanent assets sebagian besar terdiri dari fixed assets dan sebagian kecil current assets, memerlukan jangka waktu panjang untuk pengembaliannya sehingga perlu dibelanjakan dengan kredit yang juga panjang jangka waktunya. Pelanggaran terhadap prinsip yang sebenarnya sangat sederhana ini dan tentunya diketahui oleh praktisi keuangan, akan berakibat sangat fatal. Akibat paling minim adalah insolvency dalam jangka pendek, dalam jangka panjang akibat yang paling buruk adalah kebangkrutan usaha yang menimbulkan likuidasi.
Riyanto (2005), suatu perusahaan perbankan jika dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Jika kebutuhan dana sudah demikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari dalam sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain, selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan dananya. Ketergantungan pada pihak luar akan menyebabkan resiko finansial akan makin besar jika perusahaan lebih mengutamakan pemenuhan dana dengan hutang. Sebaliknya dengan saham biasa, biaya penggunaan dana yang berasal dari pengeluaran saham baru (cost of new common stock) adalah paling mahal dibandingkan dengan sumber-sumber dana lainnya. Untuk itu diperlukan ketepatan dalam pengambilan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan perimbangan atau perbandingan yang optimal antara dua unsur modal tersebut yang merupakan hal yang tidak mudah dilakukan terutama mengenai unsur hutang. Besarnya jumlah hutang pada struktur modal akan menentukan tingkat leverage perusahaan yang bersangkutan, sehingga pada kebanyakan model struktur modal disebutkan bahwa tingkat hutang yang optimal ditentukan dengan mempertimbangkan antara berbagai keuntungan yang diperoleh dengan biaya penggunaan leverage yang bermacam-macam.
Weston dan Copeland (1997) memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total assets = TA) atau nilai total perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntasi. Nilai total perusahaan berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan. Faktor leverage juga digunakan dalam hubungannya dengan nilai buku akuntansi.
Riyanto (2005), dalam hubungannya dengan struktur modal dan struktur kekayaan, ada pedoman atau aturan struktur modal yang konservatif, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Aturan Struktur Modal konservatif yang vertikal memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dengan modal sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu harus dibangun atas dasar modal sendiri, maka aturan tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimana pun juga tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Setiap perluasan basis modal sendiri akan memperbesar kemampuan perusahaan dalam menanggung resiko usaha perusahaan yang akan dibelanjai nya. Pandangan itu terutama didasarkan pada "prinsip keamanan", dimana hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kreditur maupun terhadap perusahaan sendiri.
Aturan Struktur Modal konservatif yang horizontal memberikan batas imbangan antara besarnya modal sendiri di satu pihak dengan besarnya aktiva tetap dan persediaan besi di lain pihak. Aturan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan aktiva tetap dan persediaan bersih harus sepenuhnya ditutup atau dibelanjai dengan modal sendiri, yaitu modal yang tetap tertanam di dalam perusahaan.
Struktur kekayaan merupakan perbandingan baik dalam arti absolut maupun relatif antara aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan Struktur Modal mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai. Struktur Modal akan mencerminkan pula perbandingan dalam artian absolut dan relatif antara keseluruhan modal asing (jangka pendek dan jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri. Struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila Struktur Modal tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, di mana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Dengan demikian maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari Struktur Modal.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa setelah negara Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 dan krisis global di tahun 2008, terdapat perbedaan secara proporsional unsur-unsur dalam Struktur Modal perusahaan. Ada beberapa perusahaan pada saat itu yang mengalami peningkatan jumlah hutang yang sangat tinggi pada struktur modal perusahaan. Peningkatan tersebut, pada umumnya disebabkan karena pembayaran hutang harus dilakukan dalam bentuk mata uang asing yang mengalami apresiasi yang begitu besar terhadap nilai mata uang Rupiah akibat krisis ekonomi tahun 1997.
Penelitian ini ingin menguji pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal, yang diaplikasikan PT Bank BPD Bali Kantor Capem X. Hal ini dimaksudkan apakah temuan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang publish di Pasar Modal Negara Maju, juga ditemukan sama dengan yang diaplikasikan di Bank khususnya PT Bank BPD Bali, yang merupakan perusahaan perbankan yang belum publish, mengingat karakteristik perusahaan yang publish jelas berbeda dengan perusahaan yang publish. Aplikasi pengujian pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal di perusahaan perbankan yang belum publish (PT Bank BPD Bali) inilah yang merupakan pembeda dengan penelitian-penelitian yang ada.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka peneliti mengambil judul "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CAPEM X."

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka untuk melakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan, hal mendasar yang dapat dijadikan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 
1) Apakah secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?
2) Apakah secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali, menghubungkan dan membuat forecasting atas suatu kejadian. Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.

D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya, serta mengaplikasikan teori yang berhubungan dengan manajemen keuangan di bank terutama terkait dengan faktor yang mempengaruhi Struktur Modal.
2) Manfaat Praktis
Bagi PT Bank BPD Bali Kantor Capem X : diharapkan dapat memberikan informasi sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan keuangan khususnya menyangkut tentang Struktur Modal Perbankan.