Search This Blog

TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


(KODE : PASCSARJ-0144) : TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal.
Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Aristoteles (Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.
Dalam khadist Nabi saw juga diterangkan masalah pendidikan yang artinya : "Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang kubur. Dan juga, Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi tiap muslim dan muslimat." Al-Qur'an menjamin kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/jalan-jalan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan agama merupakan masalah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan oleh setiap individu, baik sebagai anggota masyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan melaksanakan pendidikan, dalam arti ia dapat dididik dan dapat mendidik untuk menjadi manusia yang beriman dan berakhlaqul karimah. Hakikat pendidikan ini selaras dengan tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah SWT, sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang berbunyi :
Artinya : "Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat 56)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam memandang pendidikan agama Islam sebagai suatu keharusan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menjaga agar setiap generasi menjadi insan yang mengabdi dan menghamba kepada Allah dengan mengemban tugas sebagai “Khalifah fil ard”. Nilai pendidikan terutama pendidikan agama Islam seharusnya dapat membentuk peradaban seseorang, karena makin banyak nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan padanya, maka makin besar kemungkinan ia untuk lebih beradab. Dengan demikian makin tinggi penanaman nilai-nilai pendidikan agama suatu bangsa, maka makin tinggi pula peradaban bangsa tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang republik Indonesia Dalam Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, 20/2003) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional."
Sebutan sekolah bertaraf internasional (SBI) kini makin banyak di negeri ini. Dulunya hanya terdapat di kota-kota besar, kini telah merambah ke berbagai daerah. Biaya pendidikannya sangat mahal. SBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan. Namun dalam menetapkan tarif pendidikannya tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan pemerataan masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan yang murah dan berkualitas. Karena biaya pendidikan yang mahal tentu sangat tidak ramah pada kelompok masyarakat miskin. Namun sikap pengelola SBI dan pemerintah terus saja menebar janji untuk dan demi kepentingan peningkatan kualitas.
Bertitik tolak dari rumusan di atas, bahwa agama Islam dan Pancasila yang merupakan landasan bagi sistem pendidikan nasional bertemu dalam satu tujuan yaitu mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa . Sistem pendidikan nasional harus mengacu pada rumusan yang ada pada kedua dasar tersebut. Sistem pendidikan nasional akan banyak memegang peran penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Berbagai model kurikulum telah dicoba dalam mencapai tujuan pendidikan agama secara optimal. Cuma persoalannya, di samping harus mengikuti GBPP, apakah guru agama cukup kreatif dan inovatif guna menghasilkan tujuan pengajaran secara maksimal?
Pendidikan agama sebagai bidang studi mempunyai tujuan instruksional umum, yakni : Mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan agama di atas, maka seorang guru agama dituntut untuk membantu meningkatkan keberhasilan mengajarnya dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni ia harus mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan selalu bertambah selaras dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini ia harus menyesuaikan sistem mengajarnya terhadap anak didik. Terlepas dari acuan dan pedoman kurikulum yang telah ditetapkan, ia juga dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru.
Kemantapan dalam bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadinya, sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai pendidik, kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja diciptakan.
Salah satu contohnya adalah SMP X yang merupakan lembaga yang mendidik siswanya sadar akan kewajiban sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat dengan melalui pengajaran agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatannya yang bersifat positif, seperti yang telah dilakukan oleh murid-murid SMP X yakni seperti peringatan hari besar Islam (PHBI), Study Club Islam, serta kajian ke-Islaman lainnya.
Dari sinilah letak keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana aktivitas guru agama SMP X dalam upaya menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam di SMP X.
Oleh karena itu penulis mengangkat tema tersebut dalam Tesis yang berjudul "Karakteristik Pendidikan Agama Islam Di SMP X". Salah satu proses dalam konsep Pendidikan Agama Islam adalah menyusun faktor penentu keberhasilan yang diawali dengan mengkaji lingkungan strategis yang meliputi kondisi, situasi, keadaan peristiwa dan pengaruh-pengaruh yang berasal dari dalam maupun dari luar. Lingkungan internal dan eksternal mempunyai dampak pada kehidupan dan kinerja seluruh komponen yang terlibat pada pendidikan khususnya Pendidikan Islam, mencakup kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan tantangan eksternal.
Ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur'an, Al-Sunnah, ijtihad para ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada sumber-sumber ajaran Islam tersebut. Pendidikan Islam merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan, yang teori-teorinya didasarkan pada nilai-nilai Islam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang sistematis dalam mengembangkan fitrah beragama peserta didik, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global
Demikian pula dengan visi ilmu pendidikan Islam secara umum, sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, yaitu membangun sebuah tatanan kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah serta membawa rahmat bagi seluruh alam
Adapun karakteristrik pendidikan Islam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sifat dan karakteristik ajaran Islam. Beberapa sifat dan karakteristik tersebut, antara lain : Pertama, bersifat terbuka. Ukuran kebaikan dan ketakwaan di hadapan Tuhan, bukan ditentukan karena berasal dari Barat atau Timur, dari Arab atau bukan Arab ('Ajam), tetapi didasarkan pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak yang mulia, serta berkepribadian kokoh. Kedua, bersifat fleksibel. Hal ini sesuai dengan karakter nilai-nilai ajaran Islam yang shalih li kulli zaman wa makan. Ketiga, bersifat seimbang/proporsional (tawazun). Bahwa berdasarkan realitas dan sifat dasar manusia sebagai makhluk individual dan sosial, jasmani dan rohani, makhluk yang berkecendemngan pada kebaikan dan kebumkan, memiliki akal dan nafsu, maka pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur'an berpijak pada keseimbangan dalam memerlakukan selumh potensi yang dimiliki manusia secara adil, seimbang dan proporsional. Dan keempat, bersifat rabbaniyyah, yakni bahwa selumh komponen pendidikan Islam didasrkan pada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, sehingga jauh dari sifat sekularistik dan hedonistik. Dengan demikian, selumh aspek pendidikan Islam, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, gum, dan sebagainya semata-mata diorientasikan pada tujuan kepatuhan, ketundukan dan ketaatan pada Allah, jauh dari tujuan-tujuan yang menyimpang dan menyesatkan, senantiasa berpegang pada kebenaran dan bimbingan Tuhan .5 Seseorang pendidik juga hams mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral bagi anak didik. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang. Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan.
Dengan demikian nyatalah betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih kualitas insan paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan mengurangi aspek negatif.
Dewasa ini, sistem pendidikan produk modernisme maupun post-modernisme terbukti telah gagal dalam membangun peradaban manusia saat ini. Modernisasi dengan berbagai dimensi yang dibawanya telah melahirkan berbagai krisis manusia modern. Realitas kehidupan yang sedang atau telah memasuki the post industrial society melahirkan penderitaan dan penyakit psikologis yang semakin parah. Implikasinya membentuk penyakit mental, yakni dengan semakin membuat manusia bingung dengan dirinya sendiri. Dekonstruksi ontologis, epistemologis dan aksiologis pendidikan barat menjadi keniscayaan untuk mengembalikan manusia modern ke dalam pusat lingkaran eksistensinya. Dari aspek ekonomi, pendidikan barat dikembangkan untuk memenuhi kepentingan kapitalistik mereka yang di antara akibatnya adalah mempercepat kematian manusia. Ketidakmampuan pendidikan barat, melahirkan harapan besar umat muslim untuk mengangkat pendidikan Islam sebagai tawaran alternatif pengganti paradigma pendidikan barat. Hal ini disebabkan pendidikan Islam mampu mengintegrasikan ketiga dimensi kemanusiaan ke dalam satu bingkai konstruksi integral dan saling menunjang, yaitu visi Ilahiyah, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai material . Karena itu parameter kebenaran dalam ilmu tarbiyah (pendidikan) Islam tidak semata-mata (dapat) dipotret dari kaca mata teori koherensi, korespondensi, dan pragmatisme, namun idealnya ilmu tarbiyah meniti jalan kebenaran idealitasnya sendiri yang jauh melampaui kebenaran-keberanan "ala kebenaran tradisi ilmiah barat"
Para pakar pendidikan Islam meyakini, bahwa untuk mewujudkan pendidikan Islam yang ideal maka mutlak diperlukan pembaruan-pembaruan dalam berbagai dimensi. Cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal baru bisa dicapai bila -pertama-tama - ada upaya membangun epistemologinya. Sebab problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya. Epistemologi pendidikan Islam perlu dirumuskan secara konseptual untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian epistemologi pendidikan Islam sangat berperan dalam "membuka jalan" bagi temuan-temuan khazanah pendidikan Islam yang dapat dirumuskan secara teoritis dan konseptual.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Gambaran Umum SMP X
2. Bagaimana Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X
3. Bagaimana Pelaksanaa Pendidikan Agama Islam di SMP X

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk Gambaran Pendidikan Agama Islam di SMP X.
2. Untuk mengetahui Pelaksanaan yang dilakukan oleh guru agama di SMP X.
3. Untuk mengetahui dampak terwujudnya guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama di SMP X.

D. Batasan Masalah
Untuk menghindari bahasan yang luas maka penelitian hanya di lakukan di SMP Plus al Kautsar dengan beberapa batasan sebagai berikut :
1. Karakteristik Pendidik yang dimaksud di sini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya kompetensi profesional.
2. Pembelajaran yang akan dikaji adalah evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam yang pada pelaksanaannya lebih dikenal dengan Ulangan Harian.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan beberapa manfaat sebagai berikut ;
1. Bagi Peneliti
Diharapkan menambah wawasan pengetahuan dan khasanah keilmuan khususnya dalam bidang Karakteristik pendidikan islam yang diterapkan di sekolah .
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Merupakan sumbangan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi lembaga pendidikan, guru, kepala sekolah berkaitan dengan pelaksanaan Karakteristik pendidikan islam di SMP X agar kualitas dan Prestasi belajar siswa di sekolah semakin baik dan meningkat.
3.Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat yang diperoleh bagi Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Islam adalah untuk memberikan wawasan baru tentang Karakteristik pendidikan islam.
4.Manfaat Teoritis
Dapat diketahui konsep dan strategi yang benar tentang Karakteristik pendidikan islam,berdasarkan pengalaman dan penerapan di sekolah, yang pada akhirnya mungkin dapat ditemukan teori-teori baru yang bisa digunakan untuk melengkapi ataupun penyempurnaan teori yang sudah ada.

F. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini di kemukakan : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Penjelasan Masalah, Manfaat Penelitian, Lokasi Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Kajian Teori tentang : Paradigma baru dalam pendidikan islam, Pentingnya guru dalam pengajaran, Profesionalisme Guru, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Keberhasilan Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Upaya Guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam
Bab III Laporan Hasil Penelitian : Gambaran Umum SMP X, Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X, dampak pelaksanaa pendidikan agama di SMP X.
Bab IV Penyajian dan Analisa Data
Bab V Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(KODE : PEND-AIS-0071) : SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masalah seputar kehidupan anak telah menjadi perhatian sejak lama. Apalagi di era globaliasasi saat ini, seiring dengan pergeseran pranata sosial yang mengakibatkan maraknya tindakan asusila dan kekerasan, maka diperlukan adanya perlindungan terhadap hak-hak anak khususnya anak-anak Indonesia.
Akhir-akhir ini sering sekali kita mendengar terjadinya kekerasan terhadap anak. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang melakukan kekerasan pada siswa lainnya, contohnya kasus IPDN, dan lain-lain. Hal ini, tentu mengejutkan bagi kita. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah masih banyak terjadi kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah pun kekerasan dapat terjadi, hal itu dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan anak-anak yang selalu menjadi korbannya. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak seperti contoh, anak akan berkarakter keras, acuh tak acuh, penakut dan masih banyak lagi.
Menurut Rini (2008), di sekolah perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah maupun masyarakat pun perlu diciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Hal itu selaras dengan pasal 54 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi : "Anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lenmbaga pendidikan lainnya".
Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan anak baik dalam lingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal sangatlah diperhatikan oleh pemerintah utamanya oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia. Dimana anak harus merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak, yaitu membuat suasana yang aman, nyaman, sehat dan kondusif, menerima anak apa adanya, dan menghargai potensi anak. Dengan demikian anak bukan lagi sebagai obyek dalam pendidikan namun sebagai subyek, anak bebas berkreasi dalam belajar dengan suasana lingkungan pendidikan yang penuh kasih sayang.
Minimal ada 5 (lima) indikasi sebuah kawasan hidup yang berada dalam kategori ramah anak :
1. Anak terlibat dalam pengambilan keputusan tentang masa depan diri, keluarga, dan lingkungannya.
2. Kemudahan mendapatkan layanan dasar pendidikan, kesehatan dan layanan lain untuk tumbuh kembang.
3. Adanya ruang terbuka untuk anak dapat berkumpul, bermain, dan berkreasi dengan sejawatnya dengan aman serta nyaman.
4. Adanya aturan yang melindungi anak dari bentuk kekerasan dan eksploitasi.
5. Tidak adanya diskriminasi dalam hal apapun terkait suku, ras, agama, dan golongan.
Dari 5 (lima) aspek tersebut dapat tercipta Pendidikan Ramah Anak dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan penuh kasih sayang sebab hubungan yang terjalin dengan rasa cinta dan kasih sayang antara anak dengan guru, orang tua, maupun teman sebayanya sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pembentukan karakter anak yang baik. Karena pendidikan sebagai hak anak adalah kewajiban pertama ada pada pundak orang tua yang bekerjasama dengan guru sebagai pembimbing dan pengarahnya.
Dalam pendidikan Islam, pendidikan ramah anak itupun diterapkan. Sebab dalam pendidikan Islam anak merupakan sejuta energi yang akan menguatkan ikatan cinta, ikatan asa, dan ikatan-ikatan lain. Dalam Islam anak juga memiliki hak yang di tuntut dari orang tua. Diantara hak anak dari orangtua adalah :
1. Hak memperoleh kasih sayang dan perhatian.
2. Hak memperoleh bimbingan.
3. Hak mengutarakan dan di dengarkan pendapatnya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kamudian apabila kamu telah membulat tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa kepada-Nya." (QS. Ali-Imran : 159)
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul "POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ".

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :
1. Bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak ?
2. Bagaimana tinjauan pendidikan Islam dalam pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak?
3. Adakah perbedaan pola pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak.
2. Mengetahui pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam.
3. Mengetahui ada dan tidaknya perbedaan dan persamaan pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam.

D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapakan, yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat akademis adalah :
a. Khazanah ilmiah bagi Fakultas Tarbiyah.
b. Salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan agama Islam.
2. Manfaat teoritis adalah : menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam masalah pendidikan ramah anak.
3. Manfaat praktis adalah :
a. Sebagai bahan acuan dalam pola asuh anak bagi orang tua.
b. Sebagai panduan bagi para calon pendidik maupun pendidik dalam melaksanakan proses balajar mengajar.
c. Sebagai bahan acuan bagi anak dalam bersosialisasi dalam masyarakat.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis mengorganisasikan sistimatika pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan, meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik penelitian data, dan teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak, terdiri dari : pengertian anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, konsep karakter anak meliputi : pengertian karakter, ciri-ciri karakter anak dan pola pembentukan karakter anak. Dan konsep pendidikan ramah anak meliputi; pengertian pendidikan ramah anak, dan pola pendidikan ramah anak.
Bab ketiga adalah landasan teori meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam, meliputi : pengertian anak dalam Islam, konsep karakter dalam pendidikan Islam, terdiri dari; pengertian karakter anak dalam Islam dan pola pembentukan karakter anak dalam pendidikan Islam. Dan konsep ramah anak, terdiri dari; pengertian pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam dan pola pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam.
Bab keempat analisis data meliputi; analisis pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum, pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam, dan analisis konsep pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan Islam.
Bab kelima adalah penutup meliputi : kesimpulan dan saran-saran. Dan dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA


(KODE : PEND-AIS-0070) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai kenakalan siswa adalah masalah yang dirasakan sangatlah penting dan menarik untuk dibahas dan juga harus ditangani secara terpadu dan menyeluruh . Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan masa kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya, atau masa pencarian jati diri, pada usia SMP adalah masa-masa pubertas awal yang dialami hidupnya.
Kualitas kehidupan manusia dalam suatu bangsa dewasa ini adalah sangat ditentukan oleh kualitas para pemudanya, bahkan ditentukan oleh kualitas anak-anaknya, oleh karena itu tuntutan akan pendidikan dewasa ini semakin meningkat. Dikarenakan dorongan yang sangat kuat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sedemikian rupa, maka tidak bisa diabaikan bahwa pendidikan itu memegang peranan penting dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tujuan dari pendidikan itu akan mudah tercapai manakala para pemudanya secara sadar memahami pentingnya suatu pendidikan.
Namun dewasa ini, banyak kita lihat keanekaragaman kenakalan yang dilakukan para remaja sehingga berdampak pula pada tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Kenakalan yang dilakukan para siswa bisa juga kita sebut dengan delinquency siswa, dimana dalam konsep psikologi delinquency berarti kejahatan. Dalam kaitan ini pembatasan dari para ahli hukum Anglo Saxon dapat diterima, bahwa delinquency siswa berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.
Sehari-hari kita sering mendengar bahwa anak-anak yang suka berkelahi dan bertengkar sesama kawannya serta mengeluarkan perkataan yang kotor adalah anak nakal. Apabila kita klasifikasikan secara keseluruhannya, maka ini menimbulkan suatu pengertian "kenakalan anak-anak". Jika yang dipersoalkan sekarang ialah tentang perbuatan kenakalan, maka yang manakah dan yang bagaimanakah yang dirasakan merupakan "kenakalan anak" tersebut, sehingga perlu ditanggulangi secara serius yang mendalam oleh tiap negara.
Fuad Hasan, dalam hal ini mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut : "Delinguency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan."
Thung Tjip Nio, SH, Hakim khusus pada Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk perkara anak-anak mengatakan, "Definisi ini tergantung dari sudut mana kita memandang problema ini, seorang sosiolog akan memberi definisi yang berlainan ".
Dari pendapat-pendapat para ahli ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa delinquency mempunyai sifat yang dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan anti-sosial. Kenakalan ini diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum.
Menurut William C. Kvareceus, ada juga bentuk kenakalan yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum. Kenakalan ini disebut dengan Hidden Delinquency. Diantaranya yaitu :
1. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya : pisau, pistol.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertangggung jawab.
8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan.
9. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya.
Sedangkan kenakalan yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, misalnya :
1. Berjudi sampai mempergunakan uang taruhan atau benda yang lain.
2. Mencuri, mencopet, menjambret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
3. Peggelapan barang.
4. Penipuan dan pemalsuan.
5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan.
6. Perbuatan yang merugikan orang lain.
7. Percobaan pembunuhan.
8. Pengguguran kandungan.
9. Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian.
Kegiatan pendidikan di sekolah, sampai saat ini masih merupakan wahana sentral dalam mengatasai berbagai bentuk kenakalan remaja yang terjadi. Oleh karena itu segala apa yang terjadi dalam lingkungan di luar sekolah, senantiasa mengambil tolak ukur aktivitas pendidikan dan pembelajaran sekolah. Hal seperti ini cukup disadari oleh para guru dan pengelola lembaga pendidikan, dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan memaksimalkan kasus-kasus yang terjadi akibat kenakalan siswanya melalui penerapan tata tertib, pembelajaran moral, agama dan norma-norma susila lainnya.
Pelajar dan pemuda muslim yang kini merupakan mayoritas kawula muda di Indonesia, wajar dan sangat tepat jika senantiasa membina diri, hingga akhirnya memiliki karakter Islami yang penuh dengan keluhuran dan kemuliaan agar tidak terjebak dalam hal-hal yang dilanggar oleh syari'at agama.
Menurut penelitian KOMNAS perlindungan anak, angka prosentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai hingga 62,7%, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97,0% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno.
Sedangkan badan narkotika nasional mencatat jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4.000.000 pengguna dan 20% diantaranya adalah pelajar, 70% siswa SMP dan SMA di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya dan 83.000 pelajar pengguna narkoba (SD, SMP, dan SMA) di 12 kota besar.
Melihat data diatas, pemerintah berupaya memberikan solusi dengan menawarkan sistem baru yang berupa pendidikan berkarakter dengan tujuan meminimalisir jumlah prosentase diatas. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
Diharapkan dari pendidikan karakter ini, lebih-lebih internalisasi nilai-nilai Islami, siswa dapat mencontoh sikap nabinya, Muhammad SAW yang memang menjadi suri tauladan bagi kita, sebagaimana firman Allah :
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Ahzab (33) : 2)
Kedudukan guru dalam setiap mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting dan turut serta mengatasi terjadinya kenakalan siswanya, sebab setiap guru merupakan sosok yang bertanggung jawab langsung terhadap pembinaan moral dan menanamkan norma hukum tentang baik dan buruk serta tanggung jawab seseorang atas segala tindakan yang dilakukan baik di dunia maupun di akhirat.
Namun, tidak hanya guru yang harus terbebani dengan semua ini, segala aspek harus ikut andil dalam mewujudkan pendidikan karakter ini, terlebih orang tua, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Tahrim (66) : 6 :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan "
Secara moralistik, pendidikan karakter merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang sangat tegas menjelaskan bahwa materi pendidikan tersebut adalah nilai-nilai akhlakul karimah. Adapun sejumlah nilai yang harus ditanamkan adalah kejujuran (shidiq), kasih sayang (ar-rahman), tidak berlebih-lebihan (qana'ah), menghormati kedua orang tua (birrul walidain), memelihara kesucian diri (al-iffah) dan bertaqwa.
Mengingat betapa pentingnya peranan remaja sebagai generasi muda bagi masa depan bangsa. Maka masalah tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mencanangkan pendidikan karakter untuk menaggulangi terjadinya delinquency siswa. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti dengan judul : "PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA DI KELAS VIII SMP X".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa persoalan yang perlu diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana karakter siswa kelas VIII dalam pendidikan karakter mata pelajaran PAI di SMP X?
2. Bagaimana bentuk-bentuk delinquency siswa kelas VIII SMP X?
3. Adakah pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas VIII SMP X?

C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui atau mendeskripsikan nilai-nilai karakter dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP X.
2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk delinquency siswa SMP X.
3. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.

D. Manfaat Penelitian
Selain untuk mencapai tujuan yang diharapkan di atas, penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi :
1. Orang tua, yang bertanggung jawab atas pendidikan putra-putrinya, terutama masalah tingkah lakunya. Sehingga dengan penyajian ini dapat diketahui pentingnya pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa.
2. Sekolah, meski dalam kadar minimal, skripsi ini diharapkan dapat menunjang tertibnya sekolah.
3. Penulis, untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan tentang pendidikan karakter terutama dalam menanggulangi delinquency siswa.

E. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari IV (empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan, dalam hal ini membahas secara global yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup, Definisi Operasional, dan Sitematika Pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini akan membahas tentang seputar pendidikan karakter yang terdiri dari definisi, tujuan dan nilai-nilai karakter dalam pendidikan karakter. Serta pembahasan seputar delinquency yang meliputi : definisi, sebab terjadinya serta bentuk-bentuk delinquency siswa. Dan pembahasan yang terakhir tentang pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinguency siswa dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari, jenis penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan instrument penelitian serta analisis data.
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
Berisi tentang deskriptif singkat gambaran umum objek penelitian, nilai-nilai karakter siswa, bentuk/jenis-jenis kenakalan yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP X, dan hasil analisis pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X.
BAB IV PENUTUP
Merupakan konsep akhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
Demikian sistematika pembahasan yang nantinya menjadi penulisan skripsi sesuai dengan urutannya dan setelah sampai pada penutupan kami juga mencantumkan daftar pustaka beserta lampiran-lampiran penutup.
TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0143) : TESIS HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU SMPN (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi pada masyarakat sebagai dampak dari berbagai krisis menuntut aparatur pemerintah untuk mengadakan inovasi-inovasi guna menghadapi tuntutan perubahan yang terjadi pada masyarakat dan berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan perubahan masyarakat. Suatu organisasi yang baik haruslah mampu menyusun kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan yang menjadi perhatian adalah manajemen yang menyangkut pemberdayaan sumberdaya manusia. Dalam rangka mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat yang semakin meningkat khususnya dalam permasalah pendidikan, sudah selayaknya setiap lembaga pendidikan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan menekankan pada peningkatan kinerja guru.
Penilaian Prestasi Kerja yang dilakukan setiap akhir tahun melalui pengisian Daftar Penilaian Prestasi Pekerjaan (DP3) yang dilakukan oleh atasan langsung (Kepala sekolah) merupakan suatu penilaian yang kurang obyektif. Penilaian prestasi kerja yang dilakukan oleh setiap Kepala sekolah bukan berarti penilaian atas prestasi kerja guru yang sebenarnya, tetapi penilaian tersebut merupakan kebiasaan dengan mengacu nilai pada DP3 pada tahun berikutnya. Sehingga bagi guru beranggapan bahwa Penilaian tersebut bukanlah nilai riil atas prestasi kerja, tetapi cenderung merupakan nilai sebagai persyaratan administratif. Oleh karena itu diperlukan penelitian sesungguhnya untuk mengetahui kinerja guru.
Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap kinerja guru. Kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan kemungkinan dapat menimbulkan gairah guru dalam meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas pada saat ini cenderung diminati dan disenangi oleh bawahan. Dengan kepemimpinan model ini kepala sekolah mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, mencipatakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok (Indriyo Gitosudarmo, 2002 : 17)
Dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI X"

B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
2. Apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
3. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri Kecamatan X
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten X
Dengan diketahuinya hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X, maka dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang dalam upaya meningkatkan kinerja guru.
2. Bagi Pihak lain
Untuk menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi pendidikan.
TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0142) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SMA NEGERI SE-KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Personil yang berhubungan langsung dengan tugas penyelenggaraan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya, guru sebagai profesi menyandang persyaratan tertentu sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 39 (1) dan (2) dinyatakan bahwa :
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Tugas guru erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan mutu guru untuk menjadi tenaga profesional. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga professional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk membuat mereka menjadi professional tidak semata-mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melalui pemberian penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar lagi namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalnya sehingga memungkinkan guru menjadi puas dalam bekerja sebagai pendidik.
Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru dalam mengajar. Kinerja guru atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2007 : 94). Kinerja mengajar guru akan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu tugas kepala sekolah selaku manager adalah melakukan penilaian terhadap kinerja mengajar guru. Penilaian ini penting untuk dilakukan mengingat fungsinya sebagai alat motivasi bagi pimpinan kepada guru maupun bagi guru itu sendiri.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam mengajar, namun penulis mencoba mengkaji masalah supervisi yang diberikan oleh kepala sekolah dan motivasi kerja guru. Supervisi dalam hal ini adalah mengenai pelaksanaan pembinaan dan bimbingan yang diberikan oleh kepala sekolah yang nantinya berdampak kepada kinerja mengajar guru yaitu kualitas pengajaran.
Kegiatan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru akan berpengaruh secara psikologis terhadap kinerja guru dalam mengajar, guru yang puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang tinggi maka ia akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat kinerja guru meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang rendah maka guru dalam bekerja kurang bergairah, hal ini mengakibatkan kinerja guru menurun.
Dari informasi yang di lapangan diperoleh data mengenai prosentase angka kelulusan siswa SMA kabupaten X dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami penumnan. Tahun 2007 jumlah siswa SMA yang lulus 96 %, tahun 2008 jumlah siswa SMA yang lulus 94 %, dan pada tahun 2009 jumlah siswa SMA yang lulus adalah 91 %. Menurunnya angka kelulusan ini tidak terlepas dari andil guru yang sangat berperan dalam proses pembelajaran, ini menunjukkan kinerja guru dalam mengajar perlu dipertanyakan.
Disamping itu dilapangan juga ditemukan indikasi yang menunjukkan bahwa kinerja sebagian guru masih kurang maksimal, seperti : kedatangan terlambat, tidak memberitahu ketidakhadiran, datang ke sekolah tanpa persiapan mengajar. Banyak guru kurang berhasil dalam mengajar dikarenakan mereka kurang termotivasi untuk mengajar sehingga berdampak terhadap menurunnya kinerja guru. Untuk itu diperlukan peran kepala sekolah sebagai supervisor dapat memberi bantuan, bimbingan, ataupun layanan kepada guru dalam menjalankan tugas maupun dalam memecahkan hambatannya dan memotivasi para guru untuk meningkatkan kinerjanya.
Selain itu pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah belum maksimal. Secara umum persoalan tersebut meliputi : kualitas dan kuantitas supervisi dari kepala sekolah yang masih tergolong rendah. Tinggi rendahnya peran kepala sekolah sebagai supervisor menjadi hal yang patut untuk dipertanyakan, hal ini dikarenakan banyaknya tugas dan tanggungjawab kepala sekolah menjadi salah satu alasan minimnya pelaksanaan supervisi di sekolah. Bahkan tidak jarang kepala sekolah hanya menekankan pada sisi tanggungjawab administratif guru tanpa memperhatikan pembinaan kompetensi profesionalnya yang jauh lebih penting. Pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah harus dilakukan secara kontinyu mengingat peningkatan kompetensi profesional guru tidak bisa dilakukan secara instan. Sebagai supervisor, kepala sekolah harus mampu memahami karakteristik dan kondisi setiap guru sehingga apa yang menjadi esensi ataupun tujuan supervisi dapat tercapai. Selain itu kepala sekolah juga harus bisa merencanakan, melaksanakan, dan membuat tindak lanjut dari hasil pelaksanaan supervisi. Melalui peran kepala sekolah sebagai supervisor tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap motivasi kerja dan kinerja guru selain dari usaha yang dilakukan oleh guru itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru. Dilatar belakangi kondisi saat ini sebagaimana paparan di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan isu utama pertanyaan : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi bahwa guru sebagai sumber daya merupakan komponen yang sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru berada pada posisi strategis, dimana guru berintegrasi secara langsung dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja mengajar guru. Semakin tinggi kinerja yang ditunjukkan maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal, sehingga mutu pendidikan secara umum akan berkembang ke arah yang lebih baik.
Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak padapembahan kinerja mengajar guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang dapat diungkap antara lain :
- Faktor internal mencakup : kemampuan, intelegensi, sikap, minat dan persepsi, motivasi kerja, pengalaman kerja.
- Faktor eksternal mencakup : sarana dan prasarana, gaya kepemimpinan, supervisi, struktur tugas, insentif, suasana kerja serta lingkungan kerja.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan idetifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, terungkap berbagai faktor yang diduga turut mempengaruhi kinerja guru. Guna untuk memperoleh penelitian yang jelas, maka peneliti hanya akan meneliti dua dari faktor tersebut yang diduga memberikan kontribusi yang dominan terhadap kinerja mengajar guru, yaitu faktor supervisi dan motivasi kerja guru. Hal ini bukan mengabaikan faktor-faktor yang lain, akan tetapi mempertimbangkan fenomena yang sering ditemukan di lapangan dan keterbatasan kemampuan peneliti untuk meneliti semua faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Miharja dalam tesisnya berjudul "Hubungan Antara Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah dan Kondisi Sarana Olahraga dengan Kinerja Mengajar Guru Pendidikan Jasmani (analisis persepsi guru dalam meningkatkan kemampuan guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya)" menyimpulkan ada hubungan positif antara pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan kondisi sarana olahraga dengan kinerja mengajar guru pendidikan jasmani. Sejalan dengan penelitian tersebut, Solihin dalam tesisnya berjudul "Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Mengajar Guru Bantu (studi kasus pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tasikmalaya)" menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru bantu. Namun untuk penelitian tentang supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja mengajar guru berdasarkan kajian pustaka yang peneliti telusuri belum ada yang melakukan, oleh karena itu topik tersebut perlu diteliti.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Kontribusi Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kinerja Mengajar Guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X".

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini difokuskan pada : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci ke dalam sub masalah dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
3. Bagaimana gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
4. Apakah supervisi kepala sekolah berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
5. Apakah motivasi kerja guru berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
6. Apakah supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum ingin mengetahui sejauh mana kontribusi serta keterkaitan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
2. Gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
3. Gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
4. Kontribusi supervisi kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
5. Kontribusi motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
6. Kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperluas dan mengembangkan kajian disiplin ilmu administrasi pendidikan, terutama mengenai supervisi kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kinerja mengajar guru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan konsep ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai peran guru sebagai tenaga pendidik dalam melakukan pembelajaran di sekolah, sehingga tenaga pendidik dapat melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a. Bagi guru umumnya dan khususnya guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola pengembangan kinerja mengajar guru yang akan datang, dan memberi dorongan bagi para guru untuk meningkatkan kinerjanya melalui supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja yang nantinya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X sebagai masukan dan perbandingan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerja mengajar guru melalui pengembangan supervisi dan motivasi kerja guru.
c. Bagi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten X sebagai masukan mengenai materi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja pada guru dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan dan peningkatan kinerja bagi para guru.
d. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya di bidang yang sama.
TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0141) : TESIS HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SD X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang Masalah
 Pendidikan Nasional bertugas dan ber-tanggung jawab untuk menghantar bangsa ini agar siap menyonsong dan mampu menghadapi terpaan gelombang dahsyat dengan adanya era globalisasi dan perubahan menjadi peluang dan kemudian mengelolanya menjadi kekuatan yang mampu meningkatkan kualitas hidup kehidupan bangsa dan negara di masa depan. Pendidikan perlu mengambil posisi dan peran nyata yang dinamis, proaktif, interaktif, serta berorientasi ke masa depan. artinya pendidikan harus mampu bergerak lugas dalam menghadapi rintangan-rintangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Dalam pendidikan perlu dikembangkan strategi-strategi yang tepat untuk mendayagunakan peluang yang dibuka oleh pemerintah dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi yang sudah digulirkan. Strategi pendidikan terarah pada pemanfaatan kondisi yang ada agar peserta didik mampu dan mau memecahkan sendiri permasalahan yang dihadapi dengan sumber-sumber yang tersedia dilingkungannya, sehingga pendidikan tidak dihindari masyarakat tetapi dicari karena kebermaknaannya. Pemerintah saat ini sedang berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat di segala bidang. Untuk mempercepat tercapainya usaha tersebut, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang sangat penting. Dikatakan demikian karena dalam menghadapi tantangan kehidupan yang makin dinamis dan akseleratif, dibutuhkan insan pembangunan yang berkualitas dan handal.
Sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain ditunjukkan oleh kinerja dan produktivitas yang tinggi. Kinerja seseorang berkaitan dengan kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas dan pekerjaan. Demikian halnya dengan kinerja guru, yang mana kinerja guru ini dapat dilihat dari dua sudut administrasi dan pengembangan profesi. Secara administrasi kinerja guru dapat diketahui dari kemampuan dan kompetensi dalam : (1) semangat, (2) kreatif, (3) komunikatif dan (4) kompetensi paedagogis (kemampuan melaksanakan didaktik dan metodik).
Kedisiplinan berfungsi sebagai pendorong semangat kerja untuk mencapai tujuan dengan penuh rasa tanggung jawab, tanpa keluhan-keluhan yang berarti. Seorang guru, hendaknya senantiasa ada di tengah-tengah masyarakat dengan memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan semangat.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan produk dari pelaksanaan pembangunan yang dinamis sesuai dengan pefkembangan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Untuk memacu potensi sumber daya manusia Indonesia yang terus bertambah jumlahnya, pemerintah telah menetapkan sistem pendidikan nasional. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan, dengan tujuan pembangunan nasional. Khususnya pelaksanaan pendidikan, mempunyai peranan dan posisi strategis terutama dalam mengoptimalkan potensi sumber daya manusia.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang secara efektif dimulai tahun 2001, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidi kan nasional sehingga dapat diwujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan dan keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Salah satu strategi yang ditempuh adalah meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan program-program pendidikan.
Namun demikian, masih terdapat kendala yang harus ditangani dalam pelaksanaan program pendidikan di Kabupaten X, yakni : (1) masih kurangnya jumlah dan mutu tenaga profesional guru dalam mengelola, mengembangkan, dan melembagakan pendidikan; (2) masih terbatasnya sarana dan prasarana untuk menunjang penyelenggarakan pendidikan maupun proses belajar mengajar dalam rangka memperluas kesempatan, peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan sesuai dengan kebutuhan pembangunan; (3) terselenggaranya kegiatan pendidikan di lapangan sangat dipengaruhi keberadaan tenaga sukarela yang tidak ada kaitan strutural dengan pemerintah.
Saat ini kinerja guru dirasakan masih rendah ini terbukti dengan tingkat disiplin yang masih rendah, frekuensi pelatihan yang bisa dibilang masih kurang. Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kinerja guru tersebut. Kinerja guru dalam penelitian ini mencakup hal : penyusunan rencana belajar mengajar, pelaksanaan belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi dan analisis hasil evaluasi, pelaksanaan bimbingan, penyusunan laporan hasil belajar mengajar serta pengadministrasian berbagai kegiatan.
Gambaran umum atas kondisi kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X yang menyertai uraian latar belakang masalah penelitian di atas, memberikan landasan bagi peningkatan kinerja guru yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Penulis berniat untuk mengadakan penelitian terhadap kinerja guru yang berkaitan dengan kedisiplinan dan pelatihan. Dalam hal ini peneliti mengambil judul penelitian : "HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X".

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Apakah variabel Kedisiplinan dan Pelatihan secara bersama-sama/simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
2) Apakah variabel Kedisiplinan dan Pelatihan secara masing-masing/parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X ?
3) Dari kedua variabel yang mempengaruhi kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X, variabel manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kinerja ?

C. Pembatasan Masalah
Masalah didalam dunia pendidikan sangatlah luas antara lain mencakup permasalahan guru, permasalahan siswa, permasalahan didalam proses kegiatan belajar-mengajar, adaptasi dengan lingkungan sekitar, kurikulum yang digunakan, dan lain sebagainya.
Agar cakupan masalah yang diteliti didalam penelitian ini tidak terlalu luas sehingga akan menimbulkan kesalahpahaman, maka permasalahan dalam penelitiaan ini perlu dibatasi dengan tujuan untuk lebih memperdalam masalah yang dikaji. Karena kualitas penelitiaan ilmiah tidak terletak pada keluasan masalah yang diteliti, namun lebih kepada kedalaman pengkajiaan didalam memecahkan permasalahan. Pembatasan masalah didalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat disiplin guru yang masih rendah.
2. Frekuensi pelatihan yang masih kurang.

D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh variabel Kedisiplinan Kerja dan Pelatihan secara bersama-sama/simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
2) Untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh variabel Kedisiplinan Kerja dan Pelatihan masing-masing/parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
3) Untuk mendeskripsikan variabel yang paling dominan terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan X.
TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)

TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0140) : TESIS KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN 


A. Latar Belakang
Persaingan di era globalisasi sebagai hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menuntut setiap individu dan masyarakat untuk memiliki kemampuan atau kompetensi. Kompetensi bidang Iptek yang juga meliputi kompetensi dalam bidang bahasa asing, seperti bahasa Inggris sangat diperlukan mengingat bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang digunakan dalam hubungan antar bangsa, baik itu di bidang perdagangan, komunikasi, pendidikan, pariwisata dan lain sebagainya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa Inggris merupakan suatu keharusan untuk bertahan dalam kompetisi global.
Muatan pendidikan yang menekankan kecakapan atau keterampilan hidup (life skills) antara lain ditunjukkan dengan kemampuan berbahasa asing di samping berbahasa Indonesia. Sebagai alat komunikasi, bahasa Inggris menjadi "the world standard language". Oleh karena itu bahasa Inggris menjadi salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai setiap siswa agar mereka memiliki keunggulan kompetitif. Kemampuan atau kompetensi ini diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan yang bermutu.
Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi pemerintah saat ini. Berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan telah banyak dilakukan seperti penyediaan media pembelajaran dan sarana prasarana pendidikan namun solusi yang ditawarkan tersebut belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Di tingkat lokal, lebih khusus lagi seperti yang terjadi di Provinsi Y, mutu pendidikan juga masih belum menggembirakan. Pada tahun 2009, perolehan hasil UN Bahasa Inggris SMP untuk Kota X berada pada kualifikasi C, masih jauh dibawah hasil UN yang diraih kabupaten lainnya di Lombok yang berada pada kualifikasi B (Puspendik : 2008). Hal ini terlihat ironis sekali mengingat Kota X merupakan Ibu Kota Provinsi yang sarana prasarana pendidikan relatif tersedia dan mendukung pembelajaran mestinya nilainya akan lebih bagus. Disamping itu, X mengembangkan pariwisata dan sangat dekat dengan daerah-daerah wisata bertaraf internasional yang mestinya akan menjadi faktor pemacu kemampuan anak didik dalam penguasaan bahasa Inggris.
Porsi pembelajaran bahasa Inggris di SMP sebenarnya cukup memadai karena merupakan mata pelajaran wajib. Di SMP, bahasa diajarkan selama empat jam pelajaran (@45 menit) per minggu. Dalam satu tahun akademik yang berjumlah 36 minggu, siswa SMP mendapatkan pelajaran hahasa Inggris selama 130 jam pelajaran dan 368 jam pelajaran dalam tiga tahun. Hal ini merupakan jumlah waktu yang sangat signifikan untuk bisa menguasai bahasa asing pada tingkatan literasi functional yang sederhana.
Tersedianya waktu yang memadai bukanlah merupakan suatu jaminan tercapainya tujuan yang diharapkan bersama jika faktor-faktor lainnya tidak diakomodir. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa guru bahasa Inggris di Indonesia sebagian besar berbahasa Inggris hanya kalau sedang membaca bacaan, pertanyaan yang ada di buku dan instruksi-instruksi tertulis (Depdiknas, 2005) sedangkan kegiatan lain diselenggarakan dalam bahasa Indonesia. Misalnya memeriksa kehadiran, mengatur atau mengelola kelas, memberi komentar-komentar; semuanya dilakukan dalam bahasa Indonesia. Padahal, justru bahasa ungkapan-ungkapan Inggris yang 'bukan pelajaran' inilah yang potensial untuk membangun pengembangan berbahasa. Scaffolding talk atau omongan guru yang diharapkan menyertai seluruh proses belajar mengajar seringkali tidak muncul di dalam kelas, sehingga merupakan hal yang ironis jika kita berharap agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris namun guru tidak berbahasa Inggris di dalam kelas.
Ada banyak faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu pendidikan, seperti raw input (siswa), instrumental input, environmental input dan proses pendidikan (Sukmadinata, N.S., 2006). Faktor-faktor tersebut dapat dipersempit menjadi dua yakni faktor yang berasal dari dalam dan dari luar siswa/ lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan dominan menurut Sudjana (2009) adalah pengajaran. Ini berarti pengelolaan pembelajaran memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu hasil belajar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana pada tahun 1984 (Sudjana, N.,2009 : 42) kaitannya dengan mutu pengajaran menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor guru, yang meliputi kemampuan guru mengajar 32,43%, penguasaan materi 32,58%dan sikap guru terhadap mata pelajaran 8,60%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor guru dalam pengelolaan pembelajaran memiliki andil yang besar terhadap mutu hasil belajar siswa.
Besarnya pengaruh pengelolaan pembelajaran tersebut memerlukan adanya pemberdayaan guru dalam artian peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Kepala sekolah dan pengawas mata pelajaran sebagai supervisor memiliki tugas dalam hal ini. Namun terdapat banyak permasalahan bidang supervisi yang tentunya akan mempengaruhi hasil atau mutu pengelolaan pembelajaran. Pidarta (2009 : 20-28) mengutarakan beberapa permasalahan supervisi, dua diantaranya adalah masalah pengadaan calon supervisor kurang tepat, dan pendidikan dan pengembangan supervisor kurang memadai.
Terkait dengan pendidikan dan pengembangan supervisor, sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menyiapkan calon pengawas. Pengawas yang diangkat diambil dari kepala sekolah dan atau guru senior yang sebelum diangkat biasanya ditatar hanya beberapa minggu saja kemudian mereka memulai pekerjaan mereka. Karenanya, kemampuan sebagai supervisor sebenarnya belum lengkap. Kemampuan mereka lebih ke arah kemampuan sebagai kepala sekolah atau guru, sehingga tidak banyak di antara mereka yang langsung ke kelas melihat bagaimana guru mengajar. Lebih jauh lagi, pendidikan khusus bagi calon pengawas sangatlah penting karena pengawas adalah gurunya guru. Jadi, mereka harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan lebih bagus daripada guru.
Adapun pengadaan calon pengawas saat ini masih kurang tepat (Pidarta.Md : 2009). Saat ini pengawas yang dipilih diangkat oleh walikota/bupati. Pidarta melihat proses pengangkatan pengawas saat ini belum demokratis. Mestinya proses pengangkatan dilakukan mulai dari pemilihan yang dilakukan di kalangan pendidik karena mereka tahu kualifikasi setiap guru yang pantas sebagai pengawas. Hal ini penting untuk mendapatkan pengawas yang berpengalaman sekaligus memiliki keahlian sebagai pengawas.
Sementara itu, strategi input-output yang dilakukan selama ini untuk perbaikan mutu pendidikan dengan menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan materi ajar dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya dipenuhi maka output dalam hal ini mutu pendidikan secara otomatis akan terjadi. Kenyataannya strategi ini tidak berfungsi, karena selama ini terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan (Umaedi : 1999).
Kurangnya perhatian pada proses pengelolaan pembelajaran dipandang memberikan andil yang besar terhadap buruknya mutu pendidikan, memungkinkan menjadi salah satu penyebab utama keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia secara umum. Kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, khusus proses pembelajaran yang terjadi di kelas sangat menentukan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan peluang atau keleluasaan kepada guru sebagai pelaksana pembelajaran untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah merancang silabus, menentukan strategi pembelajaran, dan sistem penilaiannya. Namun, keleluasaan yang diberikan kepada guru perlu diikuti dengan kontrol dan supervisi sebagai tindakan pencegahan dan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah
Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Teori peningkatan mutu "Model Empat" (Zamroni, 2007 : 11-12) menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hasil dari pengaruh langsung proses belajar mengajar (PBM). Mutu PBM akan mencerminkan mutu sekolah. Salah satu komponen sekolah yang langsung terlibat dalam PBM di sekolah adalah guru. Kemampuan guru dalam pengelolaan PBM akan sangat berpengaruh terhadap hasil PBM itu itu sendiri, dalam artian mutu hasil belajar siswa. Karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang guru untuk memiliki kompetensi pengelolaan pembelajaran sesuai dengan yang dipersyaratkan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
Perolehan nilai bahasa Inggris siswa SMP di Kota X yang berada di bawah SMP di kabupaten lainnya sangat dimungkinkan oleh faktor pengelolaan pembelajaran yang masih perlu perhatian. Sesungguhnya, faktor pengelolaan pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi output siswa, namun faktor ini memiliki peran yang sangat besar. Pengelolaan pembelajaran mencakup : perencanaan pembelajaran, PBM, penilaian hasil belajar, dan tindak lanjut hasil penilaian. Kemampuan guru dalam mengendalikan mutu pada tahapan-tahapan dalam pengelolaan pembelajaran tersebut akan berimplikasi terhadap hasil belajar siswa.
Untuk memastikan bahwa setiap guru di sekolah telah memenuhi standar kompetensi pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari kompetensi penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi belajar peserta didik, dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik maka dibutuhkan profesional yang terus menerus melakukan pengembangan profesionalisme guru, dan melakukan bimbingan dan supervisi kepada guru dalam kaitannya dengan pembelajaran.
Sebagai supervisor, pengawas mata pelajaran dituntut untuk mampu melakukan supervisi dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan sehingga kegiatan pendidikan di sekolah, utamanya kegiatan pembelajaran, menjadi terarah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Supervisi ini merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga pendidik dan kependidikan tidak melakukan penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal yang lebih khusus mengenai pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, pengawas mata pelajaran bahasa Inggris memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru bahasa Inggris karena pengawas memiliki pengetahuan tentang seluk beluk dan karakter mata pelajaran, memiliki keterampilan dan pengalaman khusus dalam pengelolaan bahasa Inggris.
Sehubungan dengan hal itu, maka permasalahan yang muncul adalah seberapa besar atau sejauhmana supervisi yang dilakukan pengawas mata pelajaran dalam meningkatkan mutu pengelolaan pembelajaran yang berimbas pada pencapaian hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu, permasahan yang pokok yang akan diteliti dalam kegiatan penelitian ini adalah bagaimana kontribusi supervisi terhadap mutu pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, dan kontribusi mutu pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa SMP Negeri di Kota X.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran mutu hasil belajar Bahasa Inggris yang dicapai siswa SMP Negeri di Kota X ?
2. Bagaimanakah gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru SMP Negeri di Kota X ?
3. Bagaimanakah gambaran supervisi oleh pengawas mata pelajaran dalam kaitannya dengan proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar Bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
4. Bagaimana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
5. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
6. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
7. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X, dan kontribusi kegiatan supervisi dan proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
2. Mendapatkan gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
3. Mendapatkan gambaran pelaksanaan supervisi oleh pengawas mata pelajaran bagi proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
4. Mengetahui sejauhmana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
5. Mengetahui kontribusi supervisi oleh pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
6. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
7. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penelitian ini yakni manfaat dari segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini mengajukan beberapa teori yang digunakan menyangkut mutu hasil belajar, pengelolaan pembelajaran dan supervisi, serta keterkaitan variabel-variabel tersebut dalam kerangka penjaminan mutu.
Temuan penelitian ini diharapkan sebagai verifikasi keabsahan teori-teori yang digunakan.
b. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya yang mengkaji permasalahan-permasalahan berkaitan dengan penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk :
a. Sekolah
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai refleksi gambaran kegiatan yang dilakukan oleh guru sehingga diharapkan dapat menguatkan peran guru dalam menyikapi pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris sehingga mutu hasil belajar bahasa Inggris akan semakin baik. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah, dengan instructional leadership yang dimilikinya, untuk melakukan kegiatan continous improvement bagi guru dalam proses pengelolaan pembelajaran.
b. Dinas Pendidikan Kota X
Hasil penelitian akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu pengelolaan pembelajaran dan supervisi sehingga mutu hasil belajar dapat dijamin. Dari masukan yang diberikan, Dinas Pendidikan Kota X diharapkan akan dapat mendisain program-program kegiatan bagi guru sehingga pengelolaan pembelajaran dapat lebih bermutu sehingga akan berimplikasi kepada peningkatan mutu hasil belajar, lebih khusus lagi dalam hal ini mutu hasil belajar bahasa Inggris. Juga mengoptimalisasi kegiatan supervisi dengan makin menggerakkan para pengawas mata pelajaran bahasa Inggris dalam kegiatan supervisi.
c. LPMP
Temuan penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam merancang program-program peningkatan kemampuan guru bahasa Inggris SMP dalam pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris dan peningkatan kemampuan supervisi bagi pengawas mata pelajaran.
TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)


(KODE : PASCSARJ-0139) : TESIS KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU DENGAN KINERJA GURU SMPN X (PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi akibat reformasi menuntut organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan inovasi-inovasi guna menghadapi tuntutan perubahan dan berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan. Suatu organisasi haruslah mampu menyusun kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan termasuk kebijaksanaan kepala sekolah yang menyangkut pemberdayaan sumber daya manusia.
Semangat Otonomi Daerah telah memberi angin segar terhadap otonomi pendidikan. Pemerintah kabupaten dan kota diberikan kesempatan untuk menyusun rencana strategis dalam upaya peningkatan mutu, pemerataan, dan pemberdayaan sumber daya. Selanjutnya, di samping tetap mengacu kepada kurikulum nasional pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada daerah untuk menyusun kurikulum daerah. Kurikulum disusun berdasarkan potensi dan kebutuhan daerah. Kebijakan pemerintah pusat sudah dilimpahkan kepada kabupaten dan kota. Permasalahan sekarang bagaimana peluang ini dimanfaatkan secara optimal oleh kabupaten dan kota, dalam hal ini Dinas Pendidikannya masing-masing.
Otonomi Pendidikan juga memberikan kewenangan kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan, termasuk di dalamnya menyusun rencana strategis sekolah, memberdayakan sumber daya manusianya, mengelola keuangan sekolah, dan tak kalah pentingnya bagaimana upaya sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Aparat sekolah akan berupaya bagaimana strategi yang dirancang secara bersama-sama dapat menjadikan sekolah yang bersangkutan menjadi bermutu, dan memiliki ciri khas yang terandal, dan menjadi sekolah terdepan. Dalam upaya menjadikan sekolah menjadi bermutu itulah dibutuhkan adanya kinerja guru yang tinggi.
Peran kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah memegang peranan penting dalam upaya menggerakkan jajaran guru untuk memiliki kinerja yang tinggi, dengan kepemimpinan yang selaras dengan lingkungan kerja, dan koordinasi yang matang. Kepala sekolah diharapkan mampu mengikutsertakan guru untuk melakukan proses pembelajaran secara optimal.
Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang bermutu sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta menjabarkan kebijakan, strategis dan program operasional pendidikan. Ini berarti bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan layanan professional tenaga pendidikan perlu dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Oleh sebab itu sekolah sebagai unit kerja terdepan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan riil di bidang pendidikan, sudah saatnya untuk memiliki otonomi kerja dalam menjalankan manajemen di sekolahnya. Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang professional, mereka diharapkan mampu menampilkan dan mengembangkan diri sesuai dengan potensinya yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Institusinya. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal menjadi semakin meningkat.
Namun berdasarkan penelitian masih ditemui berbagai hambatan di lapangan, terutama berkenaan dengan tujuan kearah yang dimaksud. Hambatan itu bisa ditemui antara lain : secara operasional, kepala sekolah belum memiliki kriteria baku bagi manajemen mutu sekolah, karena dalam serial buku pedoman peningkatan mutu dari Depdikbud belum tertuang secara ekplisit. Salah satu dari serial buku diatas, yaitu pedoman penyelenggaraan ssekolah, menjelaskan bahwa mutu sekolah bukan sekedar dilihat dari nilai-nilai formal yang dicapai siswa, melainkan akan tampak pula dari penampilannya di semua komponen yang dinilai, misalnya : kemampuan sekolah untuk mencapai prestasi formal yang bermutu, keikutsertaan dalam perlombaan, pementasan kesenian di tingkat daerah maupun nasional, mengirim perwakilan dalam berbagai kegiatan di lingkungan Diknas maupun atas permintaan dari instansi lainnya. Secara khusus, para kepala sekolah menentukan ukuran mutu dan maknahasil belajar. Walaupun demikian, peranan kepala sekolah sangatlah diperlukan untuk merealisasi target mutu sekolah menengah, sebagaimana diharapkan oleh berbagai pihak yaitu dapat memuaskan harapan orang tua, dunia kerja serta masyarakat pada umumnya. Kepuasan mereka pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan terhadap sekolah.
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanankan tugas tersebut dengan sebaik baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis (technical skill), ketrampilan berkomunikasi (human relations skill), dan ketrampilan konseptual (conceptual skill).
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dalam melaksanakan tugas.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya. Ketertiban kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat.
Demikian halnya dengan motivasi guru baik dari dalam maupun dari luar diri seseorang, motivasi dari dalam berhubungan dengan kesadaran dari diri guru sendiri, untuk dapat bekerja dengan lebih baik. antara lain : keinginan guru untuk mencerdaskan siswa dapat memberikan dorongan kepada dirinya untuk melaksanakan tugas pembelajaran dengan lebih baik, guru yang demikian memiliki kecenderungan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kemampuannya sebagai pendidik. Berbagai faktor eksternal yang memungkinkan guru dapat termotivasi diantaranya adalah kompensasi baik berupa materi misalnya gaji, tunjangan dan lain-lain, juga kompensasi yang berupa non materi misalnya pengembangan karir memiliki daya dorong yang cukup signifikan dalam usaha peningkatan kinerja guru.
Kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional; menghindarkan diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerjasama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, sebaliknya perlu terciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri; menghindarkan diri dari wacana retorika, sebaliknya perlu membuktikan memiliki kemampuan unjuk kerja profesional, menghindarkan diri dari sifat dengki dan kebencian, sebaliknya harus menumbuhkembangkan antusiasme kerja guru; menghindarkan diri dari suka menyalahkan guru, tetapi harus mampu membetulkan (mengoreksi) kesalahan guru; dan menghindarkan diri agar tidak menyebabkan pekerjaan guru menjadi membosankan, tetapi sebaliknya harus mampu membuat suasana kerja yang membuat guru tertarik dan betah melakukan pekerjaannya. Disamping dituntut untuk terus melakukan motivasi seorang kepala sekolah harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kinerja guru.
Selain kepemimpinan, dan motivasi kerja, faktor lain yang dapat meningkatkan kinerja guru adalah lingkungan kerja, suasana lingkungan sekolah yang menyenangkan dan aman memungkinkan guru dapat bekerja lebih baik. Tetapi sebaliknya lingkungan sekolah yang kurang menyenangkan menyebabkan guru enggan untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
Wahjosumidjo (1999 : 25) mengemukakan pengertian motivasi sebagai konsep manajemen dalam kaitannya dengan kehidupan sekolah dan kepemimpinan, adalah sebagai berikut : Motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri sendiri untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Yusuf Irianto (2003) mengemukakan keterkaitannya antara motivasi dan semangat kerja pegawai, sebagai berikut : Motivasi merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan peningkatan prestasi kerja dirinya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa keberhasilan pemimpin diperlukan pengetahuan dan kemampuan menciptakan situasidan iklim kerja yang kondusif, sehingga menimbulkan motivasi pada guru. Selain memotivasi juga harus mampu memberikan siri tauladan atau contoh yang baik kepada bawahan, guna menumbuhkembangkan prestasi kerja bawahannya.
Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di SMP khususnya di SMP Negeri Kecamatan X, kinerja guru sangat diperlukan. Kinerja Guru merupakan penampilan hasil karya guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain : karakteristik pribadi, motivasi, pendapatan gaji, keluarga, organisasi, dan supervisi, pengembangan karir (Yaslis Ilyas, 1999 : 112).
Berbagai permasalahan yang terkait dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, antara lain : masih adanya beberapa guru yang menunjukkan kinerja kurang, namun demikian tidak jarang pula guru yang telah menunjukkan kinerja yang tinggi. Tinggi rendahnya kinerja guru tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor seperti karakteristik pribadi, motivasi, pendapatan gaji, keluarga, organisasi, dan supervisi pengembangan karir.
Dari uraian dan permasalahan tentang kinerja guru tersebut, penelitian ini mengungkap pengaruh kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, dengan judul "KORELASI KEPEMIMPINAN KEPALA SKEOLAH DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI KECAMATAN X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?
2. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?
3. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui signifikasi korelasi kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui signifikasi korelasi motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.
3. Untuk mengetahui signifikasi korelasi antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan motivasi kerja dengan kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai peranan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri Kecamatan X, ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu :
1. Manfaat Teoritis.
Memberikan kontribusi kepada para pelaksana Dinas Pendidikan Kabupaten X dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan usaha dalam meningkatkan dengan kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama.
2. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran guna pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya dan Dinas Pendidikan Kabupaten X pada khususnya yang langsung berkaitan dengan kinerja guru Sekolah Menengah Pertama.
TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)

TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)


(KODE : PASCSARJ-0138) : TESIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN PADA SMP X (PROGRAM STUDI : PENGEMBANGAN KURIKULUM)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi umat manusia merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dan strategis sifatnya. Tingkat pendidikan suatu bangsa akan menunjukkan tingkat kemajuan bangsa tersebut. Tingkat pendidikan seseorang akan menjadi salah satu indikator status sosial seseorang dalam kehidupannya ditengah-tengah masyarakat. Kiranya penting bahwa pendidikan perlu ditangani secara serius, baik oleh pemerintah, masyarakat dan orang tua secara baik, sehingga penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan harapan kita semua. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungj awab.
Masyarakat kini semakin menyadari akan pentingnya pendidikan, hal ini terbukti dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat akan pemenuhan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kekuatan yang memegang peranan yang amat penting dalam menumbuhkan jati diri serta kemampuan menseleksi seseorang. Pendidikan dapat memberikan manfaat pribadi maupun manfaat sosial.
Dengan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai dengan produktif, sehingga akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk peningkatan kesejahteraan kelak. Dengan kata lain pendidikan merupakan investasi yang sangat potensial dan berharga bagi pengembangan sumber daya manusia.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan pendidikan sekolah menengah pertama merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi sesuai dengan program pemerintah untuk melaksanakan wajib belajar sembilan tahun (SD dan SMP). Pendidikan pada sekolah menengah pertama bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepada para peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya. Pendidikan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia pendidikan global.
Pada tahap selanjutnya tentu saja akan berpengaruh terhadap orientasi dari pendidikan. Guru dilihat dari segi profesinya merupakan posisi penting dan menjadi ujung tombak dalam realisasi proses pembelajaran serta langsung berhadapan dengan peserta didik. Berbagai peranan yang merupakan konsekwensi dari status yang disandangnya melekat dan senantiasa menjadi acuan pokok dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya yang berada dalam lingkup profesi sebagai guru.
Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi pendidikan di tingkat persekolahan, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan peserta didik.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menjadi mungkin apabila terdapat kesenjangan antara ilmu yang didapat di dalam kelas dengan perkembangan ilmu di luar kelas, maka tantangan yang dihadapi guru menjadi semakin memacu diri untuk bisa menjadi pionir dalam memotivasi peserta didik agar memiliki kekuatan yang akan bisa mengakulturasi setiap perkembangan dalam masyarakat sehingga pada tahap selanjutnya kemampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang mampu mendorong peserta didik untuk menggali, mengetahui, memahami dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan inti dari proses pembelajaran yang harus di inovasi oleh guru profesional.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi hal yang usang, mengingat hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas serta bergesernya posisi guru sebagai pendidik menjadi sosok tanpa makna dimata peserta didik dan peserta didikpun tidak akan memiliki kekuatan dalam melakukan discovery yang akan menjadikan dirinya matang dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bertambahnya wawasan guru dalam materi pembelajaran dan usaha guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya dalam bidang pendidikan terutama dalam mengelola pembelajaran merupakan prasyarat mutlak, mengingat situasi yang ada di sekitar peserta didik sudah begitu bervariasi. Pola pergaulan dan perkembangan teknologi informasi dengan loncatan yang begitu dahsyat, menjadikan sosok peserta didik akan sulit diduga mengingat semakin banyaknya informasi yang diserap oleh peserta didik di luar kelas, akan memberikan bentuk tampilan baru dari prilaku peserta didik, dan hal tersebut merupakan awal dari kesulitan guru untuk mengetahui minat peserta didik. Kurangnya pengetahuan guru tentang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, akan menghasilkan pembelajaran yang tidak bermakna.
Salah satu langkah antisipasi dari hal tersebut adalah guru harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan sebuah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tersebut penciptaan suasana yang akan membangkitkan motivasi peserta didik untuk menggali dan mengetahui informasi yang dia butuhkan, akan memacu proses kejiwaan peserta didik memahami apa tujuan dari pembelajaran serta apa yang dia butuhkan dengan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Keberadaan kurikulum merupakan diskursus yang terus mendapat perhatian dari para pemegang kebijakan, sehingga dalam perkembangan pendidikan bangsa bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil dari penyempumaan dan pengembangan kurikulum sebelumnya. Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan dan penyempumaan sejak puluhan tahun yang silam, tetapi mutu pendidikan masih jauh dari yang diharapkan bangsa. Hal ini berarti bahwa diperlukan perhatian yang serius dari para praktisi pendidikan dan dukungan dari berbagai elemen untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Pada kenyataan di lapangan upaya pemerintah yang dilakukan hanya sebatas penyempumaan kurikulum tetapi kurang memperhatikan atau memperbaiki infrastruktur serta faktor-faktor pendukung lainnya, baik berupa sarana maupun perlengkapan media pembelajaran sebagai penunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan secara integral. Sebagai pelaksana kurikulum di kelas, guru mempunyai peranan yang dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sukmadinata (2006 : 191). "pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan, ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakekat pendidikan".
Dari ketiga komponen utama pendidikan peran pendidik menempati posisi utama dari dua komponen lainnya dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan guru, dengan demikian secara kualitatif hasil belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dalam proses belajar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, guru seyogyanya memahami perkembangan kognitif peserta didik yang masih berada dalam tahapan operasional kongkrit, dan karena proses belajar berlangsung di kelas dimana guru berinteraksi dengan peserta didik maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004 : 194) yang menyatakan bahwa "betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas (actual)".
Study Blazely dkk melaporkan sebagaimana dikutip Depdiknas (2002 : 2) bahwa "pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada". Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menyusun bahan ajaran menurut Dewey (dalam Sukmadinata, 2006 : 43) hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : 1) Bahan ajaran hendaknya kongkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.
Dengan demikian bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus memberikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah membuat suatu landasan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau yang disebut juga dengan Kurikulum 2006. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah halaman 349 disebutkan tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan-tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP (Standar Isi Satuan Pendidikan) di atas sejalan dengan pembelajaran matematika, yaitu : pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication)., kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning)] ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengkaitkan pengertian ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes mathematics).
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Dalam belajar matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk berpikir dengan jelas dan pasti. Sebelum menyelesaikan masalah-masalah peserta didik harus memahami soal secara menyeluruh, ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teori mana yang akan digunakan, cara untuk menyelesaikan persoalan. Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang diharuskan menyelesaikan suatu persoalan atau tugas maka agar ia dapat menyelesaikan dengan baik ia harus memahami semua aspek dari tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya kesesuaian itu maka kebiasaan yang tumbuh selama belajar matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika peserta didik tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika peserta didik internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS : 1999). Rendahnya prestasi matematika peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.
Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Ini berarti bahwa sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Dengan pendekatan model belajar seperti ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan peserta didik terkesan pasif dan hanya menerima apa yang diberikan guru saja sehingga hal ini akan menghambat kreativitas peserta didik.
2. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan konsep yang bersifat hapalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti keterampilan berpikir, keterampilan dalam mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dan bekerjasama dalam diskusi serta mengemukakan pendapat.
3. Banyak peserta didik yang memandang bahwa mata pelajaran matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, dan
bahkan menakutkan. Membosankan, karena faktor guru yang kurang variatif dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas sehingga peserta didik merasa jenuh. Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik sebagai berikut : pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan bersifat ekspositori, guru mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Menyeramkan dan bahkan menakutkan karena selama ini peserta didik memandang bahwa guru matematika itu galak sehingga banyak peserta didik yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut.
4. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengkaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik dan mereka tidak diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika, sehingga lemah dalam kemampuan matematikanya. "Mengkaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna". (Soedjadi, 1999 : 26).
5. Banyak peserta didik yang mendapat kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, dengan mengabaikan proses, sehingga menyebabkan peserta didik dipaksa untuk menghapal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.
Dari studi pendahuluan yang telah dikemukakan di atas, apa yang harus dilakukan dan diupayakan sekolah khususnya guru agar permasalahan tersebut dapat teratasi, terutama upaya untuk menanggulangi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu diperluan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika agar matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi dan mempermudah pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.
Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar peserta didik, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, proses pembelajaran pendidikan matematika tidak merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM Matematika yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan peserta didik. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar peserta didik.
Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi peserta didiknya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan matematika sebagai mata pelajaran penting. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai selumh PBM. Maka dari itu, pendidikan matematika belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang peserta didik untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.
Selain harus mampu membangkitkan minat peserta didik, pendekatan atau motode yang dipilih oleh guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran psikologis peserta didik bahwa sebenarnya ia mampu mempelajari matematika. Pembelajaran matematika sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentrasfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga dengan cara membantu peserta didik untuk membentuk dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri, serta memberdayakan mereka untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan matematika merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Karena itu diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas.
Memperhatikan kondisi pembelajaran matematika di SMP saat ini dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan pemahaman matematika, penulis dalam realisasi proses pembelajaran di kelas berusaha merubah image bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang rumit dan membosankan menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Dari uraian latar belakang tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul "Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman". (Penelitian dan Pengembangan pada SMP di Kota X).

B. Rumusan dan Batasan Masalah 
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran matematika di SMP saat ini belum optimal, konsep pengembangan pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan keterampilan berfikir dan meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkaitan erat dengan metodologi pembelajaran dan sumber-sumber pendukung selama proses pembelajaran tersebut berlangsung. Pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman perlu diperhatikan mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Pendekatan pembelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran dan sarana prasarana yang tersedia. Pengembangan pembelajaran tersebut bertujuan untuk mencapai target minimal pada mata pelajaran matematika yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dimana pada setiap sekolah berbeda-beda tergantung kepada sumber daya peserta didik, tingkat kesulitan materi, dan daya dukung kondisi sarana prasarana. Adapun permasalahan dalam pengembangan pembelajaran meliputi : perencanaan, desain, dan implementasi pembelajaran secara maksimal yang di dukung oleh keberadaan sarana dan prasarana. Berdasarkan deskripsi perumusan masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kegiatan guru dalam proses pengembangan pembelajaran matematika.
2. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, pada penelitian ini penulis batasi hanya mengenai "Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika yang bagaimana, yang memadai dan tepat untuk meningkatkan kemampuan pemahaman", khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota X.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, guru hendaknya mampu merencanakan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi harapan berbagai komponen tersebut. Sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2006 : 161) :
Pemilihan model akan sangat didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Artinya bahwa pengembangan model pembelajaran akan sangat ditentukan oleh adanya sistem pendidikan yang berlaku dan sistem masyarakat sebagai pengguna dan sekaligus pengelola pendidikan yang ada di lingkungannya.
Dasar pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah berkaitan dengan masih adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dimana dalam perkembangannya terjadi pergeseran peran guru dari pengajar menjadi fasilitator yang mampu membimbing, membangkitkan, dan mengarahkan peserta didik kepada aktifitas dan pengoptimalan kemampuan diri, sehingga melalui penelitian model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika akan diketahui ketercapaian tujuan pendidikan yang dilaksanakannya, yaitu kemampuan pemahaman.

C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini ?
2. Pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya yang bagaimana, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang dikembangkan tersebut pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
4. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran yang dikembangkan pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?

D. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Tuckman (1972 : 57) : "An operational definition is a definition based on the observable characteristics of that which is being definied". Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang didefinisikan. Dalam penelitian sangat bermanfaat terutama dalam mendeskripsikan judul mengenai sasaran yang kita teliti. Ada dua variabel atau aspek utama yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperartif tutor sebaya dan kemampuan pemahaman peserta didik, khususnya pada aspek kemampuan pemahaman konsep dalam mata pelajaran matematika. Agar ada kesamaan konsep dan persepsi yang menjadi pegangan dalam penyusunan instrumen pengurupulan data, kedua variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional.
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas, dalam hal ini aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok. Semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kelompoknya. Masalah ini diarahkan pada bagaimana peserta didik menggali materi pembelajaran bersama-sama dengan anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya merupakan bentuk model pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat atau lima orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif tutor sebaya dilaksanakan melalui sharing proses antar peserta didik sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri, dalam kegiatan Sharing proses tersebut dipimpin oleh temannya sendiri yang lebih pandai (sebagai tutor sebaya) untuk memberikan bantuan belajar kepada teman-teman kelompoknya yang belum bisa.
2. Kemampuan Pemahaman Peserta Didik
Kemampuan pemahaman peserta didik merupakan kemampuan pemahaman konsep untuk menyerap/menangkap makna dan arti dari bahan/materi yang dipelajari. Kemampuan tersebut dapat dinyatakan dengan menterjemahkan suatu materi kedalam bentuk yang lain, menginterpretasikan materi, serta menguraikan isi dari bahan/materi.
Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi, menemukan, mengartikan dan memahami sifat-sifat bangun ruang dan bagian-bagiannya, menentukan ukurannya, serta menghitung luas permukaan dan volumenya.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep peserta didik dalam mata pelajaran matematika sebagai data penelitian ini menggunakan skor hasil pretes dan postes dalam bentuk soal uraian.

E. Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian yang disebutkan di atas tadi, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini.
2. Untuk mengetahui pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika yang bagaimana yang cocok diterapkan di SMP Kota X.
3. Untuk menemukan apakah kelebihan dan kekurangan pengembangan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.
4. Untuk memperoleh gambaran kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang dapat dipergunakan guru, yaitu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran matematika.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perbaikan kualitas pendidikan dan pembelajaran terutama bagi sekolah, peserta didik, atau guru itu sendiri :
1. Bagi Sekolah : dapat dijadikan sebagai masukan dan perbandingan dalam melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kurikulum.
2. Bagi Peserta didik : dengan dilaksanakan penelitian ini dan menggunakan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya, peserta didik termotivasi untuk belajar, berlatih, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, membimbing peserta didik lain yang kemampuannya dibawah peserta didik yang bersangkutan atau peserta didik yang kemampuannya lebih termotivasi untuk membimbing temannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan media kelompok kecil.
3. Bagi guru : dengan penerapan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika membuka wawasan dalam menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan dalam pembelajaran tersebut, apalagi dalam pembelajaran matematika yang memiliki kekhasan tertentu seperti tersebut pada bagian permasalahan umum pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti berikutnya : menjadi informasi awal untuk menindaklanjuti temuan penelitian dan variabel-variabel yang perlu kajian lebih mendalam baik dari aspek metodologi, subjek penelitian, maupun dari mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan.