Search This Blog

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL OLIMPIADE MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL OLIMPIADE MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

(KODE : PTK-0151) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL OLIMPIADE MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME (MATEMATIKA KELAS VIII)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mutu sumber daya manusia suatu bangsa tergantung pada mutu pendidikan. Dengan berbagai strategi, peningkatan mutu diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dasar, penguasaan bahasa asing, dan penanaman sikap dan perilaku yang mencerminkan budi pekerti.
Era globalisasi memberikan inspirasi positif dalam masyarakat internasional. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, masyarakat Indonesia sangat membutuhkan kemampuan kompetitif di kalangan pelajar untuk bersaing secara sehat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seperti diketahui bersama bahwa matematika merupakan induk banyak ilmu lain yang berkembang saat ini, mulai dari statistik, fisika, ekonomi, keuangan, teknik, kedokteran, industri, listrik, konstruksi, komputer, teknologi informasi, antariksa sampai kepada desain grafis, dan masih banyak ilmu lain, serta derivatif dan penerapan ilmu tersebut. Dukungan dan peran matematika dalam berbagai ilmu sangat besar, baik dalam eksistensi maupun dalam pengembangan keilmuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa matematika berbagai ilmu akan sulit dikembangkan dan diterapkan (Kurniawan 2004 : 98).
Sudah saatnya proses pembelajaran sebanyak mungkin melibatkan para siswa secara aktif dengan suasana kondusif, berdialog, berdiskusi secara bersama atau kelompok untuk membahas dan mengerjakan perhitungan matematika. Melalui contoh yang nyata dan relevan kehidupan dan keterlibatan para siswa secara aktif akan membuat para siswa merasa nyaman untuk mempelajari sehingga akan meningkatkan mutu pembelajaran. Guru matematika harus selalu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, nyaman sesuai konsep pembelajaran tertentu secara optimal sehingga siswa tertarik dan menyenangi pelajaran matematika.
Di SMPN X, sarana dan prasarana untuk kegiatan pembelajaran cukup memadai begitu pula prestasi akademik maupun non akademik. Tahun ajaran 2004/2005 sekolah ini mendapat kesempatan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah membuka kelas imersi. Kesempatan tersebut memacu sekolah untuk semakin berkembang menjadi lebih maju dari tahun ke tahun.
Situasi pembelajaran pada SMPN X adalah pembelajaran cooperative learning. Anggapan tentang matematika adalah pelajaran yang sukar membuat pembelajaran menjadi tidak optimal. Masalah nyata yang terjadi pada siswa kelas VIII tidak seperti yang diharapkan. Siswa pada kelas VIII yang berjumlah 24 siswa terdapat 4 siswa yang ikut dalam siswa teladan. Di setiap pembelajaran yang aktif dalam menerima pelajaran hanya siswa teladan tersebut dan beberapa siswa lainnya yang jumlahnya kurang dari jumlah siswa kelas VIII. Di awal materi pokok baru siswa belum menguasai materi prasyarat. Pada awal pembelajaran guru melakukan tanya jawab materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya hanya 60% siswa yaitu siswa khusus bimbingan Olimpiade dan beberapa siswa lain yang merespon pertanyaan tersebut. Selain itu, dari diskusi yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika kelas VIII SMPN X hasil belajar siswa belum memenuhi KKM yang sudah ditentukan oleh sekolah. Hal ini didasarkan pada nilai ulangan harian dan ujian tengah semester siswa masih dibawah standar yaitu 71 sebanyak 60% padahal KKM yang sudah ditentukan adalah 75.
Realita yang terjadi pada kelas VIII ini menjadikan guru tergugah hati untuk menggunakan lembar kerja siswa dan suatu pendekatan khusus. Penggunaan LKS didalamnya terdapat uraian singkat materi prasyarat yang bisa mengingatkan siswa pada materi sebelumnya. Pendekatan khusus yang cocok untuk menyelesaikan keaktifan siswa adalah pendekatan konstruktivisme. Melalui konstruktivisme ini guru mengolaborasikannya dengan diskusi soal-soal olimpiade. Diskusi soal-soal olimpiade ini dilakukan karena ada beberapa siswa yang mungkin bisa menyelesaikan soal-soal ini dengan membantu siswa lain yang belum mengerti akan karakteristik soal-soal tersebut. Penerapan konstruktivisme dengan membentuk siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen bisa menyelesaikan soal-soal Olimpiade yang hasil akhir diskusi yaitu presentasi hasil diskusi itu.
Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya kegagalan pada aktivitas siswa dan hasil belajar siswa diantaranya : kemampuan siswa terbatas, sehingga hanya siswa dengan kecerdasan tinggi menjadi dominan di kelas; kemauan belajar siswa kurang, sehingga menyebabkan hasil belajar mereka kurang memuaskan; dan siswa yang masih tidak disiplin pada saat pembelajaran berlangsung.
Sesuai masalah nyata yang terjadi di atas maka pemilihan alternatif penyelesaian sebagai tindakan adalah :
a. Dengan penggunaan pendekatan konstruktivisme disertai LKS dan lembar diskusi soal-soal olimpiade yang cara penyelesaiannya siswa dituntun.
b. Dengan penggunaan pendekatan konstruktivisme disertai LKS dan lembar diskusi soal-soal olimpiade yang cara penyelesaiannya siswa tidak dituntun.
c. Dengan penggunaan pendekatan konstruktivisme disertai LKS dan lembar tugas soal-soal olimpiade yang cara penyelesaiannya siswa tidak dituntun.
Permasalahan di atas harus segera diatasi karena hasil belajar yang kurang memuaskan akan memperlambat pembelajaran ke materi berikutnya karena siswa akan sering melakukan remidi. Aktivitas siswa yang kurang memuaskan akan membuat siswa belum bisa memahami dan menerapkan materi yang ada. Sedangkan kurikulum sekolah menuntut guru untuk menyelesaikan materi sesuai dengan waktunya, sehingga guru tidak selalu mengulang materi yang telah diajarkan dan waktu yang diperlukan guru menjadi lebih lama.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal olimpiade matematika SMP kelas VIII di SMPN X bidang geometri melalui pendekatan konstruktivisme ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal olimpiade matematika SMP kelas VIII SMPN X bidang geometri.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Siswa
Meningkatkan bakat dan minat di bidang Matematika dan Sains sehingga dapat berkreasi serta melakukan inovasi sesuai kemampuan serta memperkaya pengetahuan siswa mengenai soal-soal Olimpiade beserta penyelesaiannya.
2. Bagi Guru
a. Memperkaya berbagai jenis soal-soal Olimpiade di bidang Geometri.
b. Mendapat pengetahuan dan pengalaman dalam pelaksanaan pembelajaran melalui konstruktivisme.
c. Meningkatkan kemampuan guru dalam menciptakan strategi pembelajaran yang bervariatif dan inovatif.
3. Bagi Sekolah
Dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam menentukan arah kebijakan untuk kemajuan sekolah dan sekolah yang menjadi objek dalam penelitian tindakan kelas akan memperoleh hasil pengembangan ilmu.
4. Bagi Peneliti
Mendapat pengalaman dan dapat mengetahui hasil dari pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan konstruktivisme.

SKRIPSI PTK PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

SKRIPSI PTK PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

(KODE : PTK-0150) : SKRIPSI PTK PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR (EKONOMI KELAS VII)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM). Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) itu tergantung pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.
Kemajuan bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang peka terhadap perubahan zaman.
Efektifitas pembelajaran oleh guru profesional adalah faktor utama dalam peningkatan mutu pendidikan tersebut. Guru sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik membutuhkan peningkatan professional secara terus menerus. Di era kurikulum yang senantiasa mengalami pergeseran atau perubahan ini, penyelenggara pendidikan dan pembelajaran membutuhkan guru yang juga berfungsi sebagai peneliti secara most power full, yakni guru yang mampu melaksanakan tugas dan mengadopsi strategi baru.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional, maka peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran di dalam kelas. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi, kondisi lingkungannya yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang efektif dan efisien, antara lain dengan memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa serta dapat menciptakan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan. Pemilihan model pembelajaran sangat menentukan kualitas pembelajaran. Karena dengan model yang sesuai siswa akan lebih dapat menerima materi pembelajaran, lebih dari itu dengan pemilihan model yang sesuai siswa akan lebih memahami hasil belajar yang akan bertahan dalam waktu yang relatif lama.
SMPN X merupakan sekolah yang sudah maju, hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang cukup lengkap di sekolah tersebut, yaitu antara lain Ruang kelas : 26 termasuk 4 kelas bilingual, Laboratorium IPA, Laboratorium Lab bahasa, Laboratorium Komputer 2 Ruang, Perpustakaan, Ruang Guru, Ruang Kurikulum, Ruang Kepsek, Ruang TU, Ruang OSIS dan UKS, Ruang BP, Kantin, Lapangan Voli, Lapangan Basket, MCK, Koperasi.
Untuk mendukung originalitas penelitian yang akan dilakukan, peneliti mengkaji hasil penelitian dahulu, dari peneliti Seblow Gainau tahun 2010 tentang Peningkatan hasil belajar IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe course review horay (CRH) di SDN Rejosalam, dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan tindakan dengan menggunakan teknik course review horay (CRH) selama 2 siklus dapat dibuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Yang sebelum penelitian ini dilakukan masih banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dari standar. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa teknik course review horay (CRH) sangat tepat untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Di SMPN X khususnya kelas VII masih banyak ditemukan kasus dimana siswa kurang siap dalam mengikuti pelajaran. Siswa datang ke sekolah tanpa bekal pengetahuan tentang materi yang akan dibahas di kelas. Siswa datang ke sekolah dengan motivasi untuk bertemu dengan teman-temannya dan pada saat pelajaran berlangsung siswa hanya berharap pengetahuan tentang materi yang akan diberikan guru di kelas tanpa adanya respon balik dari siswa, dan ketika guru menjelaskan materi mereka lebih senang berbicara sendiri dan bermain dengan temannya sehingga hasil belajar peserta didik masih banyak yang rendah dibandingkan kelas-kelas lain. Apabila kondisi tersebut masih terus dibiarkan, maka kompetensi dasar dan indikator sulit tercapai secara maksimal.
Untuk menimbulkan motivasi yang akan mendorong anak agar dapat berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan belajarnya, maka diperlukan adanya peningkatan aktivitas anak. Sedangkan untuk meningkatkan aktivitas belajar anak, maka perlu adanya motivasi-motivasi guru yang sekiranya peserta didik jadi semangat dan giat dalam belajar. Salah satu alternatif yang di gunakan yaitu dengan memilih teknik yang sesuai pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung sehingga hasil pendidikan akan terwujud sesuai dengan harapan kita.
Dengan diterapkan teknik course review horay (CRH) maka akan mengubah anggapan bahwa pelajaran ekonomi menjadi pelajaran yang tidak membosankan. penerapan teknik course review horay (CRH) ini akan peneliti terapkan sebagai alternatif untuk perbaikan pembelajaran yang ada di SMPN X.
Sehubungan dengan itu maka penerapan teknik course review horay (CRH) bisa dilaksanakan karena teknik ini mempunyai ciri selain pengembangan aktifitas berfikir, memotivasikan siswa sehingga tidak bosan dan juga menuntut siswa untuk berpikir kritis seperti halnya siswa-siswa lain. Maka dengan latar belakang masalah tersebut, peneliti ingin mengadakan penelitian yang berjudul PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS VII SMPN X.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan teknik course review horay (CRH) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?
2. Bagaimana pelaksanaan teknik course review horay (CRH) dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?
3. Bagaimana penilaian teknik course review horay (CRH) dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada tiga permasalahan di atas, maka peneliti bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan perencanaan teknik course review horay (CRH) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan teknik course review horay (CRH) yang efektif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X.
3. Mendeskripsikan penilaian teknik course review horay (CRH) yang efektif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X. 

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama :
1. Bagi Kampus 
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan kualitas dosen dalam merealisasikan pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
2. Bagi Lembaga (Sekolah)
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam mengetahui kondisi kegiatan pembelajaran ekonomi, khususnya dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
b. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan evaluasi pengajaran sekaligus guna membangun format belajar mengajar yang lebih efektif.
3. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru di sekolah dalam pemilihan metode dan teknik untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran ekonomi.
4. Bagi siswa
Diharapkan penelitian ini dapat membuat siswa menjadi semakin tertarik (berminat) dalam mengikuti proses pembelajaran ekonomi dan kemampuan memahami materi mengalami peningkatan signifikan khususnya untuk mata pelajaran ekonomi.
5. Bagi peneliti
Mendapatkan wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bekal bila sudah menjadi tenaga pendidik.
6. Bagi Peneliti Lanjutan
Sebagai bahan acuan dan tolak ukur jika akan diadakan penelitian acuan. 

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA TENTANG MEMBACA NYARING DENGAN METODE DEMONSTRASI

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA TENTANG MEMBACA NYARING DENGAN METODE DEMONSTRASI

(KODE : PTK-0149) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA TENTANG MEMBACA NYARING DENGAN METODE DEMONSTRASI (BAHASA INDONESIA KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas mulia, yaitu sebagai agen perubahan. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, guru dituntut untuk selalu inovatif dalam mengemas kegiatan pembelajaran yang dilakukannya, sehingga terbentuk suasana pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, terbangunnya kemampuan berprakarsa, berkembangnya kreatifitas dan kemandirian peserta didik sesuai dengan bakat, minat, serta perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Pada dasarnya ketrampilan membaca dan menulis sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena pengetahuan apapun tidak terlepas dari membaca dan menulis. Tanpa memiliki ketrampilan tersebut, maka pengetahuan apapun yang diberikan akan sia-sia dan tidak berarti, mengingat saat ini merupakan era globalisasi yang banyak menuntut berbagai ketrampilan. Oleh sebab itu, penguasaan ketrampilan membaca dan menulis sangat diperlukan.
Di Sekolah Dasar, pengajaran membaca dan menulis merupakan salah satu bidang garapan yang memegang peranan penting dalam pengajaran Bahasa Indonesia, karena tanpa memiliki pengetahuan dan ketrampilan membaca dan menulis maka akan mengalami kesulitan belajar di masa mendatang atau tingkat sekolah lanjutnya. Ketrampilan membaca dan menulis menjadi dasar utama, tidak hanya bagi bidang pengajaran bahasa, tetapi bidang pengajaran lainnya, seperti PKn, Matematika, IPA, IPS, dan lain-lain.
Dengan membaca dan menulis, siswa akan memperoleh pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan sosial, daya nalar dan emosionalnya. Melalui pendidikan formal, siswa banyak belajar membaca dan menulis. Pendidikan formal harus dapat banyak memberikan latihan-latihan kepada siswa untuk melatih ketrampilan berpikir.
Kebiasaan membaca tidak mungkin terlaksana tanpa kebiasaan menulis, sebaliknya kebiasaan menulis tidak akan bermakna tanpa kegiatan membaca. Minat membaca dan menulis peserta didik relatif menurun dikarenakan efek globalisasi yang menyita perhatian dengan banyaknya tayangan informasi dan hiburan dari dunia maya.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil belajar siswa kelas III SDN X semester I masih rendah khususnya Bahasa Indonesia. Ini dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar pra siklus 66,66% dari jumlah siswa, memperoleh nilai dibawah KKM 75 dan hasil rata-rata kelas 72,56. Untuk meningkatkan hasil belajar diperlukan penggunaan metode demonstrasi, untuk memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan. Maka dapat dilakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA TENTANG MEMBACA NYARING DENGAN METODE DEMONSTRASI SISWA KELAS III SDN X.

B. Identifikasi Masalah
Pada proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas III dalam materi membaca nyaring yang disampaikan dengan metode ceramah menimbulkan perasaan jenuh dan membosankan para peserta didik. Proses pembelajaran yang kurang menarik dan tidak berhasil mendapatkan perhatian siswa akan mempengaruhi hasil pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dan supaya pembahasan dapat dilakukan dengan teliti, terpusat maka permasalahannya dibatasi dengan penggunaan metode demonstrasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas III pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca nyaring di SDN X.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut Apakah dengan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia tentang membaca nyaring pada siswa kelas III SDN X semester I .

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia tentang membaca nyaring dengan menggunakan metode demonstrasi, siswa kelas III SDN X semester I.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambahkan khasanah Ilmu dan Kepustakaan tentang metode mengajar, khususnya metode demonstrasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Meningkatkan hasil belajar siswa
2) Siswa lebih mudah memahami materi pelajaran
3) Menjadikan siswa lebih aktif
4) Memperoleh pengalaman belajar yang menarik melalui metode demonstrasi.
b. Bagi Guru
1) Mempraktekkan berbagai model atau metode pendekatan pembelajaran.
2) Memberikan sumbangan bagi pengembangan metode demonstrasi dalam pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk memotivasi guru menggunakan metode demonstrasi dalam pembelajaran.

SKRIPSI PTK MENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL

SKRIPSI PTK MENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL

(KODE : PTK-0148) : SKRIPSI PTK MENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL (PGPAUD)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Roudhotul Athfal (RA) merupakan salah satu lembaga tempat pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur formal, di mana pada usia ini merupakan masa keemasan (golden age) khususnya usia 5-6 tahun, dengan adanya RA bertujuan membantu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak antara lain nilai-nilai agama dan moral, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan juga kemandirian, maka dari itu pengembangan potensi yang dimiliki oleh anak tersebut hendaknya dilaksanakan dengan berbagai metode kegiatan belajar yang kreatif dan menyenangkan bagi anak didik.
Pada fase masa keemasan (golden age) inilah peran pendidikan sangat fundamental dan sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya. Apabila anak mendapatkan stimulus yang baik, maka seluruh aspek perkembangan anak akan berkembang secara optimal. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini harus dapat merangsang seluruh aspek perkembangan anak baik perkembangan perilaku, bahasa, kognitif, sosial emosional, kemandirian maupun fisik motorik.
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini ini merupakan periode yang sangat penting karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan pada usia dini meliputi perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa tersebut. Perkembangan ini terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi berkembang.
Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dengan bahasa. Ia harus mampu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, mereka akan mudah dalam bergaul dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia (Suhartono, 2005 : 12). Dengan demikian perkembangan bahasa harus dirangsang sejak dini.
Kemampuan berbahasa anak merupakan suatu hal yang penting karena dengan bahasa tersebut anak dapat berkomunikasi dengan teman atau orang-orang di sekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempuyai makna.
Menurut Depdiknas (2003 : 105), fungsi pengembangan bahasa bagi anak usia dini adalah sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak, sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak, sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.
Pengembangan berbahasa mempunyai empat komponen yang terdiri dari pemahaman, pengembangan perbendaharaan kata, penyusunan kata-kata menjadi kalimat dan ucapan. (Dahlan, 2004 : 119). Ke empat pengembangan tersebut memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain, yang merupakan satu kesatuan. Keempat keterampilan tersebut perlu dilatih pada anak usia dini karena dengan kemampuan berbahasa tersebut anak akan belajar berkomunikasi dengan orang lain, sebagaimana dalam kurikulum 2004 diungkapkan bahwa kompetensi dasar dari pengembangan bahasa untuk anak usia dini yaitu anak mampu mendengar, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkannya.
Menurut Wothman (2006 :212) menyatakan bahwa kesiapan anak untuk berinteraksi dengan orang dewasa berarti berkembangnya pemahaman mereka mengenai aturan dan fungsi bahasa dengan orang dewasa akan menyediakan hubungan dengan konsep, dalam hal ini anak akan mendapatkan pengalaman belajar tentang bahasa dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan meniru gaya bahasa orang dewasa di sekitarnya juga. Oleh karena itu kemampuan bahasa pada anak usia dini maupun setelah remaja akan sangat tergantung terhadap pemerolehan kemampuan bahasa yang diperoleh sejak sekarang, maka akan menghasilkan kesuksesan dalam berbahasa di masa depannya.
Menurut Dahlan (2004 :119) Pengembangan berbahasa mempunyai empat komponen yang terdiri dari pemahaman, perbendaharaan kata, penyusunan kata-kata menjadi kalimat dan ucapan. keempat pengembangan tersebut memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain. 
Dalam pedoman guru RA dikemukakan bahwa dalam melaksanakan pembinaan dan perkembangan bahasa di RA hendaknya mempersiapkan prinsip-prinsip, dengan memberikan kesempatan sebaik-baiknya pada anak dalam mengembangkan bahasa dan dalam memelihara ketertiban, hendaknya spontanitas anak sebaiknya jangan ditekan dan sebaiknya diberikan dalam suasana keakraban antara guru dengan anak didik, serta memenuhi syarat-syarat yang diambil dari lingkungan anak, sesuai dengan taraf usia dan taraf perkembangan anak sehingga aspek perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan (Moeslichatoen, 1996 :194). Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Dengan demikian bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu ide. Sementara dalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain dengan modal kemampuan berbahasa yang sudah baik.
Kemampuan berbahasa pada anak usia 4-6 tahun berdasarkan PERMENDIKNAS no 58 tahun 2009 tanggal 17 september 2009 tentang standar tingkat pencapaian perkembangan bahasa anak meliputi : 1) menerima bahasa. Tingkat pencapaian perkembangan yang diharapkan adalah : menyimak perkataan orang lain, mengerti beberapa perintah secara bersamaan, memahami cerita yang dibacakan, mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat, mengulang kalimat yang lebih kompleks, memahami aturan dalam suatu permainan; 2) mengungkapkan bahasa. Tingkat pencapaian perkembangan meliputi : mengulang kalimat sederhana, menjawab pertanyaan secara sederhana, menyebutkan kata-kata yang dikenal, menceritakan kembali cerita atau dongeng yang pernah didengar, berkomunikasi secara lisan serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung; dan 3) keaksaraan. Tingkat pencapaian perkembangan yang diharapkan meliputi : mengenal suara-suara atau benda yang ada di sekitarnya, membuat coretan yang bermakna, meniru huruf, memahami hubungan bunyi dan bentuk huruf, membaca dan menulis nama sendiri.
Sebelumnya peneliti melakukan pengamatan terhadap laporan perkembangan anak pada semester satu atau gasal terhadap permasalahan yang terjadi, khususnya di RA X, pada kelompok B1 yang seluruhnya berjumlah 32 anak, dari jumlah tersebut anak yang mampu mengembangkan kemampuan bahasanya hanya 50% yaitu sekitar 16 anak, maka dari itu kami simpulkan bahwa kemampuan perkembangan bahasa anak pada kelompok B1 RA X masih kurang atau masih mengalami kesulitan.
Namun pada kenyataannya yang terjadi pada saat ini tidak semua guru di RA yang ada, mampu menyampaikan metode bercerita dengan baik, metode cerita di sajikan langsung dari guru tanpa menggunakan alat peraga apapun, sehingga kurang menarik perhatian anak didik dalam memahami isi cerita yang ada, dalam hal ini anak didik seringkali kurang mendapat perhatian dari guru dalam mengungkapkan sebuah perasaan atau idenya, sehingga kemampuan bahasa yang di miliki oleh anak tidak berkembang secara optimal, selain itu tak jarang guru lebih fokus pada kegiatan keterampilan membaca dan menulis serta berhitung, dengan alasan kegiatan keterampilan membaca dan menulis serta berhitung adalah salah satu tuntutan untuk jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu ketika anak usia dini memasuki Sekolah Dasar (SD), sehingga anak usia dini kurang mampu mengungkapkan perasaan atau ide ketika menjawab pertanyaan dari guru dan tidak paham dengan informasi yang telah di sampaikan oleh guru.
Maka dari itu metode bercerita dengan menggunakan media audio visual sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak, agar di kemudian hari anak tidak mengalami kegagalan dalam berbahasa, maka dari itu sudah seharusnya seorang guru dapat menyampaikan metode yang praktis dan menyenangkan dalam mengembangkan aspek bahasa yang dimiliki oleh anak, metode bercerita adalah salah satu metode pembelajaran yang efektif bagi anak didik, maka dari itu berdasarkan yang tertera di atas, meskipun masih banyak guru yang tidak mampu menyampaikan isi cerita dengan baik, ada alternatif yang baik untuk guru dalam menyampaikan isi cerita pada anak didik, yaitu dengan bantuan atau menggunakan media Audio visual dengan memutarkan CD berupa isi cerita yang mendidik pada anak didik kita.
Berdasarkan uraian di atas, maka keadaan yang seperti ini tidak untuk di diamkan begitu saja, karena permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari kurangnya wawasan guru dalam memilih metode dan media pembelajaran yang tepat, oleh karena itu juga peneliti ingin melakukan tindakan kelas di kelompok B1 RA X, dengan harapan dapat melakukan perbaikan dan dapat meningkatkan bahasa anak, salah satunya dengan menggunakan metode bercerita dengan media Audio Visual, dengan metode tersebut di harapkan kegiatan pembelajaran bermakna dan menyenangkan serta tidak membosankan lagi bagi anak, dengan metode dan penggunaan media tersebut di harapkan kemampuan bahasa anak tercapai dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar permasalahan di atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
Bagaimana pembelajaran menggunakan metode bercerita dengan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak pada siswa kelompok B1 di RA X ?

C. Tujuan penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan mengetahui kemampuan bahasa yang dicapai pada anak melalui metode bercerita dengan menggunakan media Audio Visual. 

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, selain itu juga dapat memberi pemahaman psikologis terhadap guru-guru dalam penggunaan metode bercerita dengan media audio visual dalam upaya meningkatkan perkembangan bahasa.
b. Untuk mengembangkan metode pembelajaran yang menyenangkan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan keterampilan mengajar guru di kelas, menambah wawasan tentang metode pembelajaran yang tepat khususnya dalam pembelajaran berbahasa, serta dapat meningkatkan minat dalam melakukan penelitian.
b. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak, anak mampu meningkatkan perbendaharaan kosa kata, dan dapat mengungkapkan ide, serta meningkatkan kecerdasan bahasa.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung terutama masalah meningkatkan perkembangan bahasa anak dengan metode bercerita. 
d. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam penelitian selanjutnya, serta memberi makna kerja sama antara guru dan siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan bahasa anak melaui metode bercerita dengan media audio visual yang ada.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA UNDERACHIEVER MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA SD

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA UNDERACHIEVER MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA SD

(KODE : PTK-0147) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA UNDERACHIEVER MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK SISWA SD (BIMBINGAN KONSELING KELAS V)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
SDN X adalah salah satu SD yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendidikan dengan si stem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah umum yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Berdasarkan data yang diberikan pihak sekolah, diketahui bahwa ada sejumlah 25 siswa berkebutuhan khusus yang ada di SDN X. Secara rinci mereka tersebar pada kelas-kelas sebagai berikut : pada kelas satu terdapat 1 siswa berkebutuhan khusus yang berada di kelas IA, di kelas dua terdapat 1 siswa yang berada di kelas IIA, di kelas tiga terdapat 4 siswa, yang berada di kelas IIIA sebanyak 3 siswa dan di kelas IIIB sebanyak 1 siswa. Pada kelas empat terdapat 4 siswa yang tergabung pada kelas IVA sebanyak 3 siswa dan sisanya 1 siswa pada kelas IVB. Pada kelas empat terdapat 10 siswa yang tergabung pada kelas 5A sebanyak 7 siswa dan 3 siswa pada kelas IVB. Kelas enam terdapat 5 siswa, pada kelas VIA sebanyak 2 siswa, kelas VIB sebanyak 3 siswa. Di SDN X masing-masing kelas memiliki dua paralel, yaitu kelas A dan B. Keduanya merupakan kelas inklusi, karena anak berkebutuhan khusus di tiap tingkat pendidikannya tidak dijadikan satu kelas, namun disebar secara random di tiap kelasnya. 
Dari staf tata usaha sekolah diketahui bahwa, jenis ketunaan di sini dibagi menjadi delapan macam, yaitu : gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, lamban belajar, gangguan pemusatan perhatian, tuna laras/gangguan emosi, autis, gangguan belajar, dan kecerdasan luar biasa. Namun, mayoritas siswa disini tergolong dalam gangguan belajar. Gangguan belajar yang dimaksudkan di sekolah ini adalah underachiever. (Gustian, 2002 : 30) "Underachiever adalah anak yang berprestasi rendah dibandingkan tingkat kecerdasan yang dimilikinya".
Selama kegiatan belajar mengajar sangat terasa sekali perbedaan motivasi belajar pada siswa yang normal dengan siswa yang tergolong dalam underachiever. Siswa underachiever cenderung pasif dan tidak memiliki ketertarikan mengikuti pelajaran yang berlangsung. Jarang mengerjakan tugas rumah, lamban jika menyelesaikan tugas di sekolah, dan kurang cepat menangkap apa yang dikatakan oleh guru, merupakan beberapa ciri yang ada pada anak-anak underachiever di SDN X.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang rendah yang dimiliki siswa underachiever mengakibatkan rendahnya prestasi belajar mereka. Dan apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka siswa akan semakin kurang bersemangat belajarnya.
Pemberian motivasi telah dilakukan bagi di setiap kelas dengan berbagai cara, ceramah bimbingan, pemberian reward dan punishment sampai pelaksanaan pendampingan khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus telah dilakukan guna meningkatkan motivasi belajar siswa underachiever. Akan tetapi, upaya tersebut tidak memberikan perubahan, pasalnya hasil belajar siswa underachiever lebih rendah dari kemampuannya.
Berdasarkan masalah yang terjadi di SDN X ini, penulis memandang perlu menggunakan layanan bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, dan dari beberapa layanan bimbingan konseling, bimbingan kelompok lah yang diduga paling tepat digunakan, karena dengan bimbingan kelompok siswa yang tergolong dalam underachiever tidak akan merasa di "bedakan" sebab dalam bimbingan kelompok nanti mereka akan berbaur dengan teman lainnya dalam kelompok kecil yang santai namun tetap serius dan terarah. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA UNDERACHIEVER MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA SDN X.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah seperti di atas, maka masalah yang muncul adalah "Apakah bimbingan kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar siswa underachiever SDN X ?"
Dari rumusan di atas, maka selanjutnya dijabarkan pertanyaan penelitian yang lebih spesifik sebagai berikut :
1. Siapa saja yang menjadi anggota bimbingan kelompok ? Apakah hanya siswa under achiever atau campuran ?
2. Siapa yang menjadi pemimpin kelompok ? Apakah guru, praktikan, motivator, atau yang lainnya ?
3. Bagaimana teknis pelaksanaan bimbingan kelompok ? Apakah dengan ceramah, penggunaan alat media, atau berupa apa ?
4. Apa hambatan dalam melaksanakan bimbingan kelompok ? Apakah pesertanya yang hiperaktif atau justru pasif, atau keterbatasan ruang dan waktu atau yang lainnya ?
5. Kapan bimbingan kelompok dilaksanakan ? Sewaktu jam pelajaran, di waktu istirahat, sepulang sekolah, atau di hari libur sekolah ?
6. Dimana bimbingan kelompok dilaksanakan ? Di lingkungan sekolah, seperti ruang kelas, taman sekolah, atau kantor guru ? Atau justru di luar lingkungan sekolah seperti di rumah siswa, taman umum, atau yang lainnya ?
7. Apa peran anggota kelompok ? Ikut aktif berperan serta dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, ataukah hanya duduk mendengarkan pemimpin kelompok ?
8. Apa peran pemimpin kelompok ? Apakah hanya memimpin jalannya bimbingan kelompok atau juga sambil mengamati aktivitas dan perubahan peserta bimbingan kelompok ?
9. Apa peran pihak sekolah dalam pelaksanaan bimbingan kelompok ? Apakah pihak sekolah berperan aktif dalam kegiatan bimbingan kelompok atau hanya sebagai fasilitator saja ? 
10. Adakah pembahan tingkat motivasi belajar siswa underachiever setelah diberikan layanan bimbingan kelompok ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat ditentukan tujuannya adalah "Mengetahui apakah bimbingan kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar siswa underachiever SDN X".

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi konselor dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok utamanya bagi siswa underachiever.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi konselor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan konselor dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa underachiever di SDN X.
b. Bagi siswa
Bagi siswa yang mengikuti layanan bimbingan kelompok, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajarnya.

E. Sistematika Penulisan Skripsi
Gambaran singkat mengenai seluruh sistematika penulisan skripsi sebagai berikut :
a. Bagian awal, berisi : judul skripsi, lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
b. Bagian isi skripsi, meliputi :
Bab 1 :Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan garis besar sistematika skripsi.
Bab 2 :Landasan Teori, berisi tentang penelitian terdahulu, teori mengenai motivasi belajar, underachiever, bimbingan kelompok, anak sekolah dasar.
Bab 3 Metode dan Prosedur Penelitian, menjelaskan tentang jenis penelitian, rancangan penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, focus penelitian, metode pengumpulan data, keabsahan data, dan analisis data.
Bab 4 :Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Bab 5 :Penutup, yang berisi simpulan dan saran.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka, dan lampiran-lampiran yang memuat tentang deskripsi pelaksanaan bimbingan kelompok.

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI

(KODE : PTK-0146) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI (EKONOMI KELAS XII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio maupun internet semakin mempermudah masuknya informasi dari luar. Jika kondisi semacam ini tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat dalam mengelola informasi tersebut, maka yang terjadi adalah kerugian bagi masyarakat sendiri. Mereka hanya mampu menerima informasi itu secara utuh tanpa mampu menentukan mana yang berdampak positif dan mana yang berdampak negatif
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia harus cepat tanggap dengan hal semacam ini. Besarnya jumlah penduduk di Indonesia tidak cukup menjadi modal untuk memajukan bangsa jika tidak disertai dengan kualitas yang memadai. Salah satu cara untuk mempersiapkan dan mencetak SDM yang berkualitas tinggi adalah melalui proses pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting karena dalam proses pendidikan masyarakat dipersiapkan mejadi manusia yang bermoral, berilmu pengetahuan serta beriman dan bertaqwa. Hal tersebut adalah modal utama dalam menghadapi segala tantangan perkembangan zaman.
Dunia pendidikan sekarang dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, pada berbagai aspeknya, mulai dari visi, misi, tujuan, program, layanan, metode, teknologi, proses, sampai evaluasi. Bagi seorang guru pemilihan model pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat atau relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain, efisien dan menarik. Lebih dari itu, banyak pakar yang menyatakan bahwa sebaik apapun materi pelajaran yang dipersiapkan tanpa diiringi dengan model pembelajaran yang tepat pembelajaran tidak akan mendatangkan hasil yang maksimal. Kecermatan pilihan itu semakin penting jika kondisi yang dihadapi kurang kondusif.
Pengembangan pendidikan memang sangat diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu serta kualitas sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana suatu proses pembelajaran yang berlangsung, penanganan suatu proses pembelajaran yaitu bagaimana upaya mengaktifkan siswa dalam belajar. Perlunya suatu alternatif dalam pembelajaran agar tercapai efektifitas dan berguna dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai tenaga pendidik diharapkan mampu mengusai strategi pembelajaran.
Guru dalam Undang-undang RI no 14 tahun 2005 pasal 1 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa "Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Guru yang professional pun hendaknya memiliki strategi-strategi yang baik dalam pembelajaran.
Menurut Tabrani Yusran dalam Syaiful dan Zain, terdapat masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan diklasifikasi sebagai berikut : konsep dasar strategi belajar mengajar, sasaran kegiatan belajar, belajar mengajar sebagai suatu sistem, hakikat proses belajar mengajar, entering behavior siswa, pola-pola belajar siswa, pengorganisasian kelompok belajar, pengolahan atau implementasi proses belajar mengajar.
Strategi-strategi belajar mengacu kepada prilaku dan proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari. Michel Pressley dalam Nur, strategi belajar ialah "operator-operator yang berkaitan dengan kognitif meliputi proses-proses belajar secara langsung yang terlibat dalam menyelesaikan tugas atau belajar". Strategi belajar tidak hanya dibutuhkan oleh siswa. Bagi seorang pengajar maupun pendidik diharapkan untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang sehat, kreatif, dan bermutu, mempercepat proses pembelajaran dan efektif membutuhkan strategi pembelajaran.
Joni berpendapat "bahwa yang dimaksud strategi adalah prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang kondusif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran".
Strategi belajar mengajar yang dikemukakan oleh Ausebel dalam Dahar yaitu "belajar bermakna akan menjadi pengetahuan baru (konsep-konsep baru) yang dikaitkan dengan konsep yang ada yang dimaksud dengan peta konsep".
Banyaknya konsep-konsep ekonomi yang bersifat abstrak yang harus di serap oleh siswa dalam waktu yang relatif singkat dan terbatas menjadikan ilmu ekonomi merupakan suatu materi yang cukup sukar untuk dipahami, oleh karena itu, haruslah di perlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar.
Menurut Amien konsep merupakan "suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang dapat digeneralisasikan". Hewindati dan Suryanto menyatakan bahwa "konsep tentang suatu objek diperoleh dari hasil persepsi terhadap gejala-gejala alam, karena dari persepsi tersebut diperoleh pemahaman konseptual tentang objek tersebut". Semakin luas pengetahuan dan pengalaman yang relevan terhadap suatu objek, semakin berkembanglah konsep yang diperoleh tentang objek tersebut.
Indeks harga dan inflasi merupakan suatu bagian dari konsep pembelajaran ekonomi di SMA/MA yang relatif luas untuk di pahami. Konsep bahasan ini diajarkan di kelas X, XI, dan XII. Konsep ekonomi ini biasanya disampaikan menggunakan metode hafalan dan ceramah, hal ini akan menimbulkan beberapa masalah; seperti sukar dipahami, jenuh, dan tidak menarik untuk dipelajari materi tersebut. Dengan demikian, diperlukan strategi yang mampu mengubah paradigma suatu pembelajaran yang menyenangkan dan tidak cenderung menjenuhkan.
Peta konsep dalam proses belajar mengajar pada materi indeks harga dan inflasi berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut agar menjadi dan menghasilkan pengetahuan yang utuh (meaning full learning) sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan, dan proses pembentukan pemahaman akan lebih baik.
Tinggi rendahnya pemahaman siswa dapat dilihat dad proses belajar yang sedang berlangsung atau hasil belajar para siswa, karena pemahaman merupakan suatu upaya untuk mengungkapkan kembali suatu hubungan antara berbagai pengetahuan yang diperoleh oleh siswa. Indikator dari pemahaman yang dapat dipahami secara langsung seperti; kemampuan memberi contoh dan kemampuan memberikan definisi berdasarkan konsep atau simbol yang dibedakan dan kemampuan menggunakan konsep. Oleh karena itu, pemahaman yang baik akan membuat proses pembelajaran yang menarik.
Masalah di atas merupakan akibat dari strategi pembelajaran yang hanya berorientasi penyelesaian sebuah materi dan konsep-konsep, tanpa mengetahui kesinambungan antara konsep-konsep tersebut dan tidak adanya pemahaman pembelajaran untuk meningkatkan suatu pembelajaran yang menekankan pada pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan judul PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI DI MAN X.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. Peta konsep dapat berjalan efektif dalam pembelajaran ekonomi pada konsep Indeks harga dan Inflasi
2. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi 
3. Peta konsep tepat penerapannya pada mata pelajaran ekonomi konsep indeks harga dan inflasi
4. Peta konsep dapat membantu siswa untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran ekonomi
5. Peta konsep dapat mengubah paradigma terhadap proses pembelajaran ekonomi Indeks harga dan inflasi yang kurang baik

C. Pembatasan Masalah
Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman siswa, khususnya dalam penggunaan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat akan memberikan dan membuat pemahaman siswa menjadi baik. Agar masalah di atas dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka masalah ini harus dibatasi :
1. Peta konsep dapat berjalan efektif dalam pembelajaran ekonomi pada konsep indeks harga dan inflasi
2. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi

D. Perumusan Masalah
Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi indeks harga dan inflasi dapat mencerminkan rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Masalah pemahaman siswa merupakan kewajiban dan tuntutan tenaga pendidik, khususnya para guru ekonomi. Dalam kaitannya dengan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang Indeks harga dan inflasi di MAN X ?
2. Apakah penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi di MAN X ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep Indeks harga dan inflasi setelah diterapkan peta konsep.
2. Untuk memperdalam penerapan peta konsep dalam meningkatkan penguasaan peningkatan pemahaman siswa pada konsep Indeks harga dan inflasi.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi para pendidik untuk memanfaatkan peta konsep untuk memanfaatkan peta konsep menjadi alternatif penggunaan media yang efektif.
1. Bagi siswa untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah apabila mengalami kesulitan dalam pemahaman materi, peta konsep dapat menunjukan pemahaman siswa, dan dapat mempermudah pemahaman siswa dalam memahami konsep Indeks harga dan inflasi 
2. Bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan dapat menjadi sumbangan yang berguna bagi para pendidik dengan menggunakan peta konsep sebagai upaya peningkatan pemahaman siswa terhadap ekonomi, maka akan memberikan sumbangan yang bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Dan bagi peneliti bermanfaat untuk mengenalkan dan menerapkan pemanfaatan peta konsep kepada siswa sebagai alternatif penggunaan media yang efektif. Serta bagi mahasiswa penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal bagi penelitian selanjutnya, dan menjadi khazanah pengetahuan dalam bidang yang dikaji.

SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

(KODE : PTK-0145) : SKRIPSI PTK PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA (SEJARAH KELAS VII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek penting bagi pengembangan sumber daya manusia dan merupakan wahana atau salah satu instrument yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat memperoleh manusia baru yang produktif.
Adapun pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dalam Munib (2007 : 33) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan pendidikan diharapkan manusia mengetahui akan segala kelebihannya yang dipotensikan untuk kualitas hidup lebih baik dari sebelumnya.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya karena pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik secara pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan perkembangan kemampuan siswa, situasi, dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah selalu merevisi kurikulum yang sudah ada selalu dengan perkembangan jaman, demikian pula dengan model pembelajaran yang diterapkan sekarang ini selalu mengalami perkembangan.
Demikian juga dengan seorang guru, keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepandaian guru dalam menerapkan suatu metode, teknik dan taktik pembelajaran. Setiap guru memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, ciri dan cara pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang baik mempunyai anggapan bahwa selain memberikan materi, mengajar adalah proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) (Sanjaya, 2007 :52). Terutama guru sejarah yang dituntut untuk menguasai berbagai macam metode dan teknik pembelajaran sejarah, dan mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman serta menyenangkan agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah perkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, maka Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sejarah memuat pokok-pokok bahasan yang mengandung tujuan Pendidikan Nasional tersebut. Mata pelajaran IPS Materi Sejarah merupakan pelajaran yang bersifat deskriptif kronologis. Ditinjau dari materinya, pelajaran Sejarah mendeskripsikan tentang proses pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan peradaban bangsa-bangsa di dunia. Materi pelajaran Sejarah juga berisi tentang hubungan sebab akibat terjadinya suatu peristiwa sejarah secara kronologis, termasuk perkembangan peradaban bangsa Indonesia.
Pelajaran Sejarah memiliki arti penting dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Mata pelajaran Sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai tersebut mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian anak peserta didik bangsa. Pelajaran Sejarah juga memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa termasuk peradaban bangsa Indonesia.
Belajar sejarah yang baik harus bisa menunjukkan adanya pemahaman dan kesadaran terhadap masa lalu secara baik. Menurut Kuntowijoyo (1995 :5) untuk SMP, sejarah hendaklah diberikan dengan pendekatan etis, kepada siswa harus ditanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang, masyarakat dan kebudayaan lain, baik yang dulu maupun sekarang. Prestasi belajar yang baik secara tidak langsung menunjukkan adanya upaya dalam pengembangan potensi siswa menjadi manusia yang berperikemanusiaan serta memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Akan tetapi dalam praktik pelaksanaannya hasil belajar sejarah siswa tidak mengalami perkembangan yang signifikan bahkan berada pada posisi yang stagnant. Dalam proses belajar mengajar sebaiknya selalu mengikutsertakan siswa secara aktif guna mengembangkan kemampuan mengamati, merencanakan, meneliti dan menemukan hasil sehingga guru mengetahui kesulitan yang dialami siswa dan selanjutnya mencari solusi yang tepat. Guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru harus bisa melakukan interaksi yang baik dengan anak didiknya. Diharapkan dengan pendekatan yang baik, yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya, maka akan memudahkan seorang guru mentransferkan ilmunya kepada anak didiknya, begitu juga sebaliknya peserta didik akan mudah dalam menerima pelajaran.
Di SMPN X hanya terdapat satu guru pengampu mata pelajaran IPS. Guru IPS disini ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu siswa dalam proses belajar sejarah. Pada umumnya pembelajaran pada kurikulum KTSP yang sedang berlangsung pada saat ini perhatian utama ialah siswa yang belajar, bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Menurut Martinis Yamin (2007 : 8) di dalam kelas guru menjelaskan, siswa bertanya, menyimak, sebaliknya guru mendapatkan informasi dari siswa-siswanya dan menjawab pertanyaan siswa serta mencari solusi bersama-sama, kedua belah pihak (komunikator, komunikan) aktif dan peran yang lebih dominan terletak pada siswa atau siswa yang lebih aktif. Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran sesungguhnya berpusat pada peserta didik. Disini siswa diharapkan berperan aktif pada tiap proses pembelajaran, namun pada kenyataannya praktik pengajaran sejarah di sekolah selama ini terkesan tidak menarik bagi siswa. 
Pada umumnya siswa menganggap pelajaran sejarah hanya sebagai pelajaran yang lebih bersifat hafalan. Guru dalam melakukan pembelajaran IPS materi sejarah sering dilakukan dengan cara menularkan pengetahuan, memberikan informasi melalui lisan. Sehingga yang aktif disini adalah guru sedangkan siswa hanya pasif mencatat dan mendengarkan sehingga aktivitas dan kreativitas siswa kurang tampak. Siswa merasa takut untuk bertanya tentang sesuatu yang belum dimengerti atau mengemukakan pendapat sehingga mereka memilih untuk duduk diam, mencatat dan mendengarkan pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa beranggapan bahwa pelajaran sejarah terlalu sulit untuk dipahami, banyak hafalan angka dan peristiwa-peristiwa materinya tersusun dari paragraf demi paragraf yang naratif dan panjang lebar. Sehingga membuat kesan membosankan. 
Tidak jarang pada saat pelajaran berlangsung siswa melakukan kegiatan seperti mengobrol, bercanda dengan teman sebangku, gaduh, dan aktivitas lain yang kurang edukatif. Selain itu Guru dalam penyampaian materi biasanya hanya berbicara dan menulis catatan di papan tulis, siswa bersifat pasif karena hanya mendengarkan. Siswa kemudian mencatat apa yang didiktekan atau dicatatkan guru di papan tulis. Dimana buku teks sangat kurang, kadang-kadang guru mulai mengajar dengan hanya mendiktekan saja pelajaran dan jika masih ada waktu baru memberikan penjelasan sekedarnya. Bahkan dalam soal yang mengundang perbedaan pendapat hanya sekali-kali saja penjelasan guru menampilkan lebih dari satu pandangan ataupun tafsiran yang sebaliknya. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS tersebut mengajar beliau mengalami keterbatasan karena faktor sarana dan prasarana yang kurang memadai. Hal ini dipicu oleh terbatasnya fasilitas pembelajaran pendidikan di SMP Satu Atap ini sehingga guru tidak dapat menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah lain di kota yang lebih maju di era globalisasi ini, Hal ini semakin membuat siswa bosan dan bertindak semaunya sendiri pada saat pelajaran berlangsung.
Secara empiris dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas VII SMPN X yang masih menunjukkan rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan tengah semester genap yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran sejarah yang telah ditentukan yaitu 60.
Suasana belajar yang digambarkan diatas jelas tidak kondusif yang menyebabkan kegiatan belajar menjadi tidak efektif karena tidak ada komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Fenomena tersebut dimungkinkan terjadi karena siswa telah kehilangan semangat, minat dan motivasi untuk belajar sejarah. Hal ini tidak bisa dibiarkan dan berlarut-larut begitu saja sebab jika dalam pembelajaran sudah tidak kondusif dan efektif akan menyebabkan prestasi belajar yang dicapai juga tidak maksimal.
Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisasi semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suyitno, 2006 :12). Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2006 :1).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar agar dapat mencapai prestasi belajar dengan nilai rata-rata yang maksimal, maka seorang guru membutuhkan suatu strategi agar dapat mendorong siswa untuk lebih aktif serta tertarik dan menyukai mata pelajaran sejarah. Salah satu pembelajaran yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam kelompok-kelompok kecil, dimana pada model pembelajaran ini siswa dalam kelompoknya mempunyai konsep bahwa mereka memiliki tanggung jawab bersama-sama untuk membantu teman sekelompoknya agar berhasil dan mendorong teman kelompoknya untuk melakukan upaya yang maksimal (Slavin, 2008 :16). Pembelajaran kooperatif identik dengan kerja kelompok serta diskusi. Kerja kelompok ini perlu memperhatikan aspek-aspek antara lain; pertama, tujuan yang jelas sehingga setiap anggota kelompok mengetahui apa yang akan dilakukan. Kedua, dalam kerja kelompok perlu adanya pembagian kerja sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Ketiga, dengan adanya tujuan yang jelas, komunikasi yang efektif kerja kelompok akan lebih baik serta dengan kepemimpinan yang baik akan mempengaruhi hasil kerja yang maksimal dan memuaskan. Untuk itu perlu adanya strategi pembelajaran yang inovatif yang dapat berpengaruh dalam penguasaan materi dan dapat berpengaruh pada keaktifan siswa serta memberikan iklim yang kondusif dalam perkembangan daya nalar dan kreatifitas siswa. Meskipun dalam strategi pembelajaran ini siswa lebih aktif, namun guru tetap mengawasi kelas untuk memberikan semangat, dorongan belajar dan memberikan bimbingan secara individu atau kelompok. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling diskusi dengan temannya.
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi di kelas karena memberi kesempatan siswa untuk berpikir secara berkelompok atau bersama-sama, sehingga memberikan banyak waktu kepada siswa untuk berpikir dan merespon jika ada kesulitan agar dapat saling membatu memecahkan masalah tersebut (Trianto 2007 :61). Serta dapat bekerjasama dengan orang lain serta mengoptimalisasikan partisipasi siswa.
Untuk mengatasi agar pengajaran sejarah lebih tidak monoton dan lebih bervariasi maka dapat digunakan strategi pembelajaran aktif dengan menggunakan media Mind Map. Media tersebut digunakan untuk membantu guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa dan dapat juga membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang disajikan. Pengertian media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses terjadi. Dengan demikian dalam proses belajar mengajar media sangat diperlukan agar siswa bisa menerima pesan dengan baik dan benar. 
Di SMPN X kemampuan siswa terletak di dalam hal mencatat. Metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan, bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi dan memberikan wawasan baru, peta pikiran memungkinkan terjadinya semua hal itu (De Porter, 2008 :175) sehingga peneliti menggunakan media Mind Map di dalam penelitian ini. Mind Map (peta pikiran) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang (http://wordpress.com/model-pembelajaran-mind-map (01/03/2011). Sehingga siswa dapat mengembangkan daya kerja otak masing-masing sesuai dengan pemahamannya terhadap materi. Siswa dapat menuangkan ide-idenya dengan menggambar peta pikiran suatu materi yang telah diberikan oleh guru. Dengan Mind Map siswa dapat mencatat fakta dan ide dengan menggunakan kata dan gambar. Dengan cara ini siswa dapat mengorganisasikan informasi sambil membuat peta ketika mereka sedang mendengarkan pelajaran di kelas. Dengan media Mind Map siswa dapat berpikir tentang apa yang mereka catat dan menempatkannya ditempat yang sesuai dalam peta (Margulies dan Valenza, 2008 :18). Strategi pembelajaran ini perlu diterapkan dalam dunia pendidikan, agar bisa kondusif dengan proses pendewasaan dan pengembangan bagi siswa. Strategi pembelajaran ini juga dapat diterapkan dalam dunia pendidikan sebagai pembelajaran inovatif.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam kelas yang akan diteliti melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar dapat meningkat. Melaui refleksi guru akan meningkatkan kembali apa yang sudah dikerjakan di depan kelas ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemikiran seorang guru yang dituangkan dalam sebuah pemikiran yang diberi nama refleksi diri guru, refleksi diri guru tersebut memberikan gambaran tentang jati dirinya sebagai seorang guru dalam mentransfer ilmunya, penjelasan yang terlalu cepat, atau memberikan contoh yang memadai, dan bahasa yang digunakan mudah dipahami serta serangkaian pertanyaan lain dapat diperoleh dari perenungan diri. Sehingga akan menemukan kelemahan dan akan memperbaikinya dari tindakan yang salah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) dengan menggunakan media Mind Map dapat dijadikan satu metode yang inovatif dan strategi pembelajaran yang cukup bermanfaat serta berpengaruh dalam pemahaman konsep sejarah siswa oleh karana itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul : PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS SEJARAH KELAS VII SMPN X.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah penerapan strategi pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMPN X. 

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretik
Sebagai bahan pertimbangan oleh para guru dalam memberikan materi pelajaran maka penulis membuat penelitian tentang model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map pada pelajaran IPS sejarah agar para guru lebih mudah dalam penyampaian materi yang akan dibahas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan tentang strategi pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map.
b. Bagi Guru
Agar guru dapat memberikan materi dengan menggunakan bermacam-macam variasi metode pembelajaran sehingga siswa tidak merasa cepat jenuh.
c. Bagi Siswa
Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang kebanyakan kurang antusias terhadap mata pelajaran sejarah karena membosankan. Dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan penggunaan media Mind Map siswa akan lebih aktif dalam bertanya dan mempererat kerjasama dengan kelompoknya dalam menyelesaikan masalah.
d. Bagi Sekolah
Model pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan dilakukan khususnya pada pelajaran IPS sejarah.

SKRIPSI PTK PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN HIDROKARBON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CTL BERBASIS WEB

SKRIPSI PTK PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN HIDROKARBON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CTL BERBASIS WEB

(KODE : PTK-0144) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN HIDROKARBON MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CTL BERBASIS WEB (KIMIA KELAS X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kualitas kehidupan bangsa salah satunya ditentukan oleh faktor pendidikan. Kualitas pendidikan yang rendah akan berakibat pada rendahnya kualitas kehidupan bangsa. Pendidikan di Indonesia cenderung sangat teoretik dan tidak terkait dengan lingkungan siswa. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan materi yang dipelajarinya di sekolah untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahami. Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara yang mereka pelajari dengan pemanfaatan pengetahuan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik karena mereka diajarkan dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.
Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa siswa belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. (http://pakguruonline.pendidikan.net).
Ilmu kimia umumnya bersifat abstrak dan kuantitatif menyebabkan sulit dipelajari dan kurang diminati siswa di antara pelajaran IPA lainnya. Untuk itu guru sebagai pengelola kelas secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan dan minat siswa. Sehingga guru dituntut menguasai bahan yang diajarkan dan trampil dalam cara mengajarkannya baik di kelas maupun di laboratorium. (Sugiharti, Gulmah. http://digilib.upi.edu/pasca)
Salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran kimia yaitu pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien serta lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dan bukan pada aktifitas mengajar guru. Sehingga diharapkan penguasaan materi menjadi lebih baik.
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. (http:/pakguruonline.pendidikan.net).
Perkembangan teknologi informasi dan penerapannya dalam pendidikan menjadi wacana yang berkembang saat ini. Integrasi teknologi informasi ke dalam pendidikan salah satunya dalam bentuk pembelajaran berbasis web. (http://rohandi.wordpress.com).

B. Identifikasi Masalah
Sebelum dipilih pendekatan pembelajaran, dilakukan identifikasi masalah yang menyangkut proses pembelajaran di SMA yang akan diteliti yaitu kelas X SMA X.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru kolaborator, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah yaitu :
1. Kondisi Siswa
a. Semangat belajar kimia siswa rendah.
b. Pemahaman konsep siswa masih rendah yang ditunjukkan nilai ulangan tengah semester dengan rata-rata 54 dan ketuntasan belajar 34,21%.
c. Siswa jarang mendapat tugas atau menerima pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas mereka.
2. Kondisi Guru
a. Guru tidak pernah melakukan variasi dalam proses pembelajaran. 
b. Guru jarang memberi tugas dan melakukan metode yang memacu keaktifan siswa.
3. Kondisi Proses Pembelajaran
a. Metode yang paling sering digunakan metode ceramah.
b. Komunikasi praktis searah dan interaksi dalam belajar kurang.
c. Siswa cenderung pasif dan kurang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
d. Sumber bahan pelajaran yang digunakan kurang memadai.
4. Kondisi Sarana Prasarana
a. Pemanfaatan laboratorium tidak optimal.
b. Terbatasnya tempat praktikum (laboratorium kimia menjadi satu tempat dengan laboratorium biologi).
c. Pemanfaatan perpustakaan kurang optimal.
d. Pemanfaatan laboratorium komputer/internet kurang optimal.
Berdasarkan identifikasi masalah dari hasil observasi awal dapat disimpulkan akar permasalahannya yaitu proses pembelajaran yang berjalan kurang baik dan kurang melibatkan aktivitas siswa serta kurang optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pembelajaran.

C. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian tindakan kelas yaitu rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X-2 SMA X karena proses pembelajaran yang berlangsung kurang melibatkan aktivitas siswa. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu ’’apakah pendekatan CTL berbasis web dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia pokok bahasan hidrokarbon siswa kelas X SMA X ?’’.

D. Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap pembelajaran yang selama ini diterapkan di SMA X khususnya kelas X-2, pemecahan masalah yang dipilih yaitu memperbaiki proses pembelajaran sebelumnya dengan model pembelajaran CTL berbasis web. Pembelajaran CTL berbasis web dirancang untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan memberikan kesempatan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Media web dapat memacu siswa berperan aktif mencari sumber belajar yang relevan dengan materi pembelajaran.

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia pada pokok bahasan hidrokarbon siswa kelas X-2 SMA X melalui model pembelajaran CTL Berbasis Web.
2. Tujuan Khusus
a. Sekurang-kurangnya 85% siswa mencapai ketuntasan belajar yaitu mendapat nilai > 65.
b. Sekurang-kurangnya 85% siswa mengalami peningkatan aktivitas belajar dengan kriteria tinggi.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru dan sekolah.
1. Manfaat Bagi Siswa
a. Memberikan motivasi dan semangat baru untuk mengikuti proses pembelajaran kimia.
b. Meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran kimia.
c. Siswa dapat menerapkan konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat Bagi Guru
a. Memberikan masukan bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik minat siswa.
b. Menyediakan alternatif pembelajaran kimia yang dapat mengembangkan aktivitas siswa.
3. Manfaat Bagi Sekolah
Memberikan kontribusi pada sekolah dalam rangka perbaikan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa-siswinya

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI DENGAN METODE JIGSAW

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI DENGAN METODE JIGSAW

(KODE : PTK-0143) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI DENGAN METODE JIGSAW (BAHASA INDONESIA KELAS X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang pasti pernah melakukan diskusi, karena berdiskusi bisa dilakukan dimana saja : di tepi jalan, di kantin, di dalam kendaraan, di kantor, atau di kelas. Kegiatan diskusi selalu diwarnai tanya jawab antara peserta, ini memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat, menambahkan bukti dan alasan, menolak suatu gagasan, memberi tanggapan dan saran, dan berpartisipasi aktif di dalam berdiskusi. Selain itu, peserta juga dapat memperoleh informasi lengkap dan terperinci mengenai masalah yang didiskusikan. Dengan demikian hasil dari kegiatan berdiskusi itu yang berupa kesimpulan atau kesepakatan merupakan hasil pemikiran bersama.
Diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan suatu permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Diskusi berlangsung apabila orang-orang yang berminat dalam suatu masalah khusus berkumpul untuk mendiskusikannya dengan harapan agar sampai pada suatu penyelesaian atau penjelasan. Diskusi yang efektif itu tidak hanya sekedar berkumpul saja tetapi pembentukan kelompok yang dinamis dengan sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat para anggotanya sehingga menghasilkan suatu penyelesaian terhadap suatu masalah tertentu (Tarigan : 2008 : 40).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berdiskusi adalah sebuah interaksi antara dua atau lebih yang tujuannya untuk membahas atau memperbincangkan topik tertentu, dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut.
Di dalam pelaksanaan berdiskusi pada siswa harus menguasai materi, sehingga mampu dan terampil dalam melaksanakan diskusi. Keterampilan berdiskusi tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih. Keterampilan berdiskusi yang baik dapat dimiliki dengan mengasah serta melatih seluruh potensi yang ada. Melalui pembelajaran diskusi siswa diharapkan mampu menyampaikan gagasan, ide dan pikiran kepada guru, teman serta orang lain. Selain itu berdiskusi juga mampu merangsang daya kritis, kreatif, inovatif, berani, dan lancar mengungkapkan pendapat, tanggapan, maupun gagasan.
Pada kenyataannya keterampilan berdiskusi siswa di sekolah pada umumnya masih rendah, terlihat siswa cenderung masih malu dan tidak percaya diri dalam mengungkapkan ide, pikiran, bantahan, persetujuan maupun pendapatnya di forum diskusi, selain itu kurang adanya kerjasama kegiatan diskusi hanya menjadi milik siswa-siswa yang aktif dan tidak semua siswa secara merata dapat mengungkapkan pendapatnya. Siswa yang biasa berbicara dengan orang lain belum tentu terampil berdiskusi, karena keterampilan berdiskusi tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki seseorang, keterampilan berdiskusi yang baik dapat dimiliki dengan jalan mengasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Karena kurang aktifnya siswa dalam berdiskusi maka diperlukan banyak latihan untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi, misalnya dengan cara berlatih dan berpraktik melalui forum kecil, latihan dan praktik melalui forum kecil ini dapat dilaksanakan di mana saja, seperti dengan teman-teman saat bermain, di keluarga, dan yang paling efektif adalah di sekolah pada saat pelajaran berlangsung. Guru melakukan pembelajaran dengan cara berdiskusi, sehingga melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berdiskusi siswa.
Keterampilan berdiskusi akan berhasil dan meningkat dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Menentukan metode pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang disampaikan dan metode yang dikuasai. Seorang guru harus menentukan teknik pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat mudah menyerap materi yang disampaikan sesuai dengan realitas, situasi kelas dan gaya belajar yang dimiliki siswa, juga dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
Ada beberapa metode dalam pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengajar berdiskusi yaitu : (a) Student Teams Achievement Division (Divisi Presentasi Kelompok Siswa), (b) Team Game Tournament (Perlombaan Permainan Kelompok) (c) Jig Saw, dan (d) Group Investigation. Salah satu dari metode pembelajaran kooperatif yang dipilih untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa adalah metode Jig Saw. Jig Saw sangat cocok untuk melatih diskusi, sebab dalam pelaksanaannya metode Jig Saw, siswa mendapatkan kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, metode ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya, menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapatnya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru Bahasa Indonesia Kelas X SMAN X, dimana kelas X ini terbagi menjadi enam kelas, yaitu dari kelas XA sampai kelas XF. Dari keenam kelas itu diperoleh kelas yang bisa untuk dijadikan sebagai objek penelitian, yaitu kelas XF, bahwa proses keterampilan berdiskusi Siswa X SMAN X selama ini belum optimal jika dibandingkan dengan kelima kelas X yang lainnya. Hal ini terbukti dengan kurang lancarnya siswa dalam berbicara dan menyampaikan pendapat maupun tanggapan, salah satu penyebabnya siswa tidak fokus dan kurang memperhatikan penjelasan yang guru sampaikan, selain itu penggunaan metode mengajar yang kurang bervariatif dan kurangnya kegiatan berlatih berbicara dan berdiskusi juga menjadi salah satu penyebabnya, sehingga hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X masih rendah jika dibandingkan dengan kelima kelas X lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan metode yang dapat menarik minat dan semangat siswa agar para siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berdiskusi tanpa merasa tertekan dan terbebani. Adapun salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa adalah metode Jig Saw.
Metode Jig Saw ini dipilih untuk meningkatkan proses dan hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X, karena memang sebelumnya guru yang terkait dengan bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia belum pernah menerapkan metode Jig Saw khususnya dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi. Dengan menerapkan metode Jig Saw ini dapat meningkatkan proses keterampilan berdiskusi siswa, dapat menciptakan suasana diskusi menjadi aktif, siswa tidak merasa malu-malu lagi untuk mengungkapkan ide, gagasan dan pendapatnya, siswa menjadi berani untuk berbicara, dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta dapat meningkatkan hasil keterampilan berdiskusi siswa, sedangkan guru dapat lebih mudah dalam membimbing siswa.
Dengan adanya metode pembelajaran Jig Saw ini, diharapkan dapat menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan para siswa dalam menumbuhkan keberanian mengungkapkan pendapat. Metode Jig Saw juga diharapkan dapat mengatasi masalah yang terjadi di kelas X SMAN X yang terkait dengan rendahnya keterampilan berbicara siswa khususnya berdiskusi dalam menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah, masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Siswa kurang aktif dan takut untuk mengemukakan ide, gagasan, dan pendapatnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya berdiskusi pada Siswa Kelas X SMAN X.
2. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi Siswa Kelas X SMAN X.
3. Hasil kemampuan keterampilan berdiskusi pada Siswa Kelas X SMAN X belum optimal sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.
4. Metode Jig Saw belum pernah diterapkan pada siswa kelas X SMAN X sebagai metode pembelajaran.
5. Dalam proses pembelajaran keterampilan berdiskusi sikap siswa kelas X SMAN X masih belum optimal sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah terdapat berbagai permasalahan yang cukup bervariasi. Agar penelitian ini lebih terfokus perlu adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada permasalahan bagaimana cara meningkatkan proses pembelajaran dan keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X dengan menggunakan metode Jig Saw dan bagaimana cara meningkatkan hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X dengan menggunakan metode Jig Saw. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait dengan adanya masalah, yaitu sulitnya siswa untuk menentukan ide atau gagasan saat berdiskusi di depan kelas, kurangnya keberanian siswa, siswa masih takut dan gugup, serta rendahnya keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
1. Bagaimana cara meningkatkan pembelajaran keterampilan berdiskusi melalui metode Jig Saw pada Siswa Kelas X SMAN X ?

E. Tujuan Penelitian
Dari hasil rumusan masalah di atas dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan berdiskusi melalui metode Jig Saw pada Siswa Kelas X SMAN X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan tidak hanya sebagai pelaksanaan tugas akhir saja, tetapi diharapkan memberi manfaat.
1. Secara Teoretis
a. Memberikan masukan teori dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dan berdiskusi, khususnya pada Siswa Kelas X SMAN X.
b. Memberikan masukan metode dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi, khususnya pada Siswa Kelas X SMAN X.
2. Secara Praktis
a. Pihak sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di SMAN X.
b. Guru dalam upaya peningkatan mutu pengetahuan dan pengelolaan pembelajaran keterampilan berdiskusi sebagai aspek pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
c. Siswa dalam peningkatan kualitas keterampilan berdiskusi melalui model pembelajaran Jig Saw.