Search This Blog

TESIS KAPASITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN SEKOLAH EFEKTIF

TESIS KAPASITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN SEKOLAH EFEKTIF

(KODE : PASCSARJ-0133) : TESIS KAPASITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN SEKOLAH EFEKTIF (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan mengemban misi yang besar dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani. Kebesaran suatu bangsa seringkali diukur dari sejauhmana masyarakatnya mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauhmana output (lulusan) yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan dapat memenuhi harapan, baik itu harapan peserta didik, harapan orang tua, harapan masyarakat, maupun harapan bangsa.
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku peserta didik. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan manfaat yang besar, pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering dirasakan belum memenuhi harapan. Hal ini dirasakan banyak lulusan pendidikan formal yang belum dapat memenuhi kriteria tuntutan lapangan kerja yang tersedia, apalagi menciptakan lapangan kerja baru sebagai presentase penguasaan ilmu yang diperolehnya dari lembaga pendidikan. Kondisi ini merupakan gambaran rendahnya kualitas pendidikan kita.
Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan terkait dengan skenario yang digunakan oleh pemerintah dalam membangun pendidikan yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan input dan output.
Pemerintah berkeyakinan bahwa dengan meningkatkan mutu input maka dengan sendirinya akan dapat meningkatkan mutu output. Dengan keyakinan tersebut, kebijakan dan upaya yang ditempuh pemerintah adalah pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan guru, menatar para guru, dan menyediakan dana operasional pendidikan secara lebih memadai. Kenyataan tersebut memberi gambaran umum bahwa pendekatan input dan output secara makro belum menjamin peningkatan mutu sekolah dalam rangka meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan.
Pendekatan input dan output yang bersifat makro tersebut kurang memperhatikan aspek yang bersifat mikro yaitu proses yang terjadi di sekolah. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan, selain menggunakan pendekatan makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro yaitu dengan memberi fokus secara lebih luas pada institusi sekolah yang berkenaan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah dan individu-individu yang terlibat di sekolah baik guru, siswa, dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain. Input sekolah memang penting tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input tersebut yang terkait dengan individu-individu di sekolah.
Jenis studi yang banyak mengkaji keberadaan sekolah pada tingkat mikro adalah studi mengenai keefektifan sekolah yang melihat faktor input, proses, dan output atau outcome sekolah secara keseluruhan serta bagaimana hubungan yang terjadi antara input dan proses dengan output atau outcome sekolah. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa studi keefektifan sekolah telah banyak membantu dalam memecahkan masalah pendidikan dalam kaitan dengan peningkatan mutu pendidikan. Pemahaman terhadap institusi sekolah secara menyeluruh sangat penting karena basis utama pendidikan adalah sekolah. Keberhasilan sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta sejauhmana tujuan itu dapat dicapai pada periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di sekolah.
Berdasarkan sudut pandang keberhasilan sekolah tersebut, kemudian dikenal sekolah efektif dan efisien yang mengacu pada sejauhmana sekolah dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yag telah ditetapkan. Dengan kata lain, sekolah disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah direncanakan. Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai. Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif jika terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dimmuskan untuk dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah.
Suatu asas yang paling penting dalam pengertian sekolah efektif adalah bagaimana masyarakat secara merata tanpa pandang bulu dapat mengenyam pendidikan secara layak. Dalam artian bagaimana murid dapat belajar. Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008 : 33) mengatakan, "asas penting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan pendidikan menuju sekolah efektif adalah pernyataan bahwa semua anak dapat belajar". Hal ini mengisyaratkan pada kita bahwa sekolah merupakan wahana yang menyediakan tempat yang terbaik bagi anak untuk belajar.
Ukuran sekolah efektif yaitu sejauh mana sasaran dan tujuan (kuantitas, kualitas, waktu dapat dicapai sesuai standar. Prestasi yang diharapkan pada sekolah efektif tidak saja pada siswa tetapi pada semua komponen yang berada pada sistem lembaga tersebut. Sedangkan kualitas yang diharapkan adalah terkait dengan prestasi lembaga secara keseluruhan dan prestasi belajar siswa.
Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan funsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa. Hasil belajar yang memuaskan bagi semua pihak ditandai dengan komprehensifnya hasil belajar yang diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja yang diinginkan dalam penyelenggaraan proses belajar dengan menunjukkan hasil belajar yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Jika memperhatikan deskripsi sekolah efektif seperti dikemukakan di atas, di Kecamatan X Kabupaten X, khususnya pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar belum dapat mengimplementasikan pengelolaan pendidikan menuju sekolah efektif. Sekolah Dasar yang berada di wilayah Kecamatan X Kabupaten X belum menjalankan funsinya sebagai tempat belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa. Para penyelenggara pendidikan di Kecamatan X Kabupaten X belum memperhatikan berbagai aspek yang berkenaan dengan penyelenggaraan sekolah efektif. Tujuan sekolah belum dinyatakan secara jelas dan spesifik sehingga para pelaku pendidikan yang ada di sekolah kebingungan tujuan apa yang semestinya dicapai oleh sekolah seperti iklim di sekolah tidak kondusif, tidak ada kerja sama kemitraan yang baik antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, individu-individu yang terlibat di sekolah seperti guru, siswa, dan kepala sekolah belum menjalankan peranannya sesuai dengan fungsinya masing-masing serta belum mampu menjalin hubungan yang yang baik satu sama lain. Sedangkan dalam membangun pendidikan dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien selain menggunakan pendekatan makro juga perlu memperhatikan pendekatan mikro, yaitu dengan memberi fokus secara lebih luas pada institusi sekolah yang berkenaan dengan kondisi keseluruhan sekolah seperti iklim sekolah dan individu-individu yang terlibat di sekolah baik guru, siswa, dan kepala sekolah serta peranannya masing-masing dan hubungan yang terjadi satu sama lain. Dalam kaitan ini bahwa input sekolah memang penting, tetapi jauh lebih penting bagaimana mendayagunakan input tersebut yang terkait dengan individu-individu di sekolah maupun dengan individu-individu di luar sekolah, seperti komite sekolah, orang tua siswa dan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Sekolah merupakan suatu institusi yang paling kompleks bila dibandingkan dengan institusi yang lain, karena di dalam sistemnya terdapat berbagai kegiatan serta proses yang tidak semua orang bisa melakukannya. Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan program-progamnya untuk mewujudkan sekolah efektif perlu didukung oleh semua pihak, baik kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, komite sekolah, dan masyarakat. Kepemimpinan kepala sekolah yang profesional dan kompeten, iklim organisasi sekolah, staf sekolah yang kreatif serta lingkungan yang mendukung akan membuat sekolah itu berjalan seperti yang diharapkan. Tanpa kerjasama yang baik dalam suatu sistem yang terpadu maka hasilnya akan mengecewakan semua pihak. Dengan demikian iklim organisasi sekolah akan benar-benar kondusif bagi terciptanya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga terwujudlah sekolah efektif. Tanpa mengabaikan berbagai faktor yang mempengaruhi dalam mengimplementasikan sekolah efektif seperti sarana prasarana, staf sekolah, dana operasional pendidikan lebih memadai, iklim sosial, dan budaya di lingkungan sekolah kurang mendukung, dan lainnya diduga kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasai sekolah berpengaruh yang signifikan terhadap implementasi sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X. Sehingga menjadi masalah yang berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan di Kecamatan X Kabupaten X. Untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah dalam Mengimplementasikan Sekolah Efektif (Studi Deskriptif Pengaruh Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Iklim Organisasi Sekolah Dalam Mengimplementasikan Sekolah Efektif Pada Sekolah Dasar Di Kecamatan X Kabupaten X)".

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Jika memperhatikan esensi dari sekolah efektif ditemukan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sekolah efektif sehingga perlu pembenahan agar penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dalam arti memperoleh hasil yang optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam mengimplementasikan sekolah efektif tersebut seperti lingkungan sekolah, kebijakan pendidikan, kepemimpinan kepala sekolah, visi sekolah, sumber daya, kualitas guru, siswa, iklim organisasi sekolah, kurikulum, PBM, hasil belajar.
Dari beberapa faktor tersebut, faktor kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah diduga lebih banyak memberikan pengaruh pada keberhasilan implementasi sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka ruang lingkup masalah penelitian ini dibatasi pada kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah.

C. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kapasitas kepemimpinan kepala sekolah pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X?
2. Bagaimana gambaran iklim organisasi sekolah pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X?
3. Bagaimana gambaran implementasi sekolah efektif pada Sekolah Dasar diKecamatan X Kabupaten X?
4. Bagaimana pengaruh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X?
5. Bagaimana pengaruh iklim organisasi sekolah dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X?
6. Bagaimana pengaruh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah secara bersama-sama dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji masalah-masalah yang telah dirumuskan, yaitu untuk mengetahui pengaruh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini untuk :
1. Mengatahui gambaran kapasitas kepemimpinan kepala Sekolah pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Mengatahui gambaran iklim organisasi sekolah pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
3. Mengatahui gambaran implementasi sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
4. Mengatahui pengaruh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
5. Mengatahui pengaruh iklim organisasi sekolah dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
6. Mengatahui pengaruh kapasitas kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah secara bersama-sama dalam mengimplementasikan sekolah efektif pada Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini antara lain :
a. Dapat dijadikan sebagai kajian untuk mendalami dan mengembangkan konsep-konsep administrasi pendidikan terutama tentang konsep-konsep kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, dan implementasi sekolah efektif.
b. Memberikan pengaruh yang berdaya guna secara teoritis, metodologis, dan empiris bagi kepentingan akademis dalam bidang ilmu pendidikan, khususnya administrasi pendidikan terutama pada kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, dan sekolah efektif.
c. Dapat dijadikan suatu pola dan strategi dalam meningkatkan sekolah efektif di tingkat satuan pendidikan yang profesional.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat hasil penelitian ini antara lain :
a. Diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti maupun pembaca lainnya untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan dalam menganalisis kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, dan implementasi sekolah efektif di Kecamatan X Kabupaten X.
b. Diharapkan dapat memberi masukan informasi bagi UPTD Pendidikan Kecamatan X Kabupaten X dalam melakukan pengawasan serta mengevaluasi kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan implementasi sekolah efektif.
c. Diharapkan dapat memberi masukan informasi bagi kepala sekolah dan guru se-Kecamatan X kabupaten X untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola implementasi sekolah efektif.
d. Diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam upaya melaksanakan perbaikan dan peningkatan sekolah efektif, khususnya di lingkungan UPTD Pendidikan Kecamatan X Kabupaten X.
TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SMK X

TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SMK X

(KODE : PASCSARJ-0132) : TESIS KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA KOMITE SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SMK X (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Menyadari akan hal ini, pemerintah melakukan perubahan dan penyempurnaan pengelolaan pendidikan yang salah satunya dikenal dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2002 : 45) mengisyaratkan bahwa implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah, ataupun faktor eksternal di luar sekolah, yaitu : (1) kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik, (2) kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan, (3) dukungan pemerintah, dan (4) profesionalisme.
Selanjutnya, Rivai (2009 : 148) mengemukakan :
Dalam mengimplementasikan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Kepala sekolah harus tampil sebagai motivator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara personal harus terlibat dalam setiap proses pembahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan mutu total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan baik di dalam sekolah itu sendiri maupun dengan sekolah lain.
Dengan demikian, konsep MBS mengharuskan kepala sekolah untuk berperan aktif dalam mengkoordinasikan, menggerakan, dan menyelaraskan segala sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi kelembagaan serta semangat untuk maju dan mengabdi dalam mencapai tujuan dan program-program pendidikan yang telah ditetapkan.
Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan MBS adalah partisipasi warga masyarakat melalui wadah Komite Sekolah. Dalam hal ini, Satori dan Fattah (2001 : 99) menyatakan : "Sekolah perlu memberdayakan masyarakat melalui Komite Sekolah dengan mengajak bekerja sama dalam memanfaatkan potensi yang ada sehingga semua sumber daya berkembang secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Kebersamaam merupakan potensi yang amat vital untuk membangun masyarakat menciptakan demokratisasi pendidikan".
Dengan MBS diharapkan dapat mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dengan muaranya pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan pada tataran yang paling bawah yaitu sekolah. Oleh sebab itu, penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan yang dapat dianalisis dan dipahami melalui apa yang senyatanya terjadi sesudah program atau kebijakan dirumuskan dan dinyatakan berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan demikian, rumusan judul pada penelitian ini adalah : "Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah terhadap Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kabupaten X. Dengan demikian, adanya otonomi pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dan untuk mengimplementasikan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sangat diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi sehingga dapat memberdayakan segala sumber daya yang ada, termasuk sumber daya masyarakat yang diorganisasikan dalam wadah komite sekolah. Untuk itu, diperlukan kesamaan persepsi dari seluruh elemen pendidikan yang ada di sekolah tentang pentingnya konsistensi implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kabupaten X dalam mengimplementasikan kebijakan MBS ini adalah analisis terhadap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi sehingga kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada dapat melahirkan program-program yang realistis dan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, kepala sekolah selaku pemimpin dalam lembaga pendidikan (sekolah) hendaknya dapat memacu partisipasi masyarakat melalui wadah komite sekolah.
Atas dasar itu, maka masalah-masalah penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) lingkungan pendidikan pada SMK Negeri di Kabupaten X?
2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan komite sekolah SMK Negeri di Kabupaten X terhadap implementasi MBS?
3. Bagaimana perilaku kepemimpinan kepala sekolah SMK Negeri di Kabupaten X dalam mengimplementasikan MBS?
4. Bagaimana peran komite sekolah SMK Negeri di Kabupaten X dalam mengimplementasikan MBS?
5. Bagaimana persepsi guru SMK Negeri di Kabupaten X terhadap kemampuan manajerial kepala sekolahnya dalam mengimplementasikan MBS?
6. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?
7. Seberapa besar kontribusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?
8. Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja komite sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten X?
9. Seberapa besar pengaruh kinerja komite sekolah terhadap perilaku kepemimpinan kepala sekolah pada SMK Negeri di Kabupaten X?
10. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah penelitian ini difokuskan pada, "Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?".
Adapun sub masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?
2. Seberapa besar kontribusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui besarnya kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X.
2. Mengetahui besarnya kontibusi kinerja komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X.
3. Mengetahui besarnya kontibusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja komite sekolah secara simultan terhadap efektivitas implementasi MBS pada SMK Negeri di Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan wawasan tentang ilmu administrasi pendidikan baik pada tingkat makro di lembaga birokrasi pendidikan, maupun pada tingkat mikro di tingkat satuan pendidikan (sekolah).
Khususnya pada tingkat sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan model-model baru kerjasama antara kepala sekolah dengan komite sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan MBS sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Memberi masukan kepada pihak sekolah, khususnya kepala sekolah, agar dapat memberdayakan masyarakat melalui wadah komite sekolah.
b. Memberi masukan kepada kepala sekolah dan komite sekolah dalam bekerja sama meningkatkan mutu pendidikan melalui pengimplementasian kebijakan MBS dengan menggalang dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap program-program sekolah.
c. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten X, yang bertanggungjawab dalam memajukan lembaga pendidikan di wilayahnya dengan melibatkan peranserta masyarakat. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi umpan balik (feedback) dan evaluasi terhadap pemberlakuan kebijakan MBS dan komite sekolah, sehingga dapat diambil langkah-langkah antisipatif dan mencari solusi untuk memecahkan permasalahan yang timbul dari kebijakan tersebut sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dan Komite Sekolah dapat berfungsi secara efektif.
TESIS PENGARUH KINERJA PENGAWAS DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH DI SMPN KOTA X

TESIS PENGARUH KINERJA PENGAWAS DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH DI SMPN KOTA X

(KODE : PASCSARJ-0131) : TESIS PENGARUH KINERJA PENGAWAS DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH DI SMPN KOTA X (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dengan urgensi dan signifikansi yang memadai bagi kehidupan manusia. Ini semua terindikasi dari fungsi strategis pendidikan, yaitu bahwa pendidikan dapat difungsikan sebagai proses sosialisasi dalam memasyarakatkan nilai nilai, ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan. Pendidikan juga dapat difungsikan sebagai proses perkembangan, yakni upaya pengembangan potensi manusia secara maksimal untuk mewujudkan cita-citanya dalam kehidupan yang kongkrit.
Disamping itu pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam menyesuaikan perkembangan dunia. Oleh karena itu pemerintah membuat undang-undang tentang pendidikan guna memenuhi kebutuhan yang selalu berkembang.
Untuk mengatasi perkembangan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberi arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian.
Implikasi dari hal tersebut bermakna bahwa tingkat pentingnya pendidikan menuntut pada upaya-upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata dan sistematis serta antisipatif terhadap perubahan yang terjadi. Sebab pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman, sehingga proses yang terjadi di dalamnya dapat menjadi suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia/pengembangan potensi manusia, yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat.
Pengawas, Kepala Sekolah dan guru merupakan tenaga pendidik dan kependidikan yang mutlak terstandarisasi kompetensinya secara nasional menurut PP No 19 tahun 2005 di atas. Karena pengawas, kepala sekolah dan guru adalah tiga unsur yang berperan aktif dalam persekolahan. Guru sebagai pelaku pembelajaran yang secara langsung berhadapan dengan para siswa di ruang kelas, dan pengawas serta kepala sekolah adalah pelaku pendidikan didalam pelaksanaan tugas Kepengawasan dan menejeririal pendidikan yang meliputi tiga aspek yaitu supervisi, pengendalian dan inspeksi kependidikan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru, pengawas maupun kepala sekolah, dituntut keprofesionalannya untuk melaksanakaan tugas pokok dan fungsinya sesuai tuntutan kompetensi guru, pengawas maupun kepala sekolah yang tertuang dalam Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas nomor 12 tahun 2007 tentang Pengawas. Guru sebagai penjamin mutu pendidikan di ruang kelas, sementara pengawas dan kepala sekolah adalah penjamin mutu pendidikan dalam wilayah yang lebih luas lagi. Pada era otonomi sekarang ini, sekolah harus berubah kearah yang sesuai dengan tuntutan masa, agar tidak ketinggalan zaman. Jam'an Satori (1999) dalam Dadang Suhardan (2006 : 8-9) menyatakan bahwa :
...perubahan yang seharusnya terjadi di sekolah pada era otonomi pendidikan terletak pada : (1). Peningkatan kinerja staf, (2). Pengelolaan sekolah menjadi berbasis lokal, (3). Efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga, (4). Akuntabilitas, (5). Transparansi, (6). Partisipasi masyarakat, (7) Profesionalisme pelayanan belajar, dan (8). Standarisasi.
Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa sekolah kepada keunggulan mutu lembaga, sebab sekolah memiliki keleluasaan dalam melaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belum terjadi. Menurut Dadang Suhardan (2006 : 9) : "...Sekolah-sekolah kini belum mampu memberi layanan belajar bermutu karena belum mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya"
Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah mengawasi jalannya pendidikan untuk mendobrak mutu bila tidak ditindak lanjuti dengan pembinaan gurunya, maka tidak akan berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar dikelas. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran. Disatu pihak peranan pengawas dan kepala sekolah didalam pembinaan dan pengembangan kompetensi profesional guru sangat signifikan terhadap produktivitas dan efektifitas kinerja guru tersebut.
Kinerja pengawas satuan pendidikan yang profesional tampak dari unjuk kerjanya sebagai pengawas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya menampilkan prestasi kerja atau performance hasil kerja yang baik, serta berdampak pada peningkatan prestasi dan mutu sekolah binaannya. Dalam MBS misalnya, kinerja pengawas tentunya juga akan nampak secara tidak langsung dalam mengupayakan bagaimana Kepala Sekolah : memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia, terwujudkannya visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Bagaimana kemampuan manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Kinerja pengawas satuan pendidikan juga tampak dampaknya pada bagaimana guru menerapkan PAKEM (pembelajaran siswa yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan), bagaimana pemahaman guru tentang implikasi dari implementasi MBS, penilaian portofolio dalam penilaian (Masdjudi, 2002).
Selain itu kinerja pengawas satuan pendidikan juga berkaitan dengan kiprah dan keberadaan komite sekolah dan peran serta orang tua dan masyarakat dalam pendidikan.
Jadi kinerja pengawas diartikan sebagai unjuk kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh pengawas yang tercermin dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kreativitas dan aktivitasnya dalam proses kepengawasan, komitmen dalam melaksanakan tugas, karya tulis ilmiah yang dihasilkan serta dampak kiprahnya terhadap peningkatan prestasi sekolah yang menjadi binaannya.
Agar mutu lulusan meningkat, pengawas, kepala sekolah dan guru serta staf bekerja sama dalam mengupayakan kelancaran proses belajar sebagai upaya mengadakan perubahan yang dapat meningkatkan produktivitas sakolah. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini hendaknya melaksanakan fungsi fungsi kepemimpinan, baik yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan yang efektif dan efisien menuju produktifitas yang bermutu. Seperti yang diungkapkan oleh Widodo S (2007) bahwa;
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa produktifitas pendidikan harus dimulai dari menata SDM tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Hal kedua adalah bahwa penataan SDM harus dilaksanakan dengan prinsip efektifitas dan efisien karena efektifitas dan efisien adalah kriteria dan ukuran yang mutlak bagi produktifitas pendidikan untuk menghasilkan lulusan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Fenomena di lapangan, khususnya di Kota Administrasi X menunjukkan bahwa produktifitas sekolah di SMPN perlu ditingkatkan diantaranya dengan mengoptimalkan kinerja pengawas dan kepemimpinan kepala sekolah.

B. Identifikasi masalah
Sebagaimana dikemukakan dalam latar belakang masalah, pada organisasi pendidikan terutama sekolah menghadapi berbagai masalah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan terutama program pembelajaran.
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah tidak terlepas dari peranan pengawas, kepala sekolah dan guru. Tugas pokok guru adalah mengajar dan membantu siswa menyelesaikan masalah masalah belajar dan perkembangan pribadi dan sosialnya. Kepala sekolah memimpin guru dan siswa dalam proses pembelajaran serta membantu mengatasi masalah yang dihadapi. Pengawas melakukan supervisi dan memberikan bantuan kepada kepala sekolah, guru dan siswa dalam mengatasi persoalan yang dihadapi selama proses pendidikan berlangsung.
Terdapat berbagai pemicu timbulnya permasalahan di lingkungan sekolah yang terkait dengan pengelolaan sekolah dan kegiatan belajar mengajar, masalah tersebut diantaranya berhubungan dengan kinerja pengawas, serta kepemimpinan kepala sekolah yang belum maksimal dalam upaya peningkatan produktivtas sekolah
Terkait dengan masalah tersebut di atas, seharusnya ada penerapan pengelolaan sekolah secara terpadu, terutama yang ada pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas sekolah, seperti :
1. Pemberian motivasi kepada guru guru untuk melaksanakan program kegiatan belajar mengajar sesuai dengan yang diharapkan.
2. Membangun rasa percaya diri kepada guru guru agar mempertinggi semangat kerja untuk berbuat yang maksimal.
3. Menciptakan suasana yang kondusif, dan iklim kerja yang mendukung terciptanya suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Beberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri yang terdapat di Kota Administrasi X, diduga belum melaksanakan pengelolaan sekolah secara maksimal terutama yang dikaitkan dengan peran kinerja pengawas dan kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan visi, misi dan tujuan sekolah dalam rangka untuk mencapai peningkatkan produktivitas sekolah sebagaimana yang diharapkan.
Pengawasan/supervisi pendidikan bermaksud meningkatkan kemampuan profesional dan teknis bagi guru, kepala sekolah dan personil sekolah lainnya agar proses pendidikan di sekolah lebih berkualitas.
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah hendaknya memberikan motivasi kepada guru, sehingga guru guru terdorong untuk melakukan proses pembelajaran dengan baik, dan menghasilkan kinerja yang maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran. Maka dari itu harus ada kerjasama antara kepala sekolah dan guru guru untuk mencapai produktivitas sekolah yang baik. Kepala sekolah harus membuat pembaharuan, memberikan motivasi yang tinggi, memiliki visi ke depan. Begitu halnya dengan guru harus meningkatkan kinerjanya secara maksimal serta mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pelatihan pelatihan agar tercapai kualitas sekolah yang diharapkan dalam peningkatan produktivitas sekolah.
Produktivitas sekolah yang baik dan bermutu akan menjadikan sekolah yang unggul dan pavorit. Sekolah yang menghasilkan siswa yang bermutu tentunya merupakan kepuasan bagi masyarakat dan orang tua.
Adapun Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitiannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kinerja pengawas di SMP Negeri Kota Administrasi X ?
2. Bagaimana gambaran kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X ?
3. Bagaimana gambaran peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X ?
4. Seberapa besar pengaruh kinerja pengawas terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X ?
5. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Aministrasi X ?
6. Seberapa besar pengaruh kinerja pengawas terhadap kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X ?
7. Seberapa besar pengaruh kinerja pengawas dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri kota Administrasi X.

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat diskripsi analitis mengenai peran kinerja pengawas dan kepala sekolah sebagai pimpinan yang bertanggung jawab langsung dalam penyelenggaraan pendidikan serta membangun rasa percaya diri kepada guru agar bekerja lebih maksimal. Pengawas, kepala sekolah dan guru berkomunikasi untuk menfokuskan berbagai usaha untuk mencapai produktivitas sekolah yang diharapkan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu;
1. Untuk mengetahui gambaran kinerja pengawas di SMP Negeri Kota Administrasi X.
2. Untuk mengetahui gambaran kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.
3. Untuk mengetahui gambaran peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.
4. Untuk menganalisa seberapa besar pengaruh kinerja pengawas terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.
5. Untuk menganalisa seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.
6. Untuk menganalisa seberapa besar pengaruh kinerja pengawas terhadap kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.
7. Untuk menganalisa seberapa besar pengaruh kinerja pengawas dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan produktivitas sekolah di SMP Negeri Kota Administrasi X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis diharapkan dari penelitian ini diperoleh desain pengembangan produktifitas sekolah di SMPN Kota X oleh Pengawas dan kepala sekolah dengan segala aspek-aspek yang mempengaruhi proses implementasinya
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam proses kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajarannya.
b. Bagi pengawas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dan bahan pertimbangan dalam penetapan model pembinaan dan layanan supervisi terhadap efektivitas mengajar guru di sekolah.
c. Bagi kepala sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dan bahan pertimbangan dalam model pembinaan terhadap guru dan karyawan dalam meningkatkan produktivitas sekolah.
d. Bagi Suku Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Kota Administrasi X.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pengembangan serta implementasi supervisi pendidikan dan pembinaan kepala sekolah pada jenjang satuan pendidikan.
TESIS PENGARUH LAYANAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SMPN DI KABUPATEN X

TESIS PENGARUH LAYANAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SMPN DI KABUPATEN X

(KODE : PASCSARJ-0130) : TESIS PENGARUH LAYANAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SMPN DI KABUPATEN X (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu solusi strategis yang dapat ditawarkan dalam memecahkan persoalan bangsa, baik langsung maupun secara tidak langsung, termasuk pendidikan dasar. Solusi strategis tersebut terwujud apabila didukung oleh pelaksanaan manajemen profesional yang memungkinkan terjadinya demokratisasi dan desentralisasi. Pentingnya pendidikan jasmani dalam pola pendidikan di Indonesia telah dirumuskan oleh pemerintah berupa Undang-undang No. 20 tahun 2003. Khusus mengenai kurikulum pendidikan dasar dan menengah telah dirumuskan pada pasal 42 yang wajib memuat matapelajaran-matapelajaran sebagai berikut. (1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa, (4) matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuan sosial, (7) seni dan budaya, (8) pendidikan jasmani dan olahraga, (9) keterampilan/kejuruan, dan (10) muatan lokal. Ditetapkannya pendidikan jasmani dan olahraga sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah telah membuktikan pentingnya pendidikan jasmani dan olahraga diajarkan mulai tingkat SD hingga SLTA. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga telah menjadi bagian integral dari keseluruhan pendidikan. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Guru pendidikan jasmani dewasa ini menjadi pertanyaan besar, karena kontribusinya belum dapat dirasakan secara komprehensif oleh para siswa dan orang tua yang menitipkan anaknya di sekolah. Bahkan baru-baru ini terjadi kasus pembunuhan oleh guru penjas kepada anak didiknya. Semakin menambah kerunyaman yang disandang oleh profesi guru penjas ini. Sebagaimana diketahui bersama bahwa aktivitas fisik sudah menjadi kebutuhan primer untuk memperta-hankan eksistensi manusia sebagai sebuah sistem. Sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM), setiap individu memiliki hak kebebasan untuk beraktivitas secara fisik. Atas dasar itu, setiap individu memiliki hak akses terhadap aktivitas jasmani untuk pengembangan pribadi seutuhnya. Aktivitas jasmani merupakan sekolah kehidupan karena dapat mengajarkan nilai-nilai berupa keterampilan hidup yang esensial untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, aktivitas jasmani difasilitasi oleh institusi pendidikan melalui pembelajaran pendidikan jasmani dari mulai taman kanak-kanak, pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. (Husdarta, 2007 : 2).
Kinerja guru dalam PBM menjadi salah satu bagian terpenting dalam mendukung terciptanya proses pendidikan secara efektif terutama dalam membangun sikap disiplin dan mutu hasil belajar siswa. Namun demikian, manakala guru gagal meminimalkan perilaku menyimpang yang diperbuat siswa, sering kali membuat guru putus semangat dan malas dalam mengajar. Hal ini tentunya harus dihindari oleh setiap guru. Bagi guru yang memiliki kinerja yang tinggi harus mampu menyusun tahapan belajar siswa untuk dapat belajar dengan menciptakan atmosfir belajar yang lebih kondusif dan positif. Hal tersebut menjadi isu yang amat kritis dalam konteks pendidikan di Sekolah Menegah Pertama (SMP), yang dipandang sebagai cerminan kualitas pendidikan masa depan. Secara profesi menurut Karsidi (2006 : 1) guru dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, yaitu : (1) memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, (2) memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, dan (3) mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya. Ketiga hal tersebut menjadi landasan utama dalam menentukan kualifikasi guru dalam konteks pendidikan di sekolah. Jadi, kedudukan guru dalam proses belajar mengajar khususnya di SMP sangatlah sentral. Setiap guru pendidikan jasmani di SMP perlu mengetahui, memahami, dan menghayati prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran. Lebih dari itu, keterampilan dan kiat penerapan prinsip-prinsip Proses Belajar Mengajar (PBM) itu sangat menentukan pencapaian efektivitas pengajaran pendidikan jasmani. Karakteristik guru yang berkinerja baik dalam PBM hendaknya mampu melakukan kegiatan belajar pendidikan jasmani dengan tingkat kesulitan yang sedikit. Selain itu juga, efektivitas pembelajaran pendidikan jasmani sangat ditentukan oleh kemahiran guru dalam merumuskan tujuan.
Kondisi rendahnya kinerja guru pendidikan jasmani saat ini menjadi satu keprihatinan yang perlu disikapi dalam konteks pembelajaran, karena dapat berdampak terhadap rendahnya disiplin dan hasil belajar siswa itu sendiri. Masalah rendahnya kinerja guru pendidikan jasmani di SMP telah menjadi pembahasan utama dalam Kongres dunia pendidikan jasmani di Berlin, Jerman pada tahun 1999. Sebagaimana yang dipaparkan Rusli Lutan (1999 : 1) bahwa, "Pendidikan jasmani mengalami ancaman dan tekanan yang serius dengan berbagai pertanda seperti dipandang sebagai bidang studi yang dikepinggirkan dan tidak penting bagi karier".
Rendahnya kinerja guru tersebut, berdasarkan hasil survai pada tingkat global lebih disebabkan beberapa indikasi, seperti yang dikemukakan Rusli Lutan (1999 : 1) yaitu : "Mulai dari alokasi waktu yang terbatas, kelangkaan infrastruktur, kualifikasi tenaga yang tidak sesuai, hingga biaya yang sangat minim."
Sampai saat ini sekolah masih merupakan bagian dari suatu organisasi birokrat, dalam arti segala sesuatu sudah diatur dari pusat, baik secara admini-stratif maupun akademis. Kondisi ini seringkali menghambat kreativitas guru. Namun, dengan digunakannya manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah dan manajemen mutu dalam bidang pendidikan, maka kepala sekolah dan guru harus berupaya untuk lebih inovatif dan kreatif dalam membangun dan mengelola sekolahnya, sehingga dapat mengubah iklim organisasi birokrat menjadi lebih demokratis dan bersifat kekeluargaan. Untuk itu, guru harus mampu membuat diagnosis sumber masalah dan menentukan penanggulangannya yang tepat, mampu beradaptasi dengan lingkungan, mampu berkomunikasi ke dalam dan ke luar lingkungan sekolah serta memahami dan mau melaksanakan manajemen yang berlaku.
Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya kebijakan pemerintah demi terwujudnya kinerja guru yang diharapkan. Dalam pengelolaan sumber-daya manusia sekolah dasar, Dinas Pendidikan kabupaten atau kota sangat bertanggung jawab dalam pembinaannya. Kepala sekolah dapat melaksanakan wewenang dan tanggung jawab secara penuh dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam implementasinya kesemuanya itu akan dipengaruhi oleh strategi layanan supervisi guru baik yang dilakukan kepala sekolah maupun dinas pendidikan kabupaten/kota. Khususnya layanan supervisi yang dilakukan dinas berupa pemberian pengawasan kepada guru di sekolah belum optimal. Hal ini disebabkan pengawas yang melakukan pengawasan tidak memiliki latar belakang pendidikan jasmani. Akibatnya guru belum dapat mengubah dirinya karena pengawasanya bukan dari orang olahraga.
Isu kritis dalam konteks pendidikan di SMP, yang dipandang sebagai peletakan dasar kependidikan adalah belum efektifnya proses pendidikan. Guru, sebagai sumber utama dalam proses pendidikan di SMP, tentunya memiliki tanggung jawab paling besar dalam upaya mengefektifkan proses pendidikan. Efektivitas pendidikan di SMP tercermin dalam keterlibatan siswa selama dan setelah pembelajaran itu berakhir. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa esensi dari pengajaran yang baik adalah siswa harus dapat menikmati pengalaman dan memilih untuk melanjutkan keterlibatannya dalam aktivitas tersebut di luar jam pelajaran. Jadi, untuk mewujudkan efektivitas pendidikan, guru pendidikan jasmani harus memiliki kreativitas, karena kreativitas dari langkah yang dikembangkan guru untuk mencapai tujuan pendidikan merupakan salah satu wujud keberhasilan guru. Sedangkan kinerja guru sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti layanan supervisi dan motivasi berprestasi. Dengan dukungan inilah, kinerja guru pendidikan jasmani di tingkat sekolah dasar secara perlahan tetapi pasti dapat meningkat. Kondisi inilah yang diperlukan dalam mewujudkan efektivitas dan raihan tujuan pendidikan yang tertuang dalam kurikulum. Berkaitan dengan isu sentral tersebut, penulis mencoba untuk mengidentifikasi secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani sekolah dasar yang kemudian dijadikan variabel dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis memilih judul : "Pengaruh Layanan Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani SMP Negeri di Kabupaten X."

B. Identifikasi Masalah
Kajian realitas di lapangan telah memunculkan berbagai variabel yang mempengaruhi kinerja guru. Dari banyaknya variabel, maka Penulis mengiden¬tifikasi dua variabel yang diduga mempengaruhi kinerja guru yaitu : (1) layanan supervisi dan (2) motivasi berprestasi.
1. Layanan Supervisi
Layanan supervisi mempakan bentuk pembinaan dari kepala sekolah kepada para gurunya. Menumt Soetjipto dan Kosasi (1999 : 28) menjelaskan bahwa, "Layanan supervisi mempakan sebuah upaya pembimbingan yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada para guru untuk meningkatkan kinerjanya." Pembinaan mutu guru perlu secara sungguh-sungguh memberikan perhatian kepada melatih kepekaan guru terhadap latar belakang peserta didik yang semakin beragam, terutama pada pendidikan dasar, sebagai konsekuensi dari semakin terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah. Oleh karena itu, peranan kepala sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru pendidikan jasmani sangat diperlukan, terutama untuk meningkatkan kinerjanya. Pelaksanaan pengawasan harus dilakukan secara sinergis antara pengawas, kepala sekolah, dan guru, sehingga tujuan yang dirumuskannyapun sebagai hasil bersama. Dengan demikian antara pengawas dan guru tidak akan ada yang merasa saling menekan tetapi sebaliknya akan lahir sikap terbuka satu sama lain demi kemaslahatan bersama.
2. Motivasi Berprestasi
Motivasi menurut Abu Ahmadi (1999) adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Motivasi berprestasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Setidaknya para guru harus memiliki motivasi berprestasi untuk meningkatkan kegairahan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Tanpa motivasi berprestasi sukar bagi guru pendidikan jasmani untuk mengembangkan dirinya selama proses belajar mengajarnya. Guru sangat berperan dalam menumbuhkem-bangkan motivasi pada peserta didik, meskipun munculnya motivasi itu dengan cara paksaan kepada mereka. Lambat laun akan muncul kesadarannya untuk belajar menurut keinginannya sendiri. Motivasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu : motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Untuk meningkatkan motivasi instrinsik sangat diperlukan motivasi kuat dari luar dirinya. Guru agar memiliki motivasi perlu diberikan penghargaan berupa pujian, insentif yang memadai, rasa keberhasilan, dan sebagiannya, sehingga guru akan lebih bersemangat dalam melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajarnya. Kesuksesan yang diraih dalam interaksinya dengan lingkungan belajar dapat menimbulkan rasa puas. Kondisi ini merupakan sumber motivasi. Apabila terus-menerus muncul pada diri guru, maka ia akan sanggup untuk melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan akan berlangsung sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja guru pendidikan jasmani variabel kedua variabel, yaitu : (1) layanan supervisi dan (2) motivasi berprestasi mutlak diperhatikan. Karena dalam operasional pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah memperlihatkan adanya sumbangan dalam meningkatkan kinerja guru.

C. Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi rumusan utama yaitu " Bagaimana pengaruh layanan supervisi kepala sekolah dan motivasi berprestasi secara simultan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X? Adapun rincian rumusan masalah diuraikan sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran layanan supervisi kepala sekolah di SMP Negeri di Kabupaten X?
2. Bagaimana gambaran motivasi berprestasi SMP Negeri di Kabupaten X?
3. Bagaimana gambaran kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X?
4. Bagaimana pengaruh layanan supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X?
5. Bagaimana pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X?
6. Bagaimana pengaruh layanan supervisi kepala sekolah dan motivasi berprestasi secara simultan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan tujuan umum yang ingin diraih setelah penelitian ini dilakukan. Adapun tujuan umumnya adalah untuk menganalisis pengaruh layanan supervisi dan motivasi berprestasi secara simultan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran layanan supervisi kepala sekolah di SMP Negeri di Kabupaten X.
b. Mengetahui bagaimana gambaran motivasi berprestasi SMP Negeri di Kabupaten X.
c. Mengetahui gambaran kinerja guru pendidikan jasmani SMP Negeri di Kabupaten X.
d. Mengetahui pengaruh layanan supervisi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani.
e. Mengetahui pengaruh motivasi berprestasi terhadap kinerja guru pendidikan jasmani.
f. Mengetahui pengaruh layanan supervisi dan motivasi berprestasi secara simultan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan berharga bagi berbagai pihak yang berkepentingan terutama menyangkut kondisi kinerja guru pendidikan jasmani di SMP yang ada di lingkungan Kabupaten X.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini secara teoretis dapat bermanfaat untuk mengkaji subtansi pengembangan sumber-daya manusia, khususnya manajemen sumber-daya guru dan memperkaya bidang akademik tentang faktor-faktor strategik yang mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani di SMP.
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis, juga dalam pengembangan berbagai teori, maka hasil penelitian ini merupakan bahan bagi pengembangan ilmu manajemen sumber-daya manusia pendidikan khususnya guru SMP pendidikan jasmani. Manfaat ini akan lebih dirasakan oleh lembaga-lembaga seperti; Dinas Pendidikan di Kabupaten X.
TESIS PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA THD ETOS KERJA GURU SMK

TESIS PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA THD ETOS KERJA GURU SMK

(KODE : PASCSARJ-0129) : TESIS PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA THD ETOS KERJA GURU SMK (PRODI : PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Profesionalisasi guru telah banyak dilakukan namun pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala, baik dilingkungan Depdiknas, maupun di lembaga pencetak guru. Kendala yang muncul di lembaga pencetak guru antara lain : tidak adanya lembaga secara khusus untuk menangani dan menyiapkan guru seperti IKIP pada masa lalu. Kemudian profesi guru belum menjadi pilihan utama bagi lulusan sekolah menengah, sehingga kualitas masukan (input) nya rendah.
Untuk merekayasa Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dan yang mampu bersaing dengan Negara maju, diperlukan guru serta tenaga kependidikan profesional yang mempakan penentu utama sebagai ujung tombak keberhasilan dibidang pendidikan. Hasil penelitian para ilmuan : Murphy, (1992), Brand, (1993), Cheng dan Wong, (1996), Supriadi, (1998 : 178), Jalal dan Mustafa, (2001) Buku E. Mulyasa, (2008 : 8-9) sedikitnya ada tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai pengajar yaitu : (a) rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran, (b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, (c) rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakkan kelas (d) rendahnya motivasi berprestasi, (e) kurang disiplin, (f) rendahnya komitmen profesi, (g) serta rendahnya kemampuan manajemen waktu.
Akadum (1999 : 1-2) menilai bahwa, rendahnya kompetensi guru dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain : (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat, (4) masih belum smooth-nya perbedaan tentang proporsi, materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Selanjutnya, Ani M. Hasan (2006 : 6) mengemukakan bahwa rendahnya profesionalisme guru disebabkan : (1) masih banyaknya guru yang tidak menekuni profesinya secara profesional. Dalam hal ini dapat dilihat dari banyaknya guru yang bekerja di luar jam kerjanya, hal ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga tidak ada waktu untuk membaca dan menulis atau melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kemampuan dirinya; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi dalam memperhitungkan sistem output, kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada calon guru diperguruan tinggi.
Dengan demikian diperlukan suatu kebijakan pendidikan dalam rangka mengembangkan kompetensi profesional guru serta pedoman kebijakan teknis yang dapat membantu bidang pendidikan yang berisi panduan untuk meningkatkan kompetensi guru khususnya guru SMK untuk dapat dilaksanakan di setiap wilayah propinsi di seluruh Indonesia. Hal ini bertujuan untuk : (1) Memberikan pedoman untuk mengembangkan kompetensi guru SMK kepada para pejabat Dinas dan Pendidikan dan Pengajaran (Dinas P dan P) di setiap wilayah propinsi di Indonesia, (2) Memberikan acuan dalam menyelenggarakan pengembangan kompetensi guru SMK, (3) Meningkatkan kompetensi personal, profesional dan sosial dari guru-guru SMK, dan (4) Meningkatkan profesionalitas guru SMK.
Secara umum, kompetensi guru mempakan "seperangkat kemampuan, baik bempa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dituntut untuk jabatan sebagai guru", Kompetensi dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Kemudian kompetensi seorang guru dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu : kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi personal/kepribadian yang dijabarkan dalam penampilannya ketika menjalankan tugas serta fungsinya sebagai tenaga pendidik (Indra Djati Sidi, 2002 : 9).
Untuk itu komponen sumber daya manusia yang mempunyai etos kerja tinggi sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya kompetensi yang disebutkan di atas. Ternyata etos kerja yang tinggi harus didukung oleh disiplin dan motivasi yang tinggi pula. Motivasi mempakan daya penggerak baik yang ditimbulkan dari dalam maupun dari luar diri. Dengan adanya motivasi dimungkinkan dalam melaksanakan tugasnya akan berjalan dengan baik. Edwin B. Flippo (Hasibuan, 2006 : 143) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya. Makna ungkapan di atas menunjukkan bahwa dengan adanya motivasi seorang individu akan berusaha dengan sekuat tenaga agar mampu mencapai apa yang diinginkan.
Berkenaan dengan motivasi ini, maka motivasi akan ditentukan oleh adanya motivasi yang datang dari dalam diri dan yang datang dari luar diri seseorang. Menurut Abin Syamsudin (1999 : 29) motif dapat tumbuh dan berkembang dengan dua jalan yaitu yang datang dari dalam diri individu itu sendiri (instrinsik) dan yang datang dari lingkunag (ekstrinsik). Dengan dengan motif akan aktif dan menjadi kuat dalam diri seseorang karena pengaruh faktor-faktor yang ada dalam dirinya maupun yang berasal dari luar dirinya.
Melalui motivasi dan disiplin yang tinggi seorang guru mampu menunjukkan etos kerjanya. Etos kerja guru adalah sebagai aktualisasi komponen profesional yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal artinya faktor yang berada di dalam diri guru itu sendiri, sedangkan faktor eksternal artinya faktor yang berada di luar dirinya.
Faktor internal yang berhubungan dengan etos kerja guru antara lain : keterampilan, kualifikasi pendidikan, disiplin, motivasi, moral, dan persepsi terhadap profesi. Faktor eksternal yang berhubungan dengan etos kerja guru antara lain : peraturan organisasi, kepemimpinan, imbalan (reward), dan hukuman (punishment) yang diterima, serta pendidikan dan pelatihan yang pernah diikutinya.
Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak diantara guru yang cenderung kurang bisa memanfaatkan kesempatan atau waktu luangnya untuk berkreativitas. Hal ini dapat dilihat dari ketidakseriusan guru, masih kurangnya dorongan dari diri sendiri untuk mampu menunjukkan perannya sebagai guru profesional. Kurangnya motivasi ini terlihat dari sikap yang tidak disiplin dalam segala hal, seperti yang ditemukan dilapangan masih terdapat sejumlah guru datang terlambat mengajar, masih ada guru memberikan catatan sampai jam berakhir, masih terdapat guru yang tidak disiplin waktu, datang dan pulang tidak menandatangani daftar hadir, dan masih terdapat guru yang tidak memiliki perangkat persiapan mengajar yaitu, RPP. Fenomena ini tentu akan berimbas kepada tingkat etos kerja yang rendah.
Atas dasar pentingnya kompetensi profesional guru, disiplin dan motivasi yang diperlukan saat sekarang dan masa mendatang, penulis sangat tertarik untuk melakukan sebuah penelitian terhadap guru-guru SMK bidang Teknologi dan Industri yang ada di Kabupaten X dengan Judul : "PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP ETOS KERJA GURU SMK BIDANG TEKNOLOGI DAN INDUSTRI DI KABUPATEN X".

B. Identifikasi Masalah
Kompetensi guru adalah mempakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Guru sebagai orang yang perilakunya menjadi panutan siswa dan masyarakat pada umumnya harus dapat mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai dalam tujuan nasional maupun sekolah. Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru.
Peningkatan etos kerja dan pengembangan kompetensi guru dapat dilaksanakan melalui pembinaan disiplin dan motivasi yang terencana dengan baik dan berkesinambungan karena tantangan yang dihadapi dunia pendidikan semakin berat dan kompleks. Permasalahan yang muncul adalah :
1. Apakah motivasi kerja guru memiliki pengaruh terhadap etos kerja?.
2. Apakah disiplin kerja guru memiliki pengaruh terhadap etos kerja?
3. Apakah kompetensi profesional guru rendah diakibatkan oleh etos kerja?.
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut perlu ditinjau kembali tentang
disiplin kerja dan motivasi kerja guru terhadap etos kerja, dalam mengembangkan kompetensi profesional guru kejuruan yang telah dimiliki saat ini serta kompetensi ideal yang harus dimiliki.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar tidak terjadi salah penapsiran dalam penelitian ini maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh motivasi guru terhadap etos kerja dalam menjalankan tugasnya.
2. Pengaruh disiplin guru terhadap etos kerja.
3. Pengaruh rendahnya kompetensi profesional guru diakibatkan oleh etos kerja.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi telah dikemukan, maka penelitian ini dapat dimmuskan yaitu : "Adakah pengaruh yang signifikan antara motivasi dan disiplin kerja terhadap etos kerja?. Hal ini dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan penelitian dalam mengambil data dilapangan berupa data olahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh motivasi guru terhadap etos kerja?.
2. Bagaimanakah pengaruh disiplin guru terhadap etos kerja?.
3. Bagaimanakah pengaruh motivasi dan disiplin guru terhadap etos kerja guru?.

E. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan etos kerja guru serta menemukan upaya untuk meningkatkannya secara optimal. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh motivasi guru terhadap etos kerja guru.
2. Pengaruh disiplin guru terhadap etos kerja guru.
3. Pengaruh disiplin dan motivasi guru terhadap etos kerja.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yang berkaitan dengan peningkatan etos kerja guru, agar tercipta kondisi pada guru SMK kompetensi profesional.
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap prinsip-prinsip serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan etos kerja guru SMK.
b. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam upaya mengembangkan dan merencanakan program peningkatan kompetensi profesional dan etos kerja guru SMK. Beberapa manfaat praktis yang ingin dicapai melalui penelitian ini antara lain sebagai berikut :
Pertama, bagi guru dalam mendorong perilakunya untuk meningkatkan kompetensi profesional secara mandiri sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab profesi yang diembannya;
Kedua, bagi kepala sekolah dalam membimbing, membina, serta mengarahkan guru untuk mendorong atau memberi motivasi terhadap peningkatan etos kerjanya.
Ketiga, bagi penyelenggara dan pembina program pendidikan sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan serta menyusun rencana program peningkatan semangat kerja guru untuk merealisasikan pengembangan kompetensi profesional sebagai tanggung jawabnya; dan Keempat, bagi peneliti selanjutnya sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan etos kerja guru sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan di masa mendatang.
TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA MADRASAH DAN IKLIM ORGANISASI MADRASAH TERHADAP KINERJA INOVATIF GURU

TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA MADRASAH DAN IKLIM ORGANISASI MADRASAH TERHADAP KINERJA INOVATIF GURU

(KODE : PASCSARJ-0128) : TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA MADRASAH DAN IKLIM ORGANISASI MADRASAH TERHADAP KINERJA INOVATIF GURU (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat urgen untuk menimgkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang secara operasionalnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberi arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru dan pengawas dituntut keprofesionalannya untuk melaksanakaan tugas pokok dan fungsinya. Hal trsebut dijelaskan dalam Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas nomor 12 tahun 2007 tentang kompetensi Pengawas. Guru sebagai penjamin mutu pendidikan di ruang kelas, sementara pengawas adalah penjamin mutu pendidikan dalam area yang lebih luas pada tinggat madrasah.
Pada era otonomi sekarang ini, sangat menuntut adanya perubahan paradigma baru dalam sistem pengelolaan madrasah. Dalam kaitan ini, Jam'an Satori yang dikutip oleh Dadang Suhardan (2006 : 8-9) menyatakan bahwa
"perubahan yang seharusnya terjadi di madrasah pada era otonomi pendidikan terletak pada : (1) Peningkatan kinerja staf; (2) Pengelolaan madrasah menjadi berbasis lokal; (3) Efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga; (4) Akuntabilitas; (5) Transparansi; (6) Partisipasi masyarakat; (7) Profesionalisme pelayanan belajar; dan (8) Standarisasi". Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa madrasah kepada keunggulan mutu lembaga, sebab madrasah memiliki keleluasaan dalam melaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belum terjadi.
Menurut Dadang Suhardan (2006 : 9) : "... Madrasah-madrasah kini belum mampu memberi layanan belajar bermutu karena belum mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya"
Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah mengawasi jalannya pendidikan untuk mendobrak mutu bila tidak ditindak lanjuti dengan pembinaan gurunya, maka tidak akan berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar dikelas. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran (Dadang Suhardan, 2006 : 9). Peranan Kepengawasan satuan Pendidikan di dalam pembinaan profesional guru sangat signifikan terhadap efektivitas dan kualitas kinerja guru. Masalah dukungan kemudahan dan faktor rintangan pelaksanaan pemberian bantuan profesional kepada guru tampaknya disadari sebagai sesuatu aspek yang tidak bisa dilepaskan dari seluruh keberhasilan kegiatan upaya peningkatan mutu pembelajaran yang harus diatasi.
Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidentifikasi mana-mana hal yang sudah baik, mana yang belum baik, dengan maksud memberi pembinan kepada guru. Supervisi adalah kegiatan pembinaan kepada madrasah pada umumnya dan guru pada khususnya agar kualitas pembelajarannya meningkat (Suharsimi, 2004 : 5).
Selanjutnya Suharsimi (2004 : 5) mengatakan bahwa sesuai dengan konsep pengertiannya supervisi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) supervisi akademik, dan (2) supervisi administrasi.
1. Supervisi akademik adalah supervisi yang menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu langssung berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar.
2. Supervisi administrasi yang menitikberatkan pengamatan pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran.
Madrasah terdiri dari bagian-bagian yang berinteraksi dan bersinergi dalam menjalankan peran dan fungsinya guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan, dan efektifitas pencapaiannya dapat memberikan konstribusi bagi peningkatan kehidupan masyarakat. Dengan demikian, madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang penting dalam masyarakat, sebagai suatu sistem. Salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan di masdrasah adalah individu pendidik/guru. Kinerja guru dalam menjalankan fungsi dan tugasnya di madrasah akan berdampak besar pada proses pendidikan dan pembelajaran di madrasah. Hal ini berarti bahwa peran guru dalam pencapaian tujuan pendidikan di madrasah sangat menentukan, bagaimana kualitas kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya akan merupakan suatu konstribusi besar bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Kurangnya menguasai isi mated pembelajaran, ketrampilan dan keinovatifan menunjukkan masih perlunya upaya peningkatan kualitasnya, ini memerlukan sikap positif guru dilakukan terhadap perubahan dalam melaksanakan tugasnya. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas mesti diperbaiki terus menerus, sehingga pola kinerja rutin perlu ditingkatkan menjadi pola kinerja yang inovatif sebagai upaya untuk menghadapi dan mengantisipasi perubahan global yang juga menerpa dunia pendidikan. Pengembangan dan peningkatan kualitas kinerja guru menjadi inovatif akan mendorong pada proses pembelajaran yang inovatif pula, sehingga para siswa pun akan menjadi orang yang mampu menyesuaikan diri secara terus menerus dengan lingkungan yang berubah cepat. Kemampuan ini jelas sangat penting bagi siswa/output pendidikan dalam meningkatkan kemampuan bersaing, karena : "survival in fast changing world may well depend on the ability of pupils to develop skills in adaptation, flexibility, cooperation and imagination " (Whitaker, 1993 : 5).
Guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan profesionaliseme guru akan tercermin dalam perwujudan yang secara ideal akan terlihat dalam lima hal berikut :
1) Guru yang memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap
2) Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek
3) Guru yang memiliki kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai disertai etos kerja yang kuat
4) Guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai
5) Guru yang kreatif dan berwawasan masa depan
Dalam perkembangan belakangan ini, nampaknya tuntutan pada kinerja guru tidak lagi bersifat rutin melainkan perlu ditumbuhkan kinerja inovatif. Hal ini dikarenakan kompleksitas perubahan yang selalu menuntut respon baru, sebagaimana dikemukakan oleh Lampert dalam Hammond (2006 : 39) bahwa; "Teaching is never routin. Teachers must cope with changing situations, learning needs, challanges, questions, and dilemma". Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya dalam konteks pelaksanaan kurikulum baru seperti KTSP, jelas memerlukan kreativitas serta kinerja inovatif dari para guru untuk dapat mengimplementasikannya, dan dalam hal ini kreativitas dan inovasi lembaga pendidikan menjadi hal yang perlu termasuk kreativitas dan keinovatifan guru dalam menjalankan tugasnya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di madrasah/kelas.
Dengan demikian keberhasilan implemtasi berbagai perubahan yang diarahkan untuk memperbaiki proses pendidikan/pembelajaran tidak dapat mengandalkan pada pengawas saja tapi juga kenerja inovatif guru.
Pada hakekatnya supervisi adalah bantuan atau bimbingan profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas pembelajarannya, perbaiki dan melakukan stimulasi, koordinasi, dan bimbingan secara kontinyu untuk pertumbuhan jabatan guru secara individual maupun kelompok. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tugas pengawas merupakan bantuan dan bimbingan ke arah terciptanya yang lebih baik pendidikan berkualitas.
Iklim organisasi yang kondusif sangat dibutuhkan bagi guru untuk menumbuhkan dorongan dalam diri guru tersebut supaya bekerja lebih bersemangat. Ini berarti bahwa iklim kerja berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi para guru. Hal ini sesuai dengan ungkapan Dirjen Dikti (Buku IIC, 1983 : 45) yang menyebutkan bahwa iklim organisasi sangat mempengaruhi motivasi dan produktivitas para anggotanya. Ada iklim yang menggairahkan para anggotanya untuk berprestasi, ada pula iklim yang justru memadamkan motivasi untuk berprestasi.
Iklim kirja yang dimaksudkan adalah tingkat keterbukaan komunikasi di antara orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan. Tingkat keterbukaan merupakan salah satu kategori iklim organisasi seabagai di kemukakan oleh Andrew W. Halpin dan Don B. Croft (Hoy dan Miskel, 2001 : 190) yang disebut sebagai Open Climate.
Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru. Menurut McCall (1994 : 183-185) hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam memperbaiki pembelajaran :
- Focus first on the student and are very attentive to who they are
- Know that bare wall are teachers but walls covered with interesting and colorful materials are better teachers... more interested in the quality of learning than in the quantity of information ingested and regurgitated.
- Try to use fresh materials instead of second-hand commercial stuff
- Engage other teachers in the constant search for new and fresh material
- Are noted for taking their student seriously but not themselves.
Berdasarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang yang telah dikemukakan tersebut, maka selanjutnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : "Pengaruh Supervisi Akdemik Kepala Madrasah dan Iklim Organisasi Madrasah Terhadap Kinerja Inovatif Guru di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian tentang, Pengaruh Supervisi Akdemik kepala madrasah dan Iklim Organisasi Madrasah Terhadap Kinerja Inovatif Guru di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran efektivitas supervisi akademik kepala madrasah di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
2. Bagaimana gambaran iklim organisasi madrasah di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
3. Bagaiman gambaran kinerja inovatif guru di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
4. Seberapa besar pengaruh Supervisi Akademik kepala madrasah terhadap kinerja inovatif guru di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
5. Seberapa besar pengaruh Iklim Organisasi Madrasah terhadap kinerja inovatif guru di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
6. Seberapa besar pengaruh Supervisi Akademik kepala madrasah terhadap Iklim Organisasi Madrasah di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?
7. Seberapa besar pengaruh Supervisi Akademik kepala madrasah dan Iklim Organisasi Madrasah secara bersama-sama terhadap Kinerja Inovatif Guru di Madrasdah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X?

C. Tujuan Penelitian
Memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran empirik tentang pengaruh supervisi akademik dan iklim madrasah terhadap kinerja inovatif guru. Sedangkan secara spesifik penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran diskriptif tentang supervisi akademik kepala madrasah di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran diskriptif iklim organisasi madrasah di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran diskriptif kinerja inovatif guru di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh supervise akademik kepala madrasah terhadap kinerja inovatif guru di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklim organisasi madrasah terhadap kinerja inovatif guru di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi akademik kepala madrasah terhadap iklim organisasi madrasah di Madrasah Aliyah Kecamatan X Kabupaten X.
7. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh supervisi akademik kepala madrasah dan iklim organisasi madrasah secara bersama-sama terhadap kinerja inovatif guru.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan baik bagi pihak peneliti maupun bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan (secara akademik). Secara lebih rinci kegunaan penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan efektivitas supervisi akademik terhadap kinerja inovatif guru.
b) Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.
2. Kegunaan Praktis
a) Memberikan masukan bagi para guru agar meningkatkan kualifikasinya sebagai upaya meningkatkan profesionalismenya.
b) Menambah wawasan bagi para praktisi pendidikan, bahwa kinerja inovatif guru dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pengaruh supervisi akademik dan iklim kerja.
c) Sebagai bahan masukan bagi para guru, kepala madrasah dan pengawas bahwa kenerja inovatif guru harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mendorong terciptanya kinerja guru yang profesional.
d) Memberikan masukan bagi para kepala madrasah bahwa pengaruh supervisi akademik dan iklim organisasi madrasah dapat berpengaruh terhadap kenerja inovatif guru dalam melaksnakan tugasnya, yang akhirnya akan mempengaruhi juga terhadap kualitas guru.
e) Sebagai bahan masukan kepada kepala madrasah untuk lebih mernpertimbangkan perilaku selaku pemimpin dalam organisasi madrasah agar dapat mendorong kualitas kinerja inovatif guru dengan baik.
f) Sebagai bahan masukan kepada para praktisi pendidikan bahwa tujuan pendidikan nasional akan tercapai bila didukung oleh kualitas kinerja yang baik dari para tenaga kependidikan/guru.
Kreativitas Supervisi berorientasi pada perubahan dalam melaksanakan kinerja inovasi guru sebagai pendidik, kondisi ini tentu saja memerlukan berbagai kondisi yang dapat mewujudkan . Dalam konteks perkembangan dan perubahan yang cepat, berbagai pengaruh sudah barang tentu tidak bisa dihindari sehingga respon yang tepat dan kemampuan untuk berubah serta beradaptasi tuntutan bagi setiap orang termasuk guru sebagai pendidik/pengajar. Kreatifitas guru pada dasarnya akan menjadi dan pengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan guru tersebut sebagai pendidik/pengajar, tingkat kretifitas yang bervariasi di kalangan guru akan berdampak pada variasi dalam kinerja berkaitan dengan penyikapan terhadap tuntutan perubahan yang terus berkembang dan makin meningkat sebagai dampak globalisasi.
Pada dasarnya, perubahan kinerja guru kearah yang inovatif akan ditentukan oleh para guru itu sendiri, karena dalam tataran teknis, perubahan pendidikan sangat tergantung pada guru, seperti dinyatakan Fullan (1991 : 117) bahwa "educational change depends on what teachers do and think". Guru apakah inovasi pendidikan/pembelajaran dilaksanakan atau tidak, meskipun begitu dorongan dari luar tetap merupakan hal yang penting. Dalam hubungan ini Hargreaves dalam Fullan (1997 : 3) bahwa faktor guru dan faktor eksternal perlu dilihat secara parallel meski perbaikan secara internal dimana guru menjalankan tugasnya lebih penting.
Penelitian ini mencoba untuk memahami supervisi akademik kepala madrasah dan iklim organisasi madrasah terhadap kinerja guru dalam konteks perubahan yang sangat cepat dewasa ini dari sudut pandangan interaksi antara faktor internal/personal dengan faktor interaksi/eksternal dengan menitikberatkan pada aspek iklim organisasi. Dengan demikian penelitian itu melihat kinerja inovatif/inovasi pendidikan dalam perkembangan organisasi.

E. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengurupulkan dan menyusun data serta analisis dan interpretasi mengenai arti data yang diteliti. Menurut Surakhmad (1994 : 131) yang dimaksud dengan metode adalah :
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu dipergunakan setelah penyelidikan serta situasi penyelidikan.
Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan studi kepustakaan. Untuk lebih fokus dalam menafsirkan data dalam menganalisis masalah yang diteliti, maka metode deskriptif ini ditunjang oleh suatu studi yang menggali kajian-kajian keilmuan yang relevan serta mendukung terhadap masalah yang diteliti.
TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MUTU MENGAJAR GURU

TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MUTU MENGAJAR GURU

(KODE : PASCSARJ-0127) : TESIS PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MUTU MENGAJAR GURU (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Kemajuan-kemajuan dalam kehidupan seperti bidang ekonomi, dan ilmu pengetahuan hanya dapat dicapai melalui proses pendidikan. Dari proses pendidikan ini diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa". Dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 kemudian diterjemahkan ke dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sedangkan yang dimaksud pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah :
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia segera mencapai kemajuan. Departemen Pendidikan Nasional dalam merealisasikan tujuan tersebut membuat kebijakan, yaitu melaksanakan usaha peningkatan mutu pendidikan yang berpedoman pada azas persatuan.
Usaha peningkatan mutu pendidikan oleh pemerintah telah nampak dengan diadakannya upaya pembaharuan dan penyempurnaan kurikulum, sarana, tenaga pendidik, pelatihan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat.
Berbagai fakta empirik telah membuktikan, bahwa tingkat kemajuan yang dicapai oleh suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia bangsa itu. Seberapapun besarnya sumber daya alam, modal serta sarana dan prasarana, pada akhirnya ditangan sumber daya manusia yang handal terletak kemajuan yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sedarmayanti ; 288) :
Keberhasilan manajemen dalam suatu organisasi, baik organisasi yang bergerak dalam bidang pemerintahan, maupun organisasi yang bergerak dalam bidang usaha (bisnis), sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Artinya manusia yang memiliki daya, kemampuan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam setiap pelaksanaan kegiatan organisasi sehingga terwujud kinerja sebagaimana diharapkan.
Dalam perspektif berpikir seperti itu, rasanya tidak mungkin suatu organisasi atau suatu bangsa dapat mencapai kemajuan dibidang apapun tanpa mempersoalkan kesiapan sumber daya manusia yang telah diyakini sebagai faktor diterminan keberhasilan pembangunan.
Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian integral dari keseluruhan aktifitas pembangunan nasional, karena pembangunan itu sendiri ingin memanfaatkan kemajuan yang dicapai di bidang pendidikan untuk mempercepat berbagai upaya pembangunan yang tengah dan akan berkelanjutan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, guru mempunyai peranan sentral. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaodih (1998) mengemukakan bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Yang dimaksud dengan guru, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 74 tentang guru, Pasal 1 ayat 1 adalah :
Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Menyadari hal tersebut, betapa pentingnya untuk meningkatkan aktivitas, kreatifitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki kemandirian dalam keseluruhan kegiatan pendidikan baik dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, guru memegang posisi yang paling strategis. Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial (Surya, 2005 ;4). Guru merupakan sumber daya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta pembelajaran yang bermutu dan menjadi faktor utama dalam menentukan mutu pendidikan.
Tugas guru sebagai profesi menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme guru. Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik.
Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, diantaranya kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi :
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
(Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, Pasal 3 ayat 4)
Tugas guru erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan mutu mengajar guru untuk menjadi tenaga profesional, agar peningkatan mutu pendidikan dapat berhasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Tilaar (1999), mengatakan bahwa : "peningkatan kualitas pendidikan tergantung banyak hal, terutama mutu gurunya".
Guru, murid, dan bahan ajar merupakan unsur yang dominan dalam proses pembelajaran di kelas. Ketiga unsur ini saling berkaitan, saling mempengaruhi serta saling menunjang antara satu dengan yang lainnya. Jika salah satu unsur tidak ada, kedua unsur yang lain tidak dapat berhubungan secara wajar dan proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik. Jika proses belajar mengajar ditinjau dari segi kegiatan guru, maka akan terlihat bahwa guru memegang peranan strategis. Menurut Majid (2005 : 91) dalam konteks ini guru berfungsi sebagai pembuat keputusan yang berhubungan dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Ketiga hal tersebut merupakan indikator dari mutu mengajar guru. Apabila ketiga hal tersebut; perencanaan pembelajaran (input), pelaksanaan pembelajaran (proses), dan evaluasi pembelajaran (output) dilakukan oleh guru dengan baik, maka mutu mengajar guru bisa dikatakan baik.
Untuk menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Dengan demikian pekerjaan guru bukan semata-mata pekerjaan pengabdian namun guru adalah pekerja profesional seperti pekerjaan yang lain misalnya, dokter, pengusaha, pengacara, akuntan dan sebagainya. Memandang guru sebagai tenaga kerja profesional maka usaha-usaha untuk membuat mereka menjadi profesional tidak semata-mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melalui pemberian penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar lagi, namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalannya sehingga memungkinkan guru untuk meningkatkan kinerja mengajarnya sebagai pendidik.
Proses pendidikan tidak akan terjadi dengan sendirinya melainkan harus direncanakan, diprogram, dan difasilitasi dengan dukungan dan partisipasi aktif guru sebagai pendidik. Tugas dan tanggung jawab guru adalah mengubah perilaku peserta didik ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung kepada pelaksanaan tugas dan kinerja guru di samping kemampuan peserta didik itu sendiri serta dukungan komponen system pendidikan lainnya. Posisi strategis guru merupakan salah satu faktor penentu kualitas proses dan hasil pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan akan ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mengarahkan peserta didiknya melalui kegiatan pembelajaran. Ketika pembelajaran berlangsung, guru tidak sekedar menyampaikan pelajaran akan tetapi juga menciptakan suasana belajar yang dialami setiap siswa. Komunikasi antara guru dan siswa sebaiknya berjalan dengan lancar. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan siswa sehingga kelas menjadi tempat yang menyenangkan dan siswa lebih mudah memahami pelajarannya. Menurut Satori (2002; 1) pembelajaran di kelas merupakan core business, jantung kegiatan sekolah dan pendidikan pada umumnya karena disanalah peserta didik seharusnya mendapatkan layanan belajar dan jaminan mutu hasil pendidikan.
Akan tetapi masih banyak permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah belum optimalnya sumber daya manusia yang terdapat pada guru. Fakta empirik yang sulit terbantahkan saat ini adalah kesulitan untuk mendapatkan guru yang benar-benar mengabdikan diri dan mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk melaksanakan tugas profesionalnya sebagai tenaga pendidik. Menurut Mulyasa (2005) bahwa :
Sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran. Kesalahan tersebut adalah mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negative, menggunakan destruktif discipline, mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksa hak peserta didik.
Alasan klasiknya guru belum melaksanakan tugas profesionalnya sebagai tenaga pendidik adalah gaji dan kesejahteraan guru yang rendah membuat para guru seakan-akan tak mampu untuk menghadapi tuntutan yang berat yang dibebankan kepadanya. Mereka selalu terpuruk dan seakan-akan tak berdaya menghadapi hempasan badai keras globalisasi yang melunturkan semangat pengabdian mereka.
Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah mengalami suatu pergeseran dari behaviourisme ke konstruktivisme yang menuntut guru dilapangan harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Guru dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center, menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati.
Sejalan dengan pendapat diatas, pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah :
Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi Pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata. (Depdiknas, 2003 : 11)
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Center). Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong (cooperative learning).
Untuk menciptakan situasi yang diharapkan pada pernyataan diatas seoarang guru harus mempunyai syarat-syarat apa yang diperlukan dalam mengajar dan membangun pembelajaran siswa agar efektif dikelas, saling bekerjasama dalam belajar sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan saling menghargai (demokratis), diantaranya :
1. Guru harus lebih banyak menggunakan metode pada waktu mengajar, variasi metode mengakibatkan penyajian bahan lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, sehingga kelas menjadi hidup, metode pelajaran yang selalu sama (monoton) akan membosankan siswa.
2. Menumbuhkan motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa. Selanjutnya melalui proses belajar, bila motivasi guru tepat dan mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan belajar, dengan tujuan yang jelas maka siswa akan belajar lebih tekun, giat dan lebih bersemangat. (Slamet, 1987 : 92)
Pada saat ini banyak guru yang telah melaksanakan teori konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas tetapi volumenya masih terbatas, karena kenyataan dilapangan masih banyak dijumpai guru yang dalam mengajar masih terkesan hanya melaksanakan kewajiban. Ia tidak memerlukan strategi, metode dalam mengajar, baginya yang penting bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung.
Disisi lain menurut Hartono Kasmadi (1993 : 24) bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dimana pengajar masih memegang peran yang sangat dominan, pengajar banyak ceramah (telling method) dan kurang membantu pengembangan aktivitas murid.
Dari uraian diatas, tidak dipungkiri bahwa dilapangan masih banyak guru yang masih melakukan cara seperti pendapat diatas, dan diakui bahwa banyak faktor penyebabnya sehingga dapat dilihat akibat yang timbul pada peserta didik, sering dijumpai siswa belajar hanya untuk memenuhi kewajiban pula, masuk kelas tanpa persiapan, siswa merasa terkekang, membenci guru karena tidak suka gaya mengajarnya, bolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, takut berhadapan dengan mata pelajaran tertentu, merasa tersisihkan karena tidak dihargai pendapatnya, hak mereka merasa dipenjara, terkekang sehingga berdampak pada hilangnya motivasi belajar, suasana belajar menjadi monoton, dan akhirnya kualitas pun menjadi pertanyaan.
Dari permasalahan tersebut, guru mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu mengajar di sekolah karena guru sebagai ujung tombak dilapangan (di kelas) dan bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat terhadap kemajuan dan peningkatan kompetensi siswa, dimana hasilnya akan terlihat dari jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus. dengan demikian tangung jawab peningkatan mutu pendidikan di sekolah, selalu dibebankan kepada guru.
Demikian halnya, dengan guru-guru di SMA Negeri se-Kabupaten X, dimana masih banyak guru yang belum optimal dalam menjalankan profesinya sebagai guru terutama dalam melaksanakan proses pembelajaran, seperti : belum memahaminya wawasan atau landasan kependidikan, belum memahami berbagai keadaan peserta didik, belum melakukan pengembangan kurikulum atau silabus, belum sempurnanya membuat perancangan pembelajaran, belum optimal dalam melaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, belum memanfaatkan teknologi pembelajaran, belum optimal dalam melakukan evaluasi hasil belajar, dan belum optimal dalam pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Hal ini mengakibatkan mutu pendidikan belum optimal.
Fenomena masih belum optimalnya mutu mengajar guru (proses pembelajaran) di SMA Negeri se-Kabupaten X diperoleh melalui hasil studi pendahuluan (survei) dan diskusi yang dilakukan oleh penulis terhadap teman sesama guru di Kabupaten X.
Melihat kenyataan ini, kalau dibiarkan akan mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan khususnya di Kabupaten X. Oleh karena itu permasalahan tersebut harus segera diatasi.
Ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan mutu mengajar guru meningkat, namun penulis mencoba mengkaji masalah supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah dan budaya sekolah.
Supervisi dalam hal ini adalah mengenai tanggapan guru terhadap pelaksanaan pembinaan atau bimbingan yang diberikan oleh kepala sekolah, apakah ada pengaruhnya terhadap peningkatan mutu mengajarnya.
Supervisi akademik merupakan salah satu tugas kepala sekolah dalam membina guru melalui fungsi pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah pada intinya yaitu melakukan pembinaan, bimbingan untuk memecahkan masalah pendidikan termasuk masalah yang dihadapi guru secara bersama dalam proses pembelajaran dan bukan mencari kesalahan guru.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, dinyatakan bahwa salah satu kompetensi Kepala Sekolah adalah memiliki kompetensi supervisi, yaitu :
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Adapun indikator-indikator dari supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap guru menurut Suharsimi Arikunto (1990) adalah sebagai berikut :
1. Tujuan supervisi
2. Hubungan guru dengan supervisor
3. Bimbingan perencanan mengajar
4. Prosedur pelaksanaan supervisi
5. Bantuan dalam memecahkan masalah
6. Hasil dan tindak lanjut supervisi
Guru yang mempunyai persepsi yang baik terhadap supervisi akademik, maka guru akan mengajar dengan baik, karena supervisi itu berarti pembinaan kepada guru ke arah perbaikan dalam mengajar. Begitu sebaliknya jika saran dan advis dari supervisor (pengawas) dari kepala sekolah diabaikan oleh guru maka bisa berdampak pada kegiatan mengajarnya kurang baik.
Kegiatan supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah akan berpengaruh secara psikologis terhadap peningkatan mutu mengajar guru apabila guru menerima supervisi tersebut sebagai masukan dan motivasi untuk meningkatkan mutu mengajarnya sehingga ia akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat produktivitas kerja guru menjadi meningkat. Tetapi jika guru tidak menerima supervisi akademik sebagai suatu hal yang dapat mengakibatkan peningkatan mutu mengajar dan motivasi atau dijadikan beban maka ia akan bekerja karena terpaksa dan kurang bergairah yang ditunjukkan oleh sikap-sikap yang negative sehingga mengakibatkan pruduktivitas kerja guru menjadi menurun.
Selain supervisi akademik yang dilakukan oleh kepalas sekolah hal lain yang dapat mempengaruhi mutu mengajar guru adalah budaya sekolah.
Budaya sekolah yang kerap disebut dengan iklim kerja menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru dengan kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya serta antara dinas di lingkungannya merupakan wujud dari lingkungan kerja yang kondusif. Suasana seperti ini sangat dibutuhkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Budaya sekolah dapat digambarkan melalui sikap saling mendukung (supportive), tingkat persahabatan (collegial), tingkat keintiman (intimate) serta kerja sama (cooperative). (Hasanah; 2008; 12). Kondisi yang terjadi atas keempat dimensi budaya sekolah tersebut berpotensi meningkatkan mutu mengajar guru.
Budaya sekolah yang kondusif akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh-contoh budaya sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Budaya sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstensif demi produktivitas sekolah.
Menurut Miller (1987 ; 56-57) indikator dari budaya sekolah adalah :
Budaya yang ada di sekolah dibagi dua, yaitu budaya yang mempunyai nilai-nilai primer, yaitu : (1) tujuan organisasi sekolah; (2) konsensus dan komitmen terhadap tugas; (3) keunggulan, (4) kesatuan kepentingan, (5) integritas. Sedangkan budaya yang bernilai sekunder, yaitu : (1) penerima layanan, (2) pengendalian yang disiplin, (3) kemandirian, (4) pengambilan keputusan yang cepat, (5) visioner, (6) pengembangan.
Dari hasil wawancara dan diskusi informal dengan teman sejawat sesama guru di SMA Negeri se-Kabupaten X menunjukkan bahwa pada umumnya guru-guru di SMA Negeri se-Kabupaten X motivasi kerja, kreativitas, kinerja, dan produktivitas kerja yang belum optimal dan belum sesuai dengan yang diharapkan, apalagi jika mengacu kepada standar kerja minimal yang dituntut kepada para guru, khususnya guru-guru di SMA Negeri se-Kabupaten X. Tanpa mengabaikan berbagai faktor yang berhubungan dengan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah seperti faktor tingkat kesejahteraan (gaji) yang diterima masih jauh dari standar kebutuhan yang layak, iklim sosial, dan budaya di lingkungan sekolah kurang mendukung, kesibukan lain di luar jam mengajar di sekolah, dan yang lainnya, maka faktor supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah dan budaya sekolah diduga berpengaruh yang signifikan terhadap mutu mengajar guru di SMA se-Kabupaten X. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang : "Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Mutu Mengajar Guru" (Studi Analisis Tentang Mutu Mengajar Guru di SMA Negeri se-Kabupaten X).

1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu "Seberapa besar pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?". Rumusan masalah penelitian tersebut, dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana gambaran supervisi akademik kepala sekolah di SMA Negeri se-Kabupaten X ?
b. Bagaimana gambaran budaya sekolah di SMA Negeri se-Kabupaten X?
c. Bagaimana gambaran mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?
d. Apakah ada korelasi antara supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?
e. Seberapa besar pengaruh supervisi akademik sekolah terhadap mutu megajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?
f. Seberapa besar pengaruh budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?
g. Seberapa besar pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah secara bersamaan terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X ?

1.3. Variabel dan Definisi Operasional
1.3.1.Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu :
1) Variabel bebas/independent variable (X) :
a. Supervisi akademik kepala sekolah (X-1).
Variabel supervisi akademik kepala sekolah diuraikan lagi menjadi subvariabel- subvariabel sebagai berikut : tujuan supervisi, hubungan guru dengan supervisor, bimbingan perencanan mengajar, prosedur pelaksanaan supervisi, dialog profesional dalam superisi, bantuan dalam memecahkan masalah, hasil dan tindak lanjut supervisi.
b. Budaya sekolah (X-2)
Variabel budaya sekolah diuraikan lagi menjadi subvariabel- subvariabel sebagai berikut : budaya yang mempunyai nilai-nilai primer, dan budaya yang bernilai sekunder.
2) Variabel terikat/dependent variable (Y) : mutu mengajar guru SMA Negeri se-Kabupaten X. Variabel mutu mengajar guru dijabarkan lagi menjadi subvariabel-subvariabel : perencanaan pembelajaran (input), pelaksanaan pembelajaran (prose), dan evaluasi pembelajaran (output).
1.3.2. Definisi Operasional
Definisi Operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti. Masri. S (2003;46-47) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Lebih lanjut beliau mengatakan : "dari informasi tersebut akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dilakukan". Dengan demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan prosedur pengukuran baru.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi operasional itu harus bisa diukur dan spesifik serta bisa dipahami oleh orang lain. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Supervisi akademik kepala sekolah (X-1) adalah upaya seorang kepala sekolah dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Budaya sekolah (X-2) adalah pola dasar atau aturan yang diciptakan oleh kepala sekolah, guru, siswa, masyarakat, stakeholders, dan lingkungannya untuk mencapai tujuan
3. Mutu mengajar guru (Y) adalah seperangkat perilaku yang ditunjukkan oleh guru pada saat menjalankan tugas dan kewajibannya dalam bidang pengajaran yang dapat memuaskan kebutuhan siswa sehingga menghasilkan pendidikan yang baik.

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran empirik supervisi akademik kepala sekolah di SMA Negeri se-Kabupaten X.
2. Mendapatkan gambaran empirik budaya sekolah di SMA Negeri se-Kabupaten X.
3. Mendapatkan gambaran empirik mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X.
4. Menganalisis korelasi antara supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X
5. Menganalisis pengaruh supervisi akademik kepala sekolah terhadap mutu megajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X.
6. Menganalisis pengaruh budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X.
7. Menganalisis pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah secara simultan terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X.

1.5. Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian ke arah pengembangan konsep-konsep pengembangan guru yang mendekati pertimbangan-pertimbangan kontekstual dan konseptual, serta kultur yang berkembang pada dunia pendidikan dewasa ini. Pembahasan tentang pengaruh supervisi akademik dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen pendidikan yang akan menjadi suplemen bahasan dalam memperkuat validitas dan reliabilitas pelaksananan manajemen sekolah sebagai sebuah nilai budaya institusi, disamping sebagai sebuah konsep operasional.
1.5.2. Kegunaan Praktis
Secara praktis kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai berikut :
a. Bagi kepala sekolah sebagai supervisor, bisa mengambil manfaat dari hasil penelitian ini, dan mereka bisa melakukan supervisi akademik terhadap guru lebih baik lagi sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan mutu mengajar guru, yang pada gilirannya mampu meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
b. Bagi penulis, menambah wawasan dalam bidang penelitian sehingga mengetahui bagaimana pengaruh supervisi akademik dan budaya sekolah terhadap mutu mengajar guru di SMA Negeri se-Kabupaten X sebagai bekal peningkatan profesionalisme pada masa yang akan datang.
c. Bagi para peneliti, sebagai masukan untuk dapat melakukan penelitian lebih akurat dengan populasi dan sampel yang berbeda, sehingga bisa menguatkan simpulan.

1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan hasil penelitian ini dibuat dalam bentuk tesis dengan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
BAB II Landasan Teoritis
BAB III Metode Penelitian
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB V Kesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi