Search This Blog

TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA

TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA

(KODE : PASCSARJ-0272) : TESIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SMA (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah untuk memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi kecerdasan dan bakatnya secara maksimal. Untuk merealisasikannya pemerintah telah mengatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pelaksanaan dari amanat pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dimana visi sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan di dalam standar proses menyangkut strategi pembelajaran serta proses pengelolaan peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas serta memiliki daya saing.
Pendidikan Kewarganegaraan memegang peran yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional. Sebab visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Misi mata pelajaran PKn adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill/life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Pendidikan harus diarahkan pada usaha dasar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Unesco (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat sesuai dengan system pendidikan di Indonesia, yaitu : Pertama; pendidikan harus meletakkan pada empat pilar, (1) belajar mengetahui (learning to know), (2) belajar melakukan (learning to do), (3) belajar menjadi diri sendiri (learning to be), (4) belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together). Kedua; belajar seumur hidup (life long learning).
Permasalahan yang sering diabaikan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan adalah hakekat dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Guru selama ini lebih menekankan aspek kognitif saja dalam cakupan materi maupun dalam proses pembelajarannya. Padahal karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi harus mampu membentuk sikap dan karakter bangsa, sehingga visi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sendiri tidak terwujud. Akibatnya prestasi belajar siswa Pendidikan Kewarganegaraan rendah dan belum sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Indikasi rendahnya prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek penguasaan konsep dan aspek sikap, serta penerapannya. Aspek penguasaan konsep ditunjukkan pada hasil ujian sekolah, dimana tingkat ketuntasan belajar siswa rata-rata masih dibawah batas tuntas nasional. Sedangkan aspek sikap dan penerapan secara normative dapat dilihat dari rendahnya kedisiplinan, sopan santun, banyaknya pelanggaran terhadap tata tertib sekolah dan kenakalan siswa.
Ada banyak faktor dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang mempengaruhinya. Salah satu yang paling mendasar adalah penyempurnaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan mengimplementasikan inovasi pembelajaran . Dimana dalam menerapkan inovasi agar berhasil haruslah bersikap bijaksana untuk meluangkan waktu dan upaya mengatasi proses evaluasi menyeluruh untuk memaksimalkan kemungkinan keberhasilannya. Seperti dalam proses pembelajaran haruslah mampu untuk membangkitkan minat dan motivasi, mengembangkan bakat, meningkatkan partisipasi serta memacu daya pikir peserta didik untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
Motivasi itu sendiri berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang, untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sardiman A.M, 2007 : 75).
Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan yang dikehendaki oleh pembelajar dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak mungkin melakukan aktivitas belajar Keberhasilan siswa dalam belajar juga dipengaruhi oleh guru, model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajar. Oleh sebab itu pendidikan bertugas untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mencapai peradaban yang maju melalui perwujudan suasana belajar yang kondusif, aktivitas pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, serta proses pembelajaran yang kreatif. Menurut Martinis Yamin (2007 : 27) dalam proses pembelajaran siswa sebagai titik sentral belajar, siswa yang lebih aktif, mencari dan memecahkan permasalahan belajar dan guru membantu kesulitan siswa-siswa yang mendapat kendala, kesulitan dalam memahami, dan memecahkan permasalahan. Sesuai dengan pendapat tersebut maka dalam hal ini pendidik harus merancang proses pembelajaran agar materi pembelajaran menjadi bermakna. Karena pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran harus memberi kompetensi berupa kecakapan hidup pada peserta didik sehingga mampu memberi bekal untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupan di kemudian hari, bila tiba saatnya mereka terjun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka dalam hal ini bagaimana pendidik merancang pembelajaran agar dapat dikuasai oleh siswa dan mampu untuk memberi bekal kecakapan hidupnya ?
Mel Silberman dalam bukunya Active Learning, 101 Strategi pembelajaran Aktif 2002, mengembangkan pernyataan Confucius sebagai landasan belajar aktif : Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya lihat ingat sedikit, Apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai mengerti, Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan ketrampilan, Apa yang saya ajarkan saya kuasi. Belajar akan lebih bermakna bila siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi ternyata hanya berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short tern memory) dan kurang berhasil dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan- persoalan dalam kehidupannya.
Dengan adanya hal tersebut di atas maka diperlukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, menarik, melibatkan siswa secara aktif, menyenangkan, dengan meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Sejalan dengan hal tersebut lebih lanjut E. Mulyasa (2007 : 86) mengemukakan bahwa secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan proyek. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan alternative tindakan untuk memecahkan masalah yang diterapkan dalam upaya meningkatkan keefektifan pembelajaran sekaligus peningkatan prestasi belajar.
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan istilah Problem Based Learning (PBL), pada awalnya dirancang untuk program gradate bidang kesehatan oleh Barrows yang kemudian diadaptasi untuk program akademik kependidikan oleh Stepein Gallager. Problem Based Learning ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang mana pembelajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan belajar yang dirancang oleh fasilitator pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkonstruksikan pengetahuan dan Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu pendekatan yang dipandang dapat memenuhi keperluan ini, yaitu pembelajar dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, dan guru hanya berperan memfasilitasi terjadinya proses belajar, memotivasi siswa dan memonitor proses pemecahan masalah.
Penelitian ini akan membuktikan pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dan Ekspositori terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari motivasi siswa. Pertimbangan mengangkat model pembelajaran ini adalah bahwa 1) Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang secara teoritis mampu mengembangkan berbagai aspek kompetensi siswa guna meningkatkan prestasi belajarnya, namun model ini belum diterapkan secara konsisten oleh sebagian besar guru PKn SMA di Kecamatan X. Sedangkan Ekspositori merupakan model konvensional yang sudah mendarah daging dalam pembelajaran guru-guru PKn namun demikian implementasinya juga belum memenuhi standar ekspositori. Penelitian ini mengeksperimenkan model pembelajaran tersebut sehingga diperoleh kesimpulan efek masing-masing model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya memberi referensi kepada guru PKn dalam mendesain pembelajaran

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 
1. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan belum sebagaimana tertuang dalam standar kompetensi ketuntasan minimal (KKM), disamping prestasi belajarnya rendah juga belum seimbang cakupan isi aspek-aspek Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Masih banyak guru-guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional, memberi konsep-konsep abstrak dengan ceramah sehingga kurang mendukung partisipasi peserta didik dalam pembelajaran.
3. Sebagian guru Pendidikan Kewarganegaraan telah menerapkan inovasi pembelajaran dengan variasi model pembelajaran namun karena keterbatasan referensi model pembelajaran para pendidik, sehingga kurang mampu mengimplementasikan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan. 
4. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern meliputi tingkat intelegensi, emosi, bakat, minat, dan motivasi. Sedang faktor ekstern meliputi sarana, lingkungan dan gaya mengajar guru. Dan masih banyak guru yang kurang memperhatikan motivasi siswa sehingga kurang tepat dalam menerapkan model pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan kemampuan yang ada pada peneliti, dan agar penelitian ini lebih mendalam, maka dalam penelitian ini permasalahan pokok yang akan diteliti adalah sejumlah variabel yang berdasarkan beberapa kajian pustaka memiliki relevansi dan diduga mempunyai hubungan dengan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), adalah sebagai berikut : 
1. Pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning dan Ekspositori yang diterapkan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA kelas XI pada kompetensi dasar Menganalisis Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional.
2. Motivasi siswa dalam penelitian ini berdasar dokumen hasil angket yang diselenggarakan oleh sekolah yang diteliti. Dalam penelitian ini kategori tingkatan motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu tingkat motivasi tinggi dan kelompok tingkat motivasi rendah.
3. Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa yang dicapai melalui proses pembelajaran. Dalam hal ini berdasarkan hasil penilaian kelas atau kompetensi dasar "Menganalisis Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional" siswa kelas XI.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan permasalahan yang dilakukan diatas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 
1. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran Ekspositori terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara tingkat motivasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar pendidikan Kewarganegaraan ? 
3. Apakah ada interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan tingkat motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan ?

E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang diajukan di atas tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 
1. Mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Ekspositori (PE) terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengetahui signifikansi perbedaan pengaruh tingkat motivasi tinggi dan tingkat motivasi rendah terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Mengetahui signifikansi interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan motivasi siswa terhadap prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 
1. Dari segi praktis
a. Bagi Kepala Sekolah untuk mengambil kebijakan yang dimiliki untuk mendukung setiap upaya kondusif dalam menumbuhkan sikap profesional guru dalam proses pembelajaran.
b. Bagi sekolah dapat dijadikan masukan guna menyelenggarakan proses pembelajaran secara efektif, aktif, kreatif dan menyenangkan.
c. Bagi guru; (1) memperbaiki kinerja dalam melaksanakan tugasnya, (2) melaksanakan struktur pembelajaran yang lengkap, (3) dapat digunakan sebagai salah satu upaya meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan (4) memperhatikan dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan belajar yang aktif (5) memperhatikan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik dan tidak multi-tafsir.
2. Dari segi teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu pengetahuan guna mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. 
c. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain yang relevan.

TESIS PENGEMBANGAN BAHAN AJAR APRESIASI PROSA FIKSI DI SMP DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING

TESIS PENGEMBANGAN BAHAN AJAR APRESIASI PROSA FIKSI DI SMP DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING

(KODE : PASCSARJ-0271) : TESIS PENGEMBANGAN BAHAN AJAR APRESIASI PROSA FIKSI DI SMP DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang representatif, bersifat apresiatif, dan memberikan kemungkinan untuk peningkatan daya apresiasi siswa kiranya belum ada di khasanah sastra dan khasanah pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Yang ada adalah bahan ajar dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang di dalamnya hanya memasukkan sangat sedikit materi tentang prosa fiksi. Bahan ajar apresiasi prosa fiksi itu belum mencukupi dari segi keluasan dan kedalaman materi apresiasi, baik secara kognitif, afektif, terlebih-lebih untuk maksud psikomotor berupa pembacaan dan penulisan karya sastra berbentuk prosa fiksi. Karena itu, melalui bahan-bahan ajar apresiasi yang dipakai di SMP saat ini, belum dapat dilaksanakan penghayatan terhadap prosa fiksi khususnya dan sastra pada umumnya. Dengan menggunakan bahan ajar semacam itu, belum terpenuhi persyaratan untuk membentuk "the educated person" seperti yang dikemukakan oleh Moody (1989). Pengenalan secara memadai tentang bahan ajar apresiasi prosa fiksi belum dapat dipenuhi melalui bahan-bahan ajar tersebut.
Bahan ajar apresiasi prosa fiksi hendaknya dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran apresiasi prosa fiksi yang oleh Moody (1989 : 59) untuk (1) membantu keterampilan berbahasa; (2) meningkatkan pengetahuan budaya; (3) mengembangkan cipta dan rasa; dan (4) menunjang pembentukan watak. Melalui membaca dan mendengarkan cerita pendek, membaca ringkasan novel, menulis sinopsis dari novel yang dibaca, menceritakan kembali isi ringkasan novel yang dibaca dapat ditingkatkan daya apresiasi siswa. Bahan ajar apresiasi prosa fiksi hendaknya memungkinkan siswa tidak hanya mengapresiasi naskah (teks) cerpen atau novel, namun juga mampu membuat dialog-dialog yang ada dalam prosa fiksi tersebut ke dalam tes naskah drama yang siap untuk diperankan atau dipentaskan di atas panggung. Pembacaan dan penulisan karya sastra berbentuk prosa fiksi dapat dijadikan media aktualisasi diri bagi siswa. Dengan diberlakukannya pendekatan humanistic Maslow dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk juga KTSP, aktualisasi diri yang dianggap sebagai proses belajar yang cukup penting itu, dapat dilatihkan melalui pembacaan, penulisan, hingga pementasan atau pagelaran drama (Sunardi, 2003 : 21).
Hasil penelitian dari Depdiknas (2004 : 27) menyatakan bahwa pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bagi murid-murid merupakan mata pelajaran yang sukar dan bukan merupakan mata pelajaran yang menyenangkan. Salah satu penyebabnya adalah bahan ajar yang disampaikan oleh guru kurang menarik bagi siswa.
Kurikulum 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP menandaskan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dengan filsafat konstruktivisme yang menggunakan proses belajar sebagai suatu proses aktif dalam mengkonstruksi sesuatu (Pannen, dkk., 2005 : 3). Di samping itu, konstruktivisme berpandangan bahwa subjek utama dalam pembelajaran di kelas adalah siswa dan bukan guru. Guru adalah fasilitator, dan manajer dalam proses pembelajaran.
Konstruktivisme menyatakan bahwa setiap orang membangun sendiri konstruksi pemikirannya, informasi yang diperolehnya, afeksi yang dihayati, dan gerak motorik (tingkah laku) yang akan dilaksanakan (Pannen, dkk., 2005 : 5). Lebih lanjut Suparno mengutip Henley (2000 : 17) menyatakan bahwa metode atau model yang baik dalam mengajar harus memberikan kesempatan siswa secara bebas dan seluas-luasnya untuk membangun sendiri pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya.
Interaksi yang efektif antara siswa dan guru merupakan cara penting bagi keberhasilan belajar, seperti yang dikemukakan oleh Lozanov (1978 : 189). Quantum teaching menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan terbuka untuk interaksi guru dan siswa seperti yang dituntut Lozanov tersebut. Menurut De Potter (2003 : 4), interaksi antara guru dan siswa dan antara siswa dan siswa merupakan proses yang mengubah energi menjadi cahaya yang menyebabkan proses pengajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa. Energi di sini yang dimaksud adalah model, sarana, dan prasarana yang menyebabkan situasi pembelajaran kondusif bagi pengembangan diri siswa.
Pendekatan Quantum Teaching oleh De Potter (Degeng, 2005) dinyatakan sebagai orkestra yaitu penciptaan suasana menyenangkan seperti orkes yang menumbuhkan motivasi dan pencapaian hasil belajar secara optimal.
Karena di masa depan semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus diarahkan kepada kompetensi dalam bidangnya, yang membentuk kemampuan life-skills pada siswa seperti halnya ketentuan dalam kurikulum (KBK maupun KTSP), maka pendekatan atau basis yang digunakan dalam penyusunan bahan ajar haruslah berlandaskan pada basis kompetensi (Mulyasa, 2002 : 71). Basis kompetensi mengarahkan siswa untuk dapat memiliki life skills. Pembentukan kemampuan life skills dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi berarti memungkinkan siswa mampu mencari nafkah melalui antara lain : menulis cerpen, menulis novel, membuat sinopsis ringkasan novel terkenal, menulis resensi novel, berakting, mendramatisasikan cerita dalam cerpen atau novel, dan jika dikembangkan lebih lanjut dapat memungkinkan siswa kelak menjadi penulis naskah cerpen dan novel yang andal.
Cerita pendek (cerpen), novel adalah karya sastra dan karya seni (Bakdi Sumanto, 2001). Sebagai karya sastra, naskah cerpen atau novel dalam sastra Indonesia sangat digemari untuk dibaca oleh siswa. Dalam penelitiannya di daerah Jawa Barat, Yus Rusyana (1989) mendapatkan hasil bahwa perbandingan pembacaan/apresiasi prosa : puisi : drama adalah 6 : 3 : 1. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan siswa dalam prosa termasuk prosa fiksi sangat sering. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan cerpen atau novel yang dimuat di koran.
Berdasarkan pandangan di atas, pendekatan quantum learning dalam pengembangan bahan ajar prosa fiksi kiranya merupakan pendekatan yang dapat membantu meningkatkan daya tarik, minat, dan sikap positif siswa kepada seni sastra, khususnya prosa fiksi. Dalam penelitian ini, pendekatan quantum learning dijadikan pendekatan di dalam memberikan variasi pemilihan bahan ajar prosa fiksi di SMP, khususnya SMPN X. Melalui pendekatan tersebut, bahan ajar prosa fiksi yang berbentuk cerpen maupun novel dapat disajikan secara lebih menarik, dan memotivasi siswa karena bahan-bahan ajar tersebut disajikan dengan iringan musik.
Penelitian ini bermaksud menghasilkan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikemas dengan pendekatan quantum learning, yang khususnya digunakan untuk bahan ajar apresiasi prosa fiksi di SMPN X. Penelitian dilaksanakan melalui tahapan atau prosedur : (1) studi pendahuluan atau eksplorasi untuk mengetahui kebutuhan para siswa maupun guru bahasa Indonesia di SMPN X akan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang perlu diajarkan; (2) pengembangan produk awal (prototype) bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang sesuai dengan kebutuhan siswa maupun guru atau stakeholders; (3) penyajian model bahan ajar apresiasi prosa fiksi melalui uji coba terbatas dan luas untuk mengetahui tingkat efektivitas bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dihasilkan; (4) mengetahui tanggapan para siswa atau guru maupun stakeholders yang lain tentang kelayakan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang sudah diuji efektifitasnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan di atas, masalah penelitian pengembangan bahan ajar apresiasi prosa fiksi ini dirumuskan sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dibutuhkan siswa dan guru bahasa Indonesia di SMPN X ?
2. Bagaimanakah pengembangan produk awal (prototype) bahan ajar apresiasi prosa fiksi menjadi bahan ajar apresiasi prosa fiksi dengan pendekatan quantum learning di SMPN X ?
3. Bagaimanakah hasil uji keefektifan bahan ajar prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning diajarkan untuk meningkatkan kemampuan apresiasi prosa fiksi siswa di SMPN X ?
4. Bagaimanakah tanggapan siswa, guru, maupun stakeholders lain terhadap kelayakan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning di SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian pengembangan bahan ajar ini adalah untuk : 
1. Mendeskripsikan kebutuhan guru dan siswa SMPN X akan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang perlu diajarkan.
2. Mengembangkan produk awal (prototype) bahan ajar apresiasi prosa fiksi menjadi bahan ajar yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning di SMPN X.
3. Menguji keefektifan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning untuk meningkatkan kemampuan apresiasi prosa fiksi siswa di SMPN X.
4. Mendeskripsikan tanggapan siswa, guru, dan stakeholders yang lain terhadap kelayakan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning di SMPN X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berupa tersusunnya model bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning untuk siswa SMPN X ini akan mendatangkan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 
1. Manfaat Teoretis
Dengan dihasilkannya model bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning untuk siswa SMPN X ini, penelitian pengembangan ini dapat memberikan sumbangan terhadap teori pengajaran apresiasi sastra Indonesia, khususnya pengajaran apresiasi prosa fiksi (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis cerpen atau novel). Dengan memanfaatkan bahan ajar apresiasi prosa fiksi tersebut, diharapkan dapat dipakai sebagai pendukung terwujudnya apresiasi prosa fiksi siswa, yaitu dengan meningkatnya kemampuan apresiasi prosa fiksi siswa tersebut. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah keilmuan khususnya dalam bidang pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan mendorong peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis yang lebih luas pada masa-masa mendatang.
2. Manfaat Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperoleh informasi tentang model bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning. Dari temuan ini secara praktis dapat digunakan acuan bagi : 
a. Para Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMPN X
Dengan model bahan ajar apresiasi prosa fiksi tersebut, guru dapat meningkatkan kemampuan apresiasi prosa fiksi siswa.
b. Pimpinan Sekolah dan Pengawas
Dengan model bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning, pimpinan sekolah dan pengawas mendapatkan pencerahan konsep orientasi pengajaran apresiasi sastra yang baru, khususnya apresiasi prosa fiksi sehingga kemampuan apresiasi siswa terhadap prosa fiksi (cerpen, novel) dapat ditingkatkan. Dengan temuan tersebut, maka pihak pimpinan sekolah dan pengawas perlu memberi dukungan pada perubahan cara dalam memilih atau menentukan bahan ajar apresiasi yang akan diajarkan pada siswa yang betul-betul apresiatif, menyenangkan dan menggembirakan.
c. Siswa-siswa SMPN X
Dengan model bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikembangkan dengan pendekatan quantum learning menuntut siswa untuk berapresiasi sambil diiringi musik sehingga antusias, semangat, gairah, dan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi prosa fiksi bisa terwujud.

TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA)

TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA)

(KODE : PASCSARJ-0270) : TESIS STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MA) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selanjutnya, pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, karena pendidikan berpengaruh terhadap produktivitas dan juga berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat. Melalui pendidikan manusia menjadi cerdas, memiliki skill, sikap hidup yang baik sehingga dapat bergaul dengan baik di masyarakat dan dapat menolong dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan menjadi investasi yang memberi keuntungan sosial dan pribadi yang menjadikan bangsa bermartabat dan menjadikan individualnya manusia yang memiliki derajat.
Pendidikan merupakan sumber-kunci pembangunan ekonomi suatu bangsa sebagai outcome proses pembangunan, investasi pendidikan di suatu negara dalam menyelenggarakan sekolah dapat diarahkan untuk menumbuhkan ekonomi suatu bangsa. Johns dan Morphet memiliki pandangan yang sama, bahwa pada negara tertentu pendidikan merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan ekonomi. Suatu hal yang menarik bagaimana negara (pemerintah) membuat kebijakan pendidikan, sehingga pendidikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Studi yang dilakukan oleh Psacharopulus dan Woodall menunjukkan kontribusi pendidikan secara relatif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat variasi yang beragam. Di kawasan Amerika Utara, presentasi kontribusi per tahun cukup tinggi, yakni 25,0% di Amerika Serikat dan 15% di Kanada. Sementara di kawasan Eropa yang tertinggi mencapai 14,0% di Belgia dan 12,0% di Inggris. Namun, ada juga yang pertumbuhannya relatif kecil, seperti di Jerman dan Yunani masing-masing memiliki persentase 2,0% dan 3,0%.
Sementara itu, di kawasan Asia juga terbilang relatif tinggi, yakni 15,9% di Korea Selatan, 14,7% di Malaysia, dan 10,5% di Filipina, kecuali di Jepang hanya 3,3%. Demikian pula di kawasan Afrika seperti Ghana, Nigeria, dan Kenya Masing-masing 23,2%, 16,0%, dan 12,4%. Psacharopulus dan Woodall yang keduanya merupakan konsultan pendidikan Bank Dunia juga menunjukkan bahwa investasi dibidang pendidikan dapat memberi keuntungan ekonomi yang relatif tinggi sebagaimana terlihat dalam social rate of return, hasil yang diperoleh atau keuntungan ekonomi yang didapat lebih besar dibandingkan ongkos yang dikeluarkan.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi ini juga ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, dengan adanya otonomi daerah ini, memberikan kewenangan terhadap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga berimbas pada bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan kewenangan pada daerah kabupaten/kota, sesuai dengan pasal 11 ayat 2 yang mengisyaratkan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah otonomi meliputi : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan tenaga kerja, dengan demikian, jelas bahwa pengelolaan pendidikan secara luas menjadi kewenangan daerah.
Perubahan pola sentralistik menjadi desentralisasi dalam bidang pendidikan merupakan dampak dari adanya otonomi daerah, pengelolaan pendidikan dengan pola desentralisasi menuntut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah, karena itu perlu kesiapan sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan operasional pendidikan, pada garis bawah. Sistem pendidikan yang dapat mengakomodasi seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai penerima wewenang otonomi. Pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralistik) harus diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik ditingkat makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional.
Secara substantif pembahasan Undang-Undang diatas berkaitan erat dengan Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah atau kabupaten dan kota memegang peranan penting dalam kewenangan dan pembiayaan. Demikian halnya dengan pengembangan pendidikan, sangat bergantung atas kebijakan pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan. Melalui otonomi pengelolaan pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih cepat, tepat, efektif, dan efisien.
Masalah keuangan erat hubungannya dengan pembiayaan, sedangkan masalah pembiayaan itu sendiri merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan kehidupan suatu organisasi seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga yang lainnya. Biaya pendidikan merupakan sal ah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan.
Biaya pendidikan di sekolah merupakan potensi yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum dan peningkatan kualitas pembelajaran, sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil studi kepustakaan dari tim Universitas Maryland yang dipimpin oleh Dr. James Greenberg menyimpulkan bahwa salah satu indikator sekolah efektif ialah sekolah yang memiliki sumber dana kuat, melakukan investasi berkelanjutan, dan mengalokasikan dana secara efektif. Kekuatan sumber dana terletak pada kepastian dan kecukupan sesuai dengan kebutuhan sekolah, agar sekolah dapat berkembang dan adaptif terhadap perubahan zaman sehingga menjamin lulusan untuk dapat bersaing dalam kehidupan lokal, nasional, dan global.
Persoalan dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, yang mana dana merupakan salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan hasil kajian, banyak permasalahan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan terkait dengan pembiayaan pendidikan, diantaranya : (1) Tersedianya sumber dana yang terbatas, (2) Pembiayaan program yang serampangan, tidak mendukung visi, misi, dan kebijakan sebagaimana yang tertulis di dalam rencana strategis lembaga pendidikan, (3) Kurangnya bantuan pemerintah akibat otonomi daerah, dengan diberlakukannya otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan Sekolah Dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan juga Perguruan Tinggi menjadi tanggung jawab Pusat. Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi) dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab Pemda, padahal besarnya potensi yang di miliki setiap daerah berbeda.
(4) Rendahnya anggaran pendidikan yang ditujukan untuk pendidikan, dapat dibuktikan dari berbagai data perbandingan antar negara dalam hal anggaran pendidikan yang diterbitkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Bank Dunia dalam "The World Bank (2004) : Education in Indonesia : Managing the Transition to Decentralization (Indonesia Education Sector Review), Indonesia adalah negara yang terendah dalam hal pembiayaan pendidikan. Pada tahun 1992, menurut UNESCO, pada saat Pemerintah India menanggung pembiayaan pendidikan 89% dari keperluan, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana bagi penyelenggaraan pendidikan nasionalnya. Sementara itu, dibandingkan dengan negara lain, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah, termasuk jika dibandingkan dengan Sri Langka sebagai salah satu negara yang terbelakang.
(5) Rendahnya akuntabilitas publik (public accountability), (6) Belum adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan, (7) Keterbatasan dana berpengaruh terhadap kesejahteraan guru, (8) Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji setiap bulannya sebesar Rp 3 juta rupiah, tapi kenyataannya pendapatan guru sebesar Rp 1,5 juta, serta guru bantu bergaji Rp 460 ribu, dan guru honorer Rp 10 ribu per jam.
Masalah pembiayaan harus dipecahkan secara bersama, jika ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua penyelenggara pendidikan agar dapat berkembang. Kepala sekolah dituntut untuk memahami prinsip kewirausahaan dan kemudian menerapkannya dalam mengelola sekolah. Permasalahan ini dapat diminimalisir dengan adanya usaha mandiri dari sekolah dalam meningkatkan sumber pembiayaannya untuk pemenuhan pembiayaan pendidikan.
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasional secara rutin dan pengembangan program sekolah secara berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan sekolah semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola sekolah dalam menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program sekolah, baik rutin maupun pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
Sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengelola dan mengalokasikan dana pendidikan sehingga sumber daya yang berupa uang dapat diberdayakan secara optimal. Sumber pembiayaan merupakan ketersediaan sejumlah uang atau barang dan jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang bagi penyelenggara pendidikan, program yang telah direncanakan harus dijalankan sesuai dengan rencana, semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka semakin banyak dana yang dibutuhkan, sehingga sekolah harus berupaya untuk memenuhi anggaran biaya yang telah direncanakan. Agar kebutuhan biaya dapat terpenuhi, maka penggunaan strategi diperlukan, karena strategi adalah suatu garis-garis besar suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan, dengan menggunakan strategi pemenuhan pembiayaan pendidikan, maka kebutuhan dana dalam melaksanakan program dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
Sekolah dan madrasah swasta dalam konteks pembiayaan pendidikan mendapat bagian yang kecil dari pemerintah, karena pembiayaan atau pendanaan bagi satuan pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. MA X merupakan salah satu madrasah swasta yang ada di kota X, yang dalam perjalanan sejarahnya mengalami perkembangannya yang signifikan.
Berdasarkan hasil survei/observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, MA X merupakan madrasah swasta yang sejak berdirinya mengalami perkembangan yang signifikan salah satunya dapat dilihat dari bangunan fisik sekolah yang semakin baik, ruangan kelas semakin bertambah banyak, sarana dan prasarana (saspras) yang mulai terlengkapi, dll. Pengembangan ini tidak akan dapat terpenuhi jika tidak memiliki biaya yang memadahi.
Selain itu juga sebagai madrasah yang didirikan oleh yayasan X, pada awal pendiriannya berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan juga mengurangi angka putus sekolah dikarenakan keterbatasan dana, komitmen ini dilakukan dengan menggratiskan biaya sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP) bagi siswa yang kurang mampu dalam hal perekonomian. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan biaya pendidikan lebih difokuskan pada usaha menggali dana dari berbagai sumber.
Fakta yang terjadi di atas sangat menarik untuk diungkap lebih jauh melalui penelitian ini, dan hal ini memang sangat sesuai dengan judul penelitian, yaitu “STRATEGI PEMENUHAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI MA X”. Pada akhirnya, melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan solusi tentang Strategi Pemenuhan Pembiayaan Pendidikan di Sekolah baik swasta ataupun sekolah negeri.

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana kebutuhan dan pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X ?
2. Bagaimana strategi pemenuhan pembiayaan Pendidikan di MA X ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah ditemukannya strategi pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X, sedangkan tujuan lebih khusus sesuai dengan fokus penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk : 
1. Mendeskripsikan dan mengkaji tentang kebutuhan dan pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X.
2. Mendeskripsikan dan merumuskan alternatif strategi dalam rangka pemenuhan pembiayaan pendidikan di MA X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Secara teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan untuk menjadi bahan kajian dan bahan penelitian selanjutnya. Terutama yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan, bagaimana strategi yang diterapkan untuk pemenuhan pembiayaan pendidikan, karena pelaksanaan strategi ini tidak bisa diseragamkan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, sehingga hal ini bisa bermanfaat bagi praktisi pendidikan terutama kepala sekolah. 
2. Secara praktis : untuk memberikan gambaran tentang potret ideal bagaimana strategi pemenuhan pembiayaan dalam usaha untuk pemenuhan anggaran pembiayaan pendidikan dan sebagai sumber pemasukan bagi satuan pendidikan.

TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN)

TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN)

(KODE : PASCSARJ-0269) : TESIS PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MIN) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan madrasah di Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih. Sebagai bagian dari budaya, Madrasah dengan sendirinya menjadi proses sosialisasi yang relatif sangat cepat dan intensif.
Secara teknis Madrasah tidak berbeda dengan Sekolah, hanya dengan lingkup kultur Madrasah mempunyai spesialisasi. Di lembaga ini siswa memperoleh pembelajaran hal ihwal atau seluk beluk Agama dan keagamaan, sehingga dalam penggunaan kata Madrasah sering dikonotasikan dengan sekolah Agama.
Madrasah dalam perjalanannya mengalami realitas yang cukup panjang. Transisi perubahan Madrasah disebabkan fenomena yang ada yaitu pendudukan kolonial Belanda yang mendiskreditkan Islam, yang kemudian menimbulkan dikotomi ilmu umum dan ilmu Agama.
Dalam pengembangan dan inovasi Madrasah, secara formal dirintis oleh Menteri Agama Prof. Dr. Mukti Ali 1971-1978 dengan terobosan SKB iga Menteri yang mewajibkan kurikulum di Madrasah Mata pelajaran umum 70% dan Agama 30%. Inovasi tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan, iklim belajar mengajar yang tepat sebagaimana layaknya pendidikan modern. 
Dalam implementasi inovasi di atas masih banyak kendala yang dihadapi, baik dari segi kelembagaan, tenaga guru, kurikulum, maupun sarana dan prasarana. Dalam pada itu kehadiran Madrasah masih sangat dibutuhkan karena Madrasah mampu melahirkan peserta didik yang memiliki budi pekerti luhur serta kesadaran beragama yang lebih tinggi. Keunggulan Madrasah tersebut dirasa sangan sesuai dan relevan untuk mengantisipasi sebagai akses dan pengaruh pendidikan modern seperti sikap sekularistik, materialistic, dan cenderung mengabaikan persoalan moral.
Bagi remaja usia sekolah mengabaikan masalah moral dan spiritual mengakibatkan banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti perkelahian antar pelajar, penggunaan obat terlarang yang sering terjadi akhir-akhir ini. Dengan keunggulan Madrasah tersebut, orang tua merasa tenang jika anaknya belajar di Madrasah.
Dari fenomena di atas, yang terpenting adalah membentuk Madrasah yang berkualitas yang mampu bersaing dengan sekolah umum. Adapun gagasan mengenai pembentukan Madrasah yang berkualitas memiliki landasan yang cukup kuat, diantaranya : 
1. Dengan keluarnya UU No 20/2003 tentang USPN yang menyatakan tidak ada pembedaan antara Madrasah dan sekolah
2. UU No 20/2003 Pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan bahwa warga Negara Indonesia yang memiliki kemampuan dan kecerdasan berhak memperoleh perhatian khusus.
Meski demikian madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebelah mata atau dianggap sebagai lembaga pendidikan "kelas dua", faktanya walaupun secara yuridis diakui dan sejajar dengan formal lainnya, Madrasah hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan intelegensi dan tingkat ekonomi orang tua yang pas-pasan, sehingga upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah selalu mengalami hambatan.
Di sisi lain, kebijakan yang dibuat pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan madrasah. Kualitas pendidikan relative kurang didukung disbanding dengan sekolah formal lainnya, karena kebanyakan bidang studi yang diajarkan sementara kualitas tenaga didik masih rendah, manajemen kurang professional, sarana dan prasarana pas-pasan, serta jumlah siswa yang sedikit dan kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu (Fajar : 1999 : 18).
Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat ini, Madrasah menghadapi tantangan yang sangat berat, yakni masyarakat kita mulai terjebak oleh pandangan hidup yang positivism dan kapitalisme, sehingga segala sesuatu yang dianggap tidak mempunyai keuntungan, manfaat dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa Madrasah dianggap marjinal oleh sebagian masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat berpersepsi bahwa Madrasah kurang professional, tidak berkualitas, NEM dibawah rata-rata, out put tidak mampu berkompetisi, serta lemah dalam sisi manajemen.
Menurut Mastuhu (1999 : 59) ada lima kelemahan system pendidikan madrasah, yakni 1) mementingkan materi disbanding metodologi, 2) mementingkan memori di atas analisis dan dialog, 3) mementingkan otak ‘kiri' dibandingkan otak 'kanan', 4) materi pelajaran agama yang diberikan tidak menyentuh aspek social karena bercorak tradisional, 5) mementingkan orientasi 'memiliki' daripada 'menjadi'.
Akibat mendirikan madrasah yang hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas, dengan pengelolaan yang asal-asalan, Madrasah swasta khususnya, tidak mampu memberikan pembaharuan dan pencerahan bagi pendidikan Islam.
Dalam hal ini faktor kepemimpinan menjadi sorotan utama, ketidak mampuan pemimpin untuk menggerakkan, mempengaruhi dan mendorong serta memanfaatkan sumberdaya manusia yang ada kelemahan manajemen inilah yang menyebabkan Madrasah sulit berkembang.
Dalam teori sosial (Adam Ibrahim. 1989 : 19) dikatakan, bahwa suatu organisasi yang tidak mampu berinovasi, berperan dan ber konteks dengan lingkungannya, maka cepat atau lambat organisasi tersebut akan ditinggalkan lingkungannya. Lembaga pendidikan dalam hal ini Madrasah sebagai lembaga social harus mampu merespon tuntutan masyarakat yang selalu berubah yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan zaman.
Hal-hal yang perlu dilakukan inovasi dalam pengelolaan Madrasah dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) pembinaan tenaga guru (2) pembinaan staf (3) prilaku dan kedisiplinan (4) melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait (stake holders) (5) hubungan dan komunikasi serta iklim Madrasah (6) strategi pembelajaran (7) pembelajaran/media pembelajaran (8) keuangan (9) sarana dan prasarana. Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa upaya inovasi yang telah dirintis sejak dulu, utamanya peningkatan kualitas pendidikan Madrasah tidak sesuai dengan harapan ?.
Inovasi menurut Adam Ibrahim (1989 : 21) adalah upaya pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dan apabila dikaitkan dengan fungsinya sebagai institusi social terbuka, maka Madrasah dituntut untuk melakukan inovasi sebagai bentuk kepedulian terhadap tuntutan masyarakat yang selalu berubah jika tidak maka Madrasah akan ditinggalkan masyarakatnya. Hal ini diperkuat oleh Ibrahim Bafadhol (1988; 16) bahwa inovasi Madrasah adalah suatu keharusan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme pendidikan dalam menatap masa depan. Aspek-aspek yang perlu di inovasi menurutnya adalah (1) pembinaan personalia (2) banyaknya personal dan wilayah kerja (3) fasilitas fisik (4) penggunaan waktu (5) perumusan tujuan (6) prosedur (7) peran yang dimiliki (8) bentuk hubungan antar bagian (9) hubungan dengan system yang lain dan strategi : desain, kesadaran, dan perhatian, evaluasi, percobaan. Dari sinilah inovasi pendidikan Madrasah harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Meski demikian sudah ada Madrasah yang mampu mengaktualkan diri sebagai sekolah unggulan dan favorit yang dapat memberi nuansa baru terhadap pendidikan Islam ke depan.
H.A. R. Tilaar (1999; 33) berpendapat bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih memiliki berbagai problem yang harus dipecahkan : Distribusi pendidikan belum merata, mutu pendidikan masih rendah diberbagai jenjang dan jenis pendidikan, efisiensi internal dan eksternal system pendidikan masih rendah, aplikasi manajemen masih kurang professional dan lemahnya sumberdaya manusia, serta menurunnya akhlak dan moral. Permasalahan tersebut disebabkan karena system pendidikan yang dilakukan selama ini masih bersifat missal dan cenderung memberikan perlakuan yang standar dan merata kepada semua peserta didik, sehingga kurang memberikan perhatian kepada peserta didik yang memiliki kemampuan, kecerdasan, minat dan bakat yang lebih dalam. Oleh karena itu, system tersebut tidak akan menunjang upaya pengoptimalan pengembangan potensi sumberdaya manusia secara tepat.
Menurut Mukti Ali (dalam Maksum, 1999l : 40), realitas pendidikan Islam dari sejak munculnya lembaga pendidikan Islam sampai dengan sekarang masih diliputi oleh problema-problema yang seakan tidak pernah selesai.
Dalam pengembangan madrasah yang merupakan lembaga yang berciri khas Islam sampai saat ini masih dipertanyakan kualitas pendidikannya. Secara jujur harus diakui keberadaan Madrasah masih belum mampu mencapai kualitas yang diharapkan dan perannya di tengah masyarakat masih perlu diadakan pembenahan. Dari sisi kualitas, pendidikan di Madrasah jelas masih jauh dari yang kita harapkan, baik dari faktor profesionalisme tenaga pengajar, sarana dan prasarananya, maupun input dan outputnya serta faktor finansialnya. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar memeluk Agama Islam, tentu menaruh harapan besar pada Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan mampu menjawab pelbagai tantangan zaman di era global ini. Bukan hal yang berlebihan apabila masyarakat mengharapkan generasi yang memiliki tingkat moralitas yang tinggi yang memiliki konsistensi terhadap Agamanya atau kesolehan spiritual sekaligus kesolehan social.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mukti Ali (1999 : 41) "sudah saatnya pemerintah dan umat Islam memberi perhatian serius terhadap lembaga pendidikan keagamaan seperti Madrasah, pondok pesantren ataupun lembaga keagamaan lainnya. Menurut Bukhori (dalam Muhaimin, 2005; 41) bahwa kegagalan lembaga pendidikan Agama Islam disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan faktor kognitif dan mengabaikan faktor afektif dan kognatif, yakni kemauan dan tekat yang kuat untuk mengamalkan nilai-nilai Agama, akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan. Madrasah masih sibuk dengan berputar-putar pada masalah tenaga pengajar dan sumber dana. Sering laki para pengajar di Madrasah merasa kebingungan dengan inovasi pendidikan terutama dalam bidang kurikulum (Muhaimin, 2005 : VI). Jika hal ini dibiarkan tidak mustahil Madrasah akan ditinggalkan oleh masyarakat Islam sendiri.
Dari pelbagai problematika pendidikan khususnya Madrasah. MIN X sebagai obyek penelitian ini yang apabila dibandingkan dengan lembaga pendidikan Islam lain masih jauh kalah bersaing. Akan tetapi MIN X jika di bandingkan dengan Madrasah-Madrasah yang ada di X, terutama di Kecamatan X dari segi sarana-prasarananya, financial dan sumberdaya manusianya masih lebih baik. Tetapi, dengan pelbagai keunggulan yang ada di MIN X tidak mampu menempatkan diri sebagai Madrasah yang diminati atau menjadi pilihan masyarakat, masih kalah dengan Madrasah atau sekolah swasta yang notabene sumberdaya manusianya dan sisi finansialnya jauh di bawahnya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan meraih kembali simpati masyarakat, dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar di daerah X, namun semua masih jauh dari harapan. MIN X yang dulu menjadi kebanggaan masyarakat, kini nasibnya sangat memilukan. Dari fenomena yang terjadi di MIN X tersebut, menarik peneliti untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi serta apa makna dari kajian tersebut.

B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini mengungkap penyebab utama terjadinya kemunduran drastic lembaga pendidikan MIN X. Adapun pertanyaan yang peneliti ajukan untuk mengungkap hal tersebut adalah : 
1. Mengapa MIN tersebut mengalami kemunduran ?
2. Apa saja problem yang dihadapi oleh MIN X tersebut ?
3. Upaya apa yang dilakukan MIN X untuk mengatasi problemnya ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui penyebab utama dari kemunduran MIN X
2. Untuk mengetahui problem yang dihadapi MIN X
3. Upaya apa yang dilakukan oleh Min X untuk mengatasi problemnya ?

D. Manfaat penelitian
Penelitian tentang problematika manajemen pendidikan diajukan dari aspek manajemen dan kepemimpinan tentu sangat banyak, namun tetap memiliki daya tarik tersendiri. Sebab dari beberapa penelitian tentang kepemimpinan Kepala Madrasah tentu ada perbedaan dalam pendekatan settingnya oleh karena itu, penelitian ini diharapkan menemukan hal-hal baru dalam bidang kepemimpinan dan manajemen untuk lembaga pendidikan.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi berharga bagi inovasi aspek fisik dan non fisik bidang manajemen dan kepemimpinan. Kedua hal di atas diperlukan dalam rangka untuk pemberdayaan Madrasah dan mempersiapkan Madrasah sebagai lembaga alternative yang inovatif dan berkualitas. Di samping itu juga sebagai sumbangan pemikiran kepada Departemen Agama Kabupaten X khususnya dalam rangka mengembangkan inovasi pendidikan Madrasah di masa yang akan dating.
Hasil penelitian juga akan bermanfaat bagi MIN X dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikannya. Manfaat lain dari penelitian ini diharapkan dapat memberdayakan Madrasah pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.

TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD)

(KODE : PASCSARJ-0268) : TESIS INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (STUDI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SD) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejawantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci pembuka ke arah kemajuan suatu bangsa, pendidikan yang maju dan kuat akan mempercepat terjadinya perubahan sosial, dan pendidikan yang mundur akan kontra produktif terhadap jalannya proses perubahan sosial, bahkan dapat menimbulkan ketidakharmonisan tatanan sosial.
Dengan demikian pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan signifikan dalam proses perubahan di masyarakat. Secara umum, pendidikan di Indonesia memiliki tiga persoalan utama yakni finansial, administratif dan kultural. Eksistensi pendidikan pada dasarnya untuk membangun pribadi manusia terdidik, namun demikian pendidikan itu akan menjadi lebih fungsional, apabila berbagai macam persoalan penghambat pendidikan ditiadakan. 
Adanya ketiga persoalan di atas akan membuat kondisi pendidikan di negara ini semakin memprihatinkan, hal tersebut dapat di lihat dari capaian hasil pendidikan yang tidak bermutu dalam Human Development Index (HDI) Indonesia di kancah internasional. Oleh karena itu, dalam era persaingan seperti sekarang yang dapat bertahan hanyalah yang mempunyai kualitas, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan ditinggalkan dan tersingkir dengan sendirinya karena tidak bisa survive dengan perkembangan zaman.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini menuntut pembaharuan dari berbagai bidang. Kepala sekolah sebagai seorang top manajer di lingkungan sekolah, mempunyai tugas penting yang harus dilakukan untuk peningkatan sistem pengajaran. Kualitas sekolah juga merupakan faktor yang mendorong semangat kerja guru. Oleh karena itu, kualitas sekolah dasar juga perlu senantiasa ditingkatkan, baik pada aspek program, sarana-prasarana, personil, dana, proses belajar mengajar, layanan administrasi maupun hasil pendidikan, partisipasi dari orang tua siswa, masyarakat maupun dukungan pemerintah perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang kualitas Sekolah Dasar.
Pendidikan dasar memang sering mendapatkan tanggapan yang kurang serius, karena hal tersebut dianggap sebagai masalah yang sepele dan sederhana. Padahal masalah itu merupakan isu sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di manapun. Panjang pendeknya jangka waktu pendidikan dasar merupakan indikator kemajuan masyarakat, seperti yang tertuang pada konsep istilah masa kewajiban belajar yang diberlakukan kepada seluruh warga negara. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa semakin tinggi usia wajib belajar maka semakin maju perkembangan bangsa dan negara, dan hanya masyarakat maju dan mampu yang dapat melaksanakan tugas tersebut.
Pendidikan Dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan yang paling urgen keberadaannya karena termasuk dalam investasi jangka panjang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pentingnya eksistensi pendidikan dasar menuntut adanya peningkatan mutu pada Sekolah Dasar, salah satu upaya peningkatan mutu tersebut dapat dilakukan melalui inovasi pendidikan di Sekolah Dasar.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya perubahan, sementara sekolah atau institusi pendidikan dikatakan sukar untuk mengalami perubahan. Sistem pendidikan dapat dikatakan resisten terhadap perubahan dan inovasi dibanding dengan institusi perindustrian dan bidang pertanian. Hal ini dikarenakan guru-guru dan para pendidik lebih sukar menerima inovasi dan perubahan dibanding buruh dan petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut adalah input, output dan throughput Oleh karena itu, pembaharuan di sekolah tidak mudah dilakukan dan tidak serta merta dapat diterima secara penuh dan langsung oleh anggota organisasi di sekolah. Hal ini berkaitan dengan tingkat penerimaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan pemahaman anggota yang beragam.
Untuk dapat mencapai sistem pendidikan dan pengajaran yang baik di sekolah diperlukan adanya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pendidikan dengan mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bertahap. Pembaharuan pendidikan tersebut diperlukan agar pelayanan yang diberikan sekolah tetap up to date.
Inovasi pendidikan dapat menyangkut beberapa aspek, antara lain berkaitan dengan manajemen, kurikulum, mated pembelajaran, metode pembelajaran, berbagai sarana penunjang, termasuk dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah harus memahami masalah inovasi pendidikan secara baik, agar bisa terjadi perkembangan dan kemajuan di sekolah.
Upaya peningkatan mutu sekolah dasar menempati prioritas tertinggi dalam pembangunan pendidikan nasional yang terus ditingkatkan dan dilakukan dari repelita ke repelita. Beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan dasar telah dilaksanakan antara lain meliputi peningkatan kemampuan pengelolaan dan pengawasan sekolah, peningkatan kemampuan profesional guru, pengembangan kurikulum muatan lokal, cara belajar siswa aktif dan berbagai proyek peningkatan mutu Sekolah Dasar dengan pendekatan yang komprehensif, namun dari berbagai macam upaya yang telah dilakukan masih belum membawa hasil seperti yang diharapkan.
Reformasi pendidikan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Melalui otonomi yang luas, sekolah wajib mengikut sertakan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan pemantauan sekolah dalam kerangka kebijaksanaan pendidikan nasional. Diharapkan melalui pendekatan ini berbagai permasalahan otonomi sekolah dapat diatasi, seperti : (1) kepala sekolah tidak memiliki kewenangan yang cukup dalam mengelola keuangan sekolah yang dipimpinnya; (2) kemampuan manajemen kepala sekolah pada umumnya rendah terutama di sekolah negeri; (3) pola anggaran yang saat ini diberlakukan tidak memungkinkan guru yang mengajar secara profesional memperoleh tambahan intensif; dan (4) Peran serta masyarakat sangat kecil dalam mengelola sekolah.
Menurut Zaltman dalam upaya perubahan itu meliputi tiga strategi : social planning yaitu dengan bantuan para ahli, masyarakat merancang perubahan bagi masyarakat itu sendiri, social action yaitu mendorong proses perubahan dengan tindakan-tindakan langsung dan community development yaitu melibatkan partisipasi seluruh warga dalam membangun keseluruhan aspek kehidupan.
Keberhasilan suatu reformasi memerlukan agen sebagai wadah dan kegiatan. Agen perubahan harus dimotori oleh seseorang yang disebut key person yang dalam lembaga pendidikan sering disebut kepala sekolah. Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah pada jenjang Sekolah Dasar di Indonesia relatif rendah, karena sebagian besar kepala Sekolah Dasar cenderung hanya menangani masalah administrasi, memonitor kehadiran guru atau membuat laporan ke pengawas, dan masih belum menunjukkan peranan sebagai pemimpin yang profesional. Padahal di sisi lain kemampuan kepemimpinan kepala sekolah sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Suryadi kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor utama yang dapat menentukan prestasi dari sekolah terutama di tingkat Sekolah Dasar.
Pada umumnya kepala sekolah mengalami masalah dalam setiap substansi manajemen peserta didik di Sekolah Dasar. Masalah itu dapat disebabkan oleh beberapa alternatif penyebab, kemudian untuk pemecahan terhadap masalah tersebut telah upayakan dengan memperhatikan potensi-potensi Sekolah Dasar, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.
Kepala sekolah merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Untuk mencapai keberhasilan itu, kepala sekolah harus melakukan kegiatan supervisi secara terus menerus, baik terhadap proses aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, hal tersebut dikarenakan guru adalah orang yang langsung berhadapan dengan anak didik sekaligus menjadi penentu baik buruknya hasil belajar. Namun meskipun guru dianggap sebagai penentu keberhasilan proses belajar mengajar, jika kepala sekolah tidak memberikan supervisi dengan baik kepada para guru, maka akan dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Dengan demikian, peran kepala sekolah secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi penentu keberhasilan belajar anak. Menurut Joedoprawiro mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan dan jenjang pendidikan sangat tergantung pada pimpinan sekolahnya. Semakin sering kepala sekolah melaksanakan supervisi kepada para guru, maka semakin baik pula kondisi dan hasil belajar mengajar di sekolah itu.
Di antara pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting bahkan terpenting. Dikatakan sangat penting karena kepala sekolah lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan di tiap-tiap sekolah. Suatu program pendidikan itu dapat dilaksanakan atau tidak, tercapai atau tidak tujuan pendidikan tersebut sangat tergantung kepada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin.
Dalam mengelola organisasi sekolah, kepala sekolah dapat menekankan salah satu jenis gaya kepemimpinan yang ada. Gaya kepemimpinan mana yang paling tepat diterapkan masih menjadi pertanyaan. Karakteristik sekolah sebagai organisasi pendidikan akan berpengaruh terhadap keefektifan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Masalah penerapan gaya kepemimpinan kepala sekolah, dewasa ini, merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam program peningkatan mutu pendidikan dasar adalah meningkatkan mutu pengelolaan dan kepemimpinan kepala sekolah. Pembinaan untuk peningkatan pengetahuan, kepemimpinan dan kemampuan pengelolaan kepala sekolah perlu terus digalakkan dalam rangka mendukung tercapainya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
Menurut Owens ada banyak gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan untuk mengelola organisasi sekolah. Salah satu teori gaya kepemimpinan yang banyak dikembangkan adalah gaya kepemimpinan dua dimensi. Berdasarkan teori gaya kepemimpinan ini, ada dua aspek orientasi perilaku kepemimpinan, yaitu orientasi pada tugas dan orientasi pada hubungan manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada struktur tugas, penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, metode kerja dan prosedur pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia adalah gaya kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada hubungan kesejawatan, kepercayaan, penghargaan, kehangatan dan keharmonisan hubungan antara pemimpin dan bawahan.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor utama yang mendorong semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Untuk itu pembinaan kepemimpinan kepala sekolah perlu senantiasa ditingkatkan, hal ini dapat dilakukan melalui penataran, lokakarya, seminar, rapat, pertemuan kelompok kerja kepala sekolah, atau bentuk-bentuk pembinaan kepala sekolah lainnya.
Seorang Kepala Sekolah di sini sebagai key person dalam peningkatan mutu sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah mengarah kepada orientasi terhadap tugas-tugas sekolah dan orientasi terhadap bentuk-bentuk pola hubungan dengan anggota. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepala sekolah sebagaimana yang diharapkan, setiap kepala sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi-kompetensi tertentu, kompetensi yang dimaksud akan menyangkut berbagai fungsi atau tugas yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, baik sebagai administrator, supervisor, maupun sebagai pengambil keputusan.
Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab untuk meningkatkan pendayagunaan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada jenjang yang dipimpinnya. Karena itu untuk peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, tetapi peningkatan kualitas sekolah sangat bergantung pada inovasi dan gagasan-gagasan baru dari seorang kepala sekolah.
SD X merupakan salah satu Sekolah Dasar yang mengalami perubahan drastis setelah melaksanakan inovasi, pembaharuan di sekolah ini selain berjalan mulus, perubahan secara drastis ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat setelah diterapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dan dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang profesional dan berpengalaman.
SD X sebelumnya merupakan sekolah yang jauh dari budaya mutu, termarjinalkan oleh masyarakat, mengalami masalah dengan manajemen, sarana dan prasarana yang tidak layak, siswa yang sedikit, EBTANAS yang harus menggabung dengan sekolah lain, dan kesejahteraan gurunya yang rendah, tetapi saat ini semua permasalahan tersebut sudah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga tidak lagi menghadapi masalah yang rumit. Sesuatu yang membanggakan dari sekolah ini selain menjadi pilot project UNICEF juga menjadi rujukan untuk penerapan manajemen berbasis sekolah di tingkat nasional.
Sehubungan dengan hal di atas maka dalam penelitian ini ditemukan data-data lapangan dan informasi akademik sebagai berikut; pertama, dengan gaya transformasional inovatif kepala sekolah dapat melaksanakan inovasi pendidikan di SD X melalui fungsi manajemen dan pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, adanya komitmen bawahan atas dasar motivasi spiritual. Dan ketiga, kendala pelibatan masyarakat dapat diselesaikan melalui pendekatan komunikasi persuasif dan kendala dana dapat diatasi dengan mengedepankan nilai-nilai efisiensi, efektivitas dan optimalisasi sumberdaya.
Dengan demikian, implikasi dari temuan tersebut dapat diketahui terjadinya perubahan di SD X. Berdasarkan hal di atas maka dalam penelitian ini difokuskan pada kepemimpinan kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan inovasi di Sekolah Dasar tepatnya di SD X. Untuk memperoleh gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah tersebut, maka akan diuraikan dalam rumusan masalah berikut : 
1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X ?
2. Bagaimana respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala SD X ?
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi di SD X ? dan bagaimana penyelesaiannya ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mendeskripsikan dan memahami gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam proses inovasi pendidikan di SD X.
2. Untuk mendeskripsikan dan memahami respon guru-guru terhadap inovasi yang dilakukan oleh kepala sekolah di SD X.
3. Untuk mendeskripsikan dan memahami kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam inovasi di SD X sekaligus penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian pada dasarnya bukan hanya untuk tujuan deskriptif saja, tetapi juga untuk tujuan explanation. Tujuan eksplanasi tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan teori, khususnya tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Temuan dari penelitian ini setidaknya dapat memberikan kontribusi untuk memperkaya khasanah teoritis bagi ilmuwan dan praktisi pendidikan pada khususnya serta untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perumusan konsep tentang kepemimpinan kepala sekolah dibidang pendidikan, khususnya dalam inovasi pendidikan di Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membangun hipotesis penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian ini.
Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan berharga bagi para praktisi pendidikan, kepala sekolah, dan para pemerhati pendidikan Islam terutama untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, dan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan lembaga pendidikan Islam pada umumnya.

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

(KODE : PASCSARJ-0267) : PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan.
Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan pembukuan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Investor perlu mengetahui dan memahami ketiga nilai tersebut sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan investasi saham karena dapat membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah. Salah satu pendekatan dalam menentukan nilai intrinsik saham adalah price book value (PBV). PBV atau rasio harga per nilai buku merupakan hubungan antara harga pasar saham dengan nilai buku per lembar saham.
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar dari suatu ekuitas perusahaan ditambah nilai pasar hutang. Dengan demikian, penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya : keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten.
Saat ini dunia usaha sangat tergantung pada masalah pendanaan. Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh banyaknya lembaga-lembaga keuangan yang mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat adanya kemacetan kredit pada dunia usaha tanpa memperhitungkan batas maksimum pemberian kredit di masa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan kredit yang disetujui. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam menetapkan struktur modal yang diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah mengoptimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya modal perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pemilik perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada di atas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan, yaitu rasio leverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan produktivitas dan kinerja perusahaan. Teori struktur modal menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan (financial policy) perusahaan dalam menentukan struktur modal (bauran antara hutang dan ekuitas) bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (value of the firm).
Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan penggunaan hutang diperoleh dari pajak (bunga hutang adalah pengurangan pajak) dan disiplin manajer (kewajiban membayar hutang menyebabkan disiplin manajemen), sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya keagenan dan biaya kepailitan.
Teori trade-off memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan dengan asumsi keuntungan pajak masih lebih besar dari biaya tekanan financial dan biaya agen. Teori trade-off juga memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan tingkat profitabilitas atau kinerja keuangan perusahaan. Pengurangan bunga hutang pada perhitungan penghasilan kena pajak akan memperkecil proporsi beban pajak, sehingga proporsi laba bersih (net income) setelah pajak menjadi semakin besar, atau tingkat profitabilitas semakin tinggi.
Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan struktur modal diantara adalah Christianti (2006) menemukan bahwa adanya perbedaan kepentingan outsider dengan insider menyebabkan terjadinya agency cost dimana manajer cenderung menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan tetapi untuk kepentingan opportunistic. Sugihen (2003) menemukan bukti bahwa struktur modal berpengaruh tidak langsung dan negatif terhadap nilai perusahaan. Para pelaku pasar yakin bahwa apabila pengaruh eksternal ini kembali normal, maka perusahaan kembali membaik dan nilai pasar ekuitas ditentukan oleh permintaan dan penawaran.
Pertumbuhan (growth) adalah seberapa jauh perusahaan menempatkan diri dalam sistem ekonomi secara keseluruhan atau sistem ekonomi untuk industri yang sama. Pada umumnya, perusahaan yang tumbuh dengan cepat memperoleh hasil positif dalam artian pemantapan posisi di era persaingan, menikmati penjualan yang meningkat secara signifikan dan diiringi oleh adanya peningkatan pangsa pasar. Perusahaan yang tumbuh cepat juga menikmati keuntungan dari citra positif yang diperoleh, akan tetapi perusahaan harus ekstra hati-hati, karena kesuksesan yang diperoleh menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap adanya isu negatif. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian penting karena dapat menurunkan sumber berita negatif yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan, mengembangkan dan membangun kecocokan kualitas dan pelayanan dengan harapan konsumen.
Pertumbuhan cepat juga memaksa sumber daya manusia yang dimiliki untuk secara optimal memberikan kontribusinya. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali, maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pada pengendalian biaya.
Growth dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana total aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009).
Ratusan perusahaan saat ini telah menerapkan perencanaan strategis secara menyeluruh dalam upaya mereka untuk meraih pendapatan laba yang lebih tinggi. Tujuan jangka panjang menunjukkan hasil yang diharapkan dengan menjalankan strategi tertentu. Strategi mempresentasikan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan panjang. Tujuan harus kuantitatif, terukur, realistis, dapat dimengerti, menantang, hierarkis, dapat dicapai dan selaras dengan unit organisasi. Salah satu tujuan biasanya dinyatakan dalam bentuk pertumbuhan aset. Tujuan jangka panjang dibutuhkan pada tingkat korporasi, divisi, dan fungsional dalam organisasi. Tujuan tersebut merupakan ukuran penting dalam tujuan keuangan perusahaan mencangkup sesuatu yang diasosiasikan dengan pertumbuhan dalam pendapatan, pertumbuhan dalam laba, tingkat pengembalian investasi yang tinggi, dan perbaikan arus kas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006), Variabel yang diteliti adalah pertumbuhan perusahaan, perubahan harga saham dan kebijaksanaan struktur modal, hasil analisis yang didapat adalah pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon secara positif oleh investor, sehingga meningkatkan harga saham dan pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kebijaksanaan struktur modal, yang memberi arti bahwa jika perusahaan melakukan pertumbuhan maka manajer menetapkan struktur modal yang lebih banyak menggunakan ekuitas daripada hutang.
Penilaian kinerja keuangan perusahaan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen, merupakan persoalan yang kompleks karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal dan efisiensi dari kegiatan perusahaan yang menyangkut nilai serta keamanan dari berbagai tuntutan yang timbul terhadap perusahaan. Perusahaan perlu melakukan analisis laporan terhadap laporan keuangan, karena laporan keuangan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Laporan keuangan sebagai sumber informasi, akan lebih bermanfaat jika dilihat secara komprehensif misalnya dengan membandingkan suatu periode dengan periode yang lain. Salah satu cara pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat profitabilitasnya.
Profitabilitas adalah rasio dari efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas terdiri atas profit margin, basic earning power, return on assets, dan return on equity. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on equity (ROE). Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik. Rasio yang meningkat menunjukkan bahwa kinerja manajemen meningkat dalam mengelola sumber dana pembiayaan operasional secara efektif untuk menghasilkan laba bersih (profitabilitas meningkat). Jadi dapat dikatakan bahwa selain memperhatikan efektivitas manajemen dalam mengelola investasi yang dimiliki perusahaan, investor juga memperhatikan kinerja manajemen yang mampu mengelola sumber dana pembiayaan secara efektif untuk menciptakan laba bersih.
ROE menunjukkan keuntungan yang akan dinikmati oleh pemilik saham. Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai sinyal positif dari perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal. Penelitian yang dilakukan oleh Wirawati (2008) menunjukkan bahwa variabel return on equity (ROE), berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya di atas maka dalam penelitian ini digunakan variabel penelitian seperti struktur modal, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, dan nilai perusahaan. Perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan profitabilitas sebagai variabel intervening endogen. Digunakan variabel profitabilitas sebagai variabel intervening endogen guna untuk mengetahui apakah profitabilitas dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini : 
1) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
2) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ?
3) Apakah struktur modal berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
4) Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?
5) Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas.
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan.
4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.
5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan, serta sebagai referensi bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa yang akan datang.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para manajer dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan.

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD

(KODE : PASCSARJ-0266) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi persaingan era globalisasi saat ini setiap perusahaan perbankan tidak akan terlepas dengan permasalahan seberapa besar kemampuan perusahaan perbankan tersebut dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Sumber dana perusahaan bagi perusahaan perbankan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan eksternal perusahaan. Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil kegiatan operasi perusahaan, yang terdiri atas laba yang tidak dibagi (laba ditahan) dan depresiasi. Sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari hutang (pinjaman) dan modal sendiri. Apabila perusahaan perbankan dalam pemenuhan kebutuhan modalnya semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka perusahaan perbankan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modalnya.
Salah satu tugas dari seorang manajer keuangan dalam mencapai tujuannya adalah mengambil keputusan pendanaan perusahaan. Dana sangat terkait dengan manajemen pendanaan. Manajemen pendanaan pada hakekatnya menyangkut keseimbangan antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan dari aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan dari pasiva akan menentukan struktur financial (Struktur Modal) dan struktur modal perusahaan Riyanto, 2005).
Menurut Hidayat (2004), hasil kegiatan operasional suatu perusahaan perbankan secara konsepsional dipengaruhi oleh keputusan manajemen dalam menetapkan struktur modal. Dengan demikian jika sebuah perusahaan perbankan beroperasi pada tingkat efisiensi yang sama untuk memperoleh pendapatannya maka kebijakan penetapan sumber pembelanjaan tidak akan menyebabkan perubahan terhadap pencapaian hasil kegiatan operasional. Sebaliknya, keputusan penetapan sumber dana pada tingkat efisiensi operasional tersebut akan mempunyai keragaman pengaruh terhadap penghasilan perusahaan perbankan. Ini berarti bahwa penetapan struktur pembelanjaan atau struktur modal yang berbeda akan mempunyai kekuatan berlainan bagi perubahan penghasilan dan nilai perusahaan. Keadaan tersebut disebabkan karena setiap perubahan struktur modal akan selalu disertai oleh adanya perubahan tongkat resiko finansialnya.
Sinaga (2003) mengemukakan bahwa struktur modal suatu badan usaha tercermin dalam semua pos pada sisi pasiva neraca perusahaan. Seluruh pos ini bila dikurangi dengan kewajiban jangka pendek adalah struktur pemodalan perusahaan. Sisi kanan neraca perusahaan ini, identik dengan sumber dana yang diperoleh perusahaan yang menciptakan adanya kewajiban termasuk ekuitas atau modal sendiri. Kewajiban yang tercipta harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi kekayaan perusahaan.
Sinaga (2003) juga menjelaskan bahwa pada pola pembelanjaan mengatakan permanent assets harus dibelanjai dengan sumber dana dari pinjaman jangka panjang. Permanent assets sebagian besar terdiri dari fixed assets dan sebagian kecil current assets, memerlukan jangka waktu panjang untuk pengembaliannya sehingga perlu dibelanjakan dengan kredit yang juga panjang jangka waktunya. Pelanggaran terhadap prinsip yang sebenarnya sangat sederhana ini dan tentunya diketahui oleh praktisi keuangan, akan berakibat sangat fatal. Akibat paling minim adalah insolvency dalam jangka pendek, dalam jangka panjang akibat yang paling buruk adalah kebangkrutan usaha yang menimbulkan likuidasi.
Riyanto (2005), suatu perusahaan perbankan jika dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Jika kebutuhan dana sudah demikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari dalam sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain, selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan dananya. Ketergantungan pada pihak luar akan menyebabkan resiko finansial akan makin besar jika perusahaan lebih mengutamakan pemenuhan dana dengan hutang. Sebaliknya dengan saham biasa, biaya penggunaan dana yang berasal dari pengeluaran saham baru (cost of new common stock) adalah paling mahal dibandingkan dengan sumber-sumber dana lainnya. Untuk itu diperlukan ketepatan dalam pengambilan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan perimbangan atau perbandingan yang optimal antara dua unsur modal tersebut yang merupakan hal yang tidak mudah dilakukan terutama mengenai unsur hutang. Besarnya jumlah hutang pada struktur modal akan menentukan tingkat leverage perusahaan yang bersangkutan, sehingga pada kebanyakan model struktur modal disebutkan bahwa tingkat hutang yang optimal ditentukan dengan mempertimbangkan antara berbagai keuntungan yang diperoleh dengan biaya penggunaan leverage yang bermacam-macam.
Weston dan Copeland (1997) memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total assets = TA) atau nilai total perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntasi. Nilai total perusahaan berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan. Faktor leverage juga digunakan dalam hubungannya dengan nilai buku akuntansi.
Riyanto (2005), dalam hubungannya dengan struktur modal dan struktur kekayaan, ada pedoman atau aturan struktur modal yang konservatif, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Aturan Struktur Modal konservatif yang vertikal memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dengan modal sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu harus dibangun atas dasar modal sendiri, maka aturan tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimana pun juga tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Setiap perluasan basis modal sendiri akan memperbesar kemampuan perusahaan dalam menanggung resiko usaha perusahaan yang akan dibelanjai nya. Pandangan itu terutama didasarkan pada "prinsip keamanan", dimana hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kreditur maupun terhadap perusahaan sendiri.
Aturan Struktur Modal konservatif yang horizontal memberikan batas imbangan antara besarnya modal sendiri di satu pihak dengan besarnya aktiva tetap dan persediaan besi di lain pihak. Aturan tersebut menyatakan bahwa keseluruhan aktiva tetap dan persediaan bersih harus sepenuhnya ditutup atau dibelanjai dengan modal sendiri, yaitu modal yang tetap tertanam di dalam perusahaan.
Struktur kekayaan merupakan perbandingan baik dalam arti absolut maupun relatif antara aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan Struktur Modal mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai. Struktur Modal akan mencerminkan pula perbandingan dalam artian absolut dan relatif antara keseluruhan modal asing (jangka pendek dan jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri. Struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila Struktur Modal tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, di mana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Dengan demikian maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari Struktur Modal.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa setelah negara Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 dan krisis global di tahun 2008, terdapat perbedaan secara proporsional unsur-unsur dalam Struktur Modal perusahaan. Ada beberapa perusahaan pada saat itu yang mengalami peningkatan jumlah hutang yang sangat tinggi pada struktur modal perusahaan. Peningkatan tersebut, pada umumnya disebabkan karena pembayaran hutang harus dilakukan dalam bentuk mata uang asing yang mengalami apresiasi yang begitu besar terhadap nilai mata uang Rupiah akibat krisis ekonomi tahun 1997.
Penelitian ini ingin menguji pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal, yang diaplikasikan PT Bank BPD Bali Kantor Capem X. Hal ini dimaksudkan apakah temuan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang publish di Pasar Modal Negara Maju, juga ditemukan sama dengan yang diaplikasikan di Bank khususnya PT Bank BPD Bali, yang merupakan perusahaan perbankan yang belum publish, mengingat karakteristik perusahaan yang publish jelas berbeda dengan perusahaan yang publish. Aplikasi pengujian pengaruh variabel keuangan Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age terhadap Struktur Modal di perusahaan perbankan yang belum publish (PT Bank BPD Bali) inilah yang merupakan pembeda dengan penelitian-penelitian yang ada.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka peneliti mengambil judul "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CAPEM X."

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka untuk melakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap Struktur Modal perusahaan, hal mendasar yang dapat dijadikan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 
1) Apakah secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability, dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?
2) Apakah secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk mencari, menggali, menghubungkan dan membuat forecasting atas suatu kejadian. Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah : 
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara simultan variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial variabel Fixed-Asset Ratio, Corporate Tax Rate, Profitability dan Firm Age terhadap Struktur Modal pada PT. Bank BPD Bali Kantor Capem X.

D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya, serta mengaplikasikan teori yang berhubungan dengan manajemen keuangan di bank terutama terkait dengan faktor yang mempengaruhi Struktur Modal.
2) Manfaat Praktis
Bagi PT Bank BPD Bali Kantor Capem X : diharapkan dapat memberikan informasi sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan keuangan khususnya menyangkut tentang Struktur Modal Perbankan.