Search This Blog

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

(KODE : PG-PAUD-0006) : SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan : daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, bahasa / komunikasi, sosial. Untuk itu Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting guna mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan Taman Kanak-Kanak juga merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.
Individu dengan usia empat sampai enam tahun, sering disebut sebagai anak usia prasekolah atau anak usia Taman Kanak-Kanak. Anak Taman Kanak -Kanak berada dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Mereka berkembang melalui tahapan dan setiap peningkatan usia kronologis, akan menampilkan ciri -ciri perkembangan yang khas. Dunia dan karakteristik anak Taman Kanak -Kanak berbeda dengan orang dewasa. Anak Taman Kanak-Kanak lebih senang mengekspresikan beberapa minatnya pada dunia di sekitar yang tidak jauh dari dirinya. Mereka memiliki keinginan yang lebih besar untuk menyentuh, merasakan, mendengar dan mencoba sesuatu untuk keperluan dan kepentingan mereka sendiri.
Seperti yang dikemukakan oleh Bredcamp & Copple, Brenner, serta Kellough (Solehuddin, 2000 : 24) bahwa anak usia Taman Kanak-Kanak memiliki karakterisik yang unik, aktif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, egosentris, berjiwa petualang, daya konsentrasi yang pendek, daya imajinasi yang tinggi dan senang berteman. Melihat karakterisitk anak Taman Kanak-Kanak tersebut maka proses pendidikan harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-Kanak. Peran aktif anak dalam berinisiatif dan mengeksplorasi beragam hal di sekitarnya sangat diperlukan dalam melakukan proses pembelajaran. Bentuk layanan pendidikan yang dapat diberikan pada anak adalah terselenggaranya program pengembangan sebagai upaya untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan anak, terutama kemampuan berpikirnya.
Kemampuan berpikir anak akan optimal ketika diberikan lingkungan yang kondusif oleh orang dewasa yang mampu memberikan pijakan (scaffolding) pada saat ia mengembangkan rasa ingin tahunya (bereksplorasi). Orang dewasa hanyalah berperan sebagai pembimbing (fasilitator) yang mampu mengasah daya kritis dan kreativitas berpikirnya. Dengan demikian akan mewujudkan seorang anak yang kritis, berani mengungkapkan ide serta gagasannya sehingga akan memunculkan hasil kreatvitas yang orisinil dari anak. (Masitoh, 2006 : 25).
Berdasarkan pendapat tersebut, peran pendidik baik orang tua maupun guru di sekolah hendaknya benar-benar memahami akan pentingnya suatu kreativitas yang muncul pada anak, sehingga berbagai aktivitas yang disediakan untuk anak di rumah ataupun di sekolah harus dapat menstimulasi kreativitas anak.
Kegiatan pembelajaran di lapangan sudah tampak berbagai variasi yang diberikan kepada anak. Menggunting bentuk, meronce, menjahit, menggambar dan lain-lain yang semuanya itu dilakukan guru untuk mendukung proses perkembangan anak. Dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan, menggambar merupakan kegiatan yang paling disenangi anak Taman Kanak-Kanak. Jika anak diberikan secarik kertas maka wajarnya anak akan langsung menggambar bentuk-bentuk ataupun coretan-coretan. Aktivitas tersebut bisa menjadi alat untuk mengekspresikan pikiran maupun perasaan yang ada dalam dirinya.
Menurut Wanei (2008 : 1) Kreativitas menggambar adalah pengungkapan perasaan yang dialami seseorang, secara mental dan visual dalam bentuk garis dan warna. Dalam hal ini menggambar merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri.
Menggambar dapat dijadikan ajang untuk mengasah kreativitas anak juga diungkapkan oleh Indriati (2005 : 4) bahwa dengan menggambar anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imajinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak dapat mengembangkan gagasan, menyalurkan emosi, menumbuhkan minat seni dan kreativitas.
Pendapat lain diutarakan diutarakan Nugroho (2009 : 1) bahwa, " Jika sejak dini anak sudah diberikan latihan menggambar, maka perkembangan otak kanannya juga akan cepat sehingga kreativitasnya bisa berkembang dengan baik. Banyak manfaat dari kegiatan menggambar diantaranya untuk mengembangkan kreativitas, emosi serta melatih motorik halus anak. Muliono, (2008 : 1) mengungkapkan, kegiatan menggambar tak terbatas untuk pengembangan seni, tapi juga sebagai penumbuh kreativitas, alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi anak. Lewat kegiatan ini pula, motorik halus anak dilatih dan akan sangat bermanfaat kala ia hams menulis di usia sekolah. "Otak kanak dan kiri anak ikut terasah". Tapi semua manfaat itu tak bakal didapat secara maksimal jika anak menggambar dalam keadaan terpaksa dan tertekan. Lebih lanjut Muliono menjelaskan bahwa, guru yang terlalu mengarahkan sebelum memulai kegiatan menggambar, menyebabkan kreativitas anak terkungkung. Ditambah lagi guru yang hanya memberikan tugas menggambar begitu saja kepada anak-anak tanpa memberikan stimulasi terlebih dahulu kepada anak, sehingga kreativitas yang dituangkan pada gambar kurang optimal. Padahal jika guru mengetahui cara yang tepat, yaitu dengan memberikan stimulasi terlebih dahulu maka hal ini akan dapat mengembangkan daya imajinasi anak yang akan dituangkan lewat kreativitas dalam menggambar.
Melihat fenomena yang terjadi di lapangan berdasarkan pengamatan khususnya di Taman Kanak-Kanak X saat ini, ternyata masih terdapat guru yang belum memahami arti dari suatu kreativitas. Metode yang digunakan dalam proses kegiatan menggambar kurang mendukung pengembangan kreativitas anak. Dalam kegiatan menggambar guru senantiasa memberikan contoh gambar di papan tulis, sehingga hasil gambar anak cendemng sama dan tidak ada yang berani jauh berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru, ironisnya guru memandang gambar anak yang sama persis dengan contoh guru itulah yang terbaik.
Cara guru tersebut tidak dapat mengembangkan kreativitas anak, karena hanya memaksakan kehendak guru. Garha (1980 : 119) mengungkapkan, contoh yang dibuat guru di papan tulis tidak sejalan dengan perkembangan anak, karena contoh itu diolah berdasarkan norma cipta orang dewasa yang berbeda dengan norma cipta anak-anak dalam kegiatan menggambar.
Permasalahan lain yang terjadi di Taman Kanak-Kanak yaitu guru memberikan kegiatan menggambar, dengan memberikan kebebasan tanpa batas pada anak. Akibatnya bukan kreativitas anak yang berkembang, tetapi kekacauan karena anak tidak memiliki tujuan dalam menggambar. Garha (1980 : 120) menegaskan, bahwa gambar sesuka hati kurang memberikan arah kepada anak -anak tentang apa yang hams mereka gambarkan. Jika keadaan demikian terjadi terns-menems akan memgikan perkembangan anak karena pengalaman mereka hanya bemlang tidak bertambah.
Senada dengan pendapat di atas, Muharam dan Sundariyati (1992 : 57) mengungkapkan, anak dalam kegiatan seni mpa yang tidak dibimbing dan diarahkan juga tidak diberi motivasi, cendemng mengulang-ngulang kemampuan yang telah dikuasainya, untuk menghindari kesulitan atau tantangan dan akhirnya menjadi stereotip.
Mengacu kepada beberapa pendapat para ahli, maka perlu adanya suatu upaya yang hams dilakukan guru untuk mendukung kreativitas menggambar anak. Pelaksanaan kegiatan seni mpa khususnya menggambar, membutuhkan stimulasi sebagai motivasi dan bimbingan dalam proses pengembangan kreativitas anak.
Tujuannya untuk menjaga anak-anak agar tidak terjatuh ke dalam kebiasaan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Muharam dan Sundariyati (1992 : 61) mengungkapkan, dalam pengajaran seni anak hams dimotivasi oleh pengalamannya untuk berkarya. Pengalaman-pengalaman ini diperoleh dari kehidupan sehari-hari di lingkungan mmah, sekolah, saat bermain, dan di masyarakat. Pengalaman yang dimilikinya mempakan hasil dari setiap pengalaman bam dalam usaha memperluas wawasan yang telah diperolehnya dari pengalaman-pengalaman terdahulu. Berdasarkan pandangan tersebut, guru bertugas membantu anak-anak untuk mengingatkan kembali pengalamannya dengan memberikan perangsang daya cipta atau stimulasi.
Stimulasi dilakukan untuk menggugah dan membangunkan kreativitas. Salah satu stimulasi yang dapat menggugah kreativitas anak-anak untuk meningkatkan kreativitas menggambar mereka adalah melalui metode bercakap-cakap. Guru merangsang anak untuk ikut terlibat dalam percakapan, sesaat sebelum kegiatan menggambar dilaksanakan. Materi percakapan disesuaikan dengan tema kegiatan menggambar. Menurut pendapat Muharam dan Sundaryati (1992 : 62), salah satu cara menggugah anak dapat dilakukan melalui pembicaraan informal menggunakan alat bantu visual. Melalui metode ini maka akan terjadi komunikasi dua arah, anak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, serta kebutuhan-kebutuhannya. Selain itu anak dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan bam yang tidak diketahui sebelumnya.
Berbagai pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh anak tersebut melalui metode bercakap-cakap ini dapat merangsang ide mereka, pengetahuan serta wawasan anak yang sudah terbuka, dapat mereka tuangkan dalam bentuk suatu kreativitas dalam menggambar. Mereka dapat menuangkan pikiran serta imajinasi mereka dengan bebas. Menurut Indriati (2009 : 1) dengan menggambar, anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imjinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak (pembelajar) akan dapat menyalurkan perasaan bahagia, cemas, dan kreativitas.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka fokus penelitian ini adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, khususnya di Taman Kanak-Kanak X.
Oleh karena itu, fokus dalam penelitian ini adalah mengetahui "Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak".

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak"
Adapun masalah khusus yang ditetapkan dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sebelum diberikan stimulasi metode bercakap-cakap ?
2. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sesudah diberi stimulasi metode bercakap-cakap ?
3. Bagaimana pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, di TK X.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sebelum diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
b. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sesudah diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
c. Mengetahui pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis :
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak melalui pemberian stimulasi metode bercakap -cakap.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan kegiatan menggambar anak Taman Kanak-Kanak.
b. Bagi guru, sebagai pertimbangan dalam memberikan kegiatan menggambar agar diberikan stimulasi terlebih dahulu yang dapat mengembangkan kreativitas anak.
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

(KODE : PG-PAUD-0005) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Melalui bahasa, anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Seorang anak akan mudah menjalin pergaulan dengan orang lain bila anak sudah menguasai kemampuan bahasa dengan baik.
Kemampuan bahasa anak usia 4-5 tahun berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan sebagai alat berkomunikasi. Anak usia tersebut dapat mengucapkan kata-kata yang mereka gunakan, dapat menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat yang berarti, namun menurut Hurlock (1990 : 190) "kemampuan berkomunikasi pada anak usia prasekolah dengan orang lain masih dalam taraf yang rendah. Masih banyak kosakata yang harus dikuasai untuk dapat menggunakan bahasanya dengan baik".
Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup.
Mafat. S (2005 : 66), menyatakan bahwa "penguasaan kosakata anak usia 4 -5 tahun berada pada periode diferensiasi, yaitu dapat membedakan penggunaan kata-kata dan sesuai dengan maknanya. Beberapa pengertian abstrak seperti pengertian waktu dan ruang mulai muncul, menguasai kata benda dan kata kerja mulai terdiferensiasi".
Selanjutnya, menurut Hurlock (1990 : 113) usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat . Penguasaan kosakata anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru. Anak usia 4-5 tahun umumnya sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosakata. Sedangkan menurut Tarigan (1993 : 3) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut kosakata dasar, diantaranya yaitu perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok.
Berdasarkan hasil observasi lapangan mengenai penguasaan kosakata terhadap 42 anak usia dini yang berlatarbelakang berbeda-beda dan rata-rata berada pada lingkungan ekonomi masyarakat menengah ke bawah, diperoleh informasi bahwa sekitar 12 anak belum dapat membedakan penggunaan kata sesuai dengan makna kata tersebut (contoh : menyebutkan kata bilangan lima untuk bilangan tiga, belum dapat menyebutkan kata benda-benda tertentu misalnya menyebutkan nama binatang beruang untuk binatang panda, menyebutkan kata menggambar untuk mewarnai dan lain sebagainya. Kondisi ini, dapat berdampak pada terhambatnya kemampuan berkomunikasi khususnya dalam perkembangan berbicara pada anak. Hurlock (1990 : 151) mengemukakan bahwa salah satu tugas utama dalam belajar berbicara ialah anak harus dapat meningkatkan jumlah kosakata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan sebagian kata bunyinya hampir sama, tetapi memiliki arti yang berbeda, maka meningkatkan kosakata jauh lebih sulit daripada mengucapkannya. Sehingga diperlukan adanya suatu upaya peningkatan kosakata pada anak yang dapat menunjang pada perkembangan berbicara.
Peningkatan kosakata dapat dilakukan dengan banyak cara melalui membaca, mendengarkan, dan menonton. Peningkatan kosakata atau penguasaan kosakata tersebut lebih banyak dilakukan di dunia pendidikan, terutama di lembaga Pra sekolah seperti lembaga PAUD, mengingat kosakata anak masih terbatas. Peningkatan kosakata anak dalam Menu Generik PAUD sebagai kurikulum yang digunakan di lembaga PAUD yang digunakan saat ini berada pada pengembangan kemampuan bahasa yang menekankan pada hasil belajar agar anak memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. Menurut Tarigan (1993 : 3) "Secara umum, untuk memperkenalkan kosakata pada anak perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan kosakata dasar, diantaranya ialah perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok.
Umumnya upaya peningkatan kosakata di lembaga PAUD dilakukan dengan menciptakan situasi yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Kesempatan ini dilakukan melalui kegiatan bercakap-cakap, bercerita, dan tanya jawab. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan media pengajaran bahasa anak khususnya dalam peningkatan kosakata anak, misalnya guru PAUD menyediakan media pengajaran, seperti boneka, mobil-mobilan, buku cerita, kartu bergambar, foto, dan papan planel. Penggunaan media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak serta motivasi belajar anak. Selain itu, menurut Arsyad. A (2002 : 26) "penggunaan media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman pada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka". Sudjana dan Rivai (1992 : 2) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu "pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat memotivasi belajar dan siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain".
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pengajaran dapat memberikan manfaat dalam proses belajar mengajar di lembaga PAUD yaitu dapat membantu guru untuk memperjelas bahan ajar, memotivasi anak agar lebih bersemangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran, serta membuat metode yang dilakukan lebih bervariasi sehingga membuat hasil belajar yang diharapkan pada anak lebih bermakna.
Dari sekian banyak media yang dapat digunakan di lembaga PAUD, film animasi merupakan salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk membantu dalam meningkatkan kosakata anak. Film animasi merupakan media yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Media film ini pada umumnya disenangi oleh anak-anak karena karakter gambar animasi yang menarik. Hamalik (Arsyad. A : 2003 : 15) mengemukakan bahwa kelebihan penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari anak ketika bercakap-cakap,tanya jawab dan Iain-lain, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang bila dipandang perlu. Serta mendorong dan meningkatkan motivasi anak dalam menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya.
Ahli psikologi, Jerone Brunner (Prayitno, 1986 : 119) mengemukakan bahwa " jika dalam belajar anak dapat diberi pengalaman langsung melalui media, maka situasi pembelajarannya itu akan meningkatkan kegairahan dan minat anak dalam belajar". Penggunaan media yang tepat menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam pembelajaran di lembaga PAUD.
Gambar-gambar dan suara yang muncul pada film yang menampilkan tayangan cerita dalam bentuk animasi kartun juga membuat anak tidak cepat bosan, sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi serta anak-anak didorong untuk mengenal dan mengetahui manfaat teknologi, sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar dan antusias terhadap cerita yang ditayangkan pada film animasi khususnya pada proses pembelajaran yang menunjang pada peningkatan kosakata anak.
Para peneliti telah melakukan banyak penelitian tentang pengaruh penggunaan media film animasi dalam proses pembelajaran pada siswa. Dengan membandingkan pengaruh penggunaan film animasi dan penggunaan gambar terhadap kemampuan membuat cerita narasi pada siswa SMU, Hendriana (2005 : 73) mendapatkan bahwa penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan membuat cerita narasi pada siswa secara signifikan. Studi lain yang menguji pengaruh penggunaan animasi dalam membantu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak Tunagrahita, Ernawati (2008 : 47) melaporkan bahwa penggunaan animasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak Tunagrahita. Berkenaan dengan pembelajaran kosakata, studi eksperimen yang menguji pengaruh penggunaan media audiovisual terhadap kosakata anak-anak Sekolah Dasar, dilakukan oleh Dwi Murhadi (2005 : 67) menunjukkan bahwa pembelajaran kosakata dengan menggunakan media audiovisual sangat berpengaruh terhadap perbendaharaan kosakata siswa. Selanjutnya, Lutfiyah (2008 : 68) melakukan eksperimen terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata dasar dengan menggunakan media gambar dan hasilnya menunjukkan bahwa media gambar berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata anak. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media film animasi yang merupakan salah satu media audiovisual dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa pada siswa seperti kemampuan mengarang cerita, berbicara, dan meningkatkan kosakata siswa. Sehingga peneliti berasumsi bahwa penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran di lembaga PAUD dapat membantu anak dalam pengembangan berbahasa terutama dalam upaya meningkatkan kosakata dasar.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Penggunaan Media Film Animasi Terhadap Peningkatan Kosakata Dasar Anak Usia 4-5 tahun .

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun".
Secara khusus, masalah yang akan diteliti dibatasi pada masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
2. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
3. Apakah Penggunaan Media Film Animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
1. Memperoleh informasi empiris tentang pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun di PAUD X.
Tujuan khusus :
1. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
2. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
3. Memperoleh informasi secara empiris apakah pengaruh penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan

D. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat memperoleh informasi secara ilmiah mengenai pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun.
2. Guru PAUD, agar mereka memperoleh pengalaman langsung dalam penggunaan media film animasi yang dapat dijadikan media pengajaran dalam pengembangan bahasa anak khususnya pada peningkatan kosakata anak.
3. Pengelola Lembaga PAUD, dapat menjadi bahan pertimbangan kebijakan untuk melakukan inovasi dalam penggunaan media pengajaran yang efektif dalam dunia pendidikan pra sekolah.
4. Anak (siswa), diharapkan dapat lebih menyenangi proses pembelajaran bahasa sehingga mempermudah peningkatan kosakata mereka.

E. Asumsi
1. Media pembelajaran merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem pembelajaran di Lembaga PAUD. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat meningkatkan minat dan motivasi anak. (Prayitno : 1986 : 120).
2. Film animasi adalah salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan bahan ajar pada anak, dengan gambar yang menarik, perhatian anak akan langsung tertuju ke sana sehingga proses pembelajaran dengan menggunakan film animasi akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak. (Rivai,M. 2007 : 20)
3. Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup. (Tarigan, 1993 : 2).
4. Usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu meningkatkan kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat. (Hurlock, 1990 : 113).
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI

(KODE : PG-PAUD-0004) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI




BAB 1
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan anak pada tahapan usia 0-8 tahun, pada masa ini sering disebut dengan masa keemasan atau Golden Age. Pada masa keemasan ini diperlukan perhatian khusus, karena stimulasi yang diberikan dapat mempengaruhi perkembangan otak anak dan kemampuan akademiknya pada masa yang akan datang.
Pada tahapan usia 0-8 tahun ini, anak berada pada fase yang sangat fundamental, dan pembelajaran yang diterima anak pada fase ini akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama serta akan berpengaruh pada kehidupan mendatang. Solehuddin (2002 : 27) mengatakan bahwa, usia dini merupakan masa keemasan yaitu fase golden age. Fase ini merupakan masa sensitif bagi anak untuk menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensi yang ada. Salah satu upaya untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak adalah melalui kegiatan pembelajaran.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lembaga pendidikan prasekolah yang diharapkan dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, karena usia dini merupakan fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan anak. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang aktif, rasa ingin tahu yang tinggi, banyak bertanya, dan senang bereksplorasi dengan lingkungannya, yang tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak ( Sujiono, 2004 : 2. 2).
Kegiatan pembelajaran matematika terpadu untuk anak usia dini memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan seluruh potensi anak. Setiap anak memiliki potensi untuk masing-masing aspek perkembangan. Salah satunya potensi matematika, oleh karena itu penting untuk mengembangkan potensi matematika anak sejak dini agar berkembang secara optimal.
Pembelajaran matematika dasar mampu meningkatkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah, memisahkan, mengenal konsep angka, serta kemampuan mengukur atau memperkirakan (Syamsiatin, 2004 : 11. 2).
Pembelajaran matematika untuk anak usia dini sangatlah dibutuhkan untuk mempersiapkan anak melanjutkan pendidikan dasar. Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa konsep salah satunya adalah konsep bilangan, konsep bilangan merupakan awal pengenalan matematika kepada anak karena menjadi dasar pembelajaran matematika selanjutnya. Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki anak dalam pembelajaran matematika adalah mengenal bilangan
Pemahaman konsep bilangan pada anak Taman Kanak-kanak biasanya dimulai dengan mengeksplorasi benda-benda konkrit yang dapat dihitung dan diurutkan. Hal ini sesuai dengan tahapan kognitif dari Piaget, bahwa anak usia dini berada pada tahapan praoperasional (2-7 tahun). Tahap praoperasional ini ditandai oleh pembentukkan konsep-konsep yang stabil, munculnya kemampuan menalar, egosentrisme mulai menguat dan kemudian melemah, serta terbentuknya gagasan-gagasan yang sifatnya imajinatif.
Berdasarkan teori Piaget tersebut, Lorton mengemukakan tiga tahapan pembelajaran matematika untuk anak usia dini yaitu, mulai dari tingkat pemahaman konsep, menghubungkan konsep konkrit dengan lambang bilangan dan tingkat lambang bilangan (Sudono, 2000 : 385). Dalam penelitiannya Sriningsih (2008 : 1) mengungkapkan bahwa beberapa lembaga pendidikan anak usia dini mengajarkan konsep-konsep matematika yang menekankan pada penguasaan angka melalui latihan dan praktek-praktek/xaper -pencil test. Dengan demikian, pembelajaran matematika yang terjadi tidak bermakna bagi anak. Seperti yang terjadi di TK X pada kelompok B (5-6 tahun), terdapat beberapa anak yang sudah lancar dalam menyebutkan urutan bilangan 1-20, tetapi anak tersebut masih mengalami kebingungan, ketika diminta untuk menunjukkan jumlah benda yang sesuai dengan bilangan tersebut.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika di TK X, dalam mengajarkan konsep-konsep matematika dasar cenderung menekannkan pada praktek-praktek paper pencil tes. Metode yang digunakan menjadi kurang variatif karena guru hanya menggunakan metode pemberian tugas dalam mengenalkan konsep dan lambang bilangan. Anak hanya diberikan lembar kerja yang berisi angka-angka ataupun menyebutkan bilangan 1-20 secara bersama-sama kemudian anak ditugaskan untuk menulis angka tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan anak cepat bosan dan tidak tertarik dalam pembelajaran matematika.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Nurlaela (2009 : 2) bahwa bilangan itu bersifat abstrak, sehingga untuk memberikan mated tentang bilangan kepada anak, guru diharapkan dapat menyajikan mated tersebut dengan menarik.
Menurut Sudono (2000 : 44), "Agar tujuan pembelajaran tercapai dan terciptanya proses belajar mengajar yang tidak membosankan, guru dapat menggunakan media pembelajaran secara tepat". Digunakannya media dalam pembelajaran yaitu agar dapat menjembatani antara konsep-konsep mated yang abstrak menjadi lebih kongkrit, sehingga anak dapat memahami mated yang disajikan guru. Untuk itu, maka penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat diperlukan demi tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal.
Media pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam proses belajar mengajar seperti yang telah dikemukakan oleh Rohani (Susilawati, 2008 : 27) menjelaskan media merupakan segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/sarana/alat dalam proses belajar mengajar. Sedangkan Gagne (Susilawati, 2008 : 27) mengemukakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak yang dapat merangsang anak untuk belajar.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar media digunakan untuk memperlancar komunikasi, dapat disebut sebagai media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran sangat penting dalam berlangsungnya proses belajar mengajar, karena media pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan dalam proses belajar mengajar, sehingga komunikasi antara guru dan anak akan berlangsung secara efektif. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Anna (2009 : 2) media pembelajaran yang digunakan dapat berpengaruh terhadap efektivitas proses belajar.
Begitu besar peran media dalam membantu proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Burhanudin (Nurlaela, 2007 : 2) yang mengemukakan bahwa :
"Kurangnya penggunaan media, alat maupun bahan pembelajaran dapat menurunkan minat belajar siswa, sehingga dengan kurangnya minat belajar siswa, maka anak mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep/ materi pembelajaran". Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan siswa putus sekolah. Persentase anak yang putus sekolah akibat kurangnya penggunaan media, alat maupun bahan pembelajaran mencapai 19%.
Maka dari itu dalam mengenalkan konsep bilangan matematika pada anak usia dini sebaiknya menggunakan media yang konkrit sehingga anak lebih mudah untuk memahami dan untuk lebih mengerti.
Menurut Montalalu (2005 : 7. 5) mengemukakan media manipulatif besar artinya dalam perkembangan anak terutama dalam berhitung, seperti membandingkan, melihat hubungan dan menarik kesimpulan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Heddens (Sumarni, 2006 : 14) Media manipulatif adalah benda (model konkrit) yang dapat disentuh dan digerak-gerakan oleh siswa dalam mempelajari konsep bilangan sehingga menimbulkan keinginan untuk berfikir.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Susilawati (2008 : 125) mengemukakan bahwa : "Penggunaan media manipulatif dalam pembelajaran matematika dapat membawa perubahan positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran matematika di TK X, terlihat dari proses penyusunan rencana pembelajaran yang didesain guru dengan menitikberatkan pada kepentingan anak, pembelajaran yang biasanya berpusat pada guru berubah menjadi berpusat pada anak".
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mencoba menggunakan media manipulatif dalam upaya mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan bilangan matematika pada anak usia dini.
Penelitian ini akan dilakukan di Taman Kanak-kanak X kelas B1 yang akan menjadi kelompok kontrol dan B2 menjadi kelompok eksperimen dengan pertimbangan berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa anak TK B2 masih belum dapat memahami tentang konsep bilangan matematika, misalnya masih banyak anak yang belum mengetahui tentang konsep bilangan 1-20 secara abstrak.
Berdasarkan apa yang telah diuraian di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada : "PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN PADA ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK X"

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kemampuan awal mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum (pre) menggunakan media manipulatif di TK X?
2. Bagaimana kemampuan akhir mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah (post) menggunakan media manipulatif di TK X?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan setelah menggunakan media manipulatif?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh media manipulatif terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di TK X.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui kemampuan awal mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan di kelompok eksperimen sebelum menggunakan media manipulatif.
b. Mengetahui kemampuan akhir mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan di kelompok eksperimen setelah menggunakan media manipulatif.
c. Mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum dan setelah diberikan media manipulatif.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dapat dijadikan bahan kajian bagi para pembaca, khususnya mengenai kemampuan pada anak usia dini mengenal konsep bilangan dengan menggunakan media manipulatif.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Bagi para guru di TK, dapat menambah ilmu pengetahuan untuk mengajarkan konsep bilangan pada anak usia dini dengan menggunakan media manipulatif
b. Bagi peneliti dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang pengaruh media manipulatif terhadap kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak usia dini
c. Bagi lembaga pendidikan anak usia dini, hasil penelitian ini diharapkan memberi gambaran tentang tingkat pendidikan anak usia dini di daerah, dalam pengetahuan mengenal konsep bilangan dengan menggunakan media manipulatif.
d. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan gambaran dalam rangka meningkatkan konsep bilangan pada anak usia dini dengan menggunakan media manipulatif.

E. Asumsi
1. Coopley (2000) mengemukakan lima kemampuan yang diajarkan dalam bilangan dan operasi bilangan, yaitu : (1) Counting, (2) quantity, (3) change operations, (4) comparison dan (5) place value. Adapun kemampuan-kemampuan yang akan dibahas dalam pembelajaran kompetensi bilangan anak adalah : (1) couting, (2) hubungan satu-satu, (3) kuantitas dan (4) mengenal angka.
2. Menurut Depdiknas (2002 : 10) Kemapuan mengenal bilangan untuk anak usia 5 sampai 6 tahun ( kelompok B), yaitu anak dapat menyebutkan angka 1 sampai 20 secara urut, menunjukkan angka 1 sampai 20 secara acak, menyebutkan angka 1 sampai 20 secara acak, menunjuk jumlah benda secara urut, mencari angka sesuai dengan jumlah benda, menunjukkan kumpulan benda yang jumlahnya sama, tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit serta menyebutkan kembali benda- benda yang baru dilihatnya.
3. Media manipulatif adalah model konkrit yang dapat disentuh, digerakan oleh anak yang berfungsi untuk membantu anak memahami berbagai konsep matematika. (James, 1997 : 06)
4. Media manipulatif dapat berupa kancing, kacang-kacangan, bola kecil, jepitan plastik, tutup botol dan lain-lain dapat digunakan sebagai media untuk berhitung (Coopley, 2000 : 11).
SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK

(KODE : PG-PAUD-0003) : SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VCD PEMBELAJARAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Usia prasekolah merupakan masa terbentuknya kepribadian dasar individu. Masa prasekolah juga merupakan masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (highly eventful and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa (Santrock &Yussen dalam Solehuddin, 2000). Salah satu hal terpenting yang harus dikembangkan dalam diri seorang anak adalah kemampuan berbahasanya. Menurut Hurlock (1990) kemampuan berkomunikasi anak prasekolah masih dalam taraf rendah, mereka masih harus menguasai beragam kosakata agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
Bahasa Merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, melalui semua cara dalam berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan diungkapkan dalam bentuk lambang ataupun simbol (Yusuf, 2005). Bahasa merupakan hal terpenting dalam kehidupan anak, dengan bahasa anak dapat mengembangkan keterampilan sosialnya, melalui bahasa anak dapat dapat berinteraksi dengan orang lain dan menemukan banyak hal baru dalam lingkungannya tersebut.
Kemampuan berbahasa merupakan aspek penting yang harus dikuasai oleh seorang anak, akan tetapi terkadang tidak semua anak dapat menguasai kemampuan ini dengan baik. Terkadang ketidakmampuan anak untuk berkomunikasi dengan baik dikarenakan oleh keterbatasan mereka untuk menangkap pembicaraan anak lain dengan baik ataupun sebaliknya, hal ini tentunya akan menghambat perkembangan anak bahasa anak (Syaodih, 2005).
Kemampuan bahasa secara alamiah dipelajari dan diperoleh oleh anak agar mereka dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut bromley dalam Dhieni (2006) ada empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara termasuk ke dalam kegiatan bahasa lisan, sedangkan membaca dan menulis merupakan kegiatan bahasa tulisan. Keempat hal tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, sehingga perlu dikembangkan secara optimal.
Pada usia pra sekolah kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif untuk dikembangkan adalah kemampuan berbicara, hal ini sesuai dengan karakteristik perkembangan anak pada usia tersebut diataranya anak mampu berbicara dengan baik, berkomunikasi secara lisan, mampu melaksanakan perintah lisan, mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana, menyusun kalimat, dan mengenal tulisan atau simbol sederhana.
Pada saat ini ternyata masih banyak anak usia Taman Kanak-kanak yang mempunyai hambatan dalam berbicara. Penguasaan kosakata mereka masih sangat terbatas dan kadang pengucapannya tidak dimengerti oleh orang lain. Hal ini berakibat sulitnya mereka menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, bahkan lingkungannya cenderung menolak mereka karena lingkungannya tersebut tidak mengerti dengan apa yang mereka ucapkan. Banyak anak yang merasa kesulitan ketika ingin mengungkapkan perasaan ataupun keinginannya akibat keterbatasan yang mereka miliki. Terkadang orang tua tidak mengerti maksud dari ucapan anak karena masih terbatasnya kosakata yang anak miliki. Banyak anak yang merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Terkadang Guru maupun orang tua saat ini lebih menekankan pada kemampuan menulis dan membaca, sedangkan kemampuan berbicara anak masih dikesampingkan dan dianggap kurang begitu penting. Padahal hal tersebut juga penting karena dengan berbicara anak dapat mengungkapakan gagasan, ide, serta berkomunikasi dengan orang lain. Berbicara bukan hanya sekedar mampu mengucapkan kata-kata ataupun bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk dapat mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran, ide maupun perasaan. Oleh karena itu peranan berbicara tentunya sangat penting bagi kehidupan seorang anak
Dalam pembelajaran biasanya orang tua ataupun guru lebih menekankan pada pengembangan kemampuan-kemampuan yang lebih bersifat akademis saja daripada mengembangkan keterampilan berbicara anak. Orang tua ataupun guru menganggap bahwa berbicara merupakan hal yang biasa digunakan sehari-hari dalam berkomunikasi sehingga hal tersebut tidak perlu lagi diajarkan. Padahal hal ini sangatlah penting, karena dengan mengembangkan keterampilan berbicara, berarti juga mengembangkan kemampuan berbahasa anak, dan kemampuan berbahasa sangat penting bagi pengembangan pribadi anak di masa yang akan datang.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurangnya keterampilan berbicara pada anak khususnya anak usia Taman Kanak-kanak, diantaranya adalah kurangnya stimulasi dari orang tua ataupun guru dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak. Ketidakpedulian ataupun ketidaktahuan orang tua ataupun guru akan pentingnya mengembangkan kemapuan berbicara anak, sehingga cenderung mengabaikannya. Kurangnya motivasi dari orang tua atau guru maupun dari anak itu sendiri untuk mempelajari kata-kata baru. Kurang tepatnya stimulsai kepada anak, dan keterbatasan media khususnya media yang dapat membantu meningkatkan keterampilan berbicara anak. dalam hal ini penulis membatasi masalahnya yaitu mengenai keterbatasan media dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak. Media yang digunakan adalah media VCD pembelajaran yang berjudul "Keajaiban mata, hidung dan lidah kita".
Pada umumnya di sekolah-sekolah (Taman Kanak-kanak), upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak biasanya hanya berupa kegiatan tanya jawab, bercakap-cakap, ataupun bercerita. Tetapi apabila kegiatan ini terlalu sering dilakukan akan mengakibatkan rasa bosan pada anak, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif. Upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak di Taman kanak-kanak selain dengan menggunakan metode-metode tersebut, juga perlu ditunjang dengan menciptakan situasi yang menyenangkan bagi anak yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya.
Dalam suatu pembelajaran agar hasil pembelajarannya menjadi lebih bermakna, maka digunakan media khususnya media yang dapat meningkatakan kemampuan berbahasa anak. Penggunaan media pembelajaran dapat memperjelas pesan yang ingin disampaikan kepada anak, dapat membantu anak untuk meningkatkan motivasinya dalam belajar, serta membuat pembelajaran lebih bervariasi dan diharapkan agar pembelajaran yang dilakukan anak lebih bermakna (Ermayani, 2009).
Biasanya dalam mengembangkan bahasa khususnya keterampilan berbicara anak para guru menggunakan media bempa buku cerita, gambar-gambar, boneka dsb. Namun, karena seringnya menggunakan media tersebut terkadang anak menjadi bosan dan jenuh ketika guru sedang menjelaskan atau bercerita tentang sesuatu. Terkadang guru kurang jeli dalam menangkap kebutuhan siswa dalam belajar. Guru hanya memikirkan agar pembelajaran dapat disampaikan kepada anak tanpa melihat apakah pembelajaran yang dilakukan dapat diterima dengan baik oleh anak. Beberapa guru juga terkadang malas dalam menciptakan cara-cara bam ataupun media-media yang dapat digunakan dalam menyampaikan materi. Oleh karena itu perlu suatu media yang dapat membuat anak tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media tersebut hamslah menarik, tidak membuat anak bosan, dan juga mengandung nilai-nilai edukatif khususnya dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak.
Salah satu media yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak adalah VCD pembelajaran. VCD pembelajaran mempakan salah satu media audio visual, dalam media ini terdapat gambar-gambar dan efek suara yang dapat mendukung pengampaian pesan kepada anak. Video pembelajaran berisi suatu tayangan dalam bentuk Video yang di dalamnya terdapat gambar-gambar sehingga anak dapat melihat dan mendengarkan tayangan tersebut secara langsung.
Namun, karena keterbatasan sarana dan prasarana disekolah, media ini masih jarang di gunakan di sekolah-sekolah (Taman Kanak-kanak), dan dengan berbagai alasan sekolah-sekolah biasanya tidak menggunakan media ini dalam pembelajaran. Padahal penggunaan media sangat menarik bagi anak, karena pada dasarnya anak menyukai gambar-gambar apalagi yang bentuknya audio visual, selain menarik media ini juga mengandung nilai-nilai edukatif sehingga penggunaan media ini diharapkan dapat efektif dalam mengembangkan keterampilan berbicara anak.
Penggunaan VCD pembelajaran dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk meningkatkan keterampilan berbicaranya. Anak senang melihat gambar-gambar, VCD pembelajaran merupakan salah satu media yang menyajikan pesan audio visual. Dengan gambar yang menarik dan lucu perhatian anak akan langsung tertuju kesana, sehingga akan menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bosan, sehingga mendorong ia untuk mengetahui lebih jauh sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar (Ermayani, 2009).
Dengan menggunakan VCD pembelajaran sebagai salah satu media untuk menyampain pesan kepada anak, akan mempermudah menyampaikan mated kepada anak karena proses pembelajaran tidak membosankan. Eliyawati (2005) mengatakan bahwa salah satu fungsi media adalah untuk memgkongkritkan konsep-konsep yang abstrak pada anak. Maka dengan digunakannya VCD pembelajaran informasi-informasi yang anak dapatkan akan diperjelas melalui gambar-gambar, dan informasi-informasi tersebutlah yang akan mengembangkan keterampilan berbicara anak. sebagaiman penelitian yang telah dilakukan oleh Juwita (2009) telah membuktikan bahwa media VCD lebih unggul daripada media gambar berwarna dalam meningkatkan keterampilan menyimak anak TK. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Hermana (2007) yang membuktikan bahwa penggunaan media VCD memberikan pengaruh yang besar dibandingkan dengan penggunaan media slide presentation terhadap hasil belajar anak.
Penulis melakukan penelitian di kelompok A TK X dikarenakan keterampilan berbicara anak kelompok A di TK tersebut masih harus ditingkatkan. Berdasarkan observasi pendahuluan, pembelajarannya sebagian besar masih bersifat konvensional dan media yang digunakannya pun masih kurang bervariatif. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan asumsi bahwa Video pembelajaran berpengaruh terhadap keterampilan berbicara anak, maka penulis memilih fokus penelitiannya pada "Pengaruh Penggunaan Media VCD Pembelajaran Terhadap Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak Usia Taman Kanak-kanak".

B. Rumusan Masalah
Dengan asumsi bahwa penggunaan media VCD pembelajaran pada anak TK dapat mempengaruhi keterampilan berbicara anak, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum digunakan media VCD pembelajaran?
2. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol setelah digunakan media VCD pembelajaran?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum dan sesudah menggunakan media VCD pembelajaran?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas penggunan media VCD pembelajaran terhadap peningkatan keterampilan berbicara anak di kelompok A TK X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan informasi tentang keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum digunakan media VCD pembelajaran.
b. Untuk mendapatkan informasi tentang keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol setelah digunakan media VCD pembelajaran.
c. Untuk mendapatkan informasi apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan berbicara anak kelompok A TK X pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah menggunakan media VCD pembelajaran.

D. Asumsi
Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa :
1. Ada empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berbicara merupakan satu dari keempat komponen keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi manusia sebagai alat penyalur gagasan, pendapat, bentuk, ekpresi seseorang yang digunakan untuk berinteraksi dengan individu lain melalui sebuah ujaran (speech), Bromley dalam Dhieni (2005 : 1. 15).
2. Dengan menggunakan media pendidikan dalam pembelajaran, memungkinkan anak untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya, membangkitkan motivasi belajar anak, menyajikan pesan atau informasi belajar, dan dapat mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak pada anak (Eliyawati, 2005).
3. Dengan gambar yang menarik dan lucu perhatian anak akan langsung tertuju kesana, sehingga akan menimbulkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar dan suara yang muncul membuat anak tidak cepat bosan, sehingga mendorong ia untuk mengetahui lebih jauh sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar (Ermayani, 2009).
4. Media VCD sebagai media pendidikan atau pembelajaran, dapat menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik dan mudah dimengerti. Hal ini dikarenakan kemampuan VCD dalam melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri (Juwita, 2009 : 49)

E. Definisi Operasional Variabel
1. Keterampilan berbicara
Keterapilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang dimiliki oleh seorang individu dalam mengucapkan kata atau bunyi, serta mengekspresikan ide, gagasan dan perasaannya kepada orang lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1990 : 185) tentang tugas utama dalam belajar berbicara, dalam hal ini diharapkan anak mampu mengembangkan kosakata, belajar mengucapkan kata, dan membentuk kalimat.
Selain itu, anak juga diharapkan dapat berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar, mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa, dan mengucapkannya dengan lafal yang benar, serta mampu mendengarkan dan memahami kata dan kalimat sederhana serta mengkomunikasikannya.
2. VCD pembelajaran
VCD pembelajaran merupakan seuatu media yang berbentuk audio visual didalamnya terdapat suatu tanyangan yang dapat dilihat dan didengarkan langsung oleh anak. Guru memperlihatkan tayangan dalam VCD tersebut kepada anak, dan menceritakan gambar-gambar yang terdapat dalam tayangan VCD tersebut. Anak mencoba menceritakan kembali apa yang ia lihat dan ketahui setelah melihat tayangan tersebut.
SKRIPSI PENGEMBANGAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN OUTBOUND DI PAUD X

SKRIPSI PENGEMBANGAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN OUTBOUND DI PAUD X

(KODE : PG-PAUD-0002) : SKRIPSI PENGEMBANGAN KECERDASAN KINESTETIK ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN OUTBOUND DI PAUD X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, hal ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat yang berbunyi :
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, . . .
Dan Undang-Undang Dasar pasal 31 ayat 1 yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".
Kini, pendidikan berlangsung dalam tiga jalur yakni pendidikan formal, non formal dan pendidikan informal (UU SISDIKNAS pasal 13,14, dan 15 ayat 1). Pendidikan wajib pun tidak hanya sembilan tahun, tetapi pemerintah pun menganjurkan untuk melangsungkan pendidikan mulai dari usia 0-6 tahun yang dikenal dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut UU No. 20 tahun 2003 :
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, 2002)
Seperti halnya pendidikan SD, SLTP dan SMU. Pendidikan anak usia dini pun dilaksanakan melalui tiga jalur. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) non formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KOBER/ KB), Play Group (PG), Pos PAUD yang intergrasi dengan posyandu, Satuan PAUD Sejenis (SPS) dan lain-lain (UU SISDIKNAS No. 20 Th. 2003 pasal 28 ayat 4). Sedangkan, pendidikan informal yaitu pendidikan yang dilakukan orang tua di rumah, home schooling pun termasuk di dalamnya.
Pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini dilakukan dengan cara bermain sambil belajar. Pembelajaran dikemas sedemikian rupa agar dapat memberikan suasana yang menyenangkan, memuaskan dan membekas. Dalam hal ini guru merancang pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan stimulasi dan membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin. Karena pada usia ini menurut para ahli menyebutnya masa keemasan (golden age). Hal ini sesuai dengan pendapat Surya (1985 : 51) masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena merupakan awal bagi anak mengenal sekolah, mulai berkelompok, masa menjelajah, bertanya, meniru, kreatif dan usia bermain.
Berdasarkan jenisnya, bermain dapat dibedakan menjadi bermain sensori, bermain simbolik dan bermain pembangunan. Bermain sensori yaitu kegiatan bermain yang melibatkan alat sensori yakni panca indera; penciuman, perabaan, perasa, penglihatan dan pendengaran. Bermain simbolik yaitu kegiatan bermain pura-pura sebagai peniruan peran atau tokoh-tokoh yang dekat dengan kehidupan anak, karena anak usia dini berada pada tahapan simbolik atau berpura-pura. Sedangkan bermain pembangunan yaitu kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan kognitif anak dalam membangun pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru seperti dalam kegiatan membangun lego dan bermain balok. Bermain dapat dilakukan di mana saja, baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Adapun pembelajaran yang mendukung bermain di luar ruangan (outdoor) yaitu pembelajaran di alam (outdoor education) yang dilakukan melalui permainan outbound.
Outbound merupakan kegiatan bermain bagi anak di alam terbuka yang dapat mendukung tiga jenis main (sensori, simbolik, dan pembangunan) dan dapat mengembangakan keterampilan sosial serta mengasah kecerdasan majemuk anak. Outbound ini penggunaannya dinilai memberikan konstribusi positif terhadap kesuksesan belajar (Ancok, 2002 : 2). Awalnya outbound ini dilakukan oleh orang Yunani kuno dan secara sistematis pendidikan melalui outbound dimulai di Inggris dengan membangun pendidikan berdasarkan petualangan (adventured based education) yang kemudian outbound ini dibangun di berbagai negara.
Outbound menggunakan pendekatan belajar melalui pengalaman (experiential learning), karena pengalaman langsung terhadap sebuah kejadian membuat anak dengan mudah menyerap pengetahuan yang ia alami sendiri. Sama halnya dengan Solehuddin (2000 : 47) "Pemahaman anak terhadap suatu konsep hampir sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hands on experience)". Dengan pendekatan bermain seperti ini, maka dapat menggugah emosional anak, anak dapat merasakan senang, takut, sukses (berhasil), atau gagal saat bermain, karena anak terlibat langsung secara aktif dalam mengembangkan aspek moral, dan nilai agama, bahasa, sosial emosi, fisik, kognitif, seni juga kecerdasan yang dimiliki anak.
Sebagai contoh dalam permainan outbound terdapat jenis permainan jembatan dua utas tali (Twoline Bridge) yang mengembangkan aspek moral agama yaitu berdoa saat mengawali dan mengakhiri kegiatan, aspek sosial emosi yaitu melatih kesabaran selama menyelesaikan penyebrangan, aspek kognitif yaitu melatih konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dan aspek fisik yaitu melatih keseimbangan.
Pada dasarnya, pembelajaran outbound ini bertujuan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, meningkatkan konsep diri anak-anak, mengembangkan kemampuan dan gagasan kreatif, tertantang untuk berperan aktif dengan memberanikan diri, terutama mengembangkan aspek motorik kasar anak.
Dari uraian di atas, maka pembelajaran outbound merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kecerdasan anak terutama kecerdasan kinestetik atau kecerdasan dalam berolah tubuh. Sebagai mana yang dianjurkan Rasulullah SAW dalam hadits 'ajarilah anak-anakmu berenang, memanah dan berkuda'. Selain itu, pada masa usia dini perkembangan yang cukup pesat adalah perkembangan fisik. Hal ini senada dengan arti kecerdasan kinestetik yang diungkapkan Jamaris (2003 : 33) yaitu :
Kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan dan keterampilan dalam mengontrol koordinasi gerakan tubuh melalui gerakan motorik kasar dan halus. Dalam hal ini, termasuk keterampilan khusus seperti koordinasi, keseimbangan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan.
Fakta di lapangan atau dalam pembelajaran guru sering kali mendapat kesulitan dalam mengatasi anak dengan gaya belajar yang beragam. Gaya belajar setiap anak berbeda-beda, ada yang belajar dengan media visual (gambar), audio (pendengaran) dan kinestetik (gerak tubuh). Biasanya, anak dengan gaya belajar kinestetik kerap sekali dicap sebagai anak yang tidak bisa fokus memperhatikan atau anak yang aktif oleh gurunya. Namun demikian, hal ini bukanlah sebuah masalah yang rumit. Melalui pembelajaran outbound, anak yang memiliki gaya belajar kinestetik akan terstimulasi kemampuan dan kecerdasannya terutama kecerdasan kinestetiknya. Karena pada dasarnya, anak dengan gaya belajar kinestetik ia memiliki kelebihan dalam gerak dan berlebih energinya, sehingga saat belajar ia membutuhkan ruang yang cukup luas, dan permainan yang menantang.
Lembaga PAUD X memiliki keunikan tersendiri dalam melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Guru memfasilitasi anak-anak untuk bereksplorasi, bermain sambil belajar di alam terbuka, memupuk rasa cinta terhadap alam yang di amanahkan Allah SWT Yang Maha Pencipta, dan mengembangkan semua aspek serta kecerdasan anak melalui permainan-permainan menantang yang dikemas dalam permainan outbound.
Dari uraian di atas, maka penulis ingin meneliti bagaimana pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound Di PAUD X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X.
Agar lebih fokus, maka penelitian ini dibatasi pada pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Bagaimana aktiftas pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X?
2. Bagaimana peran guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X?
3. Bagaimana hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound di PAUD X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggambarkan proses pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh gambaran, informasi dan data-data tentang aktifitas pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X
2. Memperoleh gambaran, informasi dan data-data tentang peran guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui permainan outbound di PAUD X
3. Memperoleh gambaran dan informasi hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound di PAUD X

D. Asumsi
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penilitian tentang pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X berasumsi pada :
1. Usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan yang menentukan kehidupan individu selanjutnya, sehingga pendidikan di masa ini sangat dibutuhkan guna memberikan stimulasi dan meningkatkan kemampuan yang optimal. Selayaknya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapat perhatian yang serius.
2. Pembelajaran anak usia dini dilakukan dengan cara bermain sambil belajar, sehingga dalam pemberian stimulasi hendaknya guru melakukan aktivitas pembelajaran ini dengan cara bermain yang dapat menimbulkan rasa senang, memuaskan dan membekas. Guru memperhatikan pula kebutuhan anak dan gaya belajar anak.
3. Hasil belajar anak dalam aspek kecerdasan kinestetik melalui permainan outbound merupakan pembelajaran yang menyenangkan dengan pendekatan belajar melalui pengalaman (experiantial learning) dan berdasarkan petualangan. Anak belajar melalui pratik langsung dan pengetahuan dibangun berdasarkan kejadian yang dialami sendiri. Tujuan dari pembelajaran outbound adalah sebagai upaya dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik anak.
4. Dalam pembelajaran guru mengalami kesulitan untuk menentukan kegiatan yang sesuai dengan gaya belajar anak terutama gaya belajar kinestetik yang menunjukan bahwa anak tersebut memiliki kecerdasan kinestetik atau kemampuan dalam berolah tubuh.
5. Anak sebaiknya diperkenalkan dengan lingkungan alam sekitar sejak dini.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non eksperimen dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengembangan kecerdasan kinestetik anak usia dini melalui permainan outbound di PAUD X secara terperinci dan mendalam didasarkan pada pengertian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi lembaga atau gejala tertentu. (Arikunto, 1990 : 3).
Alat pengurupul data adalah peneliti sendiri, sedangkan instrumen pembantu atau teknik yang digunakan untuk menjaring data yaitu wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur.

F. Lokasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X karena PAUD X melakukan proses pembelajaran untuk peserta didiknya melalui permainan outbound. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran outbound atau pembelajaran di alam terbuka yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator terhadap peserta didiknya yaitu anak usia dini yang berusia 4-6 tahun yang berjumlah 4 (empat) orang.
SKRIPSI PENGGUNAAN LEGO KONSTRUKTIF SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK

SKRIPSI PENGGUNAAN LEGO KONSTRUKTIF SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK

(KODE : PG-PAUD-0001) : SKRIPSI PENGGUNAAN LEGO KONSTRUKTIF SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan anak Taman Kanak-Kanak yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan bahasa. Masa ini menurut Fred Ebbeck (Masitoh, 2005 : 7) "merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan sekaligus paling sibuk. Pada masa ini anak sudah memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna". Usia Taman Kanak-Kanak seringkali juga disebut sebagai "the golden age" atau masa emas yang mengandung arti bahwa masa ini merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan dimana kepribadian dasar individu mulai terbentuk (Masitoh, 2005 : 7).
Pada rentang usia ini anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangannya, termasuk perkembangan motoriknya. Kemampuan motorik, temtama motorik dasar sangatlah penting. Penguasaan kemampuan motorik ini wajib dimiliki oleh anak sebagai dasar untuk menguasai gerak seslanjutnya yang lebih kompleks dan berguna untuk meningkatkan kualitas hidup di masa datang (Widiasari, 2009). Dengan matangnya kemampuan motorik pada anak, maka anak tidak akan merasa kaku dalam menggerakkan tangan dan kakinya. Berbagai manfaat diperoleh anak ketika terampil menguasai gerakan-gerakan motorik. Selain kondisi badan semakin sehat karena banyak bergerak, anak juga menjadi lebih mandiri dan percaya diri. Anak memperoleh keyakinan untuk mengerjakan sesuatu karena menyadari kemampuan fisik yang dimiliki. Anak-anak yang perkembangan motorik baik, biasanya mempunyai keterampilan sosial yang positif (Sujiono, 2008).
Bagi anak gerakan-gerakan fisik tidak hanya penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi (Bredkamp dalam Solehuin, 2000). Apalagi usia 5 tahun pertama merupakan masa potensial bagi anak untuk mempelajari keterampilan motorik sejalan dengan perkembangannya.
Perkembangan motorik halus anak yang kurang baik dapat disebabkan karena kurangnya latihan koordinasi mata, tangan dan kemampuan pengendalian gerak. Perkembangan motorik halus diawali sejak dini melalui memegang dan meraba. Keterampilan motorik halus sendiri baru berkembang pesat setelah usia 3 tahun, yaitu ketika sebagian besar gerak motorik kasar sudah dikuasai anak. Sekalipun perkembangan motorik halus berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot, tetapi keterampilan motorik harus dipelajari (Aviati, 2003).
Sesuai dengan hasil penelitian Mayke (Indriani, 2008) bahwa motorik halus penting karena nantinya akan dibutuhkan anak dari segi akademis. Seperti untuk menulis, menggambar hingga menarik garis. Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi yang tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan anak akan merasa bosan, jenuh, putus asa, dan tidak mau melakukan kegiatan lainnya. Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana pada tahun 2004 dikatakan bahwa sebagian besar anak usia Taman Kanak-Kanak belum mengakses program-program pendidikan yang ada untuk merangsang kemampuan motorik halus anak. Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia Taman Kanak-Kanak. Menurut Mollie dan Russell Smart (2007) perbedaan ini juga dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulasi yang didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa pertama kehidupannya.
Bagi anak bermain merupakan aktivitas yang penting dilakukan anak-anak. Sebab, dengan bermain anak-anak akan bertambah pengalaman dan pengetahuannya. Mengingat dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain, anak memperoleh penalaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan fisik. Melalui kegiatan bermain dengan berbagai macam bentuk permainan, anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial (Aviati, 2003).
Menurut Ismail (2006) melalui kegiatan bermain anak terangsang untuk merangsang perkembangan emosi, sosial dan fisiknya. Setiap anak memiliki irama dalam bermain yang berlainan disesuaikan dengan perkembangan anak. Semakin besar fantasi yang bias dikembangkan oleh anak dari sebuah mainan, akan lebih lama mainan itu menarik bagi anak. Sementara itu, bermain jika ditinjau dari perspektif pendidikan adalah sebuah kegiatan yang member peluang kepada anak untuk dapat berswakarya, melakukan, dan menciptakan sesuatu dari permainan itu dengan tenaganya sendiri, baik dilakukan di dalam maupun di luar ruangan (Ismail, 2006).
Pada masa usia Taman Kanak-Kanak anak akan mulai menghabiskan waktunya dengan bermain, bermain bagi anak usia Taman Kanak-Kanak bukan hanya sekedar membuang-buang waktu saja tetapi bermain bagi mereka adalah hal yang menyenangkan dan dapat memperkaya hidup anak. Namun kesempatan bermain sedikit demi sedikit akan berkurang jika anak sudah mulai masuk sekolah, anak-anak akan lebih disibukkan dengan pelajaran serta pekerjaan rumah atau hal-hal yang lebih bersifat akademis, tetapi bagaimanapun juga dimana ada anak disitu ada permainan, dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain. Hanya saja pada akhir masa kanak-kanak, baik laki-laki maupun anak perempuan sangat sadar akan kesesuaian jenis permainan bersama dengan kelompok jenis kelaminnya (Rosalina, 2008).
Menurut Freeman & Munandar (Rosalina, 2008) manfaat bermain bagi anak bukan hanya hiburan relaksasi, melainkan juga memungkinkan anak belajar, baik emosional maupun intelektual. Dari segi intelektual, bermain dapat membuat anak menyerap informasi baru dan kemudian memanipulasinya sehingga cocok dengan apa-apa yang telah diketahuinya. Melalui bermain seorang anak dapat mempraktekkan dan meningkatkan pemikirannya serta mengembangkan kreativitasnya.
Alat permainan merupakan salah satu sumber belajar. Melalui alat permaianan anak dapat mengembangkan berbagai macam keterampilan tangan, memberikan kesenangan dan informasi. Macam alat permainan sebagai pelengkap untuk bermain sangat beragam salah satunya adalah mainan yang bersifat bongkar pasang (constructive play). Permainan konstruktif dapat meningkatkan keterampilan jari anak yang memudahkannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menggunakan pensil, menggunting kertas, makan dan minum serta memakai dan melepas sepatu (Aviati, 2003).
Permainan konstruktif tidak akan membuat anak merasa bosan karena dalam permainan ini yang dipentingkan adalah hasilnya dan kesenangan. Anak-anak akan sibuk dengan membuat hal yang baru seperti dengan menggunakan balok-balok, lego dan lain-lain. Permainan juga tidak akan membuat anak menjadi malas, karena dalam permainan ini dengan membuat hal-hal unik.
Permainan lego konstruktif yang berbentuk balok-balok dengan bahan dasar kayu atau plastik merupakan alat mainan yang dapat merangsang perkembangan motorik halus, karena untuk menjadi sebuah konstruksi anak harus memasang setiap keping lego. Melalui kegiatan memasang setiap keping lego, anak dituntut untuk dapat mengkoordinasikan berbagai unsur yang menentukan seperti otot, syaraf dan otak. Apabila dilatih secara intensif, unsur-unsur tersebut akan melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif untuk mencapai koordinasi yang sempurna.
Latihan menggunakan alat mainan lego, berguna untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak dan dijadikan media penyaluran keutuhan anak dalam bermain. Tujuannya agar anak mampu melewati fase-fase perkembangan yang sesuai dengan usianya.

B. Rumusan Masalah
Secara umum penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut : "Bagaimana penggunaan lego konstruktif bisa mengembangkan motorik halus anak?".

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas permainan lego konstruktif terhadap perkembangan motorik halus anak. Dengan pengembangan keterampilan motorik halus diharapkan dapat terumuskan program kegiatan permainan konstruktif untuk mengoptimalisasikan potensi anak.
2. Manfaat Penelitian
Dari berbagai informasi yang di dapat, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang pengaruh permainan lego konstruktif terhadap perkembangan motorik halus anak.
b. Bagi sekolah
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang manfaat permainan lego konstruktif bagi perkembangan motorik halus anak. Sehingga sekolah dapat memilihkan alat mainan edukatif yang tepat bagi anak.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan salah satu sumber data dan dasar pertimbangan bagi penelitian lebih lanjut tentang permainan konstruktif maupun perkembangan motorik bagi anak.
SKRIPSI PELAKSAAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

SKRIPSI PELAKSAAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

(KODE : ILMU-HKM-0069) : SKRIPSI PELAKSAAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia menimbulkan perubahan yang fundamental terhadap Hukum Acara Pidana. Dikatakan demikian karena KUHAP lebih memberikan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Guna mewujudkan penghargaan terhadap harkat dan martabat hak-hak asasi manusia tersebut diterapkan beberapa asas yang mendasari hal-hal tersebut. Adapun asas-asas tersebut antara lain :
- Asas Legalitas yaitu apabila terdapat cukup bukti, maka setiap perkara harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, artinya apabila terdapat cukup bukti maka perkara harus diselesaikan.
- Asas Praduga Tak Bersalah yaitu setiap orang yang tersangkut perkara pidana wajib dianggap tak bersalah sebelum adanya keputusan Hakim yang tetap.
- Asas Keseimbangan yaitu setiap penegak hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan antara perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban umum.
- Asas Deprensial Fungsional yaitu asas yang memberikan pembagian yang tegas fungsi masing-masing penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya. Asas Koordinasi yaitu asas berupa adanya fungsi pengawasan bagi penegak hukum dan pelaksanaan tugasnya.
- Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi yaitu diberikannya ganti rugi dan rehabilitasi bagi setiap orang yang menjalani pemeriksaan dalam perkara pidana yang didalamnya terjadi kekeliruan dalam pemeriksaan perkara.
Diantara asas tersebut salah satunya adalah asas praduga tak bersalah. sebagaimana dinyatakan bahwa asas ini adalah seseorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagai tindak lanjut dari asas ini adalah adanya ketentuan yang menyatakan bahwa semua pihak yang tersangkut perkara pidana boleh mendapatkan bantuan hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara. Hal ini mengigat bahwa tidak semua orang yang tersangkut dalam perkara pidana mampu untuk memahami hal-hal yang terkait dalam perkara yang dihadapinya
Dalam kaitannya dengan pemberian bantuan hukum, tersangka atau terdakwa mempunyai hak-hak tertentu. Hak-hak tersangka atau terdakwa dalam kaitannya pemberian Bantuan Hukum diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 60 sampai dengan 68 KUHAP. Ketentuan Pasal 60 KUHAP mengatur tentang seorang tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan dan lainnya dengan tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan untuk usaha memperoleh bantuan hukum. Adapun hak-hak tersangka atau terdakwa adalah sebagai berikut :
1. Seorang tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantara penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak saudara dalam hal yang tidak ada hubungan dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan.
2..Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasehat hukumnya, dan menerima surat dari penasehat hukumnya dan sanak saudara.
3. Tersangka atau terdakwa berhak menerima kunjungan dari rohaniawan. Tersangka atau terdakwa berhak diadili dalam persidangan yang terbuka unutuk umum.
4.Tersangka atau terdakwa berhak mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan dirinya.
5. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani pembuktian.
6. Tersangka atau terdakwa berhak mengajukan banding atau kasasi kecuali putusan bebas.
7. Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi atas kesalahan pemeriksaan pidana.
Peran penasehat hukum tentunya sangat penting dalam melindungi dan membela hak-hak pelaku tindak pidana dalam proses persidangan di Pengadilan. Dalam penggunaan jasa Advokat juga tentunya membutuhkan biaya, tetapi tidak semua pelaku tindak pidana mampu menyewa jasa Penasehat hukum sendiri, karena sering kali suatu kejahatan dilakukan oleh orang yang tidak mampu dengan dalih mencukupi kebutuhan hidupnya, bagaimana mungkin orang yang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saja tidak mampu apalagi membayar jasa Advokat. Apalagi jika tindak pidana yang dilakukan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara diatas lima tahun.
Mengingat bahwa tidak setiap orang itu mampu secara ekonomi dalam kehidupannya, maka KUHAP menyatakan tentang mereka yang tidak mampu membayar penasehat hukum untuk mendampinginya dalam hal mereka melakukan perbuatan pidana yang diancam dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 56 ayat 1 KUHAP.
Dalam Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat ketentuan mengenai kewajiban pendampingan penasehat hukum terhadap pelaku tindak pidana diancam hukuman diatas lima tahun. Berdasarkan dengan ketentuan tersebut tentunya setiap pelaku tindak pidana yang diancam dengan hukuman diatas lima tahun wajib di dampingi penasehat hukum. Apabila pelaku tindak pidana tersebut tidak mampu membayar penasehat hukum tentunya pengadilan berkewajiban untuk menunjuk penasehat hukum guna mendampingi pelaku tindak pidana tersebut.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya dalam bentuk skripsi sengan judul : "PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri X)".

B. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting, agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X ?
2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian yang berhubungan dengan perumusan masalah. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X.
b. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X.
2. Tujuan Subyektif
1. Memberikan sedikit sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya Hukum Acara Pidana.
2. Memperoleh salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan.

D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian harus dipahami dan diyakini bagi pemecahan masalah yang diselidikinya. Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yaitu segi teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis.
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan bidang pemberian bantuan hukum pada khususnya.
c. Untuk lebih mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan data sekunder bagi penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan suatu data dan informasi tentang sistem cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi seorang terdakwa.
b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang Ilmu Hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
c. Untuk mencocokkan bidang keilmuan yang selama ini diperoleh dalam teori-teori dengan kenyataan dalam praktek.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan adanya latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika skripsi yang digunakan dalam penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang kerangka teoritik dan kerangka pemikiran kerangka teoritik berisi Pengertian Bantuan Hukum,pihak-pihak yang dapat memberikan bantuan hukum, sejarah perundang-undangan tentang bantuan hukum di Indonesia serta prosedur pemberian bantuan hukum secara Cuma-cuma.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi hasil penelitian yang berupa paparan kasus berupa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yang kurang mampu serta adanya pembahasan mengenai bantuan hukum bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X dan hambatan yang ditemui dalam pemberian bantuan hukum bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri X
BAB IV PENUTUP
Pada bab terakhir ini merupakan Simpulan dari hasil penelitian dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
SKRIPSI PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DI DINAS TENAGA KERJA

SKRIPSI PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DI DINAS TENAGA KERJA

(KODE : ILMU-HKM-0068) : SKRIPSI PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DI DINAS TENAGA KERJA




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Penjelasan umum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera adil, makmur dan merata baik material maupun spiritual.
Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat sedangkan jumlah lapangan pekerjaan semakin menurun maka untuk mewujudkan hal tersebut di atas perlu ditingkatkan pembangunan baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, industri dan lain sebagainya.
Negara Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sebagaimana lazimnya telah menggiatkan pembangunan di segala bidang dan yang paling menonjol adalah pembangunan di bidang industri. Seiring dengan era globalisasi dan pesatnya pembangunan di segala bidang khususnya di bidang industri maka masalah ketenagakerjaan akan menjadi hal sangat kompleks. Misalnya upah, Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, jamsostek dan aspek lainnya berikut pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan PHK akan semakin meningkat.
Selain hal tersebut di atas juga terdapat faktor kepentingan yaitu kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya ketidakserasian kedua kepentingan tersebut maka perlu adanya suatu Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama untuk menyatukan kepentingan kedua belah pihak tersebut agar dapat bersatu sehingga dapat dihindarkan terjadinya PHK.
Penyelesaian kasus Perselisihan Hubungan Industrial dan PHK memerlukan tata cara menurut perundang-undangan yang berlaku agar dapat menciptakan suasana kemantapan, ketertiban, sehingga terwujudlah penyelesaian yang efektif, efesien, murah, dan adil dengan dilandasi musyawarah mufakat antara para pihak yang berselisih. Dengan demikian, permasalahan ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Sebagaimana proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, numun dalam kenyataanya masih banyak para pelaku proses produksi yaitu unsur pekerja serta pengusaha dan juga pemerintah, belum memahami secara lebih komprehensif.
Hal tersebut bisa dimaklumi karena dalam sistem proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial saat ini dikenal beberapa lembaga baru yang bisa dilibatkan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Secara garis besar proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penyelesain di luar pengadilan dan tahap penyelesaian di dalam pengadilan.
Proses penyelesaian PHK di luar pengadilan diawali dengan penyelesaian para pihak, yaitu penyelesain secara bipartit antara para pihak di tingkat perusahan. Jika cara ini tidak membuahkan hasil maka salah satu pihak atau kedua belah pihak bisa meminta bantuan jasa konsiliator. Dalam hal ini apabila para pihak tidak memilih konsiliator selama tujuh hari kerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di Kabupaten atau Kota, maka perselisihan mereka dapat ditangani oleh mediator dalam proses mediasi. Selanjutnya apabila di tingkat mediasi juga tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak yang berpekara dapat mengajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Setempat. (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah, 2007 : 2).
Keuntungan penyelesaian secara mediasi adalah dapat membantu proses negoisasi bila para pihak mencapai kebuntuan, biaya murah, mengurangi rasa permusuhan dan bersifat pribadi. Penyelesaian perselisihan dengan mediasi merupakan bentuk intervensi yang lebih kuat, yaitu mediator diperbolehkan menawarkan usulan penyelesaian kepada pihak-pihak yang berselisih. Kelemahan masalah mediasi seringkali terjadi praktek penundaan karena sering terjadi ketidakhadiran para pihak yang berselisih baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja atau buruh, dan kesulitan dalam pelaksanaan hasil penyelesaian.
Perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah :
1. Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
2. Perselisihan kepentingan yaitu perselisihan dalam hubungan kerja yang timbul karena tidak adanya keserasian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
3. Perselisihan PHK, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
4. Perselisihan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, yaitu perselisihan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang satu dengan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang lain dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban serikat pekerjaan.
Alasan penulis memilih tempat penelitian di Dinas Tenaga Kerja Kota X karena di Dinas Tenaga Kerja X sudah ada penyelesain PHK dengan proses Mediasi yang dilakukan oleh Mediator Dinas tersebut. Salah satu contoh kasus yang selesai dengan proses mediasi adalah, Label Factory Outlet, di Jalan Slamet Riyadi No. 319 X. Mediasi biasanya dikaitkan dengan proses mediasi menciptakan perdamaian oleh karena itu, dalam bidang hubungan industrial, metode penyelesaian perselisihan ini merupakan metode yang paling sering dan paling intensif digunakan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Berdasarkan uraian tersebut maka timbul gagasan penulis untuk menulis skripsi tentang "PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PHK DI DINAS TENAGA KERJA KOTA X"

B. Rumusan Masalah
Skripsi ini hanya membatasi pada permasalahan yang menyangkut proses penyelesaian PHK pada tingkat mediasi yang ditangani oleh mediator hubungan industrial Dinas Tenaga Kerja Kota X. Adapun beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme mediasi dalam menyelesaikan masalah PHK di Dinas Tenaga Kerja Kota X?
2. Apa saja subtansi dari perjanjian bersama di Dinas Tenaga Kerja Kota X yang tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak?
3. Bagaimana pelaksanaan Perjanjian Bersama di Dinas Tenaga Kerja Kota X yang tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak?

C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia mempunyai tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Objektif
a. Mengetahui mekanisme mediasi dalam menyelesaikan masalah PHK di Dinas Tenaga Kerja Kota X.
b. Mengetahui subtansi dari perjanjian bersama di Dinas Tenaga Kerja Kota X yang tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
c. Mengetahui pelaksanaan Perjanjian Bersama di Dinas Tenaga Kerja Kota X yang tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum khususnya dalam bidang ketenagakerjaan.
b. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis pergunakan dalam penyusunan penelitian hukum ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum.
c. Sebagai referensi bagi pembaca tentang mekanisme mediasi dalam menyelesaikan masalah perselisihan PHK.

D. Manfaat Penelitian
Nilai dalam penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut, adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah khasanah materi Ilmu Hukum pada umumnya, Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya.
b. Untuk melengkapi materi yang didapat dari perkuliahan dengan kenyataan yang didapat pada praktek yang sesungguhnya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis serta pengembangan ilmu pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta tambahan ilmu pengetahuan mengenai cara-cara mediator di Dinas Tenaga Kerja Kota X dalam menyelesaikan masalah Perselisihan PHK.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika adalah gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu karya ilmiah yang dalam hal ini adalah Skripsi. Adapun sistematika ini bertujuan untuk membantu para pembaca agar dapat dengan mudah memahami dan menelaah uraian-uraian yang disajikan karena secara keseluruhan skripsi ini dibagi dalam empat bab yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang alasan pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penulisan (teoritis dan praktis), serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Diuraian mengenai landasan teori untuk mendasari penganalisaan masalah. Pembahasan pada Bab ini meliputi :
A. Tinjauan umum tentang Pengertian-pengertian di bidang ketenagakerjaan
Yang mencakup pengertian tenaga kerja, pekerja/buruh, pengusaha, perusahaan, serikat pekerja atau serikat buruh, Lembaga Kerja Sama bipartit dan Lembaga Kerja Sama Tripartit.
B. Tinjauan tentang Perselisihan Hubungan Industrial
Yang mencakup pengertian PHI, macam-macam perselisihan Hubungan Industrial, langkah-langkah Pejabat Struktural dalam melakukan penawaran penyelesaian, prinsip-prinsip penyelesaian Perselisian Hubungan Industrial.
C. Tinjauan tentang Mediasi Hubungan Industrial
Diuraikan tentang pengertian mediasi, tujuan mediasi, syarat-syarat mediasi, waktu yang tepat untuk melakukan mediasi, mediasi yang dilakukan oleh perorangan dan dewan, hasil mediasi.
D. Tinjauan tentang mediator Hubungan Industrial
Di uraikan tentang pengertian mediator, syarat-syarat mediator, peran utama mediator, fungsi mediator, persiapan mediation sebelum melakukan penyelesaian perselisihan, jenis pertemuan yang diselenggarakan mediator, penyelesaian mediasi oleh mediator.
E. Tinjauan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Diuraikan pengertian PHK, macam-macam PHK, faktor-faktor, akibat terjadinya PHK, serta beberapa ketentuan teknis dalam PHK.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisikan pembahasan antara lain bagaimana mekanisme mediasi dalam menyelesaikan perselisihan PHK, menjelaskan isi anjuran mediasi yang tidak tercapai kesepakatan dan pelaksanan Perjanjian Bersama yang tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup, yang berisikan kesimpulan-kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SKRIPSI PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KASUS ILLEGAL LOGGING DALAM RANGKA MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN

SKRIPSI PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KASUS ILLEGAL LOGGING DALAM RANGKA MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN

(KODE : ILMU-HKM-0067) : SKRIPSI PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KASUS ILLEGAL LOGGING DALAM RANGKA MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Jutaan tahun yang lalu manusia hidup tanpa perlu khawatir akan terjadinya gangguan atau bahaya oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dipermasalahkan sekarang, karena manusia percaya dan yakin pada kemampuan sistem alam untuk menanggulanginya secara alamiah.
manusia mempunyai daya penyesuaian diri atas perubahan yang terjadi pada lingkungan pada setiap waktu, tempat, dan keadaan tertentu secara evolusi atas dasar terapan ilmu dan teknologi ciptaannya sendiri.
Penyesuaian diri manusia terhadap perubahan-perubahan alam sekitarnya terlihat, antara lain melalui proses budaya yang lama, misalnya kemampuan manusia dalam menciptakan tekhnologi untuk melindungi dirinya sendiri dari pengaruh alam yang buruk.
Negara Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah,letak yang strategis dan sumber daya manusia yang banyak. Namun kekayaan alam yang dimiliki tidak akan ada artinya jika kita kurang mampu mengelola dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Sehingga banyak masyarakat Indonesia yang tidak bisa menikmati kekayaan yang dimiliki. Padahal sudah jelas diatur dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang terdapat pada pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : " Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah atau kepuasan kebatiniah saja akan tetapi keseimbangan antara keduanya. Oleh karena l penggunaan sumber daya alam harus seimbang dengan keselarasan dan keserasian lingkungan hidup agar generasi mendatang dapat menikmatinya.
Disisi lain, pembangunan industri-industri tidak dapat dihindarkan guna meningkatkan produksi dan menambah lapangan kerja. Namun industri dapat pula mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup. Selain itu, sebagai akibat dari tekanan kepadatan penduduk yang disertai dengan masalah kemiskinan telah mendorong penduduk di beberapa bagian dari wilayah Negara, terutama pulau Jawa untuk menggunakan daerah hutan yang seharusnya dilindungi untuk kegiatan pertanian atau untuk kegiatan lainnya.
Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 huruf b Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kehutanan, bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa hutan adalah penyangga bagi kehidupan manusia yang didalamnya terdiri dari berbagai komponen-komponen sumber daya alam terutama yang bisa dimanfaatkan manusia untuk mengoptimalkan aneka fungsi hutan dalam mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
Salah satu masalah yang sangat krusial dalam bidang lingkungan hidup pada sektor kehutanan ini adalah masalah penebangan liar atau yang dikenal dengan istilah illegal logging. Penebangan liar merupakan bentuk tindak kejahatan yang sampai sekarang masih banyak terjadi. Tidak adanya peraturan dan definisi khusus menegenai illegal logging merupakan salah satu faktor penyebab penebangan liar sulit diberantas di Indonesia meskipun dampak dari penebangan liar sudah terasa nyata.
Tindak pidana illegal logging disini menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Kehutanan adalah "perbuatan merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan, melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan, membakar hutan, menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin pejabat berwenang, menerima atau membeli atau menjual atau menerima tukar atau menerima titipan/menyimpan hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan serta melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin".
Illegal logging menurut penjelasan Pasal 50 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 adalah perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.
Kegiatan illegal logging yang makin marak tersebut menimbulkan kekhawatiran akan semakin parahnya kerusakan hutan di Indonesia dan besarnya kerugian yang ditanggung oleh negara.Untuk itu, Pemerintah melalui Departemen Kehutanan melakukan berbagai upaya nyata untuk menanggulangi sekaligus memberantas tindak pidana tersebut. Dalam pelaksanaanya di daerah diteruskan kepada Dinas Kehutanan sebagai instansi yang berwenang untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bidang kehutanan serta melakukan aksi yang nyata dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging (pencurian kayu) tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut tentang pelaksanaan penanggulangan illegal logging dan dampaknya terhadap pelestarian lingkungan dalam bentuk penulisan hukum dengan judul : "PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KASUS ILLEGAL LOGGING DALAM RANGKA MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN DI KABUPATEN X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dan agar pembahasan lebih terarah serta mendalam supaya sesuai dengan tujuannya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan penanggulangan kasus illegal logging dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan di Kabupaten X ?
2. Bagaimanakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penanggulangan kasus illegal logging terhadap pelestarian fungsi lingkungan di Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Agar suatu penelitian terarah dan mengenai sasaran maka harus mempunyai tujuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan objektif
a. Untuk mengetahui pelaksanaan penaggulangan kasus illegal logging dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan di Kabupaten X.
b. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan penanggulangan kasus illegal logging terhadap pelestarian fungsi lingkungan di Kabupaten X.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum dan sebagai persyaratan dalam mencapai derajat kesarjanaan.
b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah diperoleh, khususnya hukum lingkungan agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan khususnya Hukum Administrasi Negara.
b. Memberikan gambaran nyata tentang pelaksanaan penaggulangan kasus illegal logging dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan di Kabupaten X.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan penalaran, pembentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemamuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini dan berguna bagi pihak yang berminat pada masalah yang sama.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam penelitian ini digunakan sistematika penulisan hukum untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai materi pembahasan dalam penulisan hukum, sehingga akan memudahkan pembaca mengetahui isi dan maksud penulisan hukum ini secara jelas. Adapun susunan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan latar belakang masalah yaitu tentang berbagai masalah lingkungan yang dihadapi umat manusia pada saat ini serta maraknya kegiatan illegal logging atau pencurian kayu yang telah menyebabkan kerusakan hutan khususnya di Kabupaten X. Perumusan masalah yang akan diteliti yaitu pelaksanaan penanggulangan kasus illegal logging dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan di Kabupaten X, kendala-kendala yang muncul serta langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk memecahkan kendala tersebut. Tujuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tujuan subyektif dan tujuan obyektif. Adapun manfaat penelitian dibedakan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang mencakup tentang jenis penelitian, sifat penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta sub bab sistematika penulisan hukum yang menguraikan secara garis besar saja atau gambaran menyeluruh tentang hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab tinjauan pustaka, berisi kajian-kajian teori yang berhubungan dengan masalah dan unsur-unsur pembahasannya. Dalam bab ini ada tiga sub bab yang akan dibahas yaitu sub bab kesatu membahas mengenai tinjauan umum tentang tindak pidana illegal logging dengan sub anak bab pengertian tindak pidana illegal logging,dasar hukum pengaturan tindak pidana illegal logging, sub bab kedua membahas tinjauan umum tentang hutan (kehutanan) dengan sub anak bab pengertian umum tentang kehutanan, jenis-jenis hutan di Indonesia, manfaat hutan dan sub bab ketiga yaitu tentang tinjauan umum tentang lingkungan hidup, dengan sub anak bab pengertian lingkungan hidup, hak, kewajiban dan peran serta masyarakat, masalah lingkungan di Indonesia.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten X, pelaksanaan penaggulangan kasus illegal logging dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan di Kabupaten X serta kendala-kendala dan penyelesaian yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi.
BAB IV : PENUTUP
Sebagai penutup dari penulisan hukum ini, maka akan dikemukakan adanya beberapa kesimpulan dan saran bagi para pihak yang terkait agar menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN